Anda di halaman 1dari 4

Situs Karangkamulyan

Situs Karangkamulyan adalah sebuah situs purbakala bersejarah dan situs


arkeologi yang terletak di Desa Karangkamulyan, Cijeungjing, Ciamis, Jawa
Barat, Indonesia. Situs ini merupakan peninggalan dari zaman Kerajaan Galuh
yang bercorak Hindu-Buddha.

Legenda situs Karangkamulyan berkisah tentang Ciung Wanara yang


berhubungan dengan Kerajaan Galuh. Cerita ini banyak dibumbui dengan kisah
kepahlawanan yang luar biasa seperti kesaktian dan keperkasaan yang tidak
dimiliki oleh orang biasa namun dimiliki oleh Ciung Wanara.

Kisah Ciung Wanara merupakan cerita tentang Kerajaan Galuh (zaman sebelum
berdirinya Kerajaan Majapahit dan Pajajaran). Tersebutlah raja Galuh saat itu
Prabu Adimulya Sanghyang Cipta Permana Di Kusumah dengan dua
permaisuri, yaitu Dewi Naganingrum dan Dewi Pangrenyep. Mendekati tibanya
ajal, sang Prabu mengasingkan diri dan kekuasaan diserahkan kepada Patih
Bondan Sarati karena Sang Prabu belum mempunyai anak dari permaisuri
pertama (Dewi Naganingrum). Singkat cerita, dalam memerintah Raja Bondan
hanya mementingkan diri sendiri, sehingga atas kuasa Tuhan Dewi
Naganingrum dianugerahi seorang putera, yaitu Ciung Wanara yang kelak akan
menjadi penerus resmi kerajaan Galuh yang adil dan bijaksana.

Kawasan yang luasnya kurang lebih 25 Ha ini menyimpan berbagai benda-


benda yang diduga mengandung sejarah tentang Kerajaan Galuh yang sebagian
besar berbentuk batu. Batu-batu ini letaknya tidaklah berdekatan tetapi
menyebar dengan bentuknya yang berbeda-beda. Batu-batu ini berada di dalam
sebuah bangunan yang strukturnya terbuat dari tumpukan batu yang bentuknya
hampir sama. Struktur bangunan ini memiliki sebuah pintu sehingga
menyerupai sebuah kamar.
Batu-batu yang ada di dalam struktur bangunan ini memiliki nama dan
menyimpan kisahnya sendiri, begitu pula di beberapa lokasi lain yang berada di
luar struktur batu. Masing-masing nama tersebut merupakan pemberian dari
masyarakat yang dihubungkan dengan kisah atau mitos tentang kerajaan Galuh
seperti ; pangcalikan atau tempat duduk, lambang peribadatan, tempat
melahirkan, tempat sabung ayam dan Cikahuripan.

Situs Karangkamulyan terletak di daerah berhawa sejuk dan telah dilengkapi


dengan areal parkir yang luas dengan pohon-pohon besar. Setelah gerbang
utama, situs pertama yang akan dilewati adalah Pelinggih (Pangcalikan).
Pelinggih merupakan sebuah batu bertingkat-tingkat berwarna putih serta
berbentuk segi empat, termasuk ke dalam golongan Yoni (tempat pemujaan)
yang letaknya terbalik, digunakan untuk altar. Di bawah Yoni tersebut terdapat
beberapa buah batu kecil yang seolah-olah sebagai penyangga, sehingga
memberi kesan seperti sebuah dolmen (kubur batu). Letaknya berada dalam
sebuah struktur tembok yang lebarnya 17,5 x 5 meter.

Tempat yang disebut "Sanghyang Bedil" merupakan suatu ruangan yang


dikelilingi tembok berukuran 6.20 x 6 meter. Tinggi tembok kurang lebih 80
cm. Pintu menghadap ke arah utara, di depan pintu masuk terdapat struktur batu
yang berfungsi sebagai sekat (schutsel). Di dalam ruangan ini terdapat dua buah
menhir yang terletak di atas tanah, masing-masing berukuran 60 x 40 cm dan 20
x 8 cm. Bentuknya memperlihatkan tradisi megalitik. Menurut masyarakat
sekitar, "Sanghyang Bedil" dapat dijadikan pertanda datangnya suatu kejadian,
terutama apabila di tempat itu berbunyi suatu letusan, namun sekarang pertanda
itu sudah tidak ada lagi.

Tempat ini terletak di sebelah selatan dari lokasi "Sanghyang Bedil", kira-kira 5
meter jaraknya, dari pintu masuk yakni berupa ruang terbuka yang letaknya
lebih rendah. Masyarakat sekitar situs menganggap tempat ini merupakan
tempat sabung ayam Ciung Wanara dan ayam raja. Di samping itu merupakan
tempat khusus untuk memlih raja yang dilakukan dengan sistem
demokrasi.[butuh rujukan]

Batu yang disebut sebagai "Lambang Peribadatan" merupakan sebagian dari


kemuncak, tetapi ada juga yang menyebutnya sebagai fragmen candi,
masyarakat menyebutnya sebagai stupa. Bentuknya indah dihiasi oleh pahatan-
pahatan sederhana yang merupakan peninggalan Hindu. Letak batu ini berada di
dalam struktur tembok yang berukuran 3 x 3 m, tinggi 60 cm. Batu kemuncak
ini ditemukan 50 m ke arah timur dari lokasi sekarang. Di tempat ini terdapat
dua unsur budaya yang berlainan yaitu adanya kemuncak dan struktur tembok.
Struktur tembok yang tersusun rapi menunjukkan lapisan budaya megalitik,
sedangkan kemuncak merupakan peninggalan agama Hindu.

Terdiri atas sebuah menhir dan dolmen, letaknya dikelilingi oleh batu bersusun
yang merupakan struktur tembok. Menhir berukuran tinggi 120 cm, lebar 70
cm, sedangkan dolmen berukuran 120 x 32 cm. Menurut cerita, tempat ini
merupakan tempat kelahiran Ciung Wanara. Di tempat itulah Ciung Wanara
dilahirkan oleh Dewi Naganingrum yang kemudian bayi itu dibuang dan
dihanyutkan ke sungai Citanduy. Setelah melahirkan Dewi Naganingrum
bersandar di tempat itu selama empat puluh hari dengan maksud untuk
memulihkan kesehatannya setelah melahirkan.

Di lokasi "Cikahuripan" tidak terdapat tanda-tanda adanya peninggalan


arkeologis. Tetapi merupakan sebuah sumur yang letaknya dekat dengan
pertemuan antara dua sungai, yaitu sungai Ci Tanduy dan sungai Ci Muntur.
Sumur ini disebut "Cikahuripan" karena dianggap berisi air kehidupan (dimana
air dipercaya sebagai lambang kehidupan). Sumur ini merupakan sumur abadi
karena airnya tidak pernah kering sepanjang tahun.

Di lokasi Makam Adipati Panaekan ini tidak terdapat tanda-tanda adanya


peninggalan arkeologis. Tetapi merupakan batu yang berbentuk lingkaran
bersusun tiga, yakni merupakan susunan batu kali. Dipati Panaekan adalah raja
Galuh Gara Tengah yang berpusat di Cineam dan mendapat gelar Adipati dari
Sultan Agung Raja Mataram.

Panggalikan(singgasana) sahyang bedil


Payandaan Gong perdamaian dunia

Patimuan

Disusun oleh : Evangeline Keisha Annabel


Hilda Tri Vania Rahayu

Anda mungkin juga menyukai