Anda di halaman 1dari 6

YUPA

Yupa adalah prasasti pertama yang pernah dibuat oleh Kerajaan Kutai, sekaligus menjadi bukti bahwa pernah ada
kerajaan Hindu di Kalimantan. Prasasti Yupa berbentuk tiang batu yang berfungsi untuk mengikat hewan kurban yang
dipersembahkan untuk para dewa. Yupa ditulis dengan bahasa Pallawa, bahasa Sansekerta.

KETOPONG SULTAN

Ketopong Sultan yaitu mahkota raja dari Kerajaan Kutai yang terbuat dari bahan-bahan emas dengan berat 1,98 kg, yang
masih tersimpan rapi di Museum Nasional Jakarta. Mahkota Ketopong Sultan ditemukan sekitar tahun 1890 di daerah
Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Di museum Mulawarman juga terdapat replika Ketopong Sultan. Ketopong ini
berbentuk mahkota brunjungan dan bagian muka berbentuk meru bertingkat. Ketopong ini juga dihiasi dengan motif
spiral yang dikombinasikan dengan motif sulur. Hiasan belakang pada ketopong berbentuk garuda mungkur yang
berhiaskan motif bunga, kijang dan burung.

KURA-KURA EMAS

Saat ini perhiasan yang dulunya digunakan sebagai salah satu bentuk persembahan yang diberikan oleh pangeran asal
Kerajaan China kepada Putri Sultan Kutai yang bernama Aji Bidara Putih ini disimpan Museum Mulawarman.

SINGGASANA SULTAN

Tahta Sultan atau Singgasana Sultan ini pernah dipakai oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sultan Aji Muhammad
Parikesit dan juga beberapa raja Kutai terdahulu. Di atas singgasana Sultan juga dilengkapi spanduk, kelambu dan
pengantin wanita Kutai Keraton. Tahta sultan ini disimpan di Museum Mulawarman.

PRASASTI CIARUTEUN

Prasasti Ciaruteun merupakan batu peringatan yang berasal dari masa Kerajaan Tarumanegara sekitar abad V Masehi
yang ditandai dengan bentuk tapak kaki Raja Purnawarman. Prasasti ini ditulis dengan huruf Palawa berbahasa
Sansekerta, dituliskan dalam bentuk puisi India dengan irama anustubh terdiri dari 4 baris. 

PRASASTI KEBON KOPI

Prasasti Kebonkopi I atau Prasasti Tapak Gajah, merupakan salah satu peninggalan kerajaan Tarumanagara. Prasasti ini
menampilkan ukiran tapak kaki gajah, yang mungkin merupakan tunggangan raja Purnawarman, yang disamakan
dengan gajah Airawata, wahana Dewa Indra.

PRASASTI TUKMAS

Prasasti Tuk Mas, yang juga disebut Prasasti Dakawu, adalah sebuah prasasti yang dipahatkan pada batu alam besar
yang berdiri di dekat suatu mata air, yang ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa
Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang. Adanya Prasasti Tukmas adalah bentuk bukti peninggalan dari Kerajaan Mataram
Kuno. Isi dari prasasti itu dapat dimaknai bahwa batu alam berukuran cukup besar ini berada di dekat sebuah mata air
yang jernih.
CANDI BUBRAH

Candi Bubrah adalah salah satu candi Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, yaitu di
antara Percandian Rara Jonggrang dan Candi Sewu. Secara administratif, candi ini terletak di Dukuh Bener, Desa
Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Dinamakan 'Bubrah' karena keadaan candi ini
rusak (bubrah dalam bahasa Jawa) sejak ditemukan.

CANDI PRAMBANAN

Candi Prambanan atau Candi Roro Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada
abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu dewa Brahma sebagai dewa
pencipta, dewa Wisnu sebagai dewa pemelihara, dan dewa Siwa sebagai dewa pemusnah. Terdapat kisah sendratari
Ramayana pada pertunjukkan Candi Prambanan kini.

CANDI SEWU

Candi Sewu atau Manjusrighra adalah candi Buddha yang dibangun pada abad ke-8 Masehi yang berjarak sekitar
delapan ratus meter di sebelah utara Candi Prambanan. Candi Sewu merupakan kompleks candi Buddha terbesar kedua
setelah Candi Borobudur di Jawa Tengah. Candi ini dikenal dengan nama Candi Sewu. Kata ‘sewu’ artinya seribu dalam
bahasa Jawa. Penamaan candi ini berkaitan erat dengan legenda Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso. Dimana
untuk meminang Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso harus membuat 1000 candi dalam semalam. Namun
berdasarkan prasasti yang ditemukan, nama asli candi ini adalah Prasada Vajrasana Manjusrigrha.

