Anda di halaman 1dari 11

Candi Badut (Malang-Jawa Timur)

Candi Badut terletak di desa Karangbesuki, Kecamatan Dau, Kabupaten


Malang, Provinsi Jawa Timur, 10 kilometer dari kota Malang. Untuk sampai ke
lokasi harus mengikuti jalan ke Batu sampai di Dinoyo, kemudian membelok
ke selatan sampai Karangbesuki terus ke barat dan setelah melewati kali
Metro sampailah ke Desa Badut. Di barat daya Desa Badut terletak
bangunannya di atas dataran tinggi kira-kira 500 meter di atas permukaan
laut. Dataran tinggi tersebut dikelilingi oleh gunung-gunung seperti Gunung
Kawi di selatan, Gunung Arjuna di barat, Gunung Tengger di utara dan di
timur adalah Gunung Semeru. Sedangkan Candi Badut terletak di kaki
Gunung Kawi.

Dilihat dari segi ilmu pengetahuan dan segi arsitekturnya bangunan tersebut
merupakan gaya peralihan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Kemungkinan
juga merupakan suatu bukti terjadinya perpindahan pusat kerajaan ke timur.
Dalam hubungan ini para sarjana cenderung menghubungkan berita
perpindahan kerajaan Holing ke timur sekitar tahun740 Masehi. Kemudian
diartikan bahwa raja dari dinasti sanjaya menyingkir ke timur karena terdesak
oleh dinasti Sailendra. Daerah yang dimaksud adalah sekitar Malang.

Candi Badut dibangun pada abad VIII M, merupakan peninggalan dari masa
pemerintahan kerajaan Kanjuruhan yang berpusat di Dinoyo (barat laut
Malang). Masa pendirian bangunan dihubungkan dengan prasasti Dinoyo 760
Masehi (682 Saka). Prasasti dibuat dari batu bertuliskan huruf Kawi,
berbahasa Sansekerta dan menyebutkan bahwa pada abad VIII M, ada
kerajaan berpusat di Kanjuruhan. Sekarang disebut Desa Kejuron) di bawah
pemerintahan raja Dewa Simha yang berputera seorang laki-laki bernama
Limwa. Limwa mempunyai seorang puteri. Uttejana yang menikah dengan
Jananeya. Limwa menggantikan ayahnya dan berganti nama dengan
Gajayana. Pada pemerintahan Gajayana itulah didirikan Candi Badut.
Dikatakan pula bahwa pendirian bangunan tersebut tanggal 1 Kresnapaksa
bulan Margasirsa tahun 682 Saka (28 Nopember 760 Masehi) untuk tempat
Agastya berikut arcanya dari batu hitam yang sangat indah. Arca tersebut
ditasbihkan oleh para pendeta yang paham akan kitab Weda beserta para
petapa sthapaka dan rakyat. Pada kesempatan ini raja menganugerahkan
sebidang tanah, sapi dan kerbau, budak laki-laki dan perempuan sebagai
penjaga, juga segala keperluan untuk pendeta seperti keperluan pemujaan,
penyucian diri dan bangunan tempat peristirahatan para pengunjung.

Disebutkan pula tentang sebuah lingga yang keramat. Di dalam candi


tersebut tidak terdapat Agastya melainkan sebuah lingga yang dianggap
sebagai lambangnya Prasasti Dinoyo sekarang disimpan di Museum Pusat
Jakarta dengan nomor D.113.

Candi Badut ditemukan secara kebetulan pada 1923 oleh seorang pengawas
dari Malang E.W. Maurenbrechter, di tengah sawah. Waktu itu yang terlihat
hanyalah bukit batu runtuhan dan tanah. Di atas dan sekitarnya tumbuh
beberapa pohon beringin. Pada 1925-1926 candi tersebut dipugar untuk
pertama kali sampai tingkat pertama atapnya saja karena batu-batu yang lain
tidak ditemukan.

Dahulu Candi Badut merupakan suatu kompleks yang dikelilingi pagar


tembok, sekarang telah hilang. Letak bangunan candi tidak di pusat halaman
candi. Candi ini terbuat dari bahan batu andesit. Denahnya bujur sangkar
dengan ukuran 15x15 meter. Pintu masuk ada di barat. Pada pintu masuk ke
ruang candi dihiasi Kalamakara. Secara horizontal Candi Badut terbagi atas
tiga bagian yaitu kaki, badan dan atap.

