Anda di halaman 1dari 10

TUGAS SEJARAH INDONESIA

KERAJAAN MAJAPAHIT

oleh:

Kelompok 5

ADINDA OLIVIA

ATTILA ATTALIA AUDEY

DIAN NABILA

DYAH SYAQIQAH FIRDAUS

SABILA BERMAWI

SYIFA KHAIRANI

X IPA 2

SMA N 1 BUKITTINGGI

Jl. Syekh Jamil Jambek No.36, Pakan Kurai, Guguk Panjang, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat
26136
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang mana atas berkat rahmat dan karunia-Nya kami
telah dibimbing dalam menuntaskan penulisan “MAKALAH KERAJAAN MAJAPAHIT” yang
kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah Wajib. Tak lupa shalawat
dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi akhir zaman Muhammad SAW, kepada keluarga,
para sahabat dan seluruh umatnya.

Penulis mengakui dalam makalah yang sederhana ini mungkin banyak sekali terjadi
kekurangan sehingga hasilnya jauh dari nama kesempurnaan. Penulis sangat berharap kepada
semua pihak untuk kiranya memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Besar harapan penulis dengan terselesaikannya makalah ini dapat menjadi bahan
tambahan bagi penilaian guru bidang studi Sejarah Wajib dan mudah-mudahan isi dari
makalah penulis ini dapat di ambil manfaatnya oleh semua pihak yang membaca makalah ini.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
penyusunan makalah ini sehingga makalah ini terselesaikan.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia yang pernah
berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga1550 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya
menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa
kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga1389.

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Menurut Negarakertagama,
kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung, Malaya, Kalimantan, hingga
Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.

Hanya terdapat sedikit bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit, dan sejarahnya tidak
jelas.Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja')
dalam bahasa Kawai dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton terutama
menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian
pendek mengenai terbentuknya Majapahit.

Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa
keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa iCtu, hal yang
terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun
catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.

B. Rumusan Masalah

a. Siapa nama raja pertama Kerajaan Majapahit?

b. Bagaimana latar belakang berdirinya Kerajaan Majapahit?

c. Siapa saja nama raja yang pernah memimpin Kerajaan Majapahit?

d. Pada masa siapa puncak kejayaan Kerajaan Majapahit dan apa sebab-sebabnya?

e. Apa saja peninggalan-peninggalan Kerajaan Majapahit?

f. Di mana saja daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit?

g. Pada masa siapa kemunduran Kerajaan Majapahit dan apa sebab-sebabnya?

C. Tujuan

a. Untuk mengetahui siapa nama raja pertama Kerajaan Majapahit

b. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang berdirinya Kerajaan Majapahit

c. Untuk mengetahui siapa saja nama raja yang pernah memimpin Kerajaan Majapahit

d. Untuk mengetahui pada masa siapa puncak kejayaan Kerajaan Majapahit dan apa
sebabnya

e. Untuk mengetahui apa saja peninggalan-peninggalan Kejaraan Majapahit

f. Untuj mengetahui di mana saja daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit


g. Untuk mengetahui pada masa siapa kemunduran Kerajaan Majapahit dan apa sebabnya

D. Manfaat

Manfaat pembuatan makalah ini yaitu untuk menambah pengetahuan kita tentang sejarah
Kebudayaan Majapahit.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Raja Pertama Kerajaan Majapahit

B. Latar Belakang Kerajaan Majapahit

Setelah Raja Kertanegara wafat dalam penyerangan Jayakatwang dari Kediri, maka berakhir
pula riwayat Kerajaan Singasari. Raja Kertanegara beserta semua pembesar istana tewas dalam
penyerangan tersebut. Sementara itu, Raden Wijaya(menantu Kertanegara) berhasil melarikan
diri dan meminta perlindungan kepada Aria Wiraraja (Adipati Sumenep) di Madura.

