Anda di halaman 1dari 9

Candi Borobudur merupakan salah satu Candi terbesar di Indonesia.

Candi borobudur
merupakan salah satu Candi Buddha yang terletak di Magelang, provinsi Jawa Tengah. Candi
Borobudur terletak kurang lebih 40 km di sebelah barat laut kota jogja.

Candi Borobudur di bangun pada masa penganut ajaran Buddha Mahayana tepatnya sekitar
tahun 750-800 an Masehi. Candi Borobudur pun masuk dalam 7 keajaiban dunia, selain
karena menjadi yang terbesar, Candi Borobudur menjadi Candi Buddha yang tertua karena di
bangun jauh sebelum Candi Angkor Wat di Kamboja yang masih baru dibangun kira-kira
pada pertengahan abad ke-12 oleh Raja Suryavarman II.

Candi Borobudur dibangun pada masa pemerintahan dinasti Syailendra. Sedangkan untuk
asal-usulnya, Candi Borobudur pun masih diliputi misteri dan menyebabkan banyak
pertanyaan mengenai siapa pendiri awalnya.Nama Candi Borobudur sendiri berasal dari kata
bara dan budur. Dalam istilahnya, bara memiliki arti kompleks biara dan kata budur yang
mempunyai arti atas. Yang kemudian, jika digabungkan menjadi kata barabudur dibaca
borobudur yang berarti kompleks biara di atas.

Candi Dieng merupakan sebuah kompleks Candi yang berada di dataran tinggi dieng yang
berada pada ketinggian 2000 meter diatas permukaan laut. Kompleks Candi ini juga
merupakan salah satu candi tertua di Jawa yang dibangun sekitar abad ke 7 hingga abad ke-9
Masehi. Area kompleks candi ini juga memiliki wilayah yang cukup luas, memiliki panjang
hampir 1900 meter dan lebar sekitar 800 meter.

Candi dieng terdiri dari delapan candi yang berukuran kecil. Hingga saat ini, nama candi dan
sejarah berdirinya candi-candi di Dieng masih menjadi misteri, karena minimnya sumber dan
masih sedikitnya penemuan prasasti-prasasti yang mengungkap sejarah di balik berdirinya
candi tersebut. Namun, masyarakat lokal menamainya dengan tokoh-tokoh pewayangan yang
terkenal, seperti Arjuna, Gatutkaca, Dwarawati, dan Bima.
Candi Banyunibo merupakan salah satu kompleks candi budha pada abad ke-9 yang terletak
di Dusun Cepit, Kecamatan Prambanan Sleman Yogyakarta. Candi Banyunibo termasuk
salah satu peninggalan sejarah yang ditemukan pada tahun 1942, yang kemudian berhasil
dipugar secara intensif hingga tahun 1978.

Dalam sejarahnya, diperkirakan bahwa Candi Banyunibo berasal dari era Kerajaan Mataram
Kuno. Candi ini berdiri di sebuah lembah sempit yang turut dikelilingi oleh hamparan sawah
sejauh dua kilometer. Di mana di sisi utaranya merupakan Candi Prambanan dan di
selatannya merupakan kompleks perbukitan Gunung Sewu.

Dua relief yang ada di Candi Banyunibo merujuk pada keberadaan Dewi Hariti, sebagai dewi
kesuburan dalam agama budha dan Vaisravana, suami dari Dewi Hariti. Ada pula yang
mengaitkan bahwa selain dianggap sebagai dewi kesuburan, Dewi Hariti merupakan dewi ibu
dan dewi kekayaan. Dewi tersebut biasanya ditonjolkan sebagai figur dewi yang selalu
disertai dengan anak-anak dan pengikutnya.