Bagian kaki
Pada umumnya kaki candi terdiri atas perbingkaian bawah, badan kai dan
perbingkaian atas tetapi kaki Candi Badut hanya mempunyai bingkai bawah
dan badan kaki. Bingkai bawah terdiri dari pelipi rata, sedangkan badan kaki
candi berupa susunan bata-bata rata, polos dan tidak mempunyai hiasan
sama sekali. Pada bagian depan candi terdapat tangga naik ke bilik candi.
Sebelum masuk ke bilik candi terdapat selasar keliling dengan pradaka
sinaptha.

Bagian badan
Badan candi bentuknya tambun karena lebih besar dari tingginya. Pntu bilik
berpenampil (poritico) yang mengingatkan pada langgam seni bangunan
Jawa Tengah. Pada tangga sebelah selatan terdapat Kinara-Kinari.

Pada ketiga sisinya terdapat relung-relung dan di dalamnya terdapat arca


Durga (relung utara), guru atau Agastya (relung selatan), sedangkan di relung
timur arcanya telah hilang, tetapi biasanya berisi arca Ganesa. Relng-relung
berkambikan (berbingkai) pelengkung kara makara yang biasanya terdapat di
Jawa Tengah. Di sisi kiri-kanan pintu masuk terdapat relung-relung kecil
dengan penampil berisi Mahakala dan Nandiswara. Bidang-bidang di samping
relung-relung itu diisi dengan hiasan pola bunga. Dalam bilik candi terdapat
lingga dan yoni.

Pada pemugaran tahun 1925 ditemukan pripih di antara reruntuhan dinding


luar bilik candi bagian belakang.

Bagian Atap
Bagian atap candi telah rusak. Menurut hasil rekonstruksi yang dimuat dalam
OV 1929 tampak bagian atap candi terdiri atas dua tingkat yang serupa
dengan tubuh candi tetapi makin ke atas semakin kecil dan ditutup dengan
puncak ratna. Hiasan yang terdapat pada atap berupa antefix.

Di depan candi induk terdapat tiga bekas alas candi kecil yang terkenal
dengan nama Candi perwara. Diperkirakan bentuknya sama sekali candi
induk. Candi tersebut berjajar arah utara selatan dan menghadap ke timur.
Candi perwara yang di tengah berisi arca Nandi, di selatan terdapat lingga
yoni, sedangkan di utara tidak diketahui. Susunan yang terdiri dari tiga candi
yang lebih kecil dan berhadapan membuktikan bahwa Candi Badut
merupakan salah satu candi yang tertua di Jawa Timur.

Dengan adanya arca Durga, Agastya dan lingga yoni maka Candi Badut
merupakan candi-candi agama Hindu.

Candi Badut telah selesai (purna) pugar pada 1993 oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah pemugaran selesai dan perbaikan jalan
menuju ke kompleks percandian dapat dicapai dengan kendaraan bermotor,
maka kompleks tersebut layak dijadikan objek wisata.

Candi Tikus (Jawa Timur)


Salah satu peninggalan purbakala di Jawa Timur dari masa pemerintahan
kerajaan Majapahit adalah Candi Tikus. Pendirian bangunan diperkirakan
pada abad XIV dan merupakan peninggalan termuda yang terdapat di
Trowulan. Candi ini mempunyai keistimewaan antara lain dibangun di bawah
permukaan tanah dan di sekitarnya, pada kedalaman kurang lebih 3,5 meter
dan tidak terdapat arca dewa maupun arca perwujudan bahkan tiada
petunjuk/tanda adanya arca. Bila hendak masuk atau mencapai lantai candi
harus menuruni tangga terlebih dulu.

Selain itu Candi Tikus disebut juga sebagai candi pemandian atau petirthaan
karena ada struktur kolem pemandian atau pertirthaan dan pancuran serta
dibangun menjadi satu dengan candinya.

Candi Tikus ini terletak di Dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan,
Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Jaraknya tiga kilometer di tenggara Balai
Penyelamatan (Site Museum) atau delapan kilometer ke barat daya dari pusat
kota Mojokerto; empat kilometer dari jalan Madiun-Surabaya.

Candi Tikus disebut demikian karena menurut ceritera rakyat setempat, waktu
ditemukan banyak tikus yang bersarang di tempat itu dan sewaktu penduduk
menggarap sawahnya selalu rusak akibat adanya tikus yang merusak
tanaman padi mereka.

