PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah kerajaan lokal jawa barat, mendengar hal ini kita akan terlintas
dalam benak kita tentang sejarah kerajaan-kerajaan yang namanya di abadikan
sebagai nama-nama jalan di Jawa barat khususnya di Bandung. Sebut saja
Pajajaran, Tarumanagara, dan Sunda yang tidak asing di telinga kita. Namun
kerajaan di Sunda tidak sebatas itu. Ada kerajaan Galuh, Sunda Kawali dan panjalu
yang munkin asing di telinga kita.
Kerajaan Galuh, kerajaan ini termasuk salah satu kerajaan tertua di tanah
pasundan tepatnya telah ada sebelum adanya kerajaaan Majapahit dan Pajajaran.
Peninggalan kerajaan ini tersimpan dalam cagar budaya yaitu objek wisata budaya
Karangkamulyan atau Ciung Wanara.
Karangkamulyan atau ciung wanara adalah situs cagar budaya yang isinya
berupa peninggalan kerajaan galuh yang di dalamnya kita dapat mengkaji
karakteristik kerajaan galuh. Tempat ini berada di Ciamis tepatnya di kecamatan
Cijeunjing yang menyajikan panorama yang indah. Tempat ini selain indah
dipandang dan dikunjungi juga kaya dengan wawasan kesejarahan di tatar sunda
khususnya wawasan tentang kerajaan galuh.
Makalah ini akan mengupas tentang situs cagar budaya karangkamulyan apa
saja yang menarik perhatian kami akan tertuang dan tersusun di dalamnya.
B. Rumusan Penulisan
1. Daya tarik apa yang di tawarkan oleh Situs Cagar Budaya Karangkamulyan?
2. Peninggalan sejarah apa saja yang ada di Situs Cagar Budaya Karangkamulyan
dan pengaruh dari aspek sosial, ekonomi dan kepercayaan?
3. Sumber-sumber sejarah apakah yang ditemukan di sana, dan termasuk dalam
jenis apakah sumber sejarah itu ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui daya tarik apa yang di tawarkan oleh Situs Cagar Budaya
Karangkamulyan.
2. Mengetahui peninggalan sejarah apa saja yang ada di Situs Cagar Budaya
Karangkamulyan dan pengaruh dari aspek sosial-budaya, ekonomi dan
kepercayaan?
3. Mengetahui sumber-sumber sejarah apakah yang ditemukan di sana, dan
termasuk dalam jenis apakah sumber sejarah itu.
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Daya
tarik
yang
di
tawarkan
oleh
Situs
Cagar
Budaya
Karangkamulyan.
B. Peninggalan sejarah yang ada di Situs Cagar Budaya Karangkamulyan
dan pengaruh dari aspek sosial-budaya, ekonomi dan kepercayaan.
C. Sumber-sumber sejarah dan jenis sumber sejarah yang ditemukan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Daya tarik yang di tawarkan oleh Situs Cagar Budaya Karangkamulyan.
Batu-batu yang ada di dalam struktur bangunan ini memiliki nama dan
kisah, begitu pula beberapa lokasi lain yang terdapat di dalamnya yang berada di
luar struktur batu. Masing-masing nama tersebut merupakan pemberian dari
masyarakat yang dihubungkan dengan kisah atau cerita tentang kerajaan Galuh.
Adapun objek yang paling utama adalah peninggalan sejarah dari kerajaan Galuh
sendiri yang terbagi kedalam 9 situs yaitu : (1) Pangcalikan; (2) Sanghiyang Bedil;
(3) Panyabungan Hayam; (4) Lambang peribadatan; (5) Cikahuripan; (6)
Panyandaan; (7) Pamangkonan; (8)Makam Adi Pati Panaekan dan (9) Patimuan.
B. Peninggalan sejarah yang ada di Situs Cagar Budaya Karangkamulyan dan
pengaruh dari aspek social-budaya, ekonomi dan kepercayaan.
