Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Bojong Galuh Karangkamulyan adalah sebuah nama yang cukup akrab untuk masyarakat yang ada di Kabupaten Ciamis. Masyarakat menganggap bahwa kawasan ini merupakan peninggalan pada masa kerajaan Galuh yang diperintah oleh Permanadikusumah dan putranya yang bernama Ciung Wanara, yaitu Ciung Wanara, yang luar biasa kesaktian dan keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa yang menjadikannya berpredikat sebagai raja. Bila kita telusuri lebih jauh kawasan yang luasnya kurang lebih 25 Ha ini menyimpan berbagai benda-benda yang diduga mengandung sejarah seperti batu. Batu-batu ini letaknya tidaklah berdekatan tetapi menyebar dengan bentuknya yang berbeda-beda, berada dalam sebuah tempat berupa struktur bangunan terbuat dari tumpukan batu yang bentuknya hampir sama. Struktur bangunan itu memiliki sebuah pintu sehingga menyerupai sebuah kamar. Batu-batu yang ada di dalam struktur bangunan itu memiliki nama dan kisah , begitu pula beberapa lokasi lain yang terdapat di dalamnya yang berada di luar struktur batu. Nama batu merupakan pemberian dari masyarakat yang dihubungkan dengan kisah / ceritera rakyat tentang kerajaan Galuh seperti; pangcalikan atau tempat duduk, lambang peribadatan, dikatakan lambang peribadatan mungkin karena bentuknya menyerupai sebuah stupa, panyandaan atau tempat melahirkan, berupa batu yang berdiri tegak lurus sera memanjang sehingga menyerupai tempat duduk yang ada sandarannya, pengaduan ayam yang merupakan sebuah lokasi yang berupa dataran yang dikelilingi struktur bangunan,

Sanghyang bedil, juga merupakan sebuah tempat yang dikelilingi oleh struktur bangunan, kemudian sebuah mata air yang disebut Cikahuripan yang letaknya di sebelah dalam kawasan hutan iindung yang dikelilingi oleh rimbunnya pepohonan. Masyarakat masih banyak yang menganggap bahwa tempat ini mengandung keramat, mereka masih berpegang pada mitos yang cukup kuat tentang Gung Wanara dan Permanadikusumah, sehingga banyak orang yang datang ke tempat ini dengan tujuan untuk mencari berkah. Memang kita tidak bisa menolak bahwa kerajaan Galuh itu gernah ada serta nama yang disebutkan seperti tokor) Permanadikusumah dan Ciung Wanara itu adalah seorang raja yang memerintah pada masa kerajaan Galuh sekitar abad ke-8 masehi. Karena kerajaan Galuh .kerajaan yang ada dipedalaman maka

penduduknya bertani dan berpindah-pidah temat sehingga diperkirakan pusat pemerintahanyapun berpindah-pindah.

A. KARANGKAMULYAN SEBAGA1 SITUS 1. Situs Karangkamulyan Peninggalan Kerajaan Galuh Pertama yaitu Situs Karangkariiuyan menurut Penyelidikan Tim Dari Balar yang dipimpin Oleh Dr Tony Jubiantono pada tahun 1997, bahwa Karangkamulyan adalah sebagai pusat Suci suatu kerajaan. Ditempat ini pernah ada kehidupan mulai abad Ke IX, karena dalam penggalian telah ditemukan Kramik Ming .

Situs Karangkamulyan terletak antara Ciamis dan Banjar, jaraknya 17 km ke arah Timur dari Ibukota Kabupaten Ciamis. Terletak diantara pertemuan dua sungai yakni Sungai Citanduy dan Cimuntur,idengan batas sebelah Utara adalah jalan raya Ciamis -Banjar, sebelah Selatan Sungai Citanduy, sebelah Barat merupakan sebuah pari yang lebarnya sekitar 7 meter membentuk Tanggul Kuno, dan batas sebelah Timur adalah Sungai Cimuntur. Kawasan ini disebut sebagai Situs, karena didalamnya terdapat peninggalan purbakala. Menurut UU BCB, Situs adalah suatu tempat yang diduga mengandung sejarah. Suatu komplek Situs dapat disebut sebagai benda Cagar Budaya yang dilindungi oleh pemerintah. Oleh sebab itu, keutuhannya harus tetap terjaga daYi terpelihara jangan sampai ada yang merusak, mencuri, atau merubah bentuknya, sehingga menghilangkan keasliannya. Peninggalan pada zaman purbakala. Kekunaannya sebagian besar merupakan kekunaan dari masa pra sejarah. Peninggalan purbakala ini letaknya terpencar-pencar, serta memiliki sebutan khusus, yaitu sebutan sehari-hari yang dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam kisah Ciung Wanara. 2. Peningagalan Sejarah 1.1. Pelinggih (Pangcalikan) Pelinggih merupakan sebuah batu bertingkat-tingkat berwarna putih serta berbentuk segi empat, termasuk ke dalam golongan/jenis

