Anda di halaman 1dari 9

ENINGGALAN-PENINGGALAN DINASTI SYAILENDRA

-Candi Kalasan

  Candi Kalasan atau Candi Kalibening merupakan sebuah candi yang


dikategorikan sebagai candi umat Buddha terdapat di desa Kalasan, kabupaten Sleman,
provinsi Yogyakarta, Indonesia.
            Candi ini memiliki 52 stupa dan berada di sisi jalan raya antara Yogyakarta dan Solo serta
sekitar 2 km dari candi Prambanan. Berdasarkan prasasti Kalasan bertarikh 778 yang ditemukan tidak
jauh dari candi ini menyebutkan tentang pendirian bangunan suci untuk
menghormati Bodhisattva wanita, Tarabhawana dan sebuah vihara untuk para pendeta.[2][1] Penguasa
yang memerintah pembangunan candi ini bernama Maharaja Tejapurnapana Panangkaran (Rakai
Panangkaran) dari keluarga Syailendra. Kemudian dengan perbandingan dari manuskrip pada prasasti
Kelurak tokoh ini dapat diidentifikasikan dengan Dharanindra[3] atau dengan prasasti Nalanda adalah
ayah dari Samaragrawira[4]. Sehingga candi ini dapat menjadi bukti kehadiran Wangsa Syailendra,
penguasa Sriwijaya di Sumatera atas Jawa.[5]
-Candi Mendut

Candi Mendut adalah sebuah candi bercorak Buddha. Candi


yang terletak di Jalan Mayor Kusen Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini,
letaknya berada sekitar 3 kilometer dari candi Borobudur. 7°36′17,17″LU 110°13′48,01″BT
Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di
dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah
membangun bangunan suci bernama wenuwana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh
seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi
Mendut.

Candi ngawen
Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari
arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Menurut
perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Sailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram
Kuno. Menurut Soekmono keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah bangunan suci
yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M, yaitu Venuvana (Sanskerta: 'Hutan
Bambu').
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan
dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk
Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya.
Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah
ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
Candi Pawon

Letak Candi Pawon ini berada di antara Candi


Mendut dan Candi Borobudur, tepat berjarak 1750 meter dari Candi Borobudur ke arah timur
dan 1150 m dari Candi Mendut ke arah barat. Nama Candi Pawon tidak dapat diketahui
secara pasti asal-usulnya. Ahli epigrafi J.G. de Casparis menafsirkan bahwa Pawon berasal
dari bahasa Jawa awu yang berarti 'abu', mendapat awalan pa- dan akhiran -an yang
menunjukkan suatu tempat. Dalam bahasa Jawa sehari-hari kata pawon berarti 'dapur', akan
tetapi de Casparis mengartikannya sebagai 'perabuan' atau tempat abu. Penduduk setempat
juga menyebutkan Candi Pawon dengan nama Bajranalan. Kata ini mungkin berasal dari
kata bahasa Sanskerta vajra =yang berarti 'halilintar' dan anala yang berarti 'api'. Candi
Pawon dipugar tahun 1903.
PENINGGALAN-PENINGGALAN DINASTI SANJAYA

Candi banyunibo

Candi Banyunibo (yang berarti air jatuh-menetes dalam bahasa


Jawa) adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah
timur dari Kota Yogyakarta ke arah Kota Wonosari. Sekitar 5.6 km ke arah selatan dari candi
Prambanan, dan secara administratif terletak di Dusun Cepit, Desa Bokoharjo, Kecamatan
Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada zaman Kerajaan
Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama
Buddha.
Bangunan candi ini bernama Candi Banyunibo yang berada tidak jauh dari kompleks Ratu Boko,
Candi Barong dan Candi Ijo. Bahkan di sekitar candi ini pun banyak dijumpai situs candi yang
berserakan di beberapa dusun sekitarnya. Candi ini diketemukan dalam keadaan runtuh dan kemudian
mulai digali dan diteliti pada tahun 1940-an. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada zaman
Kerajaan Mataram Kuno. Candi Banyunibo jarang dikunjungi wisatawan.

