Anda di halaman 1dari 17

Istilah Karawitan

Karawitan berasal dari bahasa jawa rawit berarti rumit, berbelit-belit, tetapi rawit juga
berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak. Kata jawa karawitan khususnya dipakai untuk
mengacu kepada musik gamelan, musik Indonesia yang bersistem nada nondiatonis (dalam
laras slendro dan pelog) yang garapan-garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara,
ritme, memiliki fungsi, pathet dan aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan
campuran yang indah didengar, mengandung nilai-nilai historis dan filosofis bagi bangsa
Indonesia.

Definisi Seni Karawitan


Sebelum istilah karawitan mencapai popularitas di masyarakat seperti sekarang ini,
dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di lingkungan daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta,
sudah sering terdengar kata rawit yang artinya halus, indah-indah (Prawiroatmojo, 1985:134).
Begitu pula sudah terdengar kata ngrawit yang artinya suatu karya seni yang memiliki sifat- sifat
yang halus, rumit, dan indah (Soeroso:1985;1986). Dari dua hal tersebut dapat diartikan bahwa
seni karawitan berhubungan dengan sesuatu yang halus, dan rumit. Kehalusan dan kerumitan
dalam seni karawitan tampak nyata dalam sajian gending maupun asesoris lainnya. Suhastjarja
(1984) mendefinisikan seni karawitan adalah musik Indonesia yang berlaras non diatonic
(dalam laras slendro dan pelog).
Istilah gamelan telah lama dikenal di Indonesia, sudah disebut pada beberapa kakawin
Jawa Kuno. Arti kata gamelan, sampai sekarang masih dalam dugaan-dugaan. Mungkin juga
kata gamelan terjadi dari pergeseran atau perkembangan dari kata gembel. Gembel adalah
alat untuk memukul. Karena cara membunyikan instrument itu dengan dipukul-pukul. Barang
yang sering dipukul namanya gembelan. Kata gembelan ini bergeser atau berkembang menjadi
gamelan. Bagi masyarakat Jawa gamelan mempunyai fungsi estetika yang berkaitan dengan
nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. (Diambil dari buku Seni Karawitan Jawa, Dr. Purwati,
M.Hum dan Drs. Afendy Widayat, 2006)

Sejarah Karawitan
Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu Budha yang mendominasi
Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia.
Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman
Kerajaan Majapahit. Hal ini dapat dibuktikan dari tulisan tulisan dan prasasti prasasti di
dinding candi yang ditemukan. Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di
Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik
semisal suling bambu, lonceng, gendang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai
yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen
alat musik logamnya. Relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.
Perkembangan selanjutnya dari masa ke masa mengalami perubahan, dalam hal bentuk, jenis,
maupun fungsinya. Dari yang sangat sederhana menjadi lebih komplit. Bukti tertua mengenai
keberadaan alat-alat musik tradisional Jawa dan berbagai macam bentuk permainannya dapat
ditemukan pada PiagamTuk Mas yang bertuliskan huruf Pallawa. Kesederhanaan bentuk, jenis
dan fungsinya tentu berkaitan erat dengan pola hidup masyarakat pada waktu itu. Pada piagam
tersebut terdapat gambar sangka-kala, yaitu semacam terompet kuno yang digunakan untuk
perlengkapan upacara keagamaan (Palgunadi, 2002:7).
Gamelan Jawa merupakan seperangkat instrumen sebagai pernyataan musikal yang
sering disebut dengan istilah karawitan. Dalam mitologi Jawa, Gamelan diciptakan oleh Sang
Hyang Guru pada Era Saka, Dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di
gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-
tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa, kemudian untuk menciptakan pesan yang
lebih khusus Ia menciptakan dua gong dan bertambah terus hingga akhirnya terbentuk
seperangkat Gamelan. Sebagian besar alat musik Gamelan terdiri dari alat musik perkusi yang
dimainkan dengan cara dipukul atau ditabuh. Oleh sebab itu pada waktu orang memainkan alat
musik Gamelan biasanya disebut nggamel. Nggamel adalah bahasa Jawa yang berarti
memukul / menabuh. Inilah sebenarnya asal usul kata gamelan.
Dahulu pemilikan gamelan ageng Jawa hanya terbatas untuk kalangan istana. Kini
siapapun yang berminat dapat memilikinya tetapi bukan gamelan-gamelan Jawa yang termasuk
kategori pusaka. Secara filosofis gamelan jawa merupakan satu bagian yang tak terpisahkan
dari kehidupan masyarakat Jawa. Ini disebabkan filsafat hidup masyarakat Jawa berkaitan
dengan seni budayanya yang berupa gamelan Jawa serta berhubungan dekat dengan
perkembangan religi yang dianutnya. Bagi masyarakat Jawa gamelan mempunyai fungsi
estetika yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Gamelan dapat digunakan
untuk mendidik rasa keindahan seseorang.
Gamelan dibunyikan atau digunakan untuk mengiringi pergelaran wayang, mengiringi
tari-tarian, mengiringi upacara sekaten, upacara kenegaraan/keagamaan, mengiringi klenengan
untuk hal-hal tertentu seperti upacara nikah, ngundhuh mantu dan lain lain