1. Pangcalikan
Pangcalikan adalah situs pertama yang akan kita kunjungi. Pangcalikan
merupakan sebuah batu bertingkat-tingkat berwarna putih serta berbentuk segi
empat, termasuk ke dalam golongan / jenis yoni ( tempat pemujaan ) yang letaknya
terbalik, digunakan untuk altar. Di bawah Yoni terdapat beberapa buah batu kecil
yang seolah-olah sebagai penyangga, sehingga memberi kesan seperti sebuah
dolmen ( altar batu ). Letaknya berada dalam sebuah struktur tembok yang lebarnya
17,5 x 5 meter.
Gambar 2. Pangcalikan
Dilihat dari namanya yaitu pangcalikan yang mempunyai arti tempat duduk
maka dapat disimpulkan bahwa pangcalikan adalah sebuah singgasana raja, yang
tidak lain dan tidak bukan adalah singgasana raja galuh yang secara otomatis tempat
ini dapat disebut sebagai pusat pemerintahan kerajaan galuh.
2. Sahiyang Bedil
Tempat yang disebut Sanghyang Bedil merupakan suatu ruangan yang
dikelilingi tembok berukuran 6.20 x 6 meter. Tinggi tembok kurang lebih 80 cm.
Pintu menghadap ke arah utara, di depan pintu masuk terdapat struktur batu yang
berfungsi sebagai sekat (schutsel). Di dalam ruangan ini terdapat dua buah menhir
yang terletak di atas tanah, masing-masing berukuran 60 x 40 cm dan 20 x 8 cm.
Bentuknya memperlihatkan tradisi megalitik. Menurut masyarakat sekitar,
Sanghyang Bedil dapat dijadikan pertanda datangnya suatu kejadian, terutama
apabila di tempat itu berbunyi suatu letusan, namun sekarang pertanda itu sudah
tidak ada lagi. tempat ini digunakan sebagai gudang senjata para prajurit kerajaan
galuh.
Gambar 6 : Cikahuripan
Menurut narasumber, saat malam jumat terutama saat jumat kliwon bulan
purnama banyak orang yang datang di tengah malam untuk mendapatkan air ini.
Konon mereka percaya bahwa dengan minum atau mandi dengan air ini maka
penyakit yang di derita akan sembuh, awet muda dan segala keinginan akan
terkabul.
6. Panyandaan
Terdiri atas sebuah menhir dan dolmen, letaknya dikelilingi oleh batu
bersusun yang merupakan struktur tembok. Menhir berukuran tinggi 120 cm, lebar
70 cm, sedangkan dolmen berukuran 120 x 32 cm. Menurut cerita, tempat ini
merupakan tempat melahirkan Ciung Wanara. Di tempat itulah Ciung Wanara
dilahirkan oleh Dewi Naganingrum yang kemudian bayi itu dibuang dan
dihanyutkan ke sungai Citanduy. Setelah melahirkan Dewi Naganingrum bersandar
di tempat itu selama empat puluh hari dengan maksud untuk memulihkan
kesehatannya setelah melahirkan.
Gambar 6 : Panyandaan
7. Pamangkonan
Terdiri dari sebuah benda seperti stupa yang hamper mirip di temukan di
Lambang peribadatan, stupa ini dilihat dari bentuknya bercorak hindu pada zaman
megalitik. Stupa ini berbentuk gada (senjata seperti palu yang besar) yang
fungsinya sebagai alat penyeleksian calon prajurit. Seperti nama tempat ini yaitu
pamangkonan yang artinya mengangkat atau menggendong caranya penyeleksian
prajurit pada waktu itu yaitu dengan cara mengangkat/menggendong batu tersebut,
sebab hanya orang yang mempunyai kesaktian yang dapat mengangkat batu itu
yang katanya sangat berat apabila di angkat oleh orang awam.
Batu itu konon menurut kepercayaan masyarakat lokal dulu sering
berpindah-pindah tempat. Maka batu itu disebut pula Sahiyang indit-inditan yang
artinya batu yang sering berpindah-pindah.