Candi Sukuh
 Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang secara administrasi terletak di
wilayah Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan
Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya obyek
pujaan lingga dan yoni. Candi ini dianggap kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan
karena penggambaran alat-alat kelamin manusia secara eksplisit pada beberapa figurnya.
Candi Sukuh telah diusulkan ke UNESCO untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia sejak tahun
1995. Situs candi Sukuh dilaporkan pertama kali pada masa pemerintahan Britania Raya di
tanah Jawa pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta. Johnson kala itu ditugasi oleh Thomas
Stanford Raffles untuk mengumpulkan data-data guna menulis bukunya The History of Java. Setelah
masa pemerintahan Britania Raya berlalu, pada tahun 1842, Van der Vlis, arkeolog Belanda,
melakukan penelitian. Pemugaran pertama dimulai pada tahun 1928.
Candi dieng

 Candi Dieng merupakan kumpulan candi yang terletak di


kaki pegunungan Dieng, Wonosobo, Jawa tengah. Kawasan Candi Dieng menempati dataran
pada ketinggian 2000 m di atas permukaan laut, memanjang arah utara-selatan sekitar 1900 m
dengan lebar sepanjang 800 m.
Kumpulan candi Hindu beraliran Syiwa yang diperkirakan dibangun antara akhir abad ke-8
sampai awal abad ke-9 ini diduga merupakan candi tertua di Jawa. Sampai saat ini belum
ditemukan informasi tertulis tentang sejarah Candi Dieng, namun para ahli memperkirakan
bahwa kumpulan candi ini dibangun atas perintah raja-raja dari Wangsa Sanjaya. Di kawasan
Dieng ini ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 808 M, yang merupakan prasasti tertua
bertuliskan huruf Jawa kuno, yang masih masih ada hingga saat ini. Sebuah Arca Syiwa yang
ditemukan di kawasan ini sekarang tersimpan di Museum Nasional di Jakarta. Pembangunan
Candi Dieng diperkirakan berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama yang berlangsung
antara akhir abad ke-7 sampai dengan perempat pertama abad ke-8, meliputi pembangunan
Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi dan Candi Gatutkaca. Tahap kedua merupakan
kelanjutan dari tahap pertama, yang berlangsung samapi sekitar tahun 780 M.

Candi Gebang
Candi Gebang adalah candi Hindu yang berada di dusun Gebang,
Kelurahan Wedomartani, Ngemplak, Sleman, DIY. Candi ini diperkirakan dibangun pada sekitar abad
ke-8 M pada saat wangsa Sanjaya berkuasa pada zaman Kerajaan Mataram Kuno.
Candi yang ditemukan pada tahun 1936 ini dipugar oleh Van Romondt tahun 1937-1939.
Candi ini mempunyai ukuran kira-kira 5,25 x 5,25 meter dengan tinggi 8 meter. Candi Gebang
menghadap ke timur, mempunyai puncak berbentuk lingga. Pada relung sebelah barat arca Ganesa,
sementara di sisi pintu terdapat dua relung yang salah satunya berisi arca Nandiswara.
Sebuah yoni berada di ruang candi. [1]

Candi Gedong Songo

 Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek


bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di desa Candi, Kecamatan
Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di
kompleks candi ini terdapat sembilan buah candi.
Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari
zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).
Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak pada
ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup dingin (berkisar
antara 19-27 °C)
Lokasi 9 candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran ini memiliki pemandangan alam yang indah.
Selain itu, obyek wisata ini juga dilengkapi dengan pemandian air panas dari mata air yang
mengandung belerang, area perkemahan, dan wisata berkuda.
Candi Lumbung

 Candi Lumbung adalah salah satu kompleks


percandian Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, yaitu di
sebelah candi Bubrah. Meskipun demikian, Candi ini telah masuk ke wilayah Jawa Tengah, yaitu di
Kabupaten Klaten. [1] wikimapia
Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno.