yoni (sebagai tempat pemujaan) yang letaknya terbalik, digunakan me/a saji atau altar sehingga di namakan batu pelingih. Pelinggih disebut juga sebagai pangcalikan (bahasa Sunda) yang berarti tempat duduk. Konon menurut ceritra rakyat, batu pangcalikan ini merupakan singgasana Ratu Galuh yang dijaga oleh tujuh buah benteng pertahanan. 1.2. Sanghyang Bedil Tempat yang disebut Sanghyang Bedil merupakan suatu ruangan yang dikelilingi tembok berukuran 6,20 x 6 meter. Tinggi tembok kurang lebih 80 cm. Pintu menghadap ke arah Utara, di depan pintu masuk terdapat struktur batu yang berfungsi sebagai sekat (schutsel). Di dalam ruangan ini terdapat dua buah menhir yang terletak di atas tanah, masing-masing berukuran 60 x 40 cm dan 20 x 8 cm. Bentuknya memperlihatkan tradisi megalitik. Menurut kepercayaan masyarakat, Sanghyang bedil kadangkala dapat dijadikan sebagai pertanda akan datangnya suatu kejadian, terutama apabila di tempat itu berbunyi suatu letusan, namun sekarang pertanda itu sudah tidak ada lagi. 1.3. Penyabungan Ayam Tempat ini terletak di sebelah Selatan dari lokasi yang disebut Sanghyang Bedil, kira-kira 5 meter jaraknya, dari pintu masuk yakni

berupa ruang terbuka yang letaknya lebih rendah, tempat itu merupakaa tempat penyambungan ayam Ciung Wanara dan ayam raja. Dari peristiwa yang dapat dipetik adalah mengandung makna bahwa kita hams dapat membedakan mana j.iian yang baik dan mana jalan yang buruk. 1.4. Lambang Peribadatan Batu yang disebut sebagai lambang peribadatan merupakan sebagian dari kemuncak, tetapi ada juga yang menyebutnya seba fragmen candi, masyarakat menyebutnya sebagai stupa. Bentuki indah karena dihiasi oleh pahatan-pahatan sederhana yang merupal

peninggalan Hindu. Masyarakat menyebutkan sebagai lambang peribadatan atau lambang kegamaan, karena dilihat dari bentuknya yang mirip dengan stupa. Oleh sebab itu kita harus merasa yakin salam kehidupan ini bahwa Tuhan itu ada dan segala sesuatu yang akan dilakukan harus memohon pertolongan dari Tuhan. 1.5. Panvandaan Peyandaan terdiri atas sebuah menhir dan dolmen, letaknya dikelilingi oleh batu bersusun yang merupakan struktur tembok. Menhir berukuran tinggi 120 cm, lebar 70 cm, sedangkan dolmen berukuran 120x 32 cm. Menurut cerita rakyat, tempat yang disebut sebagai panyandaan merupakan tempat melahirkan Ciung Wanara. di tempat itulah Ciung

Wanara dilahirkan _oleh Dewi Naganingrum yang kemudian bayi itu dibuang atau dihanyutkan ke sungai Citanduy. 1.6. Cikahuripan Sumur ini disebut Cikahuripan merupakan lambang yang berisi air kehidupan, disebut sebagai