Candi Gebang terletak di daerah Condongcatur, di sebelah selatan desa Gebang, Kecamatan
Ngemplak, Kabupaten Sleman, lebih kurang 11 Kilometer dari pusat kota Yogyakarta.
Penemuan candi Hindu ini berawal dari ditemukannya patung Ganesha oleh penduduk
setempat pada bulan November 1936. Berdasarkan penemuan itu, para arkeologis mulai
melakukan penelitian tentang kemungkinan adanya sebuah candi di lokasi penemuan patung
tersebut. Diasumsikan bahwa patung Ganesha tersebut merupakan bagian dari sebuah
bangunan bangunan. Setelah dipastikan tentang adanya sebuah candi di lokasi tersebut,
selanjutnya dilakukan penggalian, rekonstruksi dan pemugaran, yang dilangsungkan tahun
1937 sampai tahun 1939 di bawah pimpinan Van Romondt.

andi Gebang merupakan bangunan berdenah dasar persegi dengan ukuran 5.25 m x 5.25 m
dengan tinggi 7.75 m memiliki. Bahan dasar yang digunakan untuk pembangunan candi
adalah batu andesit. Tubuh candi berdiri di atas kaki setinggi sekitar 2 m. Tidak terdapat
pahatan apapun pada bagian kaki candi.

Tidak didapat informasi mengenai tentang latar belakang historis Candi Gebang. Hanya saja,
ditilik dari keberadaan lingga, yoni dan arca Ganesha, dapat dipastikan bahwa Candi Gebang
merupakan candi Hindu. Disamping itu, proporsi yang tinggi pada bagian kaki menandakan
candi itu dibangun pada masa antara tahun 730-800 M.
Sejarah pembangunan Candi Kalasan dapat kita temukan pada Prasasti Kalasan yang
ditemukan tidak jauh dari ditemukannya lokasi candi tersebut. Prasasti tersebut ditulis di
tahun Saka 700 atau 778 Masehi. Prasati Kalasan ditulis menggunakan bahasa Sansekerta dan
huruf pranagari. Dalam prasasti ini kita dapat mengetahui bahwa awal mula pembangunan
Candi Kalasan berasal dari nasehat para pemuka agama di zaman wangsa Syailendra.

Pada masa itu, para pemuka agama menasehati Maharaja Tejapurnama Panangkarana untuk
membangun tempat suci sebagai sarana pemujian Dewi Tara dan biara untuk para pendeta
Budha. Maharaja Tejapurnama Panangkarana yang disebutkan pada prasati ini maksudnya
adalah Rakai Panangkaran, yang tidak lain adalah putra Raja Sanjaya dari Kerajaan Hindu
Mataram. Hal ini ketahui dari prasasti Raja Balitung di tahun 907 Masehi. Dalam sejarah
Kerajaan Mataram kuno, diketahui bahwa Rakai Panangkaran akhirnya menjadi Raja
Kerajaan Mataram Hindu yang kedua. Dari prasasti Kalasan pula kita mengetahui bahwa
Candi Kalasan dibangun dari tahun 778 Masehi.

Dalam periode waktu 750-850 M, di wilayah Jawa Tengah bagian utara dikuasai oleh raja
raja Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu. Sementara, di waktu bersamaam, kawasan
selatan Jawa Tengah dikuasai oleh raja raja dari wangsa Syailendra yang beragama Budha.
Perbedaan kekuasaan ini dapat terlihat dari corak corak candi yang terletak di Jawa Tengah
bagian utara dan selatan. Meski begitu, wangsa Sanjaya dan wangsa Syailendra akhirnya
bergabung melalui tali perkawinan. Pada saat itu, Rakai Pikatan, dari wangsa sanjaya
menikah dengan Pramodawardhani, yang merupakan putra Maharaja Samarattungga dari
wangsa Syailendra.