Candi Plaosan

 Candi Plaosan adalah sebutan untuk kompleks percandian yang


terletak di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa
Tengah, Indonesia. Candi ini terletak kira-kira satu kilometer ke arah timur-laut dari Candi
Sewu atau Candi Prambanan. Adanya kemuncak stupa, arca Buddha, serta candi-candi perwara
(pendamping/kecil) yang berbentuk stupa menandakan bahwa candi-candi tersebut adalah
candi Buddha. Kompleks ini dibangun pada abad ke-9 oleh Raja Rakai Pikatan dan Sri
Kahulunan pada zaman Kerajaan Medang, atau juga dikenal dengan nama Kerajaan Mataram Kuno.
Kompleks Candi Plaosan terdiri atas Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul.

Candi Prambanan
 Candi Prambanan atau Candi Loro Jonggrang adalah
kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini
dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa
pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti
Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah
Siwa'), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi
tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
Kompleks candi ini terletak di kecamatan Prambanan, Sleman dan kecamatan Prambanan,
Klaten, [1] kurang lebih 17 kilometer timur laut Yogyakarta, 50 kilometer barat daya Surakarta dan
120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta.[2] Letaknya sangat unik, Candi Prambanan terletak di wilayah administrasi
desa Bokoharjo, Prambanan, Sleman, sedangkan pintu masuk kompleks Candi Prambanan terletak di
wilayah adminstrasi desa Tlogo, Prambanan, Klaten.
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia,
sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan
ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama
memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang
lebih kecil.[3] Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya
tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.[4]
Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai
Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang
Mataram.

Candi Sambisari

 Candi Sambisari adalah candi Hindu (Siwa) yang berada kira-kira


12 km di sebelah timur kota Yogyakarta ke arah kota Solo atau kira-kira 4 km sebelum
kompleks Candi Prambanan. Candi ini dibangun pada abad ke-9 pada masa pemerintahan raja Rakai
Garung pada zaman Kerajaan Mataram Kuno.
Candi Sewu Candi ini ditemukan pada tahun 1966 oleh seorang petani di Desa Sambisari dan dipugar
pada tahun 1986 oleh Dinas Purbakala. Nama desa ini kemudian diabadikan menjadi nama candi
tersebut.
Posisi Candi Sambisari terletak 6,5 meter di bawah permukaan tanah, kemungkinan besar karena
tertimbun lahar dari Gunung Merapi yang meletus secara besar-besaran pada awal abad ke-11
(kemungkinan tahun 1006). Hal ini terlihat dari banyaknya batu material volkanik di sekitar
Candi Sewu
 Candi Sewu atau Manjusrighra adalah candi Buddha yang
dibangun pada abad ke-8 yang berjarak hanya delapan ratus meter di sebelah utara Candi Prambanan.
Candi Sewu merupakan kompleks candi Buddha terbesar kedua setelah Candi Borobudur di Jawa
Tengah. Candi Sewu berusia lebih tua daripada Candi Borobudur dan Prambanan. Meskipun aslinya
memiliki 249 candi, oleh masyarakat setempat candi ini dinamakan "Sewu" yang berarti seribu dalam
bahasa Jawa. Penamaan ini berdasarkan kisah legenda Loro Jonggrang.
Secara administratif, kompleks Candi Sewu terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan,
Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan Prasasti Kelurak yang berangka tahun 782 dan Prasasti Manjusrigrha yang berangka


tahun 792 dan ditemukan pada tahun 1960, nama asli candi ini adalah ”Prasada Vajrasana
Manjusrigrha”. Istilah Prasada bermakna candi atau kuil, sementara Vajrajasana bermakna
tempat Wajra (intan atau halilintar) bertakhta, sedangkan Manjusri-grha bermakna Rumah
Manjusri. Manjusri adalah salah satu Boddhisatwa dalam ajaran buddha. Candi Sewu diperkirakan
dibangun pada abad ke-8 masehi pada akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran. Rakai
Panangkaran (746–784) adalah raja yang termahsyur dari kerajaan Mataram Kuno.

Anda mungkin juga menyukai