Anda di halaman 1dari 6

7 Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan

Hindu Budha

1. Contoh Akulturasi Seni Rupa dan Seni Ukir


Masuknya pengaruh India juga membawa perkembangan dalam bidang seni rupa, seni pahat, dan
seni ukir. Hal tersebut dapat dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding-
dinding candi, contohnya relief yang dipahatkan pada dinding pagar langkan di Candi Borobudur yang
berupa pahatan riwayat Sang Budha.

Berikut relief yang ada di Candi Borobudur

a. Relief Karmawibhanga

menceritakan sebab akibat perbuatan baik dan buruk manusia. Dipahatkan pada kaki candi yang
tertimbun.

b. Relief Lalitavistara

Menceritakan riwayat sang Budha Gautama sejak lahir sampai khotbah pertama di Taman Rusa.
Dipahatkan pada dinding sebagian lorong pertama.
c. Relief Jatakamala-Awadana

Berupa kumpulan sajak yang menceritakan perbuatan Sang Budha Gautama dan para Bodhisatwa
semasa hidupnya. Dipahatkan pada dinding sebagain lorong pertama dan kedua.

d. Relief Gandhawiyuha-Bhadracari
Menceritakan usaha Shudana mencari ilmu yang tinggi sampai Sudhana bersumpah mengikuti
Bodhisatwa Samanthabhadra. Diphatkan pada dinding lorong kedua sampai keempat.

2. seni bangunan

Bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya adalah bentuk akulturasi antara unsur budaya
Hindu Budha dengan budaya Lokal asli Indonesia. Bangunan yang megah, patung-patung perwujudan
Buddha / dewa, serta bagian dari stupa dan candi merupakan unsur-unsur dari India. Bentuk candi di
Indonesia pada hakikatnya merupakan punden berundak yang tidak lain merupakan unsur asli
Indonesia. Stupa candi Borobudur adalah salah satu dari contoh akulturasi tersebut.
Untuk soal nomor 2, Arca Trimata adalah arca yang berbentuk patung utuh yang menggambarkan sosok
dewa, manusia dan binatang. Biasanya arca atau disimpan di dalam candi sbg penghormatan trhdap raja
yang sdah meninggal. Ada juga arca setengah trimata. Biasanya terdapat pada relief2 candi.

3. Seni Pertunjukan
Menurut J.L.A. Brandes salah satu seni pertunjukan asli yang dimiliki bangsa Indonesia sebelum
masuknya unsur-unsur budaya India adalah gamelan. Selama berabad-abad gamelan mengalami
perkembangan dengan masuknya unsur-unsur budaya baru, baik dalam bentuk maupun tulisannya.
Gambaran tentang gamelan Jawa Kuno pada masa Kerajaan Majapahit dapat dilihat pada beberapa
sumber, seperti pada prasasti dan kitab kesusastraan.

4. Seni Sastra dan Aksara

Dengan didukung penggunaan huruf Pullawa, seni sastra berkembang cepat, misalnya dalam
karya sastra Jawa Kuno. Pada prasasti yang ditemukan terdapat unsur India dengan unsur
budaya Indonesia. Selain bentuk dan ragam hias wayang, muncul pula tokoh pewayangan yang
asli Indonesia, yaitu tokoh punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong). Tokoh punakawan
tersebut tidak ditemukan di India.

Dengan didukung penggunaan huruf Pallawa, seni sastra berkembang cepat, misalnya dalam
karya sastra Jawa Kuno. Pada prasasti yang ditemukan terdapat unsur India dengan unsur budaya
Indonesia, misalnya ada prasasti dengan huruf Negatif (India) dan huruf Bali kuno (Indonesia).
Di Indonesia prasasti dapat dikelompokan sesuai bahasanya.

1. Prasasti dalam bahasa Sansekerta, misalnya prasasti yang dipahatkan pada tiang batu
(yupa) di wilayah Kerajaan Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara (Prasasti
Ciaruteun, Prasasti tugu, dan Prasasti Cidanghiang).
2. Prasasti yang menggunakan bahasa Jawa Kuno, misalnya prasasti Kedu, prasasti Dinoyo,
dan prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Mataran Kuno.

3. Prasasti dalam bahasa Melayu Kuno, banyak ditemukan di Sumatera, misalnya prasasti
Kedukan Bukit, prasasti Talang Tuo, dan Prasasti Telaga Batu (semuanya peninggalan
Kerajaan Sriwijaya).
4. Prasasti dalam bahasa Bali kuno, digunakan oleh kerajaan-kerajaan Bali, contohnya
prasasti dalam huruf Bal kuno adalah prasasti Jualah dan Prasasti Ugrasena.