Arsitektur
Candi ini mulai kembali dalam panggung sejarah pada tahun 1914, setelah
digali dari timbunan tanah yang menutupinya. Waktu itu seorang bupati
Mojokerto bernama R.A.A. Kromodjojo Adinegoro melaporkan bahwa ada
penemuan berupa miniatur candi pada kuburan rakyat. Sejak itulah banyak
ahli mulai mengadakan penelitian mengenai candi tersebut.

Candi ini merupakan replika Gunung Meru, sedangkan gunung tersebut


selalu dihubungkan dengan air amerta (air kehidupan) untuk semua makhluk.
Secara mitologi Gunung Meru merupakan ceritera pemutaran lautan susu.

Jika konsep yang melatar belakangi perwujudan banguna dikaitkan dengan


ciri bentuk yang ada pada Candi Tikus, maka tujuan pembangunan candi
tersebut ialah untuk melambangkan adanya air yang keluar dari gunung.

Secara umum Candi Tikus berdenah segi empat dengan ukuran 22,50 x
22,50 meter, tinggi (dari lantai sampai menara candi induk) 5,20 meter. Arah
hadap ke utara dengan azimuth 20 derajat dan tangga masuk terdapat di
sebelah utara.

Bangunan candi dibuat dari bahan bata dengan ukuran 8 x 21 x 36 cm,


sedangkan untuk jaladwara (pancuran air) dibuat dari bati andesit. Jaladwara
yang terdapat di Candi Tikus ini berjumlah 46 dengan bentuk makara dan
padma, selain itu juga terdapat saluran-saluran air baik saluran air masuk
maupun saluran untuk pembuangan air.

Ditinjau dari sudut arsitektur bangunan candi terbagi menjadi enam bagian,
yaitu bangunan induk, kolam (dua) dinding, teras (tiga tingkat), tangga utama,
lantai dasar dan pagar.

Bangunan Induk
Bentuk bangunan ini makin ke atas makin kecil dan dikelilingi oleh delapan
candi yang lebih kecil bagaikan puncak gunung yang dikelilingi delapan
puncak yang lebih kecil.

Bangunan menempel pada sisi selatan teras terbawah. Luasnya 7,65 x 8,75
meter dan tinggi 5,20 meter. Pada dinding batur terdapat pancuran air.

Secara horizontal bangunan induk dibagi menjadi tiga bagian mencakup kaki,
tubuh dan atap.

Kaki bangunan berbentuk segi empat, dengan profil kaki berpelipit. Pada
lantai atas kaki bangunan terdapat saluran air dengan ukuran 17 cm dan
tinggi 54 cm serta mengelilingi tubuh, sedangkan pada sisi luar terdapat
jaladwara. Selain jaladwara terdapat pula menara-menara yang disebut
menara kaki bangunan karena adanya bagian kaki bangunan.

Ukuran menara 80 x 80 cm. Pada lantai atas kaki bangunan ini berdiri tubuh
bangunan dengan denah segi empat, sedangkan di bawah susunan batanya
terdapat pula kaki tubuh tempat berdiri menara yang disebut menara tubuh
pada keempat sudut dan ukurannya sama dengan menara kaki.

Selain itu di bagian tengah setiap dinding tubuh terdapat bangunan menara
yang lebih besar dan berukuran 100 x 140 cm, tinggi 2,78 meter. Salah satu
dari menara itu ada yang menempel pada dinding tubuh.

Kolam
Di sebelah timur laut dan barat laut bangunan induk terletak dua bangunan
yang berbentuk kolam dan disebut kolam barat dan kolam timur. Kolam ini
terdapat di kanan dan kiri tangga masuk. Masing-masing berukuran panjang
3,50 meter, lebar 2 meter, tinggi, 1,50 meter dan tebal dinding 0,80 meter.

Pada sisi utara dinding kolam bagian dalam terdapat tiga jaladwara dengan
ketinggian kurang lebih 80 cm dari lantai kolam. Bagian luar kolam sisi
selatan terdapat tangga masuk ke bilik kolam, lebar 1,20 meter, sedangkan
bagian dalamnya terdapat semacam pelipit setebal 3,50 cm. Di atas dan
bawah tangga masuk sisi timur ada dua saluran air.

Dinding Teras
Bangunan dinding ini terdiri atas tiga teras yang mengelilingi bangunan induk
dan kolam. Fungsi teras sebagai penahan desakan air dari sekitarnya karena
bangunan ada di bawah permukaan tanah, juga sebagai penahan longsor.