Etika Karawitan

Karawitan merupakan seni musik yang adi luhung. Dapat disajikan dalam nuansa
gembira, sedih, jenaka, marah, bahkan dapat disajikan secara khusus pada acara sakral dalam
kegiatan ritual. Oleh karena itu penampilan dalam penyajian Karawitan perlu diperhatikan pula
etika dan tata krama yang berlaku. Pada penyajian karawitan, para penabuh tidak dibenarkan
menabuh sesuka hati, tanpa metoda maupun posisi menabuh yang tidak semestinya.
Pada penyajian Karawitan, para penabuh harus berpedoman pada metode Karawitan
dan cara menabuh Gamelan yang berlaku secara umum. Etika Karawitan dan cara menabuh
gamelan yang baik adalah sebagai berikut :
1. Waktu akan masuk dan keluar tempat gamelan, tidak diperkenankan melangkahi ricikan.
2. Menabuh ricikan dengan cara/teori yang benar.
3. Menabuh dengan bersikap tenang, posisi duduk bersila, menghadap ke ricikan yang
sedang ditabuh.
4. Pada saat menabuh tidak boleh sambil merokok atau makan.
5. Tidak berpindah tempat pada waktu menabuh gemelan.
6. Pada saat menabuh tidak diperkenankan sambil bercakap-cakap dengan orang diluar
tempat Karawitan.

Jenis Musik Karawitan


Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan
menggunakan empat cara penalaan, yaitu slndro, plog, degung (khusus daerah Sunda atau
Jawa Barat) dan madenda (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang
banyak dipakai di Eropa).

Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar negeri yang beraneka ragam.
Kaitan not nada dari Cina, instrumen musik dari Asia Tenggara, drum band dan gerakkan musik
dari India, bowed string dari daerah Timur Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar
pada musik tradisional Jawa dan Bali sekarang ini.

Untuk daerah Sekitar Jawa Tengah dan Yogyakarta umumnya gamelan terdiri dari 2
pangkon (jenis) yakni Slendro dan Pelog yang mempunyai titi nada yang berbeda. Slendro pada
dasarnya adalah nada mendekati minor sedangkan Pelog menghasilkan nada yang cenderung
mendekati nada diatonis.

Alat Musik
Alat musik yang digunakan dalam seni karawitan banyak sekali macamnya, bahkan
benda yang bukan alat musik sekali pun jika diperlakukan atau dibunyikan mengikuti irama dan
nada karawitan, dapat digolongkan kepada alat musik karawitan. Alat musik karawitan yang
baku terdiri dari:
1. Alat musik ritmis: yaitu alat musik yang berfungsi untuk menstabilkan irama dan
birama dalam suatu permainan musik karawitan, diantranya gendang, dog-dog, kecrek,
dll.
2. Alat musik melodis: yaitu alat musik yang digunakan untuk memainkan nada, hingga
membentuk suatu lagu yang indah dan enak untuk didegar. Alat musik ini banyak sekali
macamnya, diantaranya: jenglong, bonang, saron, calung, kacapi, suling, dan lain-lain.
Berikut ini seperangkat gamelan Jawa yang umumnya dibunyikan di Jawa Tengah
umumnya, diantaranya:

1. Gendang

Gendang merupakan alat musik ritmis ( tak bernada ) yang berfungsi mengatur irama
dan termasuk dalam kelompok membranofon. Membranofon adalah alat musik yang sumber
bunyinya berasal dari selaput kulit atau bahan lainnya. Gendang atau dalam bahasa Sunda
disebut Kendang merupakan salah satu alat musik tradisional daerah Sunda, Jawa Barat. Alat
musik gendang ini terbuat dari bahan kayu nangka atau mangga, namun ada juga yang
menggunakan batang pohon kelapa. Gendang mempunyai dua ujung yang berbeda lebar
diameternya. Ukuran diameter ujung yang satu lebih besar dari ujung yang lain. Kedua ujung itu
ditutup oleh bahan kulit yang biasanya terbuat dari kulit sapi, kerbau atau kambing. Karena
permukaan samping gendang itu halus, maka gendang biasanya dililit dengan tali yang di rajut
sedemikian rupa, adapun fungsi tali tersebut berguna agar gendang tidak mudah bergeser
ketika dimainkan. Sebagai penunjang bisanya juga diletakan pada sanggahan dari kayu untuk
mengatur posisi tinggi rendahnya gendang yang disesuaikan dengan kenyamanan si penabuh.
Ukuran gendang sendiri ada dua jenis, yaitu gendang besar dan gendang kecil atau disebut
kulantir.
Gendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah
lama menyelami budaya Jawa. Gendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang,
sehingga bila dimainkan oleh satu orang denga orang lain maka akan berbeda nuansanya.
Menurut bukti sejarah, kelompok membranofon telah populer di Jawa sejak
pertengahan abad ke 9 Masehi dengan nama: padahi, pataha (padaha), murawa atau
muraba, murdangga, murdala, muraja, panawa, kahala, damaru, gendang. Istilah padahi tertua
dapat dijumpai pada prasasti Kuburan Candi yang berangka tahun 821 Masehi (Goris, 1930).
Seperti yang tertulis pada kitab Nagarakertagama gubahan Mpu Prapanca tahun 1365 Masehi
(Pigeaud, 1960), istilah tersebut terus digunakan sampai dengan jaman Majapahit. Penyebutan
gendang dengan berbagai nama menunjukkan adanya berbagai macam bentuk, ukuran serta
bahan yang digunakan.

Doc. Source :

http://1.bp.blogspot.com/_thxz_CuQc90/TBD1WK5-
cXI/AAAAAAAAAA8/KlzSurkp73Y/s1600/Traditional_indonesian_drums.jpg

2. Rebab

Rebab muncul di tanah Jawa setelah zaman Islam sekitar abad ke 1516. Rebab
merupakan adaptasi dari alat gesek bangsa Arab yang dibawa oleh para penyebar Islam
dari tanah Arab dan India. Menyebar di daerah Jawa barat, Jawa Tengah & Jawa Timur.
Rebab terbuat dari bahan kayu dan resonatornya ditutup dengan kulit tipis, mempunyai dua
buah senar/dawai dan mempunyai tangga nada pentatonis.
Alat musik yang menggunakan penggesek dan mempunyai tiga atau dua utas tali dari
dawai logam tembaga, bagian badan pada umumnya menggunakan kayu nangka dan
berongga di bagian dalam ditutup dengan kulit lembu yang dikeringkan sebagai pengeras
suara.

Instrumen musik tradisional lainnya yang mempunyai bentuk seperti rebab adalah
Tehyan yang resonatornya terbuat dari tempurung kelapa, rebab jenis ini dapat dijumpai di
DKI Jakarta, Jawa dan Kalimantan Selatan. Untuk daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta,
lazimnya Instrumen ini terdiri dari kawat gesek dengan dua kawat ditegangkan pada selajur
kayu dengan badan berbentuk hati ditutup dengan membran (kulit tipis) dari babad sapi.

Sebagai salah satu dari instrumen pemuka, rebab diakui sebagai pemimpin lagu dalam
ansambel, terutama dalam gaya tabuhan lirih. Pada kebanyakan gendhing gendhing,
rebab memainkan lagu pembuka gendhing, menentukan gendhing, laras, dan pathet yang
akan dimainkan.

Wilayah nada rebab mencakup luas wilayah gendhing apa saja. Maka alur lagu rebab
memberi petunjuk yang jelas jalan alur lagu gendhing. Pada kebanyakan gendhing, rebab
juga memberi tuntunan musikal kepada ansambel untuk beralih dari seksi yang satu ke
yang lain.

Doc Source : http://img239.imageshack.us/img239/3798/rebab2sd7.gif

3. Balungan

Yaitu alat musik berbentuk wilahan dengan enam atau tujuh wilah (satu oktaf )
ditumpangkan pada bingkai kayu yang juga berfungsi sebagai resonator yang ditabuh dengan
menggunakan tabuh dari kayu.