PATUNG AIRLANGGA

Patung Airlangga sendiri berjumlah 2 buah patung, Yang saling berhadapan terpisah oleh jalan-perempatan. Satu patung
garuda mukti menghadap ke arah barat dan satunya lagi menghadap ke arah timur. Dalam kebudayaan Jawa Garuda
mukti merupakan mahluk yang kuat, tangguh, kokoh, serta sakti.  Garuda
Mukti sendiri merupakan tungganggan Bhatara Wisnu. Prabu Airlangga merupakan perwujudan dari Bhatara Wisnu.
Setelah Raja Airlangga wafat tahun 1042, beliau diabadikan ke dalam bentuk patung Bathara Wisnu yang duduk dan
menaiki Garuda Mukti.

ARCA DEWA WISNU

Dewa Wisnu adalah salah satu dewa Trimurti dan dikenal sebagai dewa pemelihara alam semesta. Sering menjelma ke
dunia saat dunia dalam keadaan bahaya untuk menyelamatkan makhluknya, beristrikan Dewi Sri. Kendaraannya adalah
burung garuda.

CANDI SINGASARI

Candi Singasari merupakan candi Hindu - Buddha peninggalan bersejarah dari Kerajaan Singasari yang berlokasi


di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia, sekitar 10 km dari Kota
Malang. Candi ini merupakan tempat pendharmaan bagi raja Singhasari terakhir, Kertanegara, yang meninggal pada
tahun 1292. Candi ini berada pada lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuno pada ketinggian 512m di
atas permukaan laut.
CANDI KIDAL

Candi Kidal dibangun pada 1248 M, setelah upacara pemakaman 'Cradha' untuk Raja Anusapati dari Kerajaan Singasari.
Tujuan pembangunan candi ini adalah untuk mendarmakan Raja Anusapati, agar sang raja dapat mendapat kemuliaan
sebagai Syiwa Mahadewa. Candi Kidal terletak di Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, tepatnya
sekitar 20 km ke arah timur dari kota Malang. 

ARCA RADEN WIJAYA

Arca Raden Wijaya/Harihara ditemukan di Candi Sumberjati, Simping, Blitar, Jawa Timur. Berdasarkan penelitian para
ahli, Candi Sumberjati diduga kuat merupakan candi pendarmaan dari Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309 Masehi),
pendiri Kerajaan Majapahit. Arca yang dipahatkan di batu andesit berbentuk oval ini digambarkan dengan wujud dengan
dua sisi berbeda di kiri dan kanan tubuhnya. Kedua sisi tubuhnya menggambarkan perpaduan antara dewa Wisnu (Hari)
dan Siwa (Hara). Penggambaran ini sesuai dengan kisahnya yang dianggap sebagai Wisnu ketika berhasil
menyelamatkan Singasari dari kehancuran ketika diserang Jayakatwang dan dianggap sebagai Siwa karena dia adalah
penganut Siwa yang taat.

GAPURA WRINGIN LAWANG

Gapura Wringinlawang adalah sebuah gapura peninggalan kerajaan Majapahit abad ke-14 yang berada


di Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Bangunan ini terletak tak jauh
ke selatan dari jalan utama di Jatipasar. Dugaan mengenai fungsi asli bangunan ini mengundang banyak spekulasi, salah
satu yang paling populer adalah gerbang ini diduga menjadi pintu masuk ke kediaman Mahapatih Gajah Mada.

PRASASTI TELAGA BATU

Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur
II, Kota Palembang, Sumatra Selatan, pada tahun 1935.[1] Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No.
D.155. Di bagian atasnya terdapat hiasan 7 (tujuh) ekor kepala ular kobra (Ludai), dan di bagian bawah tengah terdapat
semacam cerat (pancuran) tempat mengalirkan air pemandian. Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf
Pallawa Melayu, dan berbahasa Melayu Kuno. secara garis besar isinya tentang kutukan terhadap siapa saja yang
melakukan kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan tidak taat kepada perintah raja.

CANDI MUARA TAKUS

Candi Muara Takus adalah sebuah situs candi Buddha yang terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII
Koto, Kabupaten Kampar, Riau, Indonesia. Situs ini berjarak kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru. Apabila
dilihat dari bantuk dan struktur Candi Muara Takus yang berupa stupa, candi ini diperkirakan digunakan sebagai tempat
peribadatan dan ritual dari umat Budha saat itu, terutama Budha Mahayana.