Dinding teras pertama berukuran 13,50 x 15,50 meter, sedangkan lebar lantai
teras 1,89 meter.

Kaki teras ini berpelipit dan di bagian atas susunan batanya terdapat
pancuran air berbentuk padma dan makara, sedangkan di bawah lantai teras
terdapat saluran air berukuran 0,20 meter dan tinggi 0,46 meter. Saluran ini
berhubungan dengan saluran yang ada pada bangunan induk dan
diperkirakan bahwa saluran tersebut dipergunakan untuk mengalirkan air
yang berasal dari bangunan induk tersebut, keluar melalui pancuran yang
terdapat di bagian dalam dinding kolam sisi utara.

Dinding teras tingkat dua berukuran 17,75 x 19,50 meter. Lebar lantai 1,50
meter dan tingginya 1,42 meter serta tebal dinding teras tersebut sebanyak
17 lapis bata.
Dinding teras tingkat tiga mempunyai ukuran 21,25 x 22,75 meter dengan
lebar lantai 1,30 meter, tinggi dinding 1,24 meter, sedangkan tebal tinding 10
lapis bata.

Tangga utama
Tangga utama ini merupakan tangga menuju ke bangunan induk dan bilik
kolem. Panjang tangga 9,50 meter, lebar 3,50 meter dan tinggi 3,50 meter.

Pada sisi timur dan barat tangga teras satu dan teras dua terdapat pipi tangga
yang menutupi jalan masuk ke teras satu dan dua.

Lantai dasar
Lantai dasar terdiri dari susunan bata yang mempunyai permukaan atau
bidang datar di bagian atasnya, tersusun dari dua lapis bata dengan luas
kurang lebih 100 meter persegi. Lantai ini tempat berdidi bangunan induk,
kolam, dinding teras dan tangga utama.

Pagar tembok luar


Tembok ini ditemukan di sisi utara dan berjarak kurang lebih 0,80 meter dari
dinding teras tiga dan menjadi satu dengan pintu gerbang yang terdapat di
tangga masuk.

Pelestarian
Untuk kelestarian warisan budaya bangsa yang berupa bangunan candi, perlu
adanya penanganan secara berkesinambungan. Salah satu caranya ialah
mengadakan pemugaran. Pemugaran ini sangat berguna selain untuk objek
pariwisata juga bermanfaat bagi pengembangan kebudayaan. Selain itu
Candi Tikus ini dapat berfungsi sebagai barometer air guna mengetahui debit
air di saluran-saluran atau waduuk dan dipakai sebagai perbandingan
besarnya air yang mengalir.

Pemugarannya berlangsung hingga tahun 1989 dan diresmikan tanggal 21


September 1989 oleh Direktur Jenderal Kebudayaan.

Candi Sajiwan

Dikenal sebagai Candi Sajiwan karena didirikan di Desa Sajiwan, + km arah


tenggara dari Desa Prambanan. Ke candi ini dapat ditempuh dengan mudah
baik jalan kaki atau kendaraan bermotor. Desa Sajiwan berada di Kecamatan
Kebondalem, Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah.

Bangun candi berdenah panjang x lebar: 20 m x 20 m dengan arah hadap ke


barat, bahannya dari batu andesit. Di sekeliling candi terdiri dari
kebun/pekarangan penduduk yang banyak pepohonan perdu, pisang, kelapa
dan pepohonan pelindung lainnya. Sepintas memang tidak tampak kalau
terdapat candi besar, namun karena sudah dikenal oleh penduduk, tidaklah
sulit mencari bangunan itu.

Seperti bangunan candi lainnya, Candi Budha Sajiwan terdiri dari kaki candi,
tubuh dan atap. Candinya pun sekarang tidak utuh, tetapi untuk dikunjungi
sebagai obyek wisata ataupun penelitian masih memadai karena masih dapat
dilihat bentuk bangunan, lukisan-lukisan dan arcanya cukup menarik
perhatian.

Di bagian bawah candi tempat beberapa bingkai berhias/relief yang beraneka


ragam. Beberapa contoh relief:
1. Motif atau corak hiasan geometris, yaitu hiasan sejenis garis-garis segi
empat dls. Hiasan garis segi empat diselingi ceplok-ceplok bunga menyerupai
satu jenis batik jawa yang disebut motif batik sido mukti/sido luhur. Relief ini
terdapat pada dinding luar kaki candi.
2. Terdapat lukisan pohon hayat/pohon penghidupan yang terdiri dari pohon
berdaun lebat dengan sulur-sulur mirip sulur pohon beringin, batangnya
tumbuh dari pundi-pundi.

