NIM : F11121174
KELAS : E
CANDI PRAMBANAN
ETIMOLOGI
Nama Prambanan, berasal dari nama desa tempat candi ini berdiri, diduga
merupakan perubahan nama dialek bahasa Jawa dari istilah teologi Hindu
Para Brahman yang bermakna “Brahman Agung” yaitu Brahman atau
realitas abadi tertinggi dan teragung yang tak dapat digambarkan, yang
kerap disamakan dengan konsep Tuhan dalam agama Hindu. Pendapat
lain menganggap Para Brahman mungkin merujuk kepada masa jaya
candi ini yang dahulu dipenuhi oleh para brahmana. Pendapat lain
mengajukan anggapan bahwa nama “Prambanan” berasal dari akar kata
mban dalam Bahasa Jawa yang bermakna menanggung atau memikul
tugas, merujuk kepada para dewa Hindu yang mengemban tugas menata
dan menjalankan keselarasan jagat.
Nama asli kompleks candi Hindu ini adalah nama dari Bahasa Sansekerta;
Siwagrha (Rumah Siwa) atau Siwalaya (Alam Siwa), berdasarkan Prasasti
Siwagrha yang bertarikh 778 Saka (856 Masehi). Trimurti dimuliakan
dalam kompleks candi ini dengan tiga candi utamanya memuliakan
Brahma, Siwa, dan Wisnu. Akan tetapi Siwa Mahadewa yang menempati
ruang utama di candi Siwa adalah dewa yang paling dimuliakan dalam
kompleks candi ini.
Candi Prambanan Di Antara Kabut Pagi.
Candi Prambanan di antara kabut pagi.
Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai
Pikatan dan secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja
Lokapala dan raja Balitung Maha Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha
berangka tahun 856 M, bangunan suci ini dibangun untuk memuliakan
dewa Siwa, dan nama asli bangunan ini dalam bahasa Sanskerta adalah
Siwagrha (Sanskerta:Shiva-grha yang berarti: ‘Rumah Siwa’) atau
Siwalaya (Sanskerta:Shiva-laya yang berarti: ‘Ranah Siwa’ atau ‘Alam
Siwa’).[5] Dalam prasasti ini disebutkan bahwa saat pembangunan candi
Siwagrha tengah berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan
tata air untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang
dimaksud adalah sungai Opak yang mengalir dari utara ke selatan
sepanjang sisi barat kompleks candi Prambanan. Sejarawan menduga
bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok melengkung ke arah timur, dan
dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga erosi sungai dapat
membahayakan konstruksi candi. Proyek tata air ini dilakukan dengan
membuat sodetan sungai baru yang memotong lengkung sungai dengan
poros utara-selatan sepanjang dinding barat di luar kompleks candi. Bekas
aliran sungai asli kemudian ditimbun untuk memberikan lahan yang lebih
luas bagi pembangunan deretan candi perwara (candi pengawal atau
candi pendamping).
Ditelantarkan
Sekitar tahun 930-an, ibu kota kerajaan berpindah ke Jawa Timur oleh
Mpu Sindok, yang mendirikan Wangsa Isyana. Penyebab kepindahan
pusat kekuasaan ini tidak diketahui secara pasti. Akan tetapi sangat
mungkin disebabkan oleh letusan hebat Gunung Merapi yang menjulang
sekitar 20 kilometer di utara candi Prambanan. Kemungkinan penyebab
lainnya adalah peperangan dan perebutan kekuasaan. Setelah
perpindahan ibu kota, candi Prambanan mulai telantar dan tidak terawat,
sehingga pelan-pelan candi ini mulai rusak dan runtuh.
Bangunan candi ini diduga benar-benar runtuh akibat gempa bumi hebat
pada abad ke-16. Meskipun tidak lagi menjadi pusat keagamaan dan
ibadah umat Hindu, candi ini masih dikenali dan diketahui keberadaannya
oleh warga Jawa yang menghuni desa sekitar. Candi-candi serta arca
Durga dalam bangunan utama candi ini mengilhami dongeng rakyat Jawa
yaitu legenda Rara Jonggrang. Setelah perpecahan Kesultanan Mataram
pada tahun 1755, reruntuhan candi dan sungai Opak di dekatnya menjadi
tanda pembatas antara wilayah Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan
Surakarta (Solo).
PENEMUAN KEMBALI
Reruntuhan candi Siwa di Kompleks Candi Prambanan segera setelah ditemukan.
Pada tahun 1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang
berkebangsaan Belanda. Candi ini menarik perhatian dunia ketika pada
masa pendudukan Britania atas Jawa. Ketika itu Colin Mackenzie, seorang
surveyor bawