Anda di halaman 1dari 17

Candi Prambanan 

(bahasa Jawa: ꦕꦤ꧀ꦝꦶꦥꦿꦩ꧀ꦧꦤꦤ꧀, translit. Candhi Prambanan)


adalah kompleks candi Hindu (Syaiwa) terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9
Masehi. Candi yang juga disebut sebagai Rara Jonggrang ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga
dewa utama Hindu yaitu dewa Brahma sebagai dewa pencipta, dewa Wisnu sebagai dewa
pemelihara, dan dewa Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli
kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah Siwa'), dan
memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga
meter, dikarenakan aliran Syaiwa yang mengutamakan pemujaan dewa Siwa di candi ini.

Kompleks percandian Prambanan secara keseluruhan terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta,


tetapi pintu administrasinya terletak di Jawa Tengah. Hal ini yang membuat Candi Prambanan
terletak di 2 tempat yakni di Bokoharjo, Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,[1][2] dan
di Tlogo, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, atau kurang lebih 17 kilometer timur laut dari kota
Jogja, 50 kilometer barat daya dari kota Surakarta dan 120 kilometer selatan dari kota Semarang,
persis di perbatasan antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.[3]

Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia,
sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan
ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama
memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang
lebih kecil.[4] Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya
tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.[5]

Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai
Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, pada masa kerajaan
Medang Mataram.

Etimologi
Nama Prambanan, berasal dari nama desa tempat candi ini berdiri, diduga merupakan perubahan
nama dialek bahasa Jawa dari istilah teologi Hindu Para Brahman yang bermakna "Brahman
Agung" yaitu Brahman atau realitas abadi tertinggi dan teragung yang tak dapat digambarkan, yang
kerap disamakan dengan konsep Tuhan dalam agama Hindu. Pendapat lain menganggap Para
Brahman mungkin merujuk kepada masa jaya candi ini yang dahulu dipenuhi oleh para brahmana.
Pendapat lain mengajukan anggapan bahwa nama "Prambanan" berasal dari akar
kata mban dalam Bahasa Jawa yang bermakna menanggung atau memikul tugas, merujuk kepada
para dewa Hindu yang mengemban tugas menata dan menjalankan keselarasan jagat.
Nama lain dari Prambanan dapat berarti 5 (lima) gunung yang dalam bahasa Khmer/Kamboja 5
(lima) adalah Pram dan banam adalah gunung (ប្រាំភ្នំ). Hal ini menggambarkan 5 puncak gunung
dari Himalaya di India. Mengingat pada saat yang sama dalam kronik Khmer bahwa Bangsa Jawa
pernah menjajah Khmer selama 200 tahun dan Jayawarman ke 2 yang pernah di Jawa merupakan
pahlawan yang membebaskan Khmer dari dominasi Jawa.

Nama asli kompleks candi Hindu ini adalah nama dari Bahasa Sanskerta; Siwagrha (Rumah Siwa)
atau Siwalaya (Alam Siwa), berdasarkan Prasasti Siwagrha yang bertarikh 778 Saka (856
Masehi). Trimurti dimuliakan dalam kompleks candi ini dengan tiga candi utamanya
memuliakan Brahma, Siwa, dan Wisnu. Akan tetapi Siwa Mahadewa yang menempati ruang utama
di candi Siwa adalah dewa yang paling dimuliakan dalam kompleks candi ini.

J. Gronemen (1887) berpendapat bahwa nama Prambanan berasal dari kata ramban:


mengumpulkan dedaunan (untuk keperluan rumah tangga atau obat-obatan), [pra-
ramban-an] masih menjadi tempat, lazimnya di hutan, di mana dedaunan itu diramu.
Penjelasan seperti ini mengenai nama puning-puning reruntuhan itu, yang niscaya
pada satu kesempatan ditemukan di hutan seperti itu, juga termuat dalam kamus
yang disusun Roorda; [sebuah penjelasan] yang begitu sederhana dan alamiah
sehingga kita tidak perlu mencari penjelasan yang lain." (Groneman 1887:1427


dalam Jordaan, 1996)[6]

Sejarah
Prambanan adalah candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah dibangun di Jawa kuno,
pembangunan candi Hindu kerajaan ini dimulai oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan sebagai tandingan
candi Buddha Borobudur dan juga candi Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa
sejarawan lama menduga bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali
berkuasanya keluarga Sanjaya atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan
yang saling bersaing; yaitu wangsa Sanjaya penganut Hindu dan wangsa Sailendra penganut
Buddha. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa Hinduisme aliran Saiwa kembali
mendapat dukungan keluarga kerajaan, setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih
mendukung Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih fokus
dukungan keagamaannya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.
Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara
berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Sri Maharaja Dyah
Balitung Maha Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini
dibangun untuk memuliakan dewa Siwa, dan nama asli bangunan ini dalam bahasa Sanskerta
adalah Siwagrha (Sanskerta:Shiva-grha yang berarti: 'Rumah Siwa')
atau Siwalaya (Sanskerta:Shiva-laya yang berarti: 'Ranah Siwa' atau 'Alam Siwa'). [7] Dalam prasasti
ini disebutkan bahwa saat pembangunan candi Siwagrha tengah berlangsung, dilakukan juga
pekerjaan umum perubahan tata air untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai
yang dimaksud adalah sungai Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat
kompleks candi Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok
melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga erosi sungai dapat
membahayakan konstruksi candi. Proyek tata air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai
baru yang memotong lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang dinding barat di luar
kompleks candi. Bekas aliran sungai asli kemudian ditimbun untuk memberikan lahan yang lebih
luas bagi pembangunan deretan candi perwara (candi pengawal atau candi pendamping).

Beberapa arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang utama) dalam candi Siwa


sebagai candi utama merupakan arca perwujudan raja Balitung, sebagai arca pedharmaan
anumerta dia.[8]

Kompleks bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram
berikutnya, seperti raja Sri Maharaja Dyah Daksa dan Sri Maharaja Dyah Tulodong, dan diperluas
dengan membangun ratusan candi-candi tambahan di sekitar candi utama. Karena kemegahan
candi ini, candi Prambanan berfungsi sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat digelarnya
berbagai upacara penting kerajaan. Pada masa puncak kejayaannya, sejarawan menduga bahwa
ratusan pendeta brahmana dan murid-muridnya berkumpul dan menghuni pelataran luar candi ini
untuk mempelajari kitab Weda dan melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara
pusat kerajaan atau keraton kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat Prambanan
di Dataran Kewu.

Ditelantarkan
Sekitar tahun 930-an, ibu kota kerajaan berpindah ke Jawa Timur oleh Sri Maharaja Mpu Sindok,
yang mendirikan Wangsa Dinasti Isyana. Penyebab kepindahan pusat kekuasaan ini tidak diketahui
secara pasti. Akan tetapi sangat mungkin disebabkan oleh letusan hebat Gunung Merapi yang
menjulang sekitar 20 kilometer di utara candi Prambanan. Kemungkinan penyebab lainnya adalah
peperangan dan perebutan kekuasaan. Setelah perpindahan ibu kota, candi Prambanan mulai
telantar dan tidak terawat, sehingga pelan-pelan candi ini mulai rusak dan runtuh.

Bangunan candi ini diduga benar-benar runtuh akibat gempa bumi hebat pada abad ke-16.
Meskipun tidak lagi menjadi pusat keagamaan dan ibadah umat Hindu, candi ini masih dikenali dan
diketahui keberadaannya oleh warga Jawa yang menghuni desa sekitar. Candi-candi
serta arca Durga dalam bangunan utama candi ini mengilhami dongeng rakyat Jawa yaitu
legenda Rara Jonggrang. Setelah perpecahan Kesultanan Mataram pada tahun 1755, reruntuhan
candi dan sungai Opak di dekatnya menjadi tanda pembatas antara wilayah Kesultanan
Yogyakarta (Jogja) dan Kasunanan Surakarta (Solo)

Penemuan kembali
Masyarakat sekitar candi sudah mengetahui keberadaan candi ini. Akan tetapi mereka tidak tahu
latar belakang sejarah sesungguhnya, siapakah raja dan kerajaan apa yang telah membangun
monumen ini. Sebagai hasil imajinasi, rakyat setempat menciptakan dongeng lokal atau dongeng
rakyat untuk menjelaskan asal-mula keberadaan candi-candi ini; diwarnai dengan kisah fantastis
mengenai raja raksasa, ribuan candi yang dibangun oleh makhluk halus jin dan dedemit hanya
dalam tempo satu malam, serta putri cantik yang dikutuk menjadi arca. Legenda mengenai candi
Prambanan dikenal sebagai kisah Rara Jonggrang.

Pada tahun 1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang berkebangsaan Belanda. Candi ini
menarik perhatian dunia ketika pada masa pendudukan Britania atas Jawa. Ketika itu Colin
Mackenzie, seorang surveyor bawahan Sir Thomas Stamford Raffles, menemukan candi ini.
Meskipun Sir Thomas kemudian memerintahkan penyelidikan lebih lanjut, reruntuhan candi ini tetap
telantar hingga berpuluh-puluh tahun. Penggalian tak serius dilakukan sepanjang 1880-an yang
sayangnya malah menyuburkan praktik penjarahan ukiran dan batu candi. Kemudian pada tahun
1855 Jan Willem IJzerman mulai membersihkan dan memindahkan beberapa batu dan tanah dari
bilik candi. Beberapa saat kemudian Isaäc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan
batu-batu candi tersebut ditumpuk secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak. Arca-arca dan
relief candi diambil oleh warga Belanda dan dijadikan hiasan taman, sementara warga pribumi
menggunakan batu candi untuk bahan bangunan dan fondasi rumah.
Pemugaran
Pemugaran dimulai pada tahun 1918, akan tetapi upaya serius yang sesungguhnya dimulai pada
tahun 1930-an. Pada tahun 1902-1903, Theodoor van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh.
Pada tahun 1918-1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige Dienst) di bawah P.J.
Perquin dengan cara yang lebih sistematis sesuai kaidah arkeologi. Sebagaimana diketahui para
pendahulunya melakukan pemindahan dan pembongkaran beribu-ribu batu secara sembarangan
tanpa memikirkan adanya usaha pemugaran kembali. Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan hingga
akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 digantikan oleh Ir. V.R. van Romondt hingga
pada tahun 1942 dan kemudian diserahkan kepemimpinan renovasi itu kepada putra Indonesia dan
itu berlanjut hingga tahun 1993.[9]

Upaya restorasi terus menerus dilakukan bahkan hingga kini. Pemugaran candi Siwa yaitu candi
utama kompleks ini dirampungkan pada tahun 1953 dan diresmikan oleh Presiden pertama
Republik Indonesia Sukarno. ada bagian candi yang direstorasi, menggunakan batu baru, karena
batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi hanya akan
direstorasi apabila minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu, banyak candi-candi kecil yang
tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya saja.

Kini, candi ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO, status ini
diberikan UNESCO pada tahun 1991. Kini, beberapa bagian candi Prambanan tengah direstorasi
untuk memperbaiki kerusakan akibat gempa Yogyakarta 2006. Gempa ini telah merusak sejumlah
bangunan dan patung.

Peristiwa kontemporer
Pada awal tahun 1990-an pemerintah memindahkan pasar dan kampung yang merebak secara liar
di sekitar candi, menggusur kawasan perkampungan dan sawah di sekitar candi, dan memugarnya
menjadi taman purbakala. Taman purbakala ini meliputi wilayah yang luas di tepi jalan raya
Surakarta-Jogja di sisi selatannya, meliputi seluruh kompleks candi Prambanan, termasuk Candi
Lumbung, Candi Bubrah, dan Candi Sewu di sebelah utaranya. Pada tahun 1992 Pemerintah
Indonesia membentuk badan usaha milik negara, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan,
dan Ratu Boko. Badan usaha ini bertugas mengelola taman wisata purbakala di Borobudur,
Prambanan, Ratu Boko, serta kawasan sekitarnya. Prambanan adalah salah satu daya tarik wisata
terkenal di Indonesia yang banyak dikunjungi wisatawan dalam negeri ataupun wisatwan
mancanegara.

Tepat di seberang sungai Opak dibangun kompleks panggung dan gedung pertunjukan Trimurti
yang secara rutin menggelar pertunjukan Sendratari Ramayana. Panggung terbuka Trimurti tepat
terletak di seberang candi di tepi Barat sungai Opak dengan latar belakang Candi Prambanan yang
disoroti cahaya lampu. Panggung terbuka ini hanya digunakan pada musim kemarau, sedangkan
pada musim penghujan, pertunjukan dipindahkan di panggung tertutup. Tari Jawa Wayang
orang Ramayana ini adalah tradisi adiluhung keraton Jawa yang telah berusia ratusan tahun,
biasanya dipertunjukkan di keraton dan mulai dipertunjukkan di Prambanan pada saat bulan
purnama sejak tahun 1960-an. Sejak saat itu Prambanan telah menjadi daya tarik wisata budaya
dan purbakala utama di Indonesia.

Setelah pemugaran besar-besaran tahun 1990-an, Prambanan juga kembali menjadi pusat ibadah
agama Hindu di Jawa. Kebangkitan kembali nilai keagamaan Prambanan adalah karena terdapat
cukup banyak masyarakat penganut Hindu, baik pendatang dari Bali atau warga Jawa yang kembali
menganut Hindu yang bermukim di Yogyakarta, Klaten dan sekitarnya. Tiap tahun warga Hindu dari
provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta berkumpul di candi Prambanan untuk menggelar upacara
pada hari suci Galungan, Tawur Kesanga, dan Nyepi.[10][11]

Pada 27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 5,9 pada skala Richter (sementara United States


Geological Survey melaporkan kekuatan gempa 6,2 pada skala Richter) menghantam
daerah Bantul dan sekitarnya. Gempa ini menyebabkan kerusakan hebat terhadap banyak
bangunan dan kematian pada penduduk sekitar. Gempa ini berpusat pada patahan tektonik Opak
yang patahannya sesuai arah lembah sungai Opak dekat Prambanan. Salah satu bangunan yang
rusak parah adalah kompleks Candi Prambanan, khususnya Candi Brahma. Foto awal menunjukkan
bahwa meskipun kompleks bangunan tetap utuh, kerusakan cukup signifikan. Pecahan batu besar,
termasuk panil-panil ukiran, dan kemuncak wajra berjatuhan dan berserakan di atas tanah. Candi-
candi ini sempat ditutup dari kunjungan wisatawan hingga kerusakan dan bahaya keruntuhan dapat
diperhitungkan. Balai arkeologi Yogyakarta menyatakan bahwa diperlukan waktu berbulan-bulan
untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang diakibatkan gempa ini.[12][13] Beberapa minggu
kemudian, pada tahun 2006 situs ini kembali dibuka untuk kunjungan wisata. Pada tahun 2008,
tercatat sejumlah 856.029 wisatawan Indonesia dan 114.951 wisatawan mancanegara mengunjungi
Prambanan. Pada 6 Januari 2009 pemugaran candi Nandi selesai. [14] Pada tahun 2009, ruang dalam
candi utama tertutup dari kunjungan wisatawan atas alasan keamanan.
Kompleks candi
Pintu masuk ke kompleks bangunan ini terdapat di keempat arah penjuru mata angin, akan tetapi
arah hadap bangunan ini adalah ke arah timur, maka pintu masuk utama candi ini adalah gerbang
timur. Kompleks candi Prambanan terdiri dari:

1. 3 Candi Trimurti: candi Siwa, Wisnu, dan Brahma


2. 3 Candi Wahana: candi Nandi, Garuda, dan Angsa
3. 2 Candi Apit: terletak antara barisan candi-candi Trimurti dan candi-candi Wahana di sisi
utara dan selatan
4. 4 Candi Kelir: terletak di 4 penjuru mata angin tepat di balik pintu masuk halaman dalam
atau zona inti
5. 4 Candi Patok: terletak di 4 sudut halaman dalam atau zona inti
6. 224 Candi Perwara: tersusun dalam 4 barisan konsentris dengan jumlah candi dari barisan
terdalam hingga terluar: 44, 52, 60, dan 68

Maka terdapat total 240 candi di kompleks Prambanan.

Aslinya terdapat 240 candi besar dan kecil di kompleks Candi Prambanan. [15] Tetapi kini hanya
tersisa 18 candi; yaitu 8 candi utama dan 8 candi kecil di zona inti serta 2 candi perwara. Banyak
candi perwara yang belum dipugar, dari 224 candi perwara hanya 2 yang sudah dipugar, yang
tersisa hanya tumpukan batu yang berserakan. Kompleks candi Prambanan terdiri atas tiga zona;
pertama adalah zona luar, kedua adalah zona tengah yang terdiri atas ratusan candi, ketiga adalah
zona dalam yang merupakan zona tersuci tempat delapan candi utama dan delapan kuil kecil.

Penampang denah kompleks candi Prambanan adalah berdasarkan lahan bujur sangkar yan terdiri
atas tiga bagian atau zona, masing-masing halaman zona ini dibatasi tembok batu andesit. Zona
terluar ditandai dengan pagar bujur sangkar yang masing-masing sisinya sepanjang 390 meter,
dengan orientasi Timur Laut - Barat Daya. Kecuali gerbang selatan yang masih tersisa, bagian
gerbang lain dan dinding candi ini sudah banyak yang hilang. Fungsi dari halaman luar ini secara
pasti belum diketahui; kemungkinan adalah lahan taman suci, atau kompleks asrama Brahmana dan
murid-muridnya. Mungkin dulu bangunan yang berdiri di halaman terluar ini terbuat dari bahan kayu,
sehingga sudah lapuk dan musnah tak tersisa.

Candi Prambanan adalah salah satu candi Hindu terbesar di Asia Tenggara selain Angkor Wat. Tiga
candi utama disebut Trimurti dan dipersembahkan kepadantiga dewa utama Trimurti: Siwa sang
Penghancur, Wisnu sang Pemelihara dan Brahma sang Pencipta. Di kompleks candi ini Siwa lebih
diutamakan dan lebih dimuliakan dari dua dewa Trimurti lainnya. Candi Siwa sebagai bangunan
utama sekaligus yang terbesar dan tertinggi, menjulang setinggi 47 meter.

Candi Siwa

Candi Siwa, candi utama di kompleks candi Prambanan yang dipersembahkan untuk dewa Siwa.

Arca Durga Mahisasuramardini di ruang utara candi Siwa.

Halaman dalam adalah zona paling suci dari ketiga zona kompleks candi. Pelataran ini ditinggikan
permukaannya dan berdenah bujur sangkar dikurung pagar batu dengan empat gerbang di empat
penjuru mata angin. Dalam halaman berpermukaan pasir ini terdapat delapan candi utama; yaitu
tiga candi utama yang disebut candi Trimurti ("tiga wujud"), dipersembahkan untuk tiga dewa Hindu
tertinggi: Dewa Brahma Sang Pencipta, Wishnu Sang Pemelihara, dan Siwa Sang Pemusnah.

Candi Siwa sebagai candi utama adalah bangunan terbesar sekaligus tetinggi di kompleks candi
Rara Jonggrang, berukuran tinggi 47 meter dan lebar 34 meter. Puncak mastaka atau kemuncak
candi ini dimahkotai modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau halilintar. Bentuk wajra
ini merupakan versi Hindu sandingan dari stupa yang ditemukan pada kemuncak candi Buddha.
Candi Siwa dikelilingi lorong galeri yang dihiasi relief yang menceritakan kisah Ramayana; terukir di
dinding dalam pada pagar langkan. Di atas pagar langkan ini dipagari jajaran kemuncak yang juga
berbentuk wajra. Untuk mengikuti kisah sesuai urutannya, pengunjung harus masuk dari sisi timur,
lalu melakukan pradakshina yakni berputar mengelilingi candi sesuai arah jarum jam. Kisah
Ramayana ini dilanjutkan ke Candi Brahma.

Candi Siwa di tengah-tengah, memuat lima ruangan, satu ruangan di setiap arah mata angin dan
satu garbagriha, yaitu ruangan utama dan terbesar yang terletak di tengah candi. Ruangan timur
terhubung dengan ruangan utama tempat bersemayam sebuah arca Siwa Mahadewa (Perwujudan
Siwa sebagai Dewa Tertinggi) setinggi tiga meter. Arca ini memiliki Lakçana (atribut atau simbol)
Siwa, yaitu chandrakapala (tengkorak di atas bulan sabit), jatamakuta (mahkota keagungan),
dan trinetra (mata ketiga) di dahinya. Arca ini memiliki empat lengan yang memegang atribut Siwa,
seperti aksamala (tasbih), camara (rambut ekor kuda pengusir lalat), dan trisula. Arca ini
mengenakan upawita (tali kasta) berbentuk ular naga (kobra). Siwa digambarkan mengenakan
cawat dari kulit harimau, digambarkan dengan ukiran kepala, cakar, dan ekor harimau di pahanya.
Sebagian sejarawan beranggapa bahwa arca Siwa ini merupakan perwujudan raja Balitung sebagai
dewa Siwa, sebagai arca pedharmaan anumerta dia. Sehingga ketika raja ini wafat, arwahnya
dianggap bersatu kembali dengan dewa penitisnya yaitu Siwa.[16] Arca Siwa Mahadewa ini berdiri di
atas lapik bunga padma di atas landasan persegi berbentuk yoni yang pada sisi utaranya terukir
ular Nāga (kobra).

Tiga ruang yang lebih kecil lainnya menyimpan arca-arca yang ukuran lebih kecil yang berkaitan
dengan Siwa. Di dalam ruang selatan terdapat Resi Agastya, Ganesha putra Siwa di ruang barat,
dan di ruang utara terdapat arca sakti atau istri Siwa, Durga Mahisasuramardini,
menggambarkan Durga sebagai pembasmi Mahisasura, raksasa Lembu yang
menyerang swargaloka. Arca Durga ini juga disebut sebagai Rara Jonggrang (dara langsing) oleh
penduduk setempat. Arca ini dikaitkan dengan tokoh putri legendaris Rara Jonggrang.

Di dalam buku terkenal Thomas Raffles, The History of Java (1817) terdapat gambar Candi Induk
Prambanan dengan keterangan "candi induk di Jongrangan". Dalam nama jongrangan ini dikenal
nama lokal lainnya yang populer untuk kompleks percandian ini, yaitu Loro Jonggrang, yang berarti
"Gadis Semampai". Loro Jonggarang adalah tokoh utama dalam sebuah cerita rakyat Jawa.
Candi Brahma dan Candi Wisnu
Dua candi lainnya dipersembahkan kepada Dewa Wisnu, yang terletak di sisi utara dan satunya
dipersembahkan kepada Brahma, yang terletak di sisi selatan. Kedua candi ini menghadap ke timur
dan hanya terdapat satu ruang, yang dipersembahkan untuk dewa-dewa ini. Candi Brahma
menyimpan arca Brahma dan Candi Wishnu menyimpan arca Wishnu yang berukuran tinggi hampir
3 meter. Ukuran candi Brahma dan Wishnu adalah sama, yakni lebar 20 meter dan tinggi 33 meter.

Candi Wahana[

Candi Garuda, salah satu candi wahana

Tepat di depan candi Trimurti terdapat tiga candi yang lebih kecil daripada candi Brahma dan
Wishnu yang dipersembahkan kepada kendaraan atau wahana dewa-dewa ini; sang
lembu Nandi wahana Siwa, sang Angsa wahana Brahma, dan sang Garuda wahana Wisnu. Candi-
candi wahana ini terletak tepat di depan dewa penunggangnya. Di depan candi Siwa terdapat candi
Nandi, di dalamnya terdapat arca lembu Nandi. Pada dinding di belakang arca Nandi ini di kiri dan
kanannya mengapit arca Chandra dewa bulan dan Surya dewa matahari. Chandra digambarkan
berdiri di atas kereta yang ditarik 10 kuda, sedangkan Surya berdiri di atas kereta yang ditarik 7
kuda.[17] Tepat di depan candi Brahma terdapat candi Angsa. Candi ini kosong dan tidak ada arca
Angsa di dalamnya. Mungkin dulu pernah bersemayam arca Angsa sebagai kendaraan Brahma di
dalamnya. Di depan candi Wishnu terdapat candi yang dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi
sama seperti candi Angsa, di dalam candi ini tidak ditemukan arca Garuda. Mungkin dulu arca
Garuda pernah ada di dalam candi ini. Hingga kini Garuda menjadi lambang penting di Indonesia,
yaitu sebagai lambang negara Garuda Pancasila.
Candi Apit, Candi Kelir, dan Candi Patok
Di antara baris keenam candi-candi utama ini terdapat Candi Apit. Ukuran Candi Apit hampir sama
dengan ukuran candi perwara, yaitu tinggi 14 meter dengan tapak denah 6 x 6 meter. Disamping 8
candi utama ini terdapat candi kecil berupa kuil kecil yang mungkin fungsinya menyerupai
pelinggihan dalam Pura Hindu Bali tempat meletakan canang atau sesaji, sekaligus sebagai aling-
aling di depan pintu masuk. Candi-candi kecil ini yaitu; 4 Candi Kelir pada empat penjuru mata angin
di muka pintu masuk, dan 4 Candi Patok di setiap sudutnya. Candi Kelir dan Candi Patok berbentuk
miniatur candi tanpa tangga dengan tinggi sekitar 2 meter.