Atas bantuan Arya Wiraraja pulalah Raden Wijaya bisa diampuni oleh Jayakatwang dan
kemudian menjadi orang kepercayaan raja Kediri tersebut. Atas bantuan Arya Wiraraja pulalah
Raden Wijaya dihadiahi Hutan Tarik oleh Jayakatwang. Raden Wijaya beserta pengikutnya
yang setia membuka hutan Tarik(wilayah Trowulan, Mojokerto) untuk dihuni. Disinilah asal
mula berdirinya Majapahit. Kata Majapahit sendiri diambil dari buah Maja yang rasanya pahit.
Karena hutan Tarik banyak sekali buah Maja.

Pada tahun 1293 pasukan Kubilai Khan dari Cina datang dengan tujuan untuk
menghancurkan Kerajaan Singasari. Mereka tidak mengetahui bahwa Singasari telah hancur.
Hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijava untuk membalas dendam kepada Raja Jayakatwang.
Dengan siasat dari Aria Wiraraja, dikatakanlah bahwa Raja Jawa itu adalah Jayakatwang, maka
bergabunglah pasukan Raden Wijaya dengan pasukan mongol untuk membalas dendam
kepada Jayakatwang. Dalam waktu singkat, Kerajaan Kediri hancur dan Raja Jayakatwang
terbunuh.

Pasukan Kubilai Khan kembali ke pelabuhan, namun di tengah perjalanan pasukan Raden
Wijaya dengan bantuan pasukan Singasari dari Sumatera dan tambahan bala tentara dari
Kadipaten Sumenep menyerang pasukan tersebut. Pasukan Kubilai Khan segera pergi dari
tanah Jawa dan Raden Wijaya menjadi raja dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Menurut
kidung Harsa Wijaya penobatannya itu terjadi pada tanggal 15 bulan Karttika (ri purneng
karttikamasa pancadasi) tahun 1215 saka (12 Nopember 1293 M).

C. Raja-raja Kerajaan Majapahit

1) Raden Wijaya (1293–1309)

Raden Wijaya dinobatkan menjadi Raja Majapahit pertama pada tahun 1293 dengan gelar
Kertarajasa Jayawardhana. Sebagai seorang raja yang besar, Raden Wijaya memperistri empat
putri Kertanegara sebagai permaisurinya. Dari Tribuana, ia mempunyai seorang putra yang
bernama Jayanegara, sedangkan dari Gayatri, Raden Wijaya mempunyai dua orang putri, yaitu
Tribuanatunggadewi dan Rajadewi Maharajasa.

2) Sri Jayanegara (1309–1328)

Setelah Raden Wiajaya mangkat, digantikan putranya yang bernama Kala Gemet dengan
gelar Sri Jayanegara. Kala Gemet sudah diangkat sebagai raja muda (kumararaja) sejak
ayahnya masih memerintah (1296). Ternyata, Jayanagara adalah raja yang lemah. Oleh karena
itu, pada masa pemerintahannya terus dirongrong oleh sejumlah pemberontakan. Pada tahun
1316, timbul pemberontakan yang dipimpin oleh Nambi yang menjabat Rakryan Patih
Majapahit. Nambi memusatkan kekuatannya di daerah Lumajang dan Pajarakan.
Pemberontakan Nambi mendapat dukungan dari ayahnya (Wiraraja). Raja Jayanegara atas
nasihat Mahapati memerintahkan Lumajang dan Pajarakan digempur sampai hancur.
Terjadilah pertempuran sengit dan Nambi pun gugur.

3) Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwarddhani (1328–1350)

Raja Jayanegara tidak berputra sehingga ketika baginda mangkat, takhta kerajaan diduduki
oleh adik perempuannya dari ibu berbeda (Gayatri) yang bernama Bhre Kahuripan. Ia
dinobatkan menjadi Raja Majapahit dengan gelar Tribhuwanatunggadewi
Jayawisnuwarddhani. Selama memerintah, Tribhuwanatunggadewi didampingi suaminya yang
bernama Cakradhara atau Cakreswara yang menjadi raja di Singasari (Bhre Singasari) dengan
gelar Kertawardhana. Berkat bantuan dan saran dari Patih Gajah Mada, pemerintahannya
dapat berjalan lancar walaupun masih timbul pemberontakan.

