Kisah Ciung Wanara merupakan cerita tentang Kerajaan Galuh (zaman sebelum
berdirinya Kerajaan Majapahit dan Pajajaran). Tersebutlah raja Galuh saat itu
Prabu Adimulya Sanghyang Cipta Permana Di Kusumah dengan dua
permaisuri, yaitu Dewi Naganingrum dan Dewi Pangrenyep. Mendekati tibanya
ajal, sang Prabu mengasingkan diri dan kekuasaan diserahkan kepada Patih
Bondan Sarati karena Sang Prabu belum mempunyai anak dari permaisuri
pertama (Dewi Naganingrum). Singkat cerita, dalam memerintah Raja Bondan
hanya mementingkan diri sendiri, sehingga atas kuasa Tuhan Dewi
Naganingrum dianugerahi seorang putera, yaitu Ciung Wanara yang kelak akan
menjadi penerus resmi kerajaan Galuh yang adil dan bijaksana.
Tempat ini terletak di sebelah selatan dari lokasi "Sanghyang Bedil", kira-kira 5
meter jaraknya, dari pintu masuk yakni berupa ruang terbuka yang letaknya
lebih rendah. Masyarakat sekitar situs menganggap tempat ini merupakan
tempat sabung ayam Ciung Wanara dan ayam raja. Di samping itu merupakan
tempat khusus untuk memlih raja yang dilakukan dengan sistem
demokrasi.[butuh rujukan]
Terdiri atas sebuah menhir dan dolmen, letaknya dikelilingi oleh batu bersusun
yang merupakan struktur tembok. Menhir berukuran tinggi 120 cm, lebar 70
cm, sedangkan dolmen berukuran 120 x 32 cm. Menurut cerita, tempat ini
merupakan tempat kelahiran Ciung Wanara. Di tempat itulah Ciung Wanara
dilahirkan oleh Dewi Naganingrum yang kemudian bayi itu dibuang dan
dihanyutkan ke sungai Citanduy. Setelah melahirkan Dewi Naganingrum
bersandar di tempat itu selama empat puluh hari dengan maksud untuk
memulihkan kesehatannya setelah melahirkan.
Patimuan