Disusun oleh :
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............
BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG..
B.TUJUAN..
C.MANFAAT..
BAB II PEMBAHASAN
A.SEJARAH...
B.BENTUK BANGUNAN.....
C.USAHA MELESTARIKAN
BAB III PENUTUP
A.KESIMPULAN
B.SARAN
DAFTAR PUSAKA..
LAMPIRAN PHOTO.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur,
Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di
sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah
barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama
Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa
Syailendra. Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang
diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672
panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha.[1] Stupa utama terbesar teletak di
tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72
stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam
posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar
roda dharma).Bilamana candi Borobudur didirikan tidak ada keterangan yang pasti.
Dari penelitian bentuk huruf Jawa Kuna yang dipakai menulis inskripsi pendekpendek di atas panil relief Karmawibhanga, candi didirikan pada abad IX, didirikan
oleh seorang raja Sailendra, yaitu raja Samaratungga beserta puterinya bernama
Pramodhawarddhani. didasarkan pada prasasti Karang Tengah dan prasasti Sri
Kahulunan.
Latar belakang agama candi Borobudur adalah perpaduan ajaran Buddha
Mahayana dengan Tantrayana , dengan meditasi filsafat Yogacara. Bentuk agama
Buddha semacam ini mirip dengan agama Buddha yang berkembang di Bengal India,
pada waktu pemerintahan raja-raja Pala pada sekitar abad VIII.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Sejarah
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur,
Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di
sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah
barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama
Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa
Syailendra. Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang
diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672
panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Stupa utama terbesar teletak di
tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72
stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam
posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar
roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat
suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk
menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan
kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai
ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam,
sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam
kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kmadhtu (ranah hawa nafsu),
Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam
perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan
menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan
pagar langkan.Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14
seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai
masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak
ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai
Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami
serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar
pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan
UNESCO,
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun
umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di
Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur
adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.
B.Bentuk Bangunan
Ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha adalah:
Kamadhatu
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih
dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh
tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian
kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160 panel cerita
Karmawibhangga yang kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur tambahan di sudut
tenggara disisihkan sehingga orang masih dapat melihat beberapa relief pada bagian
ini. Struktur batu andesit kaki tambahan yang menutupi kaki asli ini memiliki volume
13.000 meter kubik.
Rupadhatu
Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada dindingnya
dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk
persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300 gambar relief. Panjang
relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif. Rupadhatu adalah
dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa
dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan
alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk atau
relung dinding di atas pagar langkan atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di
dalam relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar di pagar langkan. Pada pagar
Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit diangkut dari tambang batu dan
tempat penatahan untuk membangun monumen ini.[51] Batu ini dipotong dalam ukuran
tertentu, diangkut menuju situs dan disatukan tanpa menggunakan semen. Struktur
Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock (saling
kunci) yaitu seperti balok-balok lego yang bisa menempel tanpa perekat. Batu-batu ini
disatukan dengan tonjolan dan lubang yang tepat dan muat satu sama lain, serta
bentuk "ekor merpati" yang mengunci dua blok batu. Relief dibuat di lokasi setelah
struktur bangunan dan dinding rampung.
Monumen ini dilengkapi dengan sistem drainase yang cukup baik untuk
wilayah dengan curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah genangan dan kebanjiran,
100 pancuran dipasang disetiap sudut, masing-masing dengan rancangan yang unik
berbentuk kepala raksasa kala atau makara.
Borobudur amat berbeda dengan rancangan candi lainnya, candi ini tidak
dibangun di atas permukaan datar, tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik
pembangunannya serupa dengan candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak memiliki
ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang
yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi
tingkat demi tingkat. Secara umum rancang bangun Borobudur mirip dengan piramida
berundak. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara
berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Borobudur mungkin pada awalnya
berfungsi lebih sebagai sebuah stupa, daripada kuil atau candi.[51] Stupa memang
dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk memuliakan Buddha. Terkadang stupa
dibangun sebagai lambang penghormatan dan pemuliaan kepada Buddha. Sementara
kuil atau candi lebih berfungsi sebagai rumah ibadah. Rancangannya yang rumit dari
monumen ini menunjukkan bahwa bangunan ini memang sebuah bangunan tempat
peribadatan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur teras bertingkat-tingkat ini
diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan
bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Menurut
legenda
setempat
arsitek
perancang
Borobudur
bernama
Gunadharma, sedikit yang diketahui tentang arsitek misterius ini.[52] Namanya lebih
berdasarkan dongeng dan legenda Jawa dan bukan berdasarkan prasasti bersejarah.