Pada tahun 1331 timbul pemberontakan Sadeng dan Keta di daerah Besuki, tetapi dapat
dihancurkan oleh pasukan Gajah Mada. Karena jasanya itu, Gajah Mada naik pangkat lagi dari
Patih Daha menjadi Mahapatih Majapahit menggantikan Pu Naga. Setelah diangkat menjadi
Mahapatih Majapahit, dalam suatu persidangan besar yang dihadiri oleh para menteri dan
pejabat negara lainnya, Gajah Mada mengucapkan sumpah untuk menyatukan Nusantara di
bawah naungan Majapahit. Sumpahnya itu dikenal dengan nama Sumpah Palapa. Palapa
berarti garam atau rempah-rempah yang dapat melezatkan berbagai masakan. Oleh karena
itu, sumpah itu dapat diartikan bahwa Gajah Mada tidak akan makan palapa (hidup enak)
sebelum berhasil menyatukan Nusantara.

4) Raja Hayam Wuruk (1350–1389)

Hayam Wuruk setelah naik takhta bergelar Sri Rajasanagara dan dikenal pula dengan nama
Bhre Hyang Wekasing Sukha. Ketika Tribhuwanatunggadewi masih memerintah, Hayam
Wuruk telah dinobatkan menjadi rajamuda (kumararaja) dan mendapat daerah Jiwana sebagai
wilayah kekuasaannya. Dalam memerintah Majapahit, Hayam Wuruk didampingi oleh Gajah
Mada sebagai patih hamangkubumi.

5) Raja Wikramawardhana (1389–1429)

setelah Raja Hayam Wuruk mangkat, terjadilah perebutan kekuasaan di antara putra-putri
Hayam Wuruk. Kemelut politik pertama meletus pada tahun 1401. Seorang raja daerah dari
bagian timur, yaitu Bhre Wirabhumi memberontak terhadap Raja Wikramawardhana. Raja
Wikramawardhana adalah suami Kusumawardhani yang berhak mewarisi takhta kerajaan
ayahnya (Hayam Wuruk), sedangkan Bhre Wirabhumi adalah putra Hayam Wuruk dari selir.
Dalam kitab Pararaton, pertikaian antarkeluarga itu disebut Perang Paregreg. Pasukan Bhre
Wirabhumi dapat dihancurkan dan ia terbunuh oleh Raden Gajah.

6) Raja Suhita (1429–1447)

Wikramawardhana wafat pada tahun 1429 dan digantikan oleh putrinya yang bernama
Suhita. Penobatan Suhita menjadi Raja Majapahit dimaksudkan untuk meredakan pertikaian
keluarga tersebut. Namun, benih balas dendam sudah telanjur tertanam pada keluarga Bhre
Wirabhumi. Akibatnya, pada tahun 1433 Raden Gajah dibunuh karena dipersalahkan telah
membunuh Bhre Wirabhumi. Hal itu menunjukkan bahwa pertikaian antarkeluarga Majapahit
terus berlangsung.

7) Raja Majapahit Terakhir


Pada tahun 1447 Suhita meninggal dan digantikan Dyah Kertawijaya. Ia hanya memerintah
selama empat tahun (1447–1451) karena pada tahun 1451 meninggal dan didharmakan di
Kertawijayapura. Apa yang diperbuat oleh raja tidak ada keterangan yang jelas.

Sepeninggal Kertawijaya, pemerintahan Majapahit dipegang oleh Bhre Pamotan dengan


gelar Sri Rajawarddhana. Rajawarddhana juga disebut Sang Sinagara. Dalam kitab Pararaton
disebutkan bahwa ia berkedudukan di Keling, Kahuripan. Ini lebih dikuatkan lagi oleh Prasasti
Waringin Pitu yang dikeluarkan oleh Kertawijaya (1447).