Candi Perwara
Candi Perwara

Dua dinding berdenah bujur sangkar yang mengurung dua halaman dalam, tersusun dengan
orientasi sesuai empat penjuru mata angin. Dinding kedua berukuran panjang 225 meter di tiap
sisinya. Di antara dua dinding ini adalah halaman kedua atau zona kedua. Zona kedua terdiri atas
224 Candi Perwara yang disusun dalam empat baris konsentris. Candi-candi ini dibangun di atas
empat undakan teras-teras yang makin ke tengah sedikit makin tinggi. Empat baris candi-candi ini
berukuran lebih kecil daripada candi utama. Candi-candi ini disebut "Candi Perwara" yaitu Candi
Pengawal atau Candi Pelengkap. Candi-Candi Perwara disusun dalam empat baris konsentris baris
terdalam terdiri atas 44 candi, baris kedua 52 candi, baris ketiga 60 candi, dan baris keempat
sekaligus baris terluar terdiri atas 68 candi.

Masing-masing Candi Perwara ini berukuran tinggi 14 meter dengan tapak denah 6 x 6 meter, dan
jumlah keseluruhan Candi Perwara di halaman ini adalah 224 candi. Kesemua Candi Perwara ini
memiliki satu tangga dan pintu masuk sesuai arah hadap utamanya, kecuali 16 candi di sudut yang
memiliki dua tangga dan pintu masuk menghadap ke dua arah luar. [18] Jika kebanyakan atap candi di
halaman dalam zona inti berbentuk wajra, maka atap candi perwara berbentuk ratna yang
melambangkan permata.

Aslinya ada banyak candi yang ada di halaman ini, akan tetapi hanya sedikit yang telah dipugar.
Bentuk candi perwara ini dirancang seragam. Sejarawan menduga bahwa candi-candi ini dibiayai
dan dibangun oleh penguasa daerah sebagai tanda bakti dan persembahan bagi raja. Sementara
ada pendapat yang mengaitkan empat baris Candi Perwara melambangkan empat kasta, dan hanya
orang-orang anggota kasta itu yang boleh memasuki dan beribadah di dalamnya; baris paling dalam
hanya oleh dimasuki kasta brahmana, berikutnya hingga baris terluar adalah barisan candi
untuk ksatriya, waisya, dan sudra. Sementara pihak lain menganggap tidak ada kaitannya antara
Candi Perwara dan empat kasta. Barisan candi perwara kemungkinan dipakai untuk beribadah, atau
tempat bertapa (meditasi) bagi pendeta dan umatnya.

Arsitektur

Penampang candi Siwa

Arsitektur candi Prambanan berpedoman kepada tradisi arsitektur Hindu yang berdasarkan kitab
Wastu Sastra/Kitab Silpastra. Denah candi megikuti pola mandala, sementara bentuk candi yang
tinggi menjulang merupakan ciri khas candi Hindu. Prambanan memiliki nama asli Siwagrha dan
dirancang menyerupai rumah Siwa, yaitu mengikuti bentuk gunung suci Mahameru, tempat para
dewa bersemayam. Seluruh bagian kompleks candi mengikuti model alam semesta menurut konsep
kosmologi Hindu, yakni terbagi atas beberapa lapisan ranah, alam atau Loka.

Seperti Borobudur, Prambanan juga memiliki tingkatan zona candi, mulai dari yang kurang suci
hingga ke zona yang paling suci. Meskipun berbeda nama, tiap konsep Hindu ini memiliki
sandingannya dalam konsep Buddha yang pada hakikatnya hampir sama. Baik lahan denah secara
horisontal maupun vertikal terbagi atas tiga zona:[19]

 Bhurloka (dalam Buddhisme: Kamadhatu), adalah ranah terendah makhluk yang fana;


manusia, hewan, juga makhluk halus Hantu dan iblis. Di ranah ini manusia masih terikat dengn
hawa nafsu, hasrat, dan cara hidup yang tidak suci. Halaman terlar dan kaki candi
melambangkan ranah bhurloka.
 Bwahloka (dalam Buddhisme: Rupadhatu), adalah alam tegah, tempat orang suci, resi,
pertapa, dan dewata rendahan. Di alam ini manusia mulai melihat cahaya kebenaran. Halaman
tengah dan tubuh candi melambangkan ranah bwahloka.
 Swahloka (dalam Buddhisme: Arupadhatu), adalah ranah trtinggi sekaligus tersuci tempat
para dewa Hapsara Hapsari Bidadari bersemayam, juga disebut swargaloka. Halaman dalam
dan atap candi melambangkan ranah swahloka. Atap candi-candi di kompleks Prambanan
dihiasi dengan kemuncak mastaka berupa ratna (Sanskerta: permata), bentuk ratna Prambanan
merupakan modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau halilintar. Dalam arsitektur
Hindu Jawa kuno, ratna adalah sandingan Hindu untuk stupa Buddha, yang berfungsi sebagai
kemuncak atau mastaka candi.