Legenda Gunadharma terkait dengan cerita rakyat mengenai perbukitan Menoreh
yang bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng lokal ini menceritakan
bahwa tubuh Gunadharma yang berbaring berubah menjadi jajaran perbukitan
Menoreh, tentu saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng belaka.Perancangan
Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia antara ujung
garis rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara ujung ibu jari
dengan ujung jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan sepenuhnya. [53]
Tentu saja satuan ini bersifat relatif dan sedikit berbeda antar individu, akan tetapi
satuan ini tetap pada monumen ini. Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio
perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di monumen ini. Arsitek menggunakan formula
ini untuk menentukan dimensi yang tepat dari suatu fraktal geometri perulangan swaserupa dalam rancangan Borobudur.[53][54] Rasio matematis ini juga ditemukan dalam
rancang bangun Candi Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog yakin bahwa rasio
4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi dan makna penanggalan, astronomi, dan
kosmologi. Hal yang sama juga berlaku di candi Angkor Wat di Kamboja.[52]
Struktur bangunan dapat dibagi atas tiga bagian: dasar (kaki), tubuh, dan
puncak.[52] Dasar berukuran 123123 m (403.5 403.5 ft) dengan tinggi 4 m
(13 kaki).[51] Tubuh candi terdiri atas lima batur teras bujur sangkar yang makin
mengecil di atasnya. Teras pertama mundur 7 m (23 kaki) dari ujung dasar teras. Tiap
teras berikutnya mundur 2 m (6.6 kaki), menyisakan lorong sempit pada tiap
tingkatan. Bagian atas terdiri atas tiga teras melingkar, tiap tingkatan menopang
barisan stupa berterawang yang disusun secara konsentris. Terdapat stupa utama yang
terbesar di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35 m (110 kaki) dari
permukaan tanah. Tinggi asli Borobudur termasuk chattra (payung susun tiga) yang
kini dilepas adalah 42 m (140 kaki) . Tangga terletak pada bagian tengah keempat sisi
mata angin yang membawa pengunjung menuju bagian puncak monumen melalui
serangkaian gerbang pelengkung yang dijaga 32 arca singa. Gawang pintu gerbang
dihiasi ukiran Kala pada puncak tengah lowong pintu dan ukiran makara yang
menonjol di kedua sisinya. Motif Kala-Makara lazim ditemui dalam arsitektur pintu
candi di Jawa. Pintu utama terletak di sisi timur, sekaligus titik awal untuk membaca
kisah relief. Tangga ini lurus terus tersambung dengan tangga pada lereng bukit yang
menghubungkan candi dengan dataran di sekitarnya.
Relief
Seni pahat Borobudur memiliki kehalusan gaya dan citarasa estetik yang anggun
Borobudur
Pada dinding candi di setiap tingkatan kecuali pada teras-teras Arupadhatu
dipahatkan panel-panel bas-relief yang dibuat dengan sangat teliti dan halus.[55]
Relief dan pola hias Borobudur bergaya naturalis dengan proporsi yang ideal dan
selera estetik yang halus. Relief-relief ini sangat indah, bahkan dianggap sebagai yang
paling elegan dan anggun dalam kesenian dunia Buddha.[56] Relief Borobudur juga
menerapkan disiplin senirupa India, seperti berbagai sikap tubuh yang memiliki
makna atau nilai estetis tertentu. Relief-relief berwujud manusia mulia seperti pertapa,
raja dan wanita bangsawan, bidadari atapun makhluk yang mencapai derajat kesucian
laksana dewa, seperti tara dan boddhisatwa, seringkali digambarkan dengan posisi
tubuh tribhanga. Posisi tubuh ini disebut "lekuk tiga" yaitu melekuk atau sedikit
condong pada bagian leher, pinggul, dan pergelangan kaki dengan beban tubuh hanya
bertumpu pada satu kaki, sementara kaki yang lainnya dilekuk beristirahat. Posisi
tubuh yang luwes ini menyiratkan keanggunan, misalnya figur bidadari Surasundari
yang berdiri dengan sikap tubuh tribhanga sambil menggenggam teratai bertangkai
panjang.[57]
Relief Borobudur menampilkan banyak gambar; seperti sosok manusia baik
bangsawan, rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan, serta
menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara. Borobudur tak
ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa
kuno. Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa lampau di Jawa kuno dan Nusantara
abad ke-8 dan ke-9 dengan mencermati dan merujuk ukiran relief Borobudur. Bentuk
rumah panggung, lumbung, istana dan candi, bentuk perhiasan, busana serta
persenjataan, aneka tumbuhan dan margasatwa, serta alat transportasi, dicermati oleh
para peneliti. Salah satunya adalah relief terkenal yang menggambarkan Kapal
Borobudur.[58] Kapal kayu bercadik khas Nusantara ini menunjukkan kebudayaan
bahari purbakala. Replika bahtera yang dibuat berdasarkan relief Borobudur
tersimpan di Museum Samudra Raksa yang terletak di sebelah utara Borobudur.[59]
Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina
dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sanskerta daksina yang artinya
ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief
cerita jtaka. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada
pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di
sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah
tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa
candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Adapun susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar langkan
candi adalah sebagai berikut.