Sejarawan terkenal bernama J.G. de Casparis memaparkan bahwa candi mendut dibangun
pada masa kerajaan dinasti Syailendra di tahun 824 M. Hal ini berdasarkan isi dari Prasati
Karangtengah per tahun 824 M. Di dalam prasasti tersebut disebutkan bahwa Raja Indra
membangun sebuah bangunan suci dan menamainya Wenuwana. Wenuwana atau hutan
bambu ini diartikan oleh de Casparis sebagai Candi Mendut. Dengan menggunakan asumsi,
maka sejarah candi mendut sudah dimulai sebelum candi borobudur. Candi mendut memiliki
umur yang lebih tua dibandingkan Candi Borobudur, salah satu candi terbesar dan tersohor di
dunia yang sempat masuk ke 7 Keajaiban Dunia.
Candi Pawon menjadi salah satu peninggalan berharga selain Candi Borobudur dan Candi
Mendut di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi Pawon yang berukuran relatif kecil
dengan sebuah bilik ini berada tersembunyi di tengah pemukiman penduduk desa setempat.
Menurut sumber yang dikutip dari Balai Konservasi Borobudur serta beragam sumber sejarah
Candi Mendut dan Candi Prambanan, pembangunan candi-candi ini diperkirakan terjadi
bersamaan pada pertengahan abad ke 8 Masehi. Saat masa Kerajaan Mataram Kuno, candi ini
masih digunakan dan terbukti akan ketahanannya karena hingga saat ini masih terlibat dalam
upacara Waisak. (Baca juga: Sejarah Great Wall China )

Karena terletak di Pulau Jawa, masyarakat terutama suku Jawa sering menganggap candi ini
berarti dapur (bahasa Jawanya ialah ‘pawon’). Namun sebagai bukti bercorak buddha dari
masa klasik, Candi Pawon yang berarti pawuan atau tempat abu ini diambil menurut Bahasa
Jawa Kuno serta dimanfaatkan sebagai penyimpanan abu jenazah bagi Raja Indra, pendahulu
atau ayah Raja Samaratungga pada masa dinasti Syailendra.

Candi Sambisari ditemukan secara tidak sengaja. Seorang petani yang sedang mencangkul di
sawahnya merasakan cangkulnya menghantam sebuah benda keras yang, setelah digali dan
diamati, ternyata adalah sebuah batu berhiaskan pahatan. Berdasarkan laporan penemuan
tersebut, Balai Arkeologi Yogyakarta melakukan penelitian dan penggalian seperlunya.
Berdasarkan hasil penelitian, pada tahun 1966 ditetapkan bahwa di lahan tersebut terdapat
reruntuhan sebuah candi yang terpendam oleh timbunan pasir dan batu yang dimuntahkan
oleh G. Merapi pada tahun 1906. Rekonstruksi dan pemugaran candi ini selesai pada tahun
1987.

Candi Sambisari terletak di Dusun Sambisari, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan,


Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Dari pusat kota Yogyakarta, jaraknya 15 kilometer ke
arah timur laut. Candi Sambisari yang merupakan candi Hindu beraliran Syiwa ini
diperkirakan dibangun pada awal abad ke-9 oleh Rakai Garung, seorang Raja Mataram Hindu
dari Wangsa Syailendra.
Disebut candi Sewu karena memiliki jumlah candi yang cukup banyak yang seolah-olah
berjumlah seribu. Karena kata ‘sewu’ dalam bahasa Jawa berarti seribu. Namun, jumlah
candi yang berada di kompleks candi sewu tidaklah benar-benar seribu, candi di kompleks
candi ini hanya berjumlah 249 candi. Dan juga penamaan ini juga dikaitkan dengan cerita
legenda kisah cinta antara Loro Jonggrang dan Bandung Bondowoso.

Terlepas mitos yang beredar di Masyarakat. Candi sewu diperkirakan didirikan pada abad ke-
8 pada masa dinasti Syailendra, dimana pembangunan Candi Sewu hampir bersamaan dengan
pembangunan Candi Borobudur di daerah Magelang. Hal ini, didasarkan dalam penemuan
prasasti pada tahun 1960-an dimana pada Prasasti Kelurak tercantum tahun 782 Masehi dan
juga Prasasti Manjusringrha yang bertuliskan 792 Masehi.

Candi Sukuh terletak di lereng barat G. Lawu, tepatnya di Dusun Sukuh, Desa Berjo,
Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi Candi
Sukuh berada pada ketinggian + 910 merer di atas permukaan laut. Candi Sukuh ditemukan
kembali dalam keadaan runtuh pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta pada masa
pemerintahan Raffles. Selanjutnya Candi Sukuh diteliti oleh Van der Vlis pada tahun 1842.
Hasil penelitian tersebut dilaporkan dalam buku Van der Vlis yang berjudul Prove Eener
Beschrijten op Soekoeh en Tjeto. Penelitian terhadap candi tersebut kemudian dilanjutkan
oleh Hoepermans pada tahun 1864-1867 dan dilaporkan dalam bukunya yang berjudul
Hindoe Oudheiden van Java. Pada tahun 1889, Verbeek mengadakan inventarisasi terhadap
candi Sukuh, yang dilanjutkan dengan penelitian oleh Knebel dan WF. Stutterheim pada
tahun 1910.