Dalam memainkan balungan ini, tangan kanan memukul wilahan / lembaran logam
dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet wilahan yang dipukul sebelumnya untuk
menghilangkan dengungan yang tersisa dari pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini disebut
memathet (kata dasar: pathet = pencet). Menurut ukuran dan fungsinya, terdapat tiga jenis
Balungan :

Demung

Alat ini berukuran besar dan beroktaf tengah. Demung memainkan balungan
gendhing dalam wilayahnya yang terbatas. Lazimnya, satu perangkat gamelan
mempunyai satu atau dua demung. Tetapi ada gamelan di kraton yang mempunyai
lebih dari dua demung.

Saron

Alat ini berukuran sedang dan beroktaf tinggi. Hampir seperti demung, Saron
memainkan balungan dalam wilayahnya yang terbatas. Pada teknik tabuhan imbal-
imbalan, dua saron memainkan lagu jalin menjalin yang bertempo tepat.
Seperangkat gamelan mempunyai dua Saron, tetapi ada gamelan yang mempunyai
lebih dari dua saron.
Peking

Berbentuk saron yang paling kecil dan beroktaf paling tinggi. Saron panerus atau
peking ini memainkan tabuhan rangkap dua atau rangkap empat lagu balungan.

Doc. Source :

http://2.bp.blogspot.com/-AMJVKAXKvgA/TWR_sT4zntI/AAAAAAAAAGE/Y-
546Oz20dc/s1600/9910SaronpanerusportraitLG.jpg

Slenthem

Menurut konstruksinya, slenthem termasuk keluarga gender; malahan kadang-


kadang ia dinamakan gender panembung. Tetapi slenthem mempunyai bilah
sebanyak bilah saron.Ia beroktaf paling rendah dalam kelompok instrumen saron
(balungan). Seperti demung dan saron barung, slenthem memainkan lagu balungan
dalam wilayahnya yang terbatas. Slenthem merupakan salah satu instrumen
gamelan yang terdiri dari lembaran lebar logam tipis yang diuntai dengan tali dan
direntangkan di atas tabung-tabung dan menghasilkan dengungan rendah atau
gema yang mengikuti nada saron, ricik, dan balungan bila ditabuh. Seperti halnya
pada instrumen lain dalam satu set gamelan, slenthem tentunya memiliki versi
slendro dan versi pelog. Wilahan Slenthem Pelog umumnya memiliki rentang nada C
hingga B, sedangkan slenthem slendro memiliki rentang nada C, D, E, G, A, C.

Cara memainkan : Cara menabuh slenthem sama seperti menabuh balungan, ricik,
ataupun saron. Tangan kanan mengayunkan pemukulnya dan tangan kiri melakukan
patet, yaitu menahan getaran yang terjadi pada lembaran logam. Dalam menabuh
slenthem lebih dibutuhkan naluri atau perasaan si penabuh untuk menghasilkan
gema ataupun bentuk dengungan yang baik. Pada notasi C, D, E, G misalnya, gema
yang dihasilkan saat menabuh nada C harus hilang tepat saat nada D ditabuh, dan
begitu seterusnya.

Untuk tempo penabuhan, cara yang digunakan sama seperti halnya bila
menggunakan balungan, ricik, dan saron. Namun untuk keadaan tertentu misalnya
demung imbal, maka slenthem dimainkan untuk mengisi kekosongan antara nada
balungan yang ditabuh lambat dengan menabuh dua kali lipat ketukan balungan.
Atau bisa juga pada kondisi slenthem harus menabuh setengah kali ada balungan
karena balungan sedang ditabuh cepat, misalnya ketika gendhing Gangsaran.
Doc. Source :

http://1.bp.blogspot.com/_c1JD3aSyVsU/TLWEwY9K49I/AAAAAAAAAD0/1JW-
gYhLcdA/s1600/9858gamelanslenthemportraitwithmalletLG.jpg

4. Bonang

Alat musik ini terdiri dari satu set sepuluh sampai empat-belas gong- gong kecil
berposisi horisontal yang disusun dalam dua deretan, diletakkan di atas tali yang
direntangkan pada bingkai kayu. Pemain duduk di tengah-tengah pada sisi deretan gong
beroktaf rendah, memegang tabuh berbentuk bulat panjang di setiap tangan.
Ada tiga macam bonang, dibeda-bedakan menurut ukuran, wilayah oktaf, dan fungsinya
dalam ansambel. Untuk gamelan Jawa, bonang terdiri dari 2 jenis yaitu Bonang Barung dan
Bonang Penerus/ Penembung