kehidupan itu sebabnya

Cikahuripan. Sumur ini merupakan sumur abadi karena airnya tidak pernah kering sepanjang tahun. Dalam menempuh hidup ini harus dibekali modal keteguhan hati dan rasa percaya diri agar selamat lahir dan batin. Hurip berarti hidup, teguh berarti tidak tergoyahkan pendirinya, sedangkan rahayu artinya selamat di dalam hidup ini, orang selalu mencari keselamatan agar berbahagia baik lahir maupun batinnya. Dipati Panaekan adalah raja Galuh Gara Tengah yang berpusat Cineam dan mendapat gelar Adipati dari Sultan Agung Raja Matarani Dipati Panaekan adalah putra kedua dari Cipta Permana (Pi. di Galuh) raja Galuh Gara Tengah, ia wafat karena dibunuh oleh a iparnya sendiri yang bernama Dipati Kertabumi ( SINGAPERBANG I ) karena perselisihan paham dalam rangka penyerbuan Belanda Batavia dimana Panaekan condong ke pendapat Dipati Ukur sedang Singaperbangsa condong ke pendapat Rangga Gempol yaitu sebel penyerangan harus ada persatuan dulu antara kebupatian di Tatar Sin yang Waktu itu dibawah kekuasan Mataram. Setelah dibunuh jasadnya dihanyutkan ke Cimuntur dan diangkat lagi dipertemuan sungai Cimuntur dan sungai

Citanduy I dikuburkan di Karangkamulyan. Karangkamulyan berarti tempa kemuliaan, ditempat ini pula adanya ajaran-ajaran menuju

kemuliaan, hidup, seperti yang telali disebutkan di muka.

KATA PENGANTAR

Puji

dan

Syukur

penulis

panjatkan

kepada

kehadirat

Allah

ubhanahuwata'ala yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya :epada penulis sehingga dapat menyusun buku SITUS-CARANGKAMULYAN cetakan ke dua sebagai penyempurnaan dari xiku situs Karangkamulyan jilid satu yang dicetak tahun 1997. Selama 5 tahun digunakan oleh penulis untuk melengkapi cetakan ke satu yang datanya diambil dari saran-saran para pembaca dan penyelusuran penulis sendiri selama menjabat Kasi Kebudayayan Kandepdikbud di Kabupaten Ciamis. Buku ini masih berisi cerita yang berkaitan dengan Situs Karangkamulyan yang dianggap merupakan salah satu tempat suci Kerajaan Galuh yang pertama sekitar abad ke- 7 sampai abad ke-9 Buku Kerajaan Galuh dari abad ke 1 3 s/d 15 yang berpusat di Kawali ditulis dalam judul " AS TANA GEDE " Agar menjadi maklum bahwa buku ini masih memasukan cerita yang berbau MITOS, karena cerita-cerita inilah yang hampir melekat di masyarakat yang perlu pengkajian para akhli sejarah, sebab cerita ini merupakan simbulsimbul (siloka-siloka) yang perlu dikaji lebih mendalam agar mengetahui maksud yang sebenarnya dari isi cerita itu. Ceritera ini masih dibumbui oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan akidah ISLAM, hal ini merupakan tantangan bagi para pembaca maupun sejarawan .

Dalam penyusunan buku Situs karangkamulyan cetakan kedua ini tentu masih banyak kekurangan, untuk itu penulis masih mengharapkan kritik dan sarah dari para pembaca demi kesempurnaan sejarah Situs Karangkamulyan.

Penulis

DAPTAR 1S1

Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PENDAHULUAN I. 1. KARANGKAMULYAN SEBAGAI SITUS Situs Karangkamulyan 1.1. Batu Pangcalikan 1.2. Sanghyang Bedil 1.3. Penyambungan Ayam 1.4. Lambang Peribadatan 1.5. Panyandaan 1.6. Cikahuripan 1.7. Makam dipati Panaekan

II. KERAJAAN GALUH DALAM SEJARAH 2. Kerajaan Galuh

Kerajaan Galuh Pada masa Wrettikandayun Kerajaan Galuh Pada masa Mandiminyak Kerajaan Galuh Pada masa Bratasenawa Kerajaan Galuh Pada masa Purbasora Kerajaan Galuh Pada masa Sanjaya

Galuh Pada masa Adimulya Permanadikusuma Kerajaan Galuh Pada masa Tamperan Kerajaan Galuh Pada masa Ciung Wanarara Kerajaan Galuh pada masa Purbasari Galuh pada masa Sang Tariwulan Galuh pada masa Sang Welengan Galuh pada masa Prabhu Linggabumi Galuh pada masa Rakeyan Wuwus III. Legenda Ciungwanara

Anda mungkin juga menyukai