Candi Sukuh berlatar belakang agama Hindu dan diperkirakan dibangun didirikan pada akhir
abad ke-15 M. Berbeda dengan umumnya candi Hindu di Jawa Tengah, arsitektur Candi
Sukuh dinilai menyimpang dari ketentuan dalam kitab pedoman pembuatan bangunan suci
Hindu, Wastu Widya. Menurut ketentuan, sebuah candi harus berdenah dasar bujur sangkar
dengan tempat yang paling suci terletak di tengah. Adanya penyimpangan tersebut diduga
karena Candi Sukuh dibangun pada masa memudarnya pengaruh Hinduisme di Jawa.
Memudarnya pengaruh Hinduisme di Jawa rupanya menghidupkan kembali unsur-unsur
budaya setempat dari zaman Megalitikum. Pengaruh zaman prasejarah terlihat dari bentuk
bangunan Candi Sukuh yang merupakan teras berundak. Bentuk semacam itu mirip dengan
bangunan punden berundak yang merupakan ciri khas bangunan suci pada masa pra-Hindu.
Ciri khas lain bangunan suci dari masa pra-Hindu adalah tempat yang paling suci terletak di
bagian paling tinggi dan paling belakang.
Candi Gedong Songo belum diketahui kapan dibangunnya candi ini hingga sekarang, bahkan
para arkeolog pun belum bisa memecahkan problem ini. Sehingga candi ini sampai sekarang
masih sering dijadikan sebagai bahan penelitian di bidang arkeologi. Namun, ada beberapa
yang berpendapat bahwa candi ini dibangun di masa pemerintahan dinasti Sanjaya Hindu di
Jawa yaitu sekitar abad ke-8. Hal ini pun ditinjau dari segi bangunannya dan coraknya.

Bentuk dan relief itu telah dijadikan bukti bahwa candi ini dibangun di masa pemerintahan
dinasti Sanjaya. Hal inilah yang menguatkan mereka berpendapat bahwa candi ini di bangun
pada abad ke-8. Namun, belum ada yang memastikan bahkan tahun pembangunan candi ini
pun belum dikonvensionalkan oleh beberapa ahli.

Candi lumbung, saat ini sudah tinggal reruntuhan, berbentuk poligon bersisi 20 dengan denah
dasar seluas 350 m2. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 2,5 m. Tangga dan
pintu masuk terletak di sisi timur. Pintu masuk dilengkapi bilik penampil dan lorong menuju
ruang dalam tubuh candi. Bagian luar dinding di keempat sisi dihiasi pahatan-pahatan gambar
lelaki dan perempuan dalam ukuran yang hampir sama dengan kenyataan. Gambar pada
dinding yang mengapit pintu masuk adalah Kuwera dan Hariti.

Pada dinding luar di sisi utara, barat dan selatan terdapat relung tempat meletakkan arca
Dhyani Buddha. Jumlah relung pada masing-masing sisi adalah 3 buah, sehingga jumlah
keseluruhan adalah 9 buah, Saat ini tak satupun relung yang berisi arca. Atap candi utama
sudah hancur, namun diperkirakan berbentuk stupa dengan ujung runcing, mirip atap candi
perwara. Di sekeliling halaman candi utama terdapat pagar yang saat ini tinggal reruntuhan.