Doc. Source :

http://1.bp.blogspot.com/_thxz_CuQc90/TBD8NiSkPYI/AAAAAAAAABE/mzQDT19LRoE/s1600/
Bonang_barung_and_panerus._STSI_Surakarta.jpg
Dalam gamelan Jawa Tengah ada tiga jenis bonang yang digunakan:

a. Bonang Panerus

Bonang Panerus adalah yang tertinggi dari mereka, dan menggunakan ketel terkecil. Pada
umumnya mencakup dua oktaf terkadang juga bisa melebihi, seluas sekitar kisaran yang sama
dengan saron dan peking gabungan. Ia memainkan irama tercepat, saling layu dengan atau
bermain di dua kali kecepatan dari bonang barung.

b. Bonang Barung

Bonang Barung bernada satu oktaf di bawah bonang panerus, dan juga secara umum
mencakup dua oktaf, kira-kira kelas yang sama dengan demung dan saron gabungan. Ini
adalah salah satu instrumen yang paling penting dalam ansambel tersebut, karena banyak
memberikan isyarat untuk pemain lain dalam gamelan.

c. Bonang Panembung

Bonang Panembung adalah nada terendah. Hal ini lebih umum di Yogyakarta, seluas sekitar
kisaran yang sama dengan slenthem dan demung gabungan. Ketika hadir dalam gaya gamelan
Solo, mungkin hanya memiliki satu baris dari enam (slendro) atau tujuh ceret terdengar dalam
daftar yang sama dengan slenthem. Hal ini dicadangkan untuk repertoire yang paling keras,
biasanya memainkan bentuk lain dari balungan .

Bagian yang dimainkan oleh bonang barung dan bonang panerus lebih kompleks dibandingkan
dengan banyak instrumen gamelan, sehingga secara umum dianggap sebagai instrumen
mengelaborasi. Kadang-kadang memainkan melodi berdasarkan balungan, meskipun
umumnya diubah dengan cara yang sederhana. Namun, juga bisa memainkan pola yang lebih
kompleks, yang diperoleh dengan menggabungkan dan panerus patters barung, seperti saling
silih bergantinya bagian dan interpolasi pola melodi jerau.

5. Kenong

Kenong merupakan unsur instrumen pencon gamelan yang paling gemuk, dibandingkan
dengan kempul dan gong yang walaupun besar namun berbentuk pipih. Kenong ini disusun
pada pangkon berupa kayu keras yang dialasi dengan tali, sehingga pada saat dipukul
kenong tidak akan bergoyang ke samping namun dapat bergoyang ke atas bawah,
sehingga menghasilkan suara. Bentuk kenong yang besar menghasilkan suara yang rendah
namun nyaring dengan timber yang khas. Dalam gamelan, suara kenong mengisi sela-sela
antara kempul. Gamelan ini merupakan instrumen kedua yang paling penting setelah gong.
Kenong membagi gongan menjadi dua atau empat kalimat kalimat kenong, atau kenongan.

Di samping berfungsi menggaris bawahi struktur gendhing, nada-nada kenong juga


berhubungan dengan lagu gendhing, kenong juga memainkan nada yang sama dengan
nada balungan dan boleh juga mendahului nada balungan berikutnya untuk menuntun alun
lagu gendhing, atau dapat memainkan nada berjarak satu kempyung dengan nada
balungan, untuk mendukung rasa pathet.
Pada kenongan bergaya cepat, dalam ayaka yakan, srepegan, dan sampak, tabuhan
kenong menuntun alur lagu gendhing-gendhing tersebut.

Doc. Source : http://www2.seasite.niu.edu/worldmusic/Images/Kenong.jpg

6. Kethuk

Dua instrumen jenis gong sebesar kenong, berposisi horisontal ditumpangkan pada tali
yang ditegangkan pada bingkai kayu yang berfungsi memberi aksen-aksen alur lagu
gendhing menjadi kalimat kalimat yang pendek. Pada gaya tabuhan cepat lancaran,
sampak, srepegan, dan ayak ayakan, kethuk ditabuh di antara ketukan ketukan balungan,
menghasilkan pola-pola jalin-menjalin yang cepat.

Doc. Source :

http://nonobudparpora.files.wordpress.com/2011/04/9-kethuk-kempyang-1.jpg
7. Gambang

Merupakan instrumen mirip balungan yang dibuat dari bilah bilah kayu dibingkai pada
gerobogan yang juga berfungsi sebagai resonator. Berbilah tujuh belas sampai dua puluh
bilah, wilayah gambang mencakup dua oktaf atau lebih.