Pada saat pemugaran, tepat di bawah arca Siwa di bawah ruang utama candi Siwa terdapat sumur
yang didasarnya terdapat pripih (kotak batu). Sumur ini sedalam 5,75 meter dan peti batu pripih ini
ditemukan di atas timbunan arang kayu, tanah, dan tulang belulang hewan korban. Di dalam pripih
ini terdapat benda-benda suci seperti lembaran emas dengan aksara bertuliskan Baruna (dewa laut)
dan Parwata (dewa gunung). Dalam peti batu ini terdapat lembaran tembaga bercampur arang, abu,
dan tanah, 20 keping uang kuno, beberapa butir permata, kaca, potongan emas, dan lembaran
perak, cangkang kerang, dan 12 lembaran emas (5 diantaranya berbentuk kura-kura,
ular naga (kobra), padma, altar, dan telur).[20]

Relief
Relief di Prambanan menampilkan Shinta tengah diculik Rahwana yang menunggangi raksasa bersayap,
sementara burung Jatayu di sebelah kiri atas mencoba menolong Shinta.

Panil khas Prambanan, singa di dalam relung diapit dua pohon kalpataru yang masing-masing diapit oleh
sapasang kinnara-kinnari atau sepasang margasatwa.
Ramayana dan Krishnayana
Candi ini dihiasi relief naratif yang menceritakan epos Hindu; Ramayana dan Krishnayana. Relif
berkisah ini diukirkan pada dinding sebelah dalam pagar langkan sepanjang lorong galeri yang
mengelilingi tiga candi utama. Relief ini dibaca dari kanan ke kiri dengan gerakan searah jarum jam
mengitari candi. Hal ini sesuai dengan ritual pradaksina, yaitu ritual mengelilingi bangunan suci
searah jarum jam oleh peziarah. Kisah Ramayana bermula di sisi timur candi Siwa dan dilanjutkan
ke candi Brahma temple. Pada pagar langkan candi Wisnu terdapat relief naratif Krishnayana yang
menceritakan kehidupan Krishna sebagai salah satu awatara Wishnu.

Relief Ramayana menggambarkan bagaimana Shinta, istri Rama, diculik oleh Rahwana. Panglima


bangsa wanara (kera), Hanuman, datang ke Alengka untuk membantu Rama mencari Shinta. Kisah
ini juga ditampilkan dalam Sendratari Ramayana, yaitu pagelaran wayang orang Jawa yang
dipentaskan secara rutin di panggung terbuka Trimurti setiap malam bulan purnama. Latar belakang
panggung Trimurti adalah pemandangan megah tiga candi utama yang disinari cahaya lampu.

Lokapala, Brahmana, dan Dewata


Di seberang panel naratif relief, di atas tembok tubuh candi di sepanjang galeri dihiasi arca-arca dan
relief yang menggambarkan para dewata dan resi brahmana. Arca dewa-dewa lokapala, dewa
surgawi penjaga penjuru mata angin dapat ditemukan di candi Siwa. Sementara arca para
brahmana penyusun kitab Weda terdapat di candi Brahma. Di candi Wishnu terdapat arca dewata
yang diapit oleh dua apsara atau bidadari kahyangan.

Panil Prambanan: Singa dan Kalpataru


Di dinding luar sebelah bawah candi dihiasi oleh barisan relung (ceruk) yang menyimpan arca singa
diapit oleh dua panil yang menggambarkan pohon hayat kalpataru. Pohon suci ini dalam mitologi
Hindu-Buddha dianggap pohon yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan manusia. Di kaki
pohon Kalpataru ini diapit oleh pasangan kinnara-kinnari (hewan ajaib bertubuh burung berkepala
manusia), atau pasangan hewan lainnya, seperti burung, kijang, domba, monyet, kuda, gajah, dan
lain-lain. Pola singa diapit kalpataru adalah pola khas yang hanya ditemukan di Prambanan, karena
itulah disebut "Panel Prambanan"
Museum Prambanan Jawa Tengah
Di dalam kompleks taman purbakala candi Prambanan terdapat sebuah museum yang menyimpan
berbagai temuan benda bersejarah purbakala. Museum ini terletak di sisi utara Candi Prambanan,
antara candi Prambanan dan candi Lumbung. Museum ini dibangun dalam arsitektur tradisional
Jawa, berupa rumah joglo. Koleksi yang tersimpan di museum ini adalah berbagai batu-batu candi
dan berbagai arca yang ditemukan di sekitar lokasi candi Prambanan; misalnya arca lembu Nandi,
resi Agastya, Siwa, Wishnu, Garuda, dan arca Durga Mahisasuramardini, termasuk pula
batu Lingga Siwa, sebagai lambang kesuburan.

Replika harta karun emas temuan Wonoboyo yang terkenal itu, berupa mangkuk berukir Ramayana,
gayung, tas, uang, dan perhiasan emas, juga dipamekan di museum ini. Temuan Wonoboyo yang
asli kini disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta. Replika model arsitektur beberapa
candi seperti Prambanan, Borobudur, dan Plaosan juga dipamerkan di museum ini. Museum ini
dapat dimasuki secara gratis oleh pengunjung taman purbakala Prambanan karena tiket masuk
taman wisata sudah termasuk museum ini. Pertunjukan audio visual mengenai candi Prambanan
juga ditampilkan disini.