Sepeninggal Rajawarddhana (1453), Kerajaan Majapahit selama tiga tahun (1453–1456)


tidak mempunyai seorang raja. Pada tahun 1456 Majapahit diperintah oleh Bhre Wengker
dengan gelar Girindrawardhana. Bhre Wengker adalah anak Bhre Tumapel Kertawijaya. Masa
pemerintahannya berlangsung selama 10 tahun (1456–1466).

8) Rajasa wardhana Brawijaya II memerintah tahun 1451 - 1453

9) Purwawisesa atau Girishawardhana bergelar Brawijaya III memerintah tahun 1456 - 1466

10) Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa bergelar Brawijaya IV memerintah tahun 1466 -
1468

11) Bhre Kertabumi bergelar Brawijaya V memerintah tahun 1468 - 1478

12) Girindrawardhana bergelar Brawijaya VI memerintah tahun 1478 - 1498

13) Patih Udara memerintah tahun 1498 - 1

D. Puncak Kejayaan Kerajaan Majapahit

Bidadari Majapahit yang anggun, arca cetakan emasapsara (bidadari surgawi) gaya khas
Majapahit menggambarkan dengan sempurna zaman kerajaan Majapahit sebagai "zaman
keemasan" nusantara. Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari
tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan
bantuan mahapatihnya, Gajah Mada.

Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi
Sumatra, Semenajung Malaya, Kalimantan Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku,
Papua, Tumasik (Singapura) sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas
terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.

Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah


kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi
terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja.
Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan
Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.

Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan
diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam
Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai
Permaisurinya. Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada
1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit
mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada
melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit.

Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat
tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan
Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan
Sunda dapat dibinasakan secara kejam. Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa,
dengan hati remuk redam melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan
negaranya. Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang
disusun pada zaman kemudian di Bali dan juga naskah Carita Parahiyangan.

Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam
Nagarakretagama. Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan
budaya Keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang
halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan
Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatra ke Papiua,
mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara
masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit.

Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa
Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran
upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala
pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat mengundang
reaksi keras.Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit
melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang.

Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-
kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya adalah
mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada
saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.

E. Peninggalan-peninggalan Kerajaan Majapahit

a. Candi Sukuh
Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak di wilayah
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena
ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi ini digolongkan kontroversial karena
bentuknya yang kurang lazim dan karena banyaknya obyek-obyek lingga dan yoni yang
melambangkan seksualitas. Candi Sukuh telah diusulkan ke UNESCO untuk menjadi salah
satu Situs Warisan Dunia sejak tahun 1995.

b.Candi Cetho
Candi Cetho merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir
pemerintahan Majapahit (abad ke-15). Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh Van
de Vlies pada 1842. A.J. Bernet Kempers juga melakukan penelitian mengenainya. Ekskavasi
(penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi dilakukan pertama kali pada tahun 1928 oleh
Dinas Purbakala Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika reruntuhannya mulai diteliti,
candi ini memiliki usia yang tidak jauh dengan Candi Sukuh. Lokasi candi berada di Dusun
Ceto, Desa Gumeng,Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian 1400m di
atas permukaan laut

c. Candi Pari
Candi Pari adalah sebuah peninggalan Masa Klasik Indonesia di Desa Candi Pari,
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur. Lokasi tersebut berada sekitar
2 km ke arah barat laut pusat semburan lumpur PT Lapindo Brantas saat ini.
Dahulu, di atas gerbang ada batu dengan angka tahun 1293 Saka = 1371 Masehi. Merupakan
peninggalan zaman Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk 1350-1389 M.

d. Candi Jabung
Candi hindu ini terletak di Desa Jabung, Kecamatan Paiton,Kabupaten Probolinggo, Jawa
Timur. Struktur bangunan candi yang hanya dari bata merah ini mampu bertahan ratusan
tahun. Menurut keagamaan, Agama Budha dalam kitab Nagarakertagama Candi Jabung di
sebutkan dengan nama Bajrajinaparamitapura. Dalam kitab Nagarakertagama candi Jabung
dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk pada lawatannya keliling Jawa Timur pada tahun 1359
Masehi. Pada kitabPararaton disebut Sajabung yaitu tempat pemakaman Bhre Gundal salah
seorang keluarga raja. Arsitektur bangunan candi ini hampir serupa dengan Candi Bahal yang
ada di Bahal, Sumatera Utara.

