Arkeologi
Keunikan Candi Jawi adalah adanya relief di dindingnya. Sayangnya,
relief ini belum bisa dibaca. Bisa jadi karena pahatannya yang terlalu
tipis, atau karena kurangnya informasi pendukung, seperti
dari prasasti atau naskah. Negarakertagama yang secara jelas
menceritakan candi ini tidak menyinggung sama sekali soal relief
tersebut. Berbeda dengan relief di Candi Jago dan Candi
Penataran yang masih jelas. Salah satu fragmen yang ada pada
dinding candi, menggambarkan sendiri keberadaan candi Jawi
tersebut beserta beberapa bangunan lain disekitar candi. Tampak Jelas
pada fragmen tersebut pada sisi timur dari candi terdapat candi
perwarasebanyak tiga buah, tetapi sayang sekali kondisi ketiga
perwara tersebut saat ini bisa dibilang rata dengan tanah. demikan
juga di fragmen tersebut terlihat jelas bahwa terdapat candi
bentar yang merupakan pintu gerbang candi, terletak sebelah barat.
Sisa-sisa bangunan tersebut memang masih ada, tetapi bentuknya
lebih mirip onggokan batu bata, karena memang gerbang candi
tersebut dibangun dari batu bata merah.
Di samping relief yang terletak dibagian dinding candi, terdapat pula
relief lain yang terletak di bagian dalam candi. Terletak tepat dibagian
tengah candi yang merupakan bagian tertinggi dari bagian dalam
candi, terdapat sebuah relief Dewa Surya yang terpahat jelas.
Keunikan lain dari Candi Jawi adalah batu yang dipakai sebagai
bahan bangunannya terdiri dari dua jenis. Bagian bawah terdiri dari
batu hitam, sedangkan bagian atas batu putih. Sehingga timbul dugaan
bahwa bisa jadi candi ini dibangun dalam dua periode yang berbeda
teknik bangunan
Sejarah menurut nagarakertagama
Nagarakertagama menyebut candi ini dengan nama Jajawa yang
dikunjungi Raja Majapahit Prabu HayamWuruk sekitar tahun 1359
Masehi. Sang Raja singgah di candi ini untuk memberikan
penghormatan dan persembahan untuk memuliakan kakek buyutnya
Prabu Kertanegara.[2] Negarakertagama menyebutkan, di dalam bilik
candi terdapat arca Siwa. Di atasnya arca Siwa terdapat arca Maha
Aksobhya yang kini telah hilang. Ada sejumlah arca bersifat Siwa,
seperti Nandiswara, Durga, Ganesa, Nandi, dan Brahma.
Kakawin Negarakertagama menyebutkan bahwa pada
saat candrasengkala atau pada tahun Api Memanah Hari (1253 Saka)
candi itu disambar petir. Saat itulah arca Maha Aksobaya raib.
Dikisahkan Raja Majapahit Prabu HayamWuruk yang mengunjungi
candi itu kemudian bersedih atas hilangnya arca tersebut. Walaupun
telah ditemukan arca Maha Aksobaya yang kini disimpan di Taman
Apsari, depan Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa
Timur, yang kemudian dikenal dengan Patung Joko Dolog, arca ini
bukan berasal dari Candi Jawi.
Ditulis bahwa setahun setelah Candi Jawi disambar petir, telah
dilakukan pembangunan kembali. Pada masa inilah diperkirakan
penggunaan batu putih. Namun, asal batu putih tersebut masih
dipertanyakan, karena kawasan yang termasuk kaki Gunung
Welirang kebanyakan berbatu hitam, dan batu putih hanya sering
dijumpai di daerah pesisir utara Jawa atau Madura.
Sampai saat ini, para ahli belum bisa membaca relief yang menghiasi
dinding luar tubuh Candi Jawi. Selain reliefnya sudah pudar karena
terlalu tipis, para ahli masih kesulitan menghubungkan gambar relief
yang ada dengan kitab atau prasasti yang ditemukan.
Showall
Jawa timur
Jalan-jalan
Relief candi jawi
Pasuruan
Sejarah candi
Misteri candi
ARTIKEL TERKAIT
Masjid Indrapuri, Sekilas Mirip Candi
AngkorWat, Candi Terbesar di Dunia
Siapa yang Membuat Candi Borobudur?
Bagaimana Cara Membangun Candi Borobudur?
GridNetwork
AdjarBoboBolanasBolasportBolaStyloCerdasBelanjaCewekBangetFo
tokitaGridFameGridGamesGridHealthGridHotGridMotorGridPopGri
dStarGrid.IDGridotoHaiHItsHypeiDEAInfo
KomputerIntisariJip.co.idJuaraKidsKitchenesiaMakeMacMotorplusN
akitaNational
GeographicNextrenNovaOtofemaleOtomania.comOtomotifnet.comOt
oraceOtosekenParapuanSajian
SedapSosokSportfeatStyloSuarSuperBallVideoWikenGridvoiceGRID
StoryFactoryKG Media
AboutUsEditorialManagementPrivacyPedoman Media SiberContact
Us
Arsitektur Unik
Dinding candi (c) Fitri Nur Aviva/Travelingyuk
Candi ini mengusung gaya arsitektur cukup menawan. Alih-alih
disusun dari batu bata andesit, strukturnya terdiri dari susunan batu
bata merah. Bangunannya total memiliki empat lantai, dengan bentuk
meruncing namun atap tumpul. Karena ini, bangunan kuno ini tampak
seperti terbelah di bagian atas.