Gambang dimainkan dengan tabuh berbentuk bundar dengan tangkai panjang biasanya
dari tanduk/ sungu/ batang fiber lentur. Pada seperangkat instrumen gamelan yang lengkap
terdapat 3 buah gambang, yakni gambang slendro, gambang pelog bem, dan gambang
pelog barang. Namun tidak sedikit yang terdiri hanya dua buah instrumen saja. Pada
gambang pelog, nada 1 dan 7 dapat disesuaikan dengan gendhing yang akan dimainkan.

Kebanyakan gambang memainkan gembyangan (oktaf) dalam gaya pola pola lagu
dengan ketukan ajeg. Gambang juga dapat memainkan beberapa macam ornamentasi lagu
dan ritme, seperti permainan dua nada dipisahkan oleh dua bilah, atau permainan dua nada
dipisahkan oleh enam bilah, dan pola lagu dengan ritme ritme sinkopasi seperti pada
gendhing Janturan/ Suluk.

Doc. Source :

http://3.bp.blogspot.com/_Fvcsar-
JQNU/TM_XVV7seoI/AAAAAAAAAIQ/I_A4wc5rwZg/s1600/GambangKayu_Xylophone.jpg

8. Gender

Sama dengan Gendang, Gender ini kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan
profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Instrumen mirip Slenthem namun
dengan wilahan lebih kecil, terdiri dari bilah bilah metal seperti perunggu, kuningan atau besi
yang ditegangkan dengan tali di atas bumbung bumbung resonator.

Gender ini dimainkan dengan 2 tabuh berbentuk bulat (dilingkari lapisan kain) dengan
tangkai pendek. Sama halnya dengan gambang pada seperangkat instrumen gamelan yang
lengkap terdapat 3 buah Gender, yakni Gender slendro, Gender pelog bem, dan Gender pelog
barang. Sesuai dengan fungsi lagu, wilayah nada, dan ukurannya, ada dua macam gender:

a. Gender Barung

Gender berukuran besar, beroktaf rendah sampai tengah. Salah satu dari instrumen
pemuka, gender barung memainkan pola pola lagu berketukan ajeg (cengkok) yang dapat
menciptakan tekstur sonoritas yang tebal dan menguatkan rasa pathet gendhing. Beberapa
gendhing mempunyai pembuka yang dimainkan gender barung, gendhing-gendhing ini
dinamakan gendhing gender. Dalam pertunjukan wayang, pemain gender mempunyai peran
utama harus memainkan instrumennya hampir tidak pernah berhenti selama semalam
suntuk dalam permainan gendhing, sulukan, dan grimingan.

Doc. Source :

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/8/82/Traditional_indonesian_instruments03.jpg

b. Gender Panerus

Gender berukuran lebih kecil, beroktaf tengah sampai tinggi. Meskipun instrumen mi tidak
harus ada dalam ansambel, kehadirannya menambah kekayaan tekstur gamelan lebih
kepyek. Gender ini memainkan lagunya
dalam pola lagu ketukan ajeg dan
cepat.

Doc. Source : http://www.campaniapuppets.it/GenderPenerus01.jpg

Rumus untuk menabuh gender ini terdiri kurang lebih 12 cara, yaitu :
Tabuhan gendr gembyang mbukak
Tabuhan gendr gembyang nutup
Tabuhan gendr gembyang minggah
Tabuhan gendr gembyang mandha
Tabuhan gendr kempyung mbukak
Tabuhan gendr kempyung nutup
Tabuhan gendr kempyung minggah
Tabuhan gendr kempyung mandhap
Tabuhan gendr gantungan gembyang
Tabuhan gendr gantungan kempyung
Tabuhan gendr mipil
Tabuhan gendr imbal (untuk lancaran, srepeg, palaran)

9. Siter

Siter merupakan instrumen yang dimainkan dengan dipetik, terbuat dari kayu berbentuk
kotak berongga yang berdawai. Pada umumnya site mempunyai dua belas nada, yaitu dari kiri
ke kanan, misalnya : 2, 3,5,6,1,2,3,5,6,1,2,3. Ciri khasnya satu senar disetel nada pelog dan
senar lainnya dengan nada slendro. Umumnya sitar memiliki panjang sekitar 30 cm dan
dimasukkan dalam sebuah kotak ketika dimainkan.

Siter dimainkan sebagai salah satu dari alat musik yang dimainkan bersama
(panerusan), sebagai instrumen yang memainkan cengkok (pola melodik berdasarkan
balungan). Siter dimainkan dengan kecepatan yang sama dengan gambang (temponya cepat).