e. Gapura Wringin Lawang


Daam bahasa Jawa, Wringin Lawang berarti 'Pintu Beringin'. Gapura agung ini terbuat dari
bahan bata merah dengan luas dasar 13 x 11 meter dan tinggi 15,5 meter. Diperkirakan
dibangun pada abad ke-14. Gerbang ini lazim disebut bergaya candi bentar atau tipe
gerbang terbelah. Gaya arsitektur seperti ini diduga muncul pada era Majapahit dan kini
banyak ditemukan dalam arsitektur Bali.

f. Gapura Bajang Ratu.


Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ke-14 dan adalah salah satu gapura besar
pada zaman keemasan Majapahit. Menurut catatan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala
Mojokerto, candi / gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk
memperingati wafatnya Raja Jayanegara yang dalamNegarakertagama disebut "kembali ke
dunia Wisnu" tahun 1250 Saka (sekitar tahun 1328 M). Namun sebenarnya sebelum wafatnya
Jayanegara candi ini dipergunakan sebagai pintu belakang kerajaan. Dugaan ini didukung
adanya relief "Sri Tanjung" dan sayap gapura yang melambangkan penglepasan dan sampai
sekarang di daerah Trowulan sudah menjadi suatu kebudayaan jika melayat orang meninggal
diharuskan lewat pintu belakang.

g. Candi Brahu
Nama candi ini, yaitu 'brahu', diduga berasal dari kata wanaru atau warahu. Nama ini
didapat dari sebutan sebuah bangunan suci yang disebut dalam Prasasti Alasantan. Prasasti
tersebut ditemukan tak jauh dari Candi Brahu.

h. Candi Tikus
Candi ini terletak di kompleks Trowulan, sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto.
Candi Tikus yang semula telah terkubur dalam tanah ditemukan kembali pada tahun 1914.
Penggalian situs dilakukan berdasarkan laporan bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo
Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat. Pemugaran
secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1984 sampai dengan 1985. Nama ‘Tikus’ hanya
merupakan sebutan yang digunakan masyarakat setempat. Konon, pada saat ditemukan,
tempat candi tersebut berada merupakan sarang tikus.

i. Candi Surawana
Candi Surawana adalah candi Hindu yang terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare,
Kabupaten Kediri, sekitar 25 km arah timur laut dari Kota Kediri. Candi yang nama
sesungguhnya adalah Wishnubhawanapura ini diperkirakan dibangun pada abad 14 untuk
memuliakan Bhre Wengker, seorang raja dari Kerajaan Wengker yang berada di bawah
kekuasaan Kerajaan Majapahit. Raja Wengker ini mangkat pada tahun 1388 M. Dalam
Negarakertagamadiceritakan bahwa pada tahun 1361 Raja Hayam Wuruk dari Majapahit
pernah berkunjung bahkan menginap di Candi Surawana. Candi Surawana saat ini
keadaannya sudah tidak utuh. Hanya bagian dasar yang telah direkonstruksi.

j. Candi Waringin Branjang


Candi Wringin Branjang terletak di Blitar, Jawa Timur. Candi yang terbuat dari batu andesit
ini memiliki bentuk yang sangat sederhana. Struktur bangunannya tidak memiliki kaki candi,
tetapi hanya mempunyai tubuh dan atap candi saja, dengan ukuran panjang 400 cm, lebar
300 cm dan tingginya 500 cm. Sedangkan pintu masuknya berukuran lebar 100 cm, tingginya
200 cm dan menghadap ke arah selatan. Pada bagian dinding tidak terdapat relief atau
hiasan lainnya, tetapi dinding-dinding ini memiliki lubang ventilasi yang sederhana. Bentuk
atap candi menyerupai atap umah biasa, dan diduga bangunan candi ini merupakan tempat
penyimpanan alat-alat upacara dari zaman Kerajaan Majapahit yakni pada abad ke 15 M.

Anda mungkin juga menyukai