Candi lain di sekitar Prambanan

Candi dan situs purbakala di sekitar Dataran Kewu


Candi Sewu, candi Buddha yang masuk dalam lingkungan Taman Purbalaka Prambanan, dikaitkan dengan
legenda Rara Jonggrang

Dataran Kewu atau dataran Prambanan adalah dataran subur yang membentang antara lereng
selatan kaki gunung Merapi di utara dan jajaran pegunungan kapur Sewu di selatan, dekat
perbatasan Sleman dan Klaten. Selain candi Prambanan, lembah dan dataran di sekitar Prambanan
kaya akan peninggalan arkeologi candi-candi Buddha paling awal dalam sejarah Indonesia, serta
candi-candi Hindu. Candi Prambanan dikelilingi candi-candi Buddha. Masih di dalam kompleks
taman wisata purbakala, tak jauh di sebelah utara candi Prambanan terdapat reruntuhan candi
Lumbung dan candi Bubrah. Lebih ke utara lagi terdapat candi Sewu, candi Buddha terbesar kedua
setelah Borobudur. Lebih jauh ke timur terdapat candi Plaosan. Di arah barat Prambanan
terdapat candi Kalasan dan candi Sari. Sementara di arah selatan terdapat candi Sojiwan, Situs
Ratu Baka yang terletak di atas perbukitan, serta candi Banyunibo, candi Barong, dan candi Ijo.

Dengan ditemukannya begitu banyak peninggalan bersejarah berupa candi-candi yang hanya
berjarak beberapa ratus meter satu sama lain, menunjukkan bahwa kawasan di sekitar Prambanan
pada zaman dahulu kala adalah kawasan penting. Kawasan yang memiliki nilai penting baik dalam
hal keagamaan, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Letak candi-candi Hindu dan Buddha yang
berdampingan satu sama lain dalam jarak yang cukup dekat ini menunjukkan bahwa toleransi
beragama sejak zaman dulu sudah ada dan hal ini menjadi simbol bagi kehidupan beragama yang
damai dan harmonis di Indonesia.[21]

Diduga kuat bahwa pusat kerajaan Medang Mataram terletak disuatu tempat di dataran ini.
Kekayaan situs arkeologi, serta kecanggihan dan keindahan candi-candinya menjadikan Dataran
Prambanan tak kalah dengan kawasan bersejarah terkenal lainnya di Asia Tenggara, seperti situs
arkeologi kota purbakala Angkor, Bagan, dan Ayutthaya.
eferensi[sunting | sunting sumber]

1. ^ "Kompleks Candi Prambanan". Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa


Yogyakarta.  Direktorat Jenderal Kebudayaan,  Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi Republik Indonesia. Diakses tanggal 2021-04-13.
2. ^ "Peta 1944, Kunci Penegasan Batas DIY dan Jawa Tengah di Candi Prambanan". Kundha
Kabudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Diakses tanggal 2021-04-17.
3. ^ Prambanan Temple Compounds – UNESCO World Heritage Centre
4. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari  versi asli  tanggal 2011-10-06. Diakses tanggal 2012-01-30.
5. ^ Prambanan Temple
6. ^ Jordaan, Roy [Ed]. (1996). Memuji Prambanan. Jakarta, Indonesia: Yayasan Obor.
7. ^ Prasasti Siwagrha, Museum Nasional Indonesia
8. ^ Soetarno, Drs. R. second edition (2002). "Aneka Candi Kuno di Indonesia" (Ancient Temples in
Indonesia), pp. 16. Dahara Prize. Semarang. ISBN 979-501-098-0.
9. ^ Mengenal Candi Siwa dan Parambanan Dari Dekat, Penerbit Kanisius
10. ^ http://fotokita.net/browse/photo/521224606164_4362834/tag/8/perayaan [pranala nonaktif
 Nyepi
permanen]
di
Prambanan
11. ^ http://berita.liputan6.com/sosbud/200103/10186/class='vidico' Nyepi di Candi Prambanan
12. ^ IOL  (2006). "World famous temple complex damaged in quake". Diarsipkan dari  versi asli tanggal
2012-05-25. Diakses tanggal  2006-05-28.
13. ^ Di sản thế giới tại Indonesia bị động đất huỷ hoại (Vietnam)
14. ^ "Yogyakarta Online Candi Nandi Selesai Dipugar". Diarsipkan dari versi asli  tanggal 2021-01-25.
Diakses tanggal  2012-01-30.
15. ^ Ariswara; English translation by Lenah Matius. third edition (1993). "Prambanan", pp. 8. Intermasa.
Jakarta. ISBN 979-8114-57-4.
16. ^ Ariswara; English translation by Lenah Matius. third edition (1993). "Prambanan", pp. 11–12.
Intermasa. Jakarta. ISBN 979-8114-57-4.
17. ^ Ariswara; English translation by Lenah Matius. third edition (1993). "Prambanan", pp. 26. Intermasa.
Jakarta. ISBN 979-8114-57-4.
18. ^ "Prambanan: A Brief Architectural Summary"  (dalam bahasa English). Borobudur TV. Diakses
tanggal 2011-10-31.
19. ^ Konservasi Borobudur (in Indonesian)
20. ^ "Arsitektur Candi Roro Jonggrang".
21. ^ UNESCO Cultural Heritages and Symbol of Indonesian Peace and Religious Harmony, Hary
Gunarto, International Journal of Current Multidisiplinary Studies. May 2019, pp. 993-997. Pranala luar

Anda mungkin juga menyukai