5. Sistem Kepercayaan
Masyarakat di kepulauan Indonesia sejak zaman praaksara telah mengenal simbol-simbol yang
bermakna filosofi, misalnya kalau ada yang meninggal di dalam kuburannya disertakan juga dengan
benda-benda sebagai bekal kubur. Masyarakat pada waktu itu sudah mempercayai adanya kehidupan
sesudah meniggal, yakni sebagai roh halus. Oleh karena itu, roh nenek moyang dipuja oleh orang yang
masih hidup (animisme).

Meskipun telah masuk pengaruh India ke Nusantara, kepercayaan animisme tidak pernah, seperti
pada fungsi candi. Fungsi candi di India adalah sebagai tempat pemujaan, sedangkan di Indonesia di
samping sebagai tempat pemujaan candi juga sebagai makam raja atau untuk menyimpan abu jenazah
raja yang telah meninggal. Itulah sebabnya peripih tempat penyimpanan abu jenazah raja didirikan
patung raja dalam bentuk mirip dewa yang dipujanya. Hal tersebut jelas merupakan perpaduan antara
fungsi candi di India dan tradisi pemakaman serta pemujaan roh nenek moyang di Indonesia. Bentuk
bangunan lingga dan yoni merupakan tempat pemujaan terutama untuk orang-orang Hindu penganut
Syiwaisme. Secara filosofis lingga dan yoni adalah lambang kesuburan dan lambang kemakmuran.

6. Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang dianut di Indonesia sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha ke
Indonesia adalah sistem pemerintahan desa yang dipimpin oleh seorang kepala suku dan dipilih
berdasarkan kekuatan dan kelebihannya. Dengan masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia muncul
konsep dewa raja. Pimpinan tertinggi dalam sebuah kelompok adalah seorang raja yang diyakini sebagai
titisan atau reinkarnasi dewa (dewa Syiwa maupun dewa Wisnu). Konsep ini melegitimasi pemusatan
kekuasaan pada raja.

Dari konsep tersebut, di Indonesia mulai mengenal sistem pemerintahan kerajaan dengan raja
sebagai pimpinan tertinggi dibantu sejumlah pejabat yang bertugas sesuai fungsinya, misalnya urusan
ketatanegaraan, agama, dan hukum. Salah satu bukti adanya akulturasi dalam bia=dang pemerintahan,
misalnya seorang raja harus berwibawa dan dipandang memiliki kekuatan gaib seperti pada pemimpin
masa sebelum Hindu-Budha. Oleh karena raja memiliki kekuatan gaib, raja dipandang dekat dengan
dewa. Raja kemudian disembah dan kalau raja sudah meninggal rohnya dip

7. arsitektur

Bentuk alkulturasi budaya lain yang dapat dilihat hingga saat ini adalah arsitektur pada bangunan-
bangunan keagamanan. Bangunan keagamaan berupa candi atau arca sangat dikenal pada masa Hindu-
Buddha. Hal ini terlihat pada sosok bangunan sakral peninggalan Hindu seperti Candi Sewu, Candi
Gedungsongo, dan masih banyak lagi. Juga bangunan pertapaan – wihara merupakan bangunan
berundak. Bangunan ini dapat dilihat pada beberapa Candi Plaosan, Candi Jalatunda, Candi Tikus, dan
masih banyak lagi. Bentuk lain berupa stupa berundak yang dapat dilihat pada bangunan Borobudur. Di
samping itu juga terdapat bangunan Gua, seperti Gua Selomangkleng Kediri, dan Gua Gajah. Bangunan
lainnya dapat berupa gapura paduraksa seperti Candi Bajangratu, Candi Jedong, dan Candi Plumbangan.
Untuk memahami lebih lanjut baca buku Agus A. Munandar, Sejarah Kebudayaan Indonesia.Bangunan
suci berundak itu sebenarnya sudah berkembang subur dalam zaman praaksara, sebagai penggambaran
dari alam semesta yang bertingkat-tingkat. Tingkat paling atas adalah tempat persemayaman roh nenek
moyang. Punden berundak itu menjadi sarana khusus untuk persembahyangan dalam rangka pemujaan
terhadap roh nenek moyang.

Anda mungkin juga menyukai