Untuk mencapai pintu masuk ini, terdapat sebuah tangga yang cukup
lebar dan menjorok ke barat. Sayangnya, fasilitas ini sudah sedikit
hancur sehingga sulit ditapaki.
Peraturan Berkunjung
Papan peraturan (c) Fitri Nur Aviva/Travelingyuk
Selama berada di candi ini, ada beberapa aturan yang harus Teman
Traveler taati. Beberapa di antaranya seperti menjaga kesopanan dan
ikut memelihara kebersihan serta kondisi lingkungan di sekitar candi.
Jangan sampai melanggar kecuali kalian ingin kena denda atau sanksi.
Tags
kontributor Pasuruan Travelingyuk wisata pasuruan
Share
Nuril Azizah
17 Jam Yang Lalu
Lalu, jalur sikunang memiliki tanjakan cukup terjal namun bisa cepat
sampai dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Selain itu ada jalur
pulosari, jalur deroduwur, dan jalur maron.
Puncak Gunung Bismo
Ilustrasi via instagram gunungbismo
Selanjutnya Teman Traveler setelah sampai di puncak Hastinapura
akan disuguhkan pemandangan Gunung Sumbing, Gunung Sindoro,
Gunung Prau yang gagah serta Telaga Menjer di bawahnya. Suasana
saat sunrise begitu indah apalagi awan-awan berkumpul seakan
berada di atas awan.
Tags
Gunung Bismo Jawa Tengahwisata gunung di jawatengahWisata
Gunung di Wonosobo Wonosobo
Pemandian ini berbentuk kolam empat persegi yang mendapat
pasokan air dari sungai kecil yang berada di sisi selatan Dinding
sebelah barat dan selatan mengepras lereng tebing dan dibentuk
relung-relung yang diberi jaladwara, tempat air memancur. Pada
dinding sisi barat terdapat dua relung besar yang mengapit satu relung
keci. Dua relung besar terdapat dua arca jaladwara, berwujud Dewi
Sri dan Dewi Lakshmi. Dari sepasang payudara arca
Lakshmiterpancur air; inilah yang menyebabkan situs ini disebut
sebagai Candi Sumbertetek[1]. Relung di tengah kosong, namun
diperkirakan pernah dipasang arca Wishnu, sebagai dewa yang
merupakan suami kedua dewi yang sudah disebut dalam mitologi
Hindu.
Pada sisi selatan, di atas petirtaan, berdiri satu kronogram berwujud
arca yang dapat ditafsirkan sebagai tahun 931 Saka, atau 1009 M. Bila
dikaitkan dengan angka tahun yang tertulis di kompleks Petirtaan
Jolotundo (991 M), Petirtaan Belahan diperkirakan dibangun pada
masa pemerintahan raja yang sama; kemungkinan adalah
Raja Dharmawangsa Teguh, atau mungkin lebih awal lagi
(MpuSindok).
Dari sisi geografi, letak Petirtaan Belahan dan Petirtaan Jalatunda
mengapit Gunung Pawitra, yang menurut mitologi Jawa adalah
puncak dari gunung mulia Mahameru. Oleh karena itu, diperkirakan
kedua petirtaan merupakan bagian dari satu rangkaian proses
peribadatan.
Di dekat petirtaan Belahan juga ditemukan dua gapura dan sisa
struktur bata yang diduga merupakan sisa kompleks pertapaan
kuno. Prasasti Cunggrang dari masa MpuSindok, yang ditemukan di
dekat Petirtaan Belahan, telah menyinggung adanya suatu tempat
"pertapaan yang menghadap jurang". Semua ini membentuk suatu
kompleks situs arkeologi.
Pariwisata
Tagar:
Jawa Timur, Pariwisata
Tepat di bawah arca Prabu Airlangga terdapat dua arca unik yang
menggambarkan dua permaisuri, Dewi Laksmi dan Dewi Sri
Keunikan kedua arca tersebut terletak pada sumber mata air yang
keluar dari payudara merupakan simbol amarta, air yang dipercaya
mampu memberikan kekuatan
Tepat di bawah arca Prabu Airlangga terdapat dua arca unik yang
menggambarkan dua permaisuri, Dewi Laksmi dan Dewi Sri.
Keunikan kedua arca tersebut terletak pada sumber mata air yang
keluar dari payudara. Mata air dari payudara ini merupakan
simbol amarta, air yang dipercaya mampu memberikan kekuatan,
penyembuhan, dan bagi yang meminum airnya, dapat memberikan
khasiat awet muda. Meski Jawa Timur dilanda musim kemarau
berkepanjangan, air dari petirtaan Candi Belahan tetap mengalir dan
jatuh ke kolam berukuran 4×10 meter yang berada tepat di bawahnya.
Sebenarnya ada 3 buah arca di dinding kolam ini, relung kosong yang
ada di tengah dulunya adalah letak dari Arca Dewa Wisnu yang
menunggang Garuda. Arca itu adalah salah satu jelmaan Raja
Airlangga, sedangkan 2 arca wanita di sampingnya adalah
penggambaran 2 permaisurinya.
Sementara itu di sisi kiri terdapat lagi sebuah arca wanita yang
merupakan perwujudan salah satu permaisuri Raja Airlangga yang
lainnya, yaitu Dewi Laksmi. Sayangnya pada arca ini sudah tidak
mengeluarkan pancuran air lagi. Walaupun begitu keadaan arca masih
terawat dengan baik.