Tubuh candi sebagian masih dalam keadaan agak baik, terdapat pintu candi
yang dihiasi dengan makara (hiasan kanan kiri ambang pintu bawah berupa
kepala ular), sulur-sulur dan kepala kala di atas pintu.

Di ruang (bilik candi) berfungsi sebagai tempat pemujaan arca Budha


Padmapani dan Manjusri. Letak arca di ruang candi terdapat pada relung
dinding.

Bagian atap candi induk tidak utuh, tinggal bekas saja.

Candi Naga (Jawa Timur)

Candi Naga di Blitar


Candi ini berdiri di kompleks percandian Panataran di Kabupaten Blitar. Di
kompleks percandian ini ditemukan prasasti batu yang berangka tahun 1119
Saka (1197 M): prasasti ini menyebut nama Palah, kiranya nama asli dari
Candi Panataran. Di kompleks ini berdiri tiga candi dan ada beberapa batur
pendopo (lihat Satyawati Suleiman: Batur Pendopo Panataran. Seri
Penerbitan Bergambar No. 3. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
1981). Kompleks percandian ini menghadap ke barat. Sesudah pintu gerbang
ada teras pendopo (dahulu ada atapnya dari kayu) lalu di belakangnya berdiri
Candi Angka Tahun (Belanda: jaar tempel) karena di atas ambang pintu candi
terpahat angka tahun Jawa Kuna: 1291 Saka atau 1369 M (lihat Bernet
Kempers: Ancient Indonesian Art 1959: 92). Di belakang Candi Angka Tahun
ini ada dua batur pendopo kemudian di belakangnya lagi berdirilah Candi
Naga (besarnya hanya seperempat Candi Angka Tahun) dan di belakangnya
lagi berdiri candi induk yang besarnya 10 kali Candi Angka Tahun.

Batur pendopo paling depan berangka tahun 1297 Saka (1375 M) dan ada
relief ceritera Bubuksah – Gagang Aking dan ceritera Sang Satyawan serta
angka tahun 1297 Saka (1375 M0. Pada Candi Angka Tahun atapnya dihias
dengan bentuk-bentuk binatang dan di atas ambang pintu ada angka tahun
Jawa Kuna: 1291 Saka (1369 M).

Candi Naga dibelit oleh naga dan badan naga ini disangga oleh sembilan
makhluk laki-laki yang berdandan model raja-raja sambil memegang genta
pendeta. Kaki candinya dihias dengan relief ceritera binatang.
Candi Singosari (Malang, Jawa Timur)

Candi Singosari di daerah Malang, Jawa Timur, di Desa Candirenggo,


Kecamatan Singosari; dari Singosari setelah melewati pasar membelok ke
kiri, kira-kira 300 meter kemudian di sebelah kanan, terdapat Candi Singosari.
Tidak jauh dari sana di alun-alun terdapat dua arca penjaga besar. Banyak
lagi arca dan bangunan candi yang ditempatkan di pinggir lapangan
percandian. Semuanya itu merupakan sisa dari kelompok bangunan suci
yang dahulu pernah meliputi suatu daerah yang luas di sebelah barat daya
candi.

Deskripsi Bangunan
Candi Singosari adalah bangunan berbentuk bujur sangkar terbuat dari batu.
Bangunan ini menghadap ke arah barat. Seluruh candi terdiri dari tingkat
bawah atau batur setinggi 2 meter, kaki yang tinggi, tubuh yang ramping, dan
atap yang berbentuk limas.

Kaki
Pada kaki candi terdapat bilik berisi sebuah yoni (lambang kewanitaan) yang
biasanya terdapat dalam tubuh candi. Ini merupakan keistimewaan karena
umumnya kaki candi memiliki ruangan.

Bilik-bilik lain yang dapat kita masuki melalui selasar keliling pada batur dan
dahulu berisi arca Durga (utara), Ganesa (timur) dan Siwa Guru (selatan).
Kecuali arca Guru, arca-arca lain sudah tidak ada di tempatnya. Di bilik
tengah ini juga merupakan keistimewaannya, terdapat suatu saluran di bawah
lantai bilik. Mungkin dahulu dipergunakan untuk mengalirkan air pembasuh
linggayoni ke suatu pancuran (sekarang sudah tidak ada, tetapi bekasnya
masih terlihat jelas).