Cara memainkannya dengan ibu jari, sedangkan jari lain digunakan untuk menahan
getaran ketika senar lain dipetik, ini biasanya merupakan ciri khas instrumen gamelan. Jari
kedua tangan digunakan untuk menahan, dengan jari tangan kanan berada di bawah senar
sedangkan jari tangan kiri berada di atas senar. Siter dengan berbagai ukuran adalah instrumen
khas Gamelan Siteran, meskipun juga dipakai dalam berbagai jenis gamelan lain.

Doc. Source :

http://1.bp.blogspot.com/_Fvcsar-
JQNU/TM_Z43UwcpI/AAAAAAAAAIY/RcuxsYsIQZE/s1600/9880gamelansiterwithboxportraitLG
.jpg
10. Kempul

Kempul merupakan salah satu perangkat gamelan yang ditabuh, biasanya digantung
menjadi satu perangkat dengan Gong (mirip dengan Gong tapi lebih kecil) dengan jumlah
tergantung dengan jenis pagelarannya, sehingga tidak pasti. Kempul menghasilkan suara yang
lebih tinggi daripada Gong, sedangkan yang lebih kecil akan menghasilkan suara yang lebih
tinggi lagi.

Dalam hubungannya dengan lagu gendhing, kempul bisa memainkan nada yang sama
dengan nada balungan, kadang-kadang kempul mendahului nada balungan berikutnya,
kadang-kadang ia memainkan nada yang membentuk interval kempyung dengan nada
balungan, untuk menegaskan rasa pathet.

Doc. Source : http://kamusjawa.com/wp-content/uploads/2011/08/gong-kempul.jpg

11. Suling

Suling bambu yang memainkan lagu dalam pola-pola lagu bergaya bebas metris. Alat ini
dimainkan secara bergantian, biasanya pada waktu lagunya mendekati akhiran kalimat atau
kadang kadang dimainkan pada lagu-lagu pendek di permulaan atau di tengah kalimat lagu.

Doc. Source :

http://orgs.usd.edu/nmm/Gamelan/9894/9894&9895gamelansulingsfrontLG.jpg
12. Gong

Sebuah kata benda yang merujuk bunyi asal benda, kata gong khususnya menunjuk
pada gong yang digantung berposisi vertikal, berukuran besar atau sedang, ditabuh di tengah-
tengah bundarannya (pencu) dengan tabuh bundar berlapis kain.
Gong menandai permulaan dan akhiran gendhing dan memberi rasa keseimbangan setelah
berlalunya kalimat lagu gendhing yang panjang.

Doc, Source :

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/7e/Traditional_indonesian_instruments04.jpg

Gong sangat penting untuk menandai berakhirnya satuan kelompok dasar lagu,
sehingga kelompok itu sendiri (yaitu kalimat lagu di antara dua tabuhan gong) dinamakan
gongan. Ada dua macam gong :

Gong Ageng adalah gong gantung besar, ditabuh untuk menandai permulaan dan
akhiran kelompok dasar lagu (gongan) gendhing.
Gong Suwukan adalah gong gantung berukuran sedang, ditabuh untuk menandai
akhiran gendhing yang berstruktur pendek, seperti lancaran, srepegan, dan sampak.

13. Keprak

Keprak adalah suatu alat berbentuk lembaran yang terbuat dari perunggu atau besi
dengan ukuran kira-kira 20 x 27 cm, terdiri beberapa lempengan, diberi lobang pada bagian
atasnya dan diberi seutas tali, digantung pada kotak wayang dengan tatanan sedemikian rupa
sehingga bila di pukul akan menimbulkan efek bunyi prak-prak.

Dalam gelaran wayang kulit gagrak Surakarta, keprak terdiri minimal 3 buah, ada yang 4
buah dan 5 buah. Sedangkan untuk pakeliran Gaya Yogyakarta keprak hanya terdiri dari satu
lempengan besi saja yang di landasi dengan kayu seukuran keprak, dipukul dengan cempala
besi yang di jepit oleh kaki seorang dalang sehingga menghasilkan efek bunyi ting-ting.

Agar menghasilkan suara keprak yang bagus seorang dalang harus tahu teknik
memasang keprak dan teknik membunyikan keprak dengan baik. Keprak dalam pakeliran
biasanya untuk mengiringi gerakan wayang serta untuk memantabkan gerak wayang. Dalang
wayang kulit gagrak Surakarta saat ini lebih memilih keprak berbahan besi putih beberapa
lembar di kombinasi dengan keprak perunggu beberapa lembar, yang di yakini mempunyai efek
suara lebih nyaring.