8. Makam Adipati Panaekan
Di lokasi makam Dipati Panaekan ini merupakan batu yang berbentuk
lingkaran bersusun tiga, yakni merupakan susunan batu kali. Dipati Panaekan
adalah raja Galuh Gara Tengah yang berpusat di Cineam dan mendapat gelar
Adipati dari Sultan Agung Raja Mataram yang dibunuh oleh adik iparnya karena
perebutan kekuasaan. Setelah dibunuh jenazahnya di buang ke sungai cimuntur.
Setelah ditemukan jenazahnya lalu di makamkan di dekat sungai cimuntur.
Dilihat dari bentuk makamnya yang ditemukan berbatu nisan dan
menghadap kiblat (kabah) dapat disimpulkan bahwa makam ini bercorak islam.
Dan dari lingkaran yang bertingkat tiga yang membentuk punden berundak dapat
terlihat budaya megalitik masih kental pada saat itu.
10. Keramik-keramik
Selain dari peninggalan-peninggalan berupa situs purbakala dan cagar alam.
Dari pemnggalian-pengalian yang dilakukan ditemukan pula serpihan keramikkeramik peninggalan Cina hingga piring-piring belanda dari abad ke-19. Yang
tertua adalah keramik cina peninggalan dinasti Tang abad ke-9. keramik-keramik ini
dapat kita lihat di perpustakaan sejarah yang terdapat di tempat ini.
Menurut Soekmono (1973 : 16) Sejarah kebudayaan Indonesia terbagi
menjadi 4 masa, yakni :
a. Zaman prasejarah, sejak dari permulaan adanya manusia dan kebudayaan
sampai kira-kira abad ke-5 Masehi.
b. Zaman Purba, Sejak dari datangnya pengaruh India pada abad pertama tarikh
Masehi sampai lenyapnya kerajaan majapahit sekitar tahun 1500 M.
c. Zaman Madya, sejak datangnya agama dan pengaruh Islam menjelang akhir
zaman majapahit sampai akhir abad ke-19.
d. Zaman Baru (modern), sejak masuknya anasir-anasir barat dan teknik-teknik
modern padakira-kira tahon 1900 sampai dewasa sekarang.
C. Sumber-sumber sejarah dan jenis sumber sejarah yang ditemukan
Jan Romein (Ismaun, 2005 : 42-43) membagi sejarah kedalam dua kategori
yaitu sumber langsung (dibagi lagi menjadi peninggalan sengaja dan peninggalan
tidak sengaja) dan sumber tidak langsung (berupa cerita atau tradisi lisan).
Yang termasuk bukti langsung yakni pangcalikan, sahiyang bedil, makam
adipati panaekan dan panyandaan yang kesemuanya adalah buatan manusia,
walaupun tidak terdapat bukti tertulis di situs ini.
Yang termasuk peninggalan tidak langsung adalah oral histori berupa cerita
lisan yang disampaikan secara turun temurun oleh warga sekitar karangkamulyaan
yang terjaga dari masa ke masa. Namun bukti ini tidak otentik karena
tersamapaikan dari mulut ke mulut dalam waktu yang lama dan multi interpretasi di
dalamnya.
BAB III
PE N UTU P
A. Kesimpulan
Karangkamulyan merupakan salah satu cagar budaya yang menarik karena
didalamnya terdapat cagar alam yang indah dan cagar budaya yang dapat
menambah wawasan kita tentang kerajaan sunda di Jawa barat khususnya yang
berada di ciamis.
Dari aspek sosial budaya terlihat kental sekali dengan pengaruh local genius
hindu dan islam, karena berada dalam masa peralihan antara jaman hindu budha
dengan masa masuknya pengaruh islam. Di lihat dari salah satu contoh adalah
makam adipati panaekan yang berbentuk punden berundak yang merupakan local
genius dan pengaruh islam terlihat dari bentuk makam dan posisi makam yang
menghadap kiblat.
Perekonomian telah mengenal perdagangan laut internasional dengan
ditemukannya keramik cina dan uang kuno di sekitar situs cagar budaya.
Situs ini memiliki dua sumber sejarah yakni sumber langsung berupa
peninggalan keraton dan makam yang dibuat oleh manusia walau tidak terdapat
bukti tulisnya. Dan bukti tak langsung berupa cerita rakyat yang sangat terkenal di
wilayah tersebut.