Anda di halaman 1dari 10

TUGAS OBSERVASI

MAJID AGUNG SURAKARTA

Oleh :
Roynaldi
K3213048

PENDIDIKAN SENI RUPA


PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Masjid merupakan tempat peribadatan umat islam, dimanapun ada umat islam, di tempat
itu pasti ada masjid. Masjid artinya tempat sujud, dan mesjid berukuran kecil juga disebut
musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan
komunitas muslim. Kegiatan - kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah
dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid
turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.

B.

Perumusan Masalah
Secara umum tulisan ini berusaha untuk menguraikan kembali tentang masjid di Indonesia
khususnya masjid Agung Surakarta. Bagaimana Sejarah masjid Agung ? Pertanyaan tersebut
kemudian diturunkan pada rumusan masalah yang lebih kecil, yaitu :
1. Bagaimana Sejarah dibangunnya Masjid Agung Surakarta?
2. Bagaimana Struktur Denah Masjid Agung Surakarta?

C. Tujuan Penulisan
Secara umum tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Masjid Agung
Surakarta. Secara spesifik tulisan ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui bagaimana Sejarah Masjid Agung Surakarta.
2. Untuk mengetahui tinjauan Struktur Denah Bangunan Masjid Agung Surakarta.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas Tentang Masjid Agung Surakarta
Masjid Agung Kraton Surakarta (nama resmi bahasa Jawa: Masjid Ageng Karaton
Surakarta Hadiningrat) pada masa pra-kemerdekaan adalah masjid agung milik kerajaan
(Surakarta Hadiningrat) dan berfungsi selain sebagai tempat ibadah juga sebagai pusat syiar
Islam bagi warga kerajaan.
Masjid Agung Surakarta terletak di Kelurahan Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon,
Kotamadia Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Sebagai masjid Keraton, Masjid Agung
Surakarta berada di dekat alun-alun, di tengah-tengah kota. Sebelah utara berbatasan dengan
pemukiman penduduk kampung Kauman. Sebelah selatan terdapat Pasar Klewer. Di sebelah
timur berbatasan dengan alun-alun utara keraton Kasunanan Surakarta, sedangkan sebelah
barat terdapat pemukiman penduduk.
Masjid Agung dibangun oleh Sunan Pakubuwono III tahun 1763 dan selesai pada tahun
1768. Masjid ini merupakan masjid dengan katagori masjid jami', yaitu masjid yang
digunakan untuk salat berjamaah dengan ukuran makmum besar (misalnya salat Jumat dan
salat Ied). Dengan status sebagai masjid kerajaan, masjid ini juga berfungsi mendukung
segala keperluan kerajaan yang terkait dengan keagamaan, seperti Grebeg dan festival
Sekaten. Raja (Sunan) Surakarta berfungsi sebagai panatagama (pengatur urusan agama) dan
masjid ini menjadi pelaksana dari fungsi ini. Semua pegawai mesjid diangkat menjadi abdi
dalem kraton, dengan gelar seperti Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (untuk
penghulu) dan Lurah Muadzin untuk juru adzan.
B. Sejarah Masjid Agung Surakarta
Masjid Agung Surakarta atau Masjid Agung Solo, pada masa lalu merupakan Masjid
Agung Negara Keraton Surakarta Hadiningrat, segala keperluan masjid disediakan oleh
kerajaan dan masjid juga dipergunakan untuk upacara keagamaan yang diselenggarakan
kerajaan. Semua pegawai pada Masjid Agung merupakan abdi dalem Keraton, dengan gelar
dari keraton misalnya Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (penghulu) dan
Lurah Muadzin.
Masjid Agung dibangun oleh Sunan Paku Buwono III tahun 1763M atau 1689 tahun
Jawa dan selesai pada tahun 1768. Masjid Agung merupakan kompleks bangunan seluas
19.180 meter persegi yang dipisahkan dari lingkungan sekitar dengan tembok pagar keliling