Candi perwara yang berjumlah 16 buah berbaris mengelilingi candi utama. Seluruh candi
perwara menghadap ke arah candi utama. Masing-masing candi perwara berdiri di atas batur
setinggi sekitar 1 m dengan denah dasar sekitar 3 m2. Dinding tubuh candi polos tanpa
hiasan. Di sisi timur, tepat di depan pintu, terdapat tangga yang dilengkapi dengan pipi
tangga. Di atas ambang pintu terdapat Kalamakara tanpa rahang bawah.
Candi ngawen mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada
keempat sudutnya. Bentuk bangunannya nyaris mirip dengan bangunan candi Hindu. Hal ini
disebabkan bangunan candi yang meruncing. Tetapi apabila diamati dengan seksama, candi
ini memiliki stupa dan teras (undak-undak) yang menjadi simbol dalam candi-candi Budha.

Salah satu peneliti asal Belanda, Van Erp yang memulai penelitian Candi Ngawen tahun
1920, ia memulai ekskavasi candi dengan mengeringkan lahan sawah tempat Ngawen
ditemukan. Kini, candi ini tetap dikelilingi hamparan sawah yang menawarkan keindahan
tersendiri.

Salah satu keunikan Candi Ngawen adalah keberadaan 4 buah arca singa di setiap sudut candi
II dan Candi IV. Kompleks candi Ngawen terdiri dari 5 (lima) buah candi yang berderet
sejajar dari utara ke selatan. Bangunan candi menghadap Timur. Berturut dari arah selatan
Candi Ngawen I, II, III, IV dan V dengan masing-masing candi berdenah bujur sangkar.
Candi II dan IV memiliki Ukuran dan bentuk konstruksi yang sama.

Secara keseluruhan Komplek Candi Plaosan dikelilingi oleh parit yang berbentuk persegi
panjang dengan ukuran 440 meter X 270 meter. Dengan lebar parit 10 meter dan kedalaman
2,5 meter. Diluar dari parit, terdapat pagar keliling yang berbentuk empat persegi panjang
dengan ukuran 460 meter X 290 meter, dimana penemuan ini menunjukkan bahwa kompleks
Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul merupakan bagian dari sebuah kompleks
percandian.

Sejarah atau latar belakang dari terbangunnya Sejarah Candi Plaosan, dimulai ketika Rakai
Pikatan memutuskan untuk menikah dengan Pramordhawardani. Walaupun hubungan
percintaan mereka menimbulkan banyak keresahan dan penolakan, karena perbedaan agama
yang mereka anut, dimana Rakai Pikatan berasal dari Dinasti Sanjaya yang menganut agama
Hindu, sedangkan Pramordhawardani berasal dari Dinasti Syailendra yang menganut agama
Budha

Keputusan mereka untuk menikah yang di dasari oleh rasa cinta dengan mengesampingkan
perbedaan keyakinan yang dimiliki. Rakai Pikatan yang membangun Candi sebagai lambang
rasa cinta-nya kepada sang istri. Serta, keputusan Rakai Pikatan untuk memberikan
kebebasan kepada sang istri untuk menganut agama yang berbeda. Membuat Candi Plaosan
sebagai bukti nyata bahwa kekuatan cinta dapat menjadi alat untuk menyatukan perbedaan,
serta menjadi simbol toleransi umat beragama.
Candi Prambanan atau Candi Loro Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di
Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti,
tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa
pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli
kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah Siwa'), dan
memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi
tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.

Kompleks candi ini terletak di kecamatan Prambanan, Sleman dan kecamatan Prambanan,
Klaten, kurang lebih 17 kilometer timur laut Yogyakarta, 50 kilometer barat daya Surakarta
dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya sangat unik, Candi Prambanan terletak di wilayah
administrasi desa Bokoharjo, Prambanan, Sleman, sedangkan pintu masuk kompleks Candi
Prambanan terletak di wilayah adminstrasi desa Tlogo, Prambanan, Klaten.

Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia,
sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk
tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa
sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks
gugusan candi-candi yang lebih kecil. Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara,
candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.

Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh
Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa
kerajaan Medang Mataram.Candi Prambanan atau Candi Loro Jonggrang adalah kompleks
candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini
dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa
pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan
prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang
bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam
arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa
lebih diutamakan.
MACAM - MACAM CANDI DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

TRIANA S MAHMUDDAH
Kelas : X IPS 3

Anda mungkin juga menyukai