CANDI PAWON

Candi Pawon adalah nama sebuah candi, peninggalan Masa Klasik, yang terletak di Dusun Brojonalan, Desa Wanurejo,
Kec. Borobudur, Kabupaten Magelang. Jika sebagian besar candi dibangun sebagai tempat pemujaan atau pun makam
maka Candi Pawon memiliki fungsi yang lain yaitu sebagai tempat penyimpanan senjata. Senjata tersebut dikenal
dengan nama vajranala, yaitu senjata Raja Indra dalam mitologi India yang konon bentuknya serupa halilintar.
CANDI BOROBUDUR

Candi Borobudur diperkirakan dibangun sekitar Abad ke-8 dan ke-9 Masehi di era Dinasti Syailendra yang merupakan
penganut agama Buddha Mahayana. Menurut sejarawan Peter Carey, Candi Borobudur pada masa itu menjadi
monumen agama, sebagai tempat kontemplasi yang juga menggambarkan perjalanan sang Buddha, sekaligus menjadi
simbol hubungan antara raja dan rakyatnya.

LONCENG CAKRA DONYA

Lonceng Cakra Donya adalah lonceng peninggalan Kesultanan Samudera Pasai. Lonceng ini merupakan hadiah


dari Laksamana Cheng Ho dalam kunjungannya ke Nusantara pada tahun 1414 Masehi. Lonceng Cakra Donya
merupakan hadiah persahabatan antara Kesultanan Samudera Pasai dan Kaisar Tiongkok. Lonceng Cakra Donya
berbentuk stupa.

DIRHAM

Samudera Pasai merupakan kerajaan makmur yang telah mengeluarkan mata uang sebagai alat pembayaran, yaitu uang
dirham yang terbuat dari emas. Dirham Kerajaan Samudera Pasai pertama kali dikeluarkan pada periode pemerintahan
raja keduanya, yaitu Sultan Muhammad Malik Al Zahir. Koin berbahan emas yang menjadi alat pembayaran ini
kemudian diperkenalkan oleh orang-orang kerajaan kepada bandar perdagangan di nusantara, seperti bandar Malaka.

PINTO KHOP

Pinto Khop adalah salah satu situs Peninggalan Purbakala atau peninggalan sejarah Aceh tempo dulu pada masa
Kerajaan Sultan Iskandar muda abad ke – XVI, yang terletak pada bagian barat atau di belakang Pendopo Gubernur
saaat ini, yang posisinya di kelurahan Sukaramai Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh. Pintu khop dibangun oleh
Sultan Iskandar Muda pada masa kejaaanya yang dipergunakan sebagai pintu penghubung antara Istana dengan taman
sari Gunongan atau Taman Gairah terletak di halaman istana bagian belakang.

BENTENG INDRAPATARA

Benteng Indrapatara merupakan salah satu benteng yang berada di pesisir utara Aceh. Selain benteng ini, di sepanjang
pesisir pantai utara juga terdapat beberapa benteng lain, misalnya Benteng Iskandar Muda, Benteng Kuta Lubok, serta
Benteng Inong Balee. Pada awal dibangun, kemungkinan besar benteng ini difungsikan sebagai tempat ibadah atau
kegiatan ritual keagamaan dan tempat bermukim raja beserta keluarga dan pembesar istana. Setelah pengaruh Islam
masuk, benteng mengalami perubahan fungsi menjadi benteng pertahanan.

PINTU BLEDEG

Pintu penangkal petir alias Lawang Bledeg di Masjid Agung Demak, Jawa Tengah, memiliki makna mendalam. Pintu yang
berada di dalam Museum Masjid Agung Demak ini begitu istimewa dan sakral. Pintu ini terbuat dari kayu jati dengan
ornamen ukiran cantik bergambar dua kepala naga. Konon, ukiran di pintu ini adalah gambar petir yang ditangkap Ki
Ageng Selo. Kesaktiannya dipercaya sebagai mitos bahwa tidak ada petir di Demak.

PIRING CAMPA

Piring Campa adalah piring khusus yang dibuat pada Kerajaan Demak untuk dipasang sebagai dekorasi di dalam
bangunan Masjid Agung Demak. Piring Campa yang ada di dalam Masjid Agung Demak terdapat 65 piring porselen yang
dipasang di dinding-dinding masjid. Lempengan piring ini adalah hadiah dari Putri Campa, ibu dari raja Kerajaan Demak,
Raden Patah.
MERIAM KI AMUK

Meriam Ki Amuk adalah sebuah Meriam kuno milik Kesultanan Banten yang saat ini berada di depan Mesjid Agung
Banten Provinsi Banten. Meriam Ki Amuk konon dulu dipergunakan untuk menjaga Pelabuhan Karanghantu yang berada
di Teluk Banten. Meriam Si Jagur yang di halaman Museum Fatahillah Jakarta adalah "kembaran" dari Meriam Ki Amuk.