setinggi 3,25 meter. Bangunan Masjid Agung Surakarta secara keseluruhan berupa bangunan
tajug yang beratap tumpang tiga dan berpuncak mustaka.
Masjid Agung Surakarta merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja dari
proses perkembangan sejarah Islam di Jawa umumnya dan Keraton Surakarta Hadiningrat
khususnya. Karena seperti kita ketahui bahwa menurut tradisi Islam suatu pusat pemerintahan
harus memiliki unsur-unsur antara lain Keraton sebagai pusat pemerintahan dan tempat
tinggal raja, Masjid sebagai tempat ibadah utama dan berkumpulnya mukmin, Alun-alun
sebagai tempat rakyat bertemu dengan rajanya dan Pasar sebagai tempat kegiatan ekonomi.
Masjid Agung Surakarta merupakan salah satu unsur yang masih tegak dan secara fisik
masih dapat dilihat hingga kini. Berdiri megah di sebelah barat alun alun Surakarta
bersebelahan dengan pasar Klewer, Masjid Agung Surakarta mulai didirikan oleh Raja
Surakarta Paku Buwono III (PB III) pada tahun 1785 M bertepatan dengan 1689 tahun Jawa.
Namun menurut Basit Adnan (1996:12) dan Eko Budihardjo (1989:63) masjid ini didirikan
pada tahun 1757 dengan acuan bentuk masjid Demak, tepat 12 tahun setelah peristiwa
dipindahnya Keraton Kasunanan Surakarta dari Kartasura ke wilayah desa Sala pada masa
pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwana III. (Keraton Surakarta didirikan pada tahun 1745).

C. Deskripsi Bangunan
Masjid Agung Surakarta merupakan suatu kompleks yang cukup luas dengan luas
keseluruhan 19.180 m yang dipisahkan dari daerah sekitarnya oleh pagar keliling. Seluruh
kompleks tersebut dapat dibagi atas :

Serambi

Ruangan serambi berupa bangunan terbuka yang mempunyai lima anak tangga naik,
yaitu tiga anak tangga ada di sisi timur dan masing-masing satu anak tangga di sisi utara dan
selatan. Ruangan serambi memiliki 40 tiang dari kayu yang berpenampang lintang bujur
sangkar. Umpak tiang berupa pualam merah tua yang dibentuk seperti piramid terpenggal.
Di serambi ini terdapat dua buah bedug dan sebuah kentongan. Bedug yang berada di
sudut timur laut dinamai Kyai Wahyu Tenggoro. Bedug yang hanya dipukul pada malam hari
dalam bulan Ramadhan yaitu bedug yang digantung di sudut tenggara.

Ruang Utama

Ada tujuh pintu masuk ke ruang utama dari serambi, yaitu tiga pintu di sisi utara, tiga
pintu di sisi selatan, dan satu pintu di tengah-tengah. Ruang utama ditopang oleh empat
sakaguru dari kayu dan 12 sakarawa (tiang tambahan). Seperti halnya masjid-masjid lain,

Masjid Agung Surakarta juga memiliki kelengkapan yaitu mihrab dan mimbar. Mihrab adalah
tempat imam memimpin shalat, bentuknya relung setengah lingkaran dan datar ujungnya.
Mihrab masjid terdapat di sisi barat. Mimbar Masjid Agung Surakarta dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu bagian dasar, dudukan dan sandaran, serta bagian atas.

Pawestren

Pawestren adalah tempat shalat untuk kaum wanita di dalam ruangan masjid. Pawestren
ini mempunyai satu pintu penghubung ke serambi dan satu pintu di sisi selatan untuk menuju
ke tempat wudhu wanita.

Bangunan lain

Menara adzan terletak di timur laut masjid, bangunan ini mempunyai corak arsitektur
menara Kutub Minor di Newe Delhi, India. Pagongan adalah bangunan tempat gamelan pada
waktu diadakan upacara sekaten yang diadakan setahun sekali pada bulan Maulud. Upacara
sekaten tersebut dipusatkan di Masjid Agung Surakarta. Di dalam Masjid ini terdapat makam
yang letaknya di belakang masjid. Seluruhnya terdapat tujuh buah makam, enam buah
terdapat di sebelah selatan mihrab dan sebuah di sebelah utara mihrab. Selain terdapat
makam, dalam masjid ini terdapat tugu jam istiwak. Bangunan ini berbentuk seperti tugu
yang pada bagian atasnya terdapat dua buah alat berbentuk cekungan dari tembaga untuk
menentukan waktu shalat/istiwak. Bangunan wudhu dalam masjid ini terdapat tiga buah yang
terdiri dari sebuah tempat wudhu untuk wanita dan dua buah tempat wudhu untuk pria.

BAB III

PENUTUP
Majid Agung Surakarta merupakan peninggalan Masa Keraton Surakarta Hadiningrat
yang sangat berharga. Maka dari itu hal yang harus kita lakukan adalah manjaga dan
melestarikan masjid ini. Banyak hal yang bisa dilakukan mulai dari menjaga kebersihan
lingkungannya dengan tidak membuang sampah di sekitarnya atau mengotori dengan
mencoret-coret bangunan masjid, hingga melakukan kegiatan kerohanian di masjid ini.

Lampiran

Daftar Pustaka
http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1344/masjid-agung-surakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Agung_Kraton_Surakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid

Anda mungkin juga menyukai