Bagan Relief
Tingkat
Posisi/letak Cerita Relief Jumlah Pigura
Kaki candi asli ----Karmawibhangga 160
a. Lalitawistara 120
dinding
b. jataka/awadana 120
Tingkat I
a. jataka/awadana 372
langkan
b. jataka/awadana 128
dinding
Gandawyuha
128
Tingkat II
langkan
jataka/awadana 100
dinding
Gandawyuha
88
Tingkat III
langkan
Gandawyuha
88
dinding
Gandawyuha
84
Tingkat IV
langkan
Gandawyuha
72
Jumlah
1460
C.Usaha Melestarikan
Candi Borobudur sebagai World Class Cultural Heritage perlu dijaga kelestariannya.
Pihak pengelola terus berupaya
memberikan peringatan berupa larangan bagi pengunjung yang memanjat bahkan naik
keatas stupa. Hal ini untuk tetap menjaga konstruksi batu candi utamanya pasca
bencana erupsi Merapi setahun silam.
Sejak lantai 8, 9 & 10 Candi Borobudur dibuka kembali pada 22 September
2011 lalu, pengaturan jumlah pengunjung yang naik ke tiga lantai teratas tersebut
mulai dibatasi. Pengunjung dibatasi sejumlah 82 orang dalam waktu maksimal 15
menit secara bergantian. Hal ini diberlakukan untuk menjaga kelestarian Candi
Borobudur terutama pasca bencana erupsi Merapi. Hingga saat ini Candi Borobudur
masih terus menerus melakukan kegiatan recovery. Terkait berbagai hal yang
disampaikan UNESCO, pengelola Taman Wisata Candi Borobudur akan melakukan
upaya-upaya filterisasi lebih ketat lagi, terutama pengaturan bagi pengunjung yang
membawa makanan ataupun minuman dalam volume besar. Pengelola akan
menyediakan jasa penitipan barang di sekitar pos sarungisasi untuk menitipkan
makanan/minuman pengunjung dalam jumlah besar. Hal ini tak bermaksud
mengekang dan membatasi kebebasan berwisata pengunjung, tapi semata-mata
sebagai sebuah bentuk pelestarian & penghargaan terhadap Candi Borobudur sebagai
World Class Cultural Heritage dan upaya pelestariannya. Harapan kami, Candi
Borobudur dapat tetap menyandang predikat Warisan Budaya Dunia, sebuah amanah
yang selayaknya kita jaga bersama, kata Pujo Suwarno, Kepala Unit Taman Wisata
Candi Borobudur.
2.
Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat itu agak
sepit. Jadi para pengunjung harus bergantian melewatinya
3.
Beberapa patung yang ada di sekitar candi sudah tak lagi utuh.Beberapa di
antaranya hilang kepalanya.
Kelebihan
1.
2.
3.
4.
BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
B.Saran
Dengan diajukannya makalah ini,kami menyadari bahwasannya makalah ini
masih banyak kekurangan dari itu semua kami sangat senang apabila ada yang
memberikan saran.
DAFTAR PUSAKA
www.google.com
LAMPIRAN PHOTO