Di atas bilik candi, maupun di atas relung terdapat hiasan kepala Kala. Dalam
pada itu di sisi kiri kanan bangunan penampil yang ada di depan (barat)
terdapat relung tempat arca Nandiswara dan mahakala.

Tubuh
Tubuh candi tidak memiliki bilik karena bilik candi terdapat di dalam kaki
candi. Di bagian luar tubuh candi dibuat relung-relung tidak dalam yang
semuanya kosong. Relung-relung tidak kelihatan karena tertutup oleh
puncak-puncak keempat penampilannya. Apakah relung-relung itu dahulunya
arca, tidak diketahui dengan jelas.

Atap
Bagian atap candi hanya sebagian saja yang tinggal. Berlawanan dengan
bagian yang lain maka pada bagian atap ini telah selesai di pahat dengan
hiasan yang halus, sedangkan bagian bawah masih polos. Ini menunjukkan
kemungkinan cara menghias candi dimulai dari bagian atas. Kenyataan
seperti ini sering kita jumpai pula pada candi-candi lain, misalnya Candi
Sawentar di dekat Blitar.

Candi Singosari tidak berdiri sendiri. Di sekeliling halaman candi masih


ditemukan banyak arca. Ditinjau dari jumlah dan sifat arca yang terdapat di
situ, dapat disimpulkan mungkin dahulu terdapat sekurang-kurangnya lima
bangunan suci, yang sebagian bersifat Siwa dan sebagian lagi Budha. Selain
itu dari lapangan percandian ditemukan suatu prasasti berangka tahun 1351
M yang menyebutkan pendirian suatu bangunan suci untuk para penderita
Siwa dan Budha yang meninggal bersama Kertanegara. Dari keterangan ini
dapat disimpulkan bahwa Candi Singosari bersifat campuran Siwa-Budha. Ini
tidak mengherankan mengingat agama yang dianut oleh Kertanegara
merupakan campuran Siwa dan Budha, bercorak Tantra. Brangkali bangunan
itu antara lain memuat arca Brahma dan beberapa arca kecil yang terdapat
pada lapangan percandian.

Tidak jauh ke barat, di alun-alun, terdapat dua arca penjaga sangat besar.
Arca-arca raksasa itu tidak dapat dipindahkan karena berat sekali dan
tentunya berdiri di situ masih pada tempatnya yang asli, sebagai menjaga
jalan masuk ke percandian yang sangat luas di belakangnya. Tingginya 3,70
m dan satu di antaranya terpendam sampai ke pusatnya. Arca-arca ini
mempunyai tali ular melilit pada bahannya; sedangkan kepalanya dihiasi
dengan jamang ular dengan sejumlah tengkorak.

.
Candi Panataran (Jawa Timur)

Tempatnya di Desa Panataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Dari


kota Blitar, tempat kelahiran dan sekaligus pemakaman Bung Karno tokoh
proklamator/Presiden Pertama RI itupun sangat dekat dan mudah dijangkau
dengan kendaraan bermotor. Letaknya di dataran rendah dengan alam
pedesaan dan persawahan yang subur.

Struktur bangunan
Candi Panataran merupakan satu kompleks yang terdiri dari pelbagai unsur
yaitu pagar, halaman, pemandian, candi-candi, lantai-lantai/batur bangunan,
arca-arca, relief dan lain-lain.

Kompleks candi yang luasnya hampir 1,5 ha itu terdiri atas tiga halaman.
Seperti halnya Candi Sukuh di Jawa Tengah dan pura di Bali tiga halaman itu
dalam formasi berbaris, yang satu di belakang yang lain. Bagian yang paling
penting atau paling suci terletak pada baris paling belakang.

Sebelum memasuki halaman I pengunjung melewati gerbang masuk yang


dihias sepasang arca dan raksasa penjaga pintu (Dwarapala) dengan sikap
mengancam dan berpahatkan angkat tahun 1242 Saka (1330 M). Di halaman
I terdapat dua batur bangunan sejenis pendopo yang dindingnya berhias dan
sebuah batur bangunan kecil. Bagian atas ketiganya itu sudah tiada lagi.
Adanya umpak-umpak batu memberi petunjuk bahwa bangunan di atasnya
dahulu bertiang kayu dan beratap dengan bahan mudah lapuk. Disamping itu
terdapat candi yang relatif masih utuh, bentuknya khas gaya candi-candi
Jawa Timur dengan atapnya yang berundak menjulang tinggi. Angka tahun
1291 Saka (1269 M), yang terpahat nyata di atas pintu menyebabkan candi
ini disebut Candi Angka Tahun. Di halaman I ini juga terdapat sepasang candi
kecil.