KERKHOFF

Kata kerkhoff merupakan bahasa Belanda, yang jika dipecah menjadi dua suku kata maka kerk berarti gereja
dan hoff adalah halaman. Menjadi tradisi orang Belanda yang mayoritas Kristen, menguburkan keluarganya di samping
gereja. Lambat laun, kata kerkhoff menjadi sebutan untuk kuburan atau permakaman.

BENTENG TORRE

Benteng Torre memang tak lepas dari penjajah Portugis. Letaknya di Soa Sio, Kota Tidore, Kep.Provinsi Maluku Utara,
Indonesia. Dibangun pada tahun 1578 oleh Portugis yang mendapat izin dari Sultan Gapi Baguna. Namanya yang kerap
disapa “Torre” pun kemungkinan diambil dari nama Kapten Portugis pada saat itu. Yaitu, De La Torre. Konon katanya,
benteng ini digunakan untuk melihat kapal-kapal yang hendak menyerang markas Portugis pada waktu itu karena
letaknya berdekatan dengan Kedaton Kie Kerajaan Tidore.

BENTENG TAHULA

Tidak jauh dari Kedaton Tidore dan pusat kota tepatnya di desa Soa Siu, berdiri sebuah benteng Benteng Tahula
namanya. Benteng Tahula adalah salah satu benteng buatan Spanyol yang berada di Pulau Tidore. Benteng Tahula atau
Tohula yang berarti Kota Hula merupakan benteng pertahanan yang dibangun oleh Spanyol ketika menduduki wilayah
Tidore di awal abad ke-16. 

BENTENG TOLUKO

Benteng yang awalnya dikenal dengan nama Tolukko dan kemudian lebih dikenal dengan nama Benteng Hollandia ini
dibangun pada tahun 1540 oleh Francisco Serrao, seorang panglima Portugis. Ada yang mengatakan bahwa nama
Tolukko merupakan nama dari penguasa kesepuluh Kesultanan Ternate yang bernama Kecil Tolukko. Namun karena
sultan ini baru memerintah pada tahun 1692, maka kecil kemungkinan nama tersebut diberikan mengikuti nama
sultan.Benteng ini juga dijadikan sebagai tempat untuk menggiring rakyat yang melarikan diri dari serangan Spanyol
agar mau kembali tinggal di tempat ini. Saat itu sebagian besar rakyat melarikan diri ke Benteng Malayo.

MAHKOTA SULTAN TERNATE

Stampa adalah mahkota Sultan Ternate. Mahkota ini sudah dipakai sejak Sultan Ternate pertama, yaitu Baab Mansyur
Malamo hingga hari ini. Stampa tidak setiap hari digunakan oleh Sultan Ternate. Mahkota hanya digunakan sekali pada
saat sultan akan dilantik. Jika tidak dipakai, mahkota ini disimpan di Keraton Kesultanan Ternate.

MAKAM SULTAN HASANUDDIN

Makam Sultan Hasanuddin merupakan kompleks pemakaman yang berada di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba


Opu, Kabupaten Gowa. Situs ini berada di puncak Bukit Tamalate dengan luas 2.352 m². Di kompleks ini terdapat 24
situs pemakaman raja-raja dari Kerajaan Gowa yang sudah ada sebelum masa islamisasi di Sulawesi Selatan. 
BENTENG FORT ROTTERDAM

Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo.
Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan. ama asli benteng ini adalah
Benteng Ujung Pandang, biasa juga orang Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua
yang merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa-Tallo akhirnya menandatangani perjanjian
Bungayya yang salah satu pasalnya mewajibkan Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng ini kepada Belanda. 

MAHKOTA RAJA GOWA

Mahkota Salokoa merupakan benda kebesaran (kalompoang) atau benda Kekuasaan (Gaukang) utama dari Kerajaan
Gowa yang berfungsi sebagai atribut legitimasi sebagai seorang Raja (Somba) yang berkuasa. Sebagai benda pusaka
mahkota yang berlapiskan dengan emas dan disakralkan oleh masyarakat Gowa. Karena di anggap bahwa leluhur
mereka bersemayam atau tidur dalam benda tersebut. Selain Salokoa berlapis emas, mahkota raja ini juga memiliki
sejumlah perhiasan emas dibeberapa bagiannya, sehingga tampak indah.

Anda mungkin juga menyukai