Doc. Source : http://orgs.usd.edu/nmm/Gamelan/9921/9921gamelankeprakLG.jpg

Pemain Gamelan
1. Danis Sugiyanto

Danis Sugiyanto merupakan salah seorang musisi yang terkenal sebagai pemain
gamelan, keroncong, dan musik kontemporer.Beliau lahir di kampung Mangkuyudan, Surakarta,
pada 2 Maret 1971. Bakatnya memainkan gamelan diturunkan oleh ayahnya yang merupakan
seorang pengrawit , pemain gendang yang handal. Awal ketertarikannya bermain gamelan
adalah ketika ia mengikuti ekstrakurikuler gamelan di kelas 3 SMP. Beliau terus menekuni
kegemarannya ini dan mengembangkannya ketika beliau mengambil kuliah di jurusan
Karawitan, Sekolah Tinggi Seni Indonesia (Surakarta). Tidak sampai di sana, beliau pun
melanjutkan S2nya di Program studi humaniora Pengkajian Seni dan Pertunjukkan Fakultas
Seni Budaya UGM. Sebelum mengambil pendidikan pascasarjananya, beliau sempat diangkat
menjadi staf local KBRI Santiago, Chille. Dengan demikian hingga kini beliau masih aktif
memberikan seminar dan workshop berkaitan dengan karawitan dan juga gamelan jawa.

2. K.P.H Notoprojo

K.P.H Notoprojo lahir di Gunungketur, Paku Alaman, Yogakarta pada tanggal 17 Maret
1909 dan meninggal di Yogyakarta pada tanggal 30 Agustus2007. Sebagai seorang pemain
musik gamelan, beliau sangat dihormati di masyarkat. Beliau memimpin kelompok gamelan
Pura Paku Alaman dan juga gamelan untuk Radio Republik Indonesia Yogyakarta. Berbagai
penghargaan telah diterima oleh beliau. Bakatnya bermain gamelan mulai terlihat saat ia masih
anak-anak yakni pada usia 5 tahun. Berawal dari ketertarikannya ini serta juga berkat
bimbingan dari ayahnya yang juga merupakan seorang pemain gamelan di Istana, K.P.H
Notoprojo pun menjadi seorang pemain gamelan yang sangat dihormati. Selain bermain
bersama kelompok gamelan Pura Paku, beliau juga menjabat sebagai direktur music radio di
radio MAVRO(Mataramsche Vereeniging Radio Omroep) tahun 1934, dan juga bermain
bersama kelompok gamelan ternama lain seperti Daya Pradangga. Beliau banyak menciptakan
komposisi gamelan ringan yang banyak diterbitkan oleh American Gamelan Institute.
Kemahirannya memainkan gamelan juga membawanya dapat memimpin orkes gamelan di
pavilion perwakilan Indonesia pada New York Worlds Fair pada tahun 1964.
(Wikipedia.co.id)
3. Blacius Subuno

Blacius Subono lebih akrab dikenal sebagai seorang dosen di Institut Seni Indonesia
(ISI) Surakarta, Jurusan Seni Pedalang. Beliau lahir di Klaten, 3 Februari 1954. Subono mulai
mendalang sejak usia 12 tahun. Ia juga dikenal sebagai seorang pengrawit dan juga composer
yang memiliki banyak prestasi mulai dari menciptakan gendhing pakeliran untuk Ki Manteb
Sadharsono, Ki Sujiwa Teja, Ki Anom Surata, membuat iringan tari untuk Retna Maruti,
Sardono Ely Lutan, Sekar Budaya Nusantara, serta tampil dalam festival gamelan di
Vancouver, Canada. Bakat seninya ini didapatkannya dari ayahnya yang juga merupakan
seorang dalang yang handal.

SUMBER

http://firilliumchromanidas.blogspot.com/2011/05/perkembangan-seni-karawitan-jawa-di.html
http://seni-syakiyahrosi.blogspot.com/2013/02/sejarah-seni-karawitan_21.html
http://yokimirantiyo.blogspot.com/2013/02/seni-karawitan-definisi-laras-dan.html
http://goblokku.wordpress.com/2011/09/14/gamelan-jawa-tengah-dan-yogyakarta/
http://cakdurasim.blogspot.kr/2011/10/pengetahuan-karawitan.html
Atmanto, Bram D. Subono, Sang Pengrawit yang Punya Segudang Prestasi,
http://www.timlo.net/baca/2242/subono-sang-pengrawit-yang-punya-segudang-prestasi/ ,
http://www.kelola.or.id/database/music/list/&dd_id=105&p=1

Anda mungkin juga menyukai