Dari halaman 1 pindah ke halaman II kita jumpai lagi sepasang dwarapala


yang berukuran lebih kecil. Pada halaman II ini ada dua batur bangunan
berbentuk empat persegi panjang dan satu candi yang disebut Candi Naga.
Candi ini telah dipugar tahun 1917-1918 dalam keadaan tidak beratap lagi,
rupanya juga terbuat dari bahan yang mudah lapuk. Yang istimewa ialah
hiasan naga yang melingkari tubuh candi disangga oleh sembilan tokoh
Dewata. Naga ini sangat mungkin perwujudan Sang Hyang Basuki yang
mengikat gunung Mandara (giri) mangaduk lautan susu dalam usaha para
Dewa untuk mencari tirta amarta (air kehidupan abadi) dalam mitos Samudra-
manthana. Karena menonjolnya tokoh naga itulah mengapa candi itu disebut
Candi Naga.

Di halaman III terdapat candi induk atau candi utama diantara semua candi
yang terdapat di kompleks itu. Keadaan sekarang tinggal bagian kaki saja,
namun masih cukup rapi dan anggun berkat pemugaran tahun 1917-1918.
Badannya yang masih menanti unsur-unsur kelengkapannya kini tertimbun di
bawah dalam bentuk susunan percobaan. Kaki candi ini menyerupai punden
berundak teridir atas tiga teras yang dihubungkan oleh tangga. Pada alas
arca penjaga terdapat angka tahun 1239 Saka (1317 M). Candi induk ini kaya
sekali akan hiasan berupa arca, relief, miniatur candi, lengkung-lengkung
tepian tangga, hiasan sudut dan lain-lain. Reliefnya sendiri bermacam-
macam, ada yang rangkaian cerita, panil-panil atau ragam penghias bidang.
Ragam hias yang penting di sana adalah tumpal, binatang, sulur-sulur,
medalion, garuda dan lain-lain. Relief manusia dan hewan umumnya tampak
samping seperti wayang kulit, gaya seperti itu juga ciri khas periode Jawa
Timur. Bagian ini memang asyik untuk dilihat, diresapi dan dihayati sebab
semua hiasan ini ternyata kecuali indah juga mengandung makna simbolis-
filosofis yang menunjang suasana dan makna candi ini seutuhnya sebagai
suatu bangunan suci.

Dari halaman III melalui jalan setapak kita dapat turun ke kolam dengan
airnya yang jernih, yang pada dindingnya dipahatkan relief.

Relief
Relief, apalagi yang berbentuk cerita, sungguh mengasyikkan sebab
menyimpan ajaran moral seperti kepahlawanan, keikhlasan berkorban dan
keagamaan. Salah satu batur bangunan di halaman I penuh hiasan relief
mengelilingi seluruh dindingnya. Yang sudah dapat diidentifikasi oleh pakar
kepurbakalaan ada tiga cerita, yaitu: Bubuksah dan Gagangaking, Sang
Setyawan dan Seri Tanjung. Pada dinding candi induk antara lain terdapat
relief epos Ramayana (episode Hanuman Obong hingga gugurnya
Kumbakarna) pada teras pertama dan cerita Kresnayana pada teras kedua
yakni tentang kisah-kisah Sri Kresna dan Rukmini sebagai penjelmaan Batara
Wisnu dan Dewi Sri. Menonjolnya tokoh Rama Kresna yang keduanya
penjelmaan Wisnu dan juga tokoh Garuda sebagai wahananya khusus
(mungkin yang utama) pada candi ini. Pada dinding kolam dipahatkan ceritera
binatang (fabel) dengan tokoh kura-kura, buaya, kerbau dan lain-lain.

Candi Kidal

Candi Kidal (tinggi 12,5 m, luas: 35 m2) terletak didesa Rejokidal sekitar 20
km sebelah timur kota Malang - Jawa Timur. Candi Kidal dibangun pada 1248
M, bertepatan dengan berakhirnya upacara pemakaman Cradha untuk Raja
Anusanatha (Anusapati), pengganti Raja Rajasa Sang Amurwabhumi.
Anusapati diarcakan sebagai Siwa dan ditempatkan di ruang utama candi.
Namun sekarang ini arca tersebut tidak berada pada tempatnya lagi.

Dari daftar buku pengunjung yan ada nampak bahwa Candi kidal tidaklah
sepopuler temannya Candi Singosari, Jago atau Jawi. Hal ini karena Candi
Kidal terletak jauh dipedesaan, tidak banyak diulas oleh pakar sejarah dan
jarang ditulis pada buku-buku panduan pariwisata. Lokasi candi ini sendiri
berada dipinggir jalan utama desa, namun karena terletak menjorok agak ke
dalam sehingga sulit dilihat sebelum benar-benar tepat berada di depan
gerbang masuk kawasan candi.

Candi Kidal terbuat dari batu andesit dan berdimensi geometris vertikal. Kaki
candi nampak agak tinggi dengan tangga masuk keatas kecil-kecil seolah-
olah bukan tangga masuk sesungguhnya. Ukuran tubuh candi lebih kecil
dibandingkan luas kaki serta atap candi, sehingga menekankan kesan
ramping. Atap candi terdiri atas tiga bagian dengan bagian paling atas
mempunyai permukaan cukup luas tanpa hiasan atap seperti ratna atau
stupa. Masing-masing lapisan disisakan ruang agak luas dan diberi hiasan .
Konon katanya tiap pojok lapisan atap candi dulu tempat berlian kecil.

Hiasan kepala kala nampak menyeramkan dengan matanya melotot penuh.


Mulutnya terbuka dan nampak dua taringnya yang besar dan bengkok
memberi kesan dominan. Adanya dua taring tersebut juga merupakan ciri
khas candi corak Jawa Timuran. Disudut kiri dan kanan terdapat jari tangan
dengan mudra (sikap) mengancam. Maka sempurnalah tugasnya sebagai
penjaga bangunan suci candi.

Dilihat dari usianya, Candi Kidal merupakan candi paling tua dari peninggalan
candi-candi di Jawa Timur. Hal ini karena periode Airlangga (11-12 M) dan
(Kediri (12-13 M) tidak meninggalkan sebuah candi, kecuali Candi Belahan
dan Jolotundo yang sesungguhnya bukan merupakan candi melainkan
pertirtaan. Bertitik tolak dari uraian diatas, dengan masih memiliki corak Jawa
Tengahan dan mengandung unsur Jawa Timuran, maka Candi Kidal
dibangun pada masa transisi dari kedua periode tersebut. Bahkan Candi Kidal
disebut sebagai prototipe candi periode Jawa Timur-an.

Nama Kidal sendiri sangat mungkin berasal dari bentuk ragam hias candi
makam Anusapati yang tidak lazim, dimana umumnya ragam hias terutama
relief-relief pada candi bersifat paradaksina (sansekerta = searah jarum jam,
dari kanan ke kiri), tetapi Candi Kidal justru bersifat prasawya (sansekerta =
berlawanan arah jarum jam, dari kiri ke kanan). Kidal sendiri dalam bahasa
Jawa Kuno bermakna "kiri".

Candi Kidal adalah satu-satunya candi Jawa yang meiliki narasi cerita Garuda
terlengkap. Terdapat tiga relief Garuda dalam candi ini, yang pertama Garuda
dengan menggendong tiga ular besar, relief kedua melukiskan garuda
dengan kendi diatas kepalanya dan relief ketiga Garuda menyangga seorang
wanita diatasnya. Diantara ketiga relief tersebut, relief kedua adalah yang
paling indah dan masih utuh.

Sebuah pertanyaan, mengapa dipahatkan relief garuda (garudeya) pada


candi kidal ? Apa hbungannya dengan Anusapati ? Kemungkinan besar
sebelum meninggal, Anusapati berpesan kepada keluarganya agar kelak
dicandi yang didirikan untuknya supaya dibuatkan relief Garudeya. Dia
sengaja berpesan demikian karena bertujuan meruwat ibunya, Kendedes,
yang sangat dicintainya, yang selalu menderita dan selama hidupnya belum
sepenuhnya menjadi wanita utama.
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET

TUGAS SEJARAH
CANDI DI JAWA TIMUR

ONNY RANANTA LICE


C0707033

Anda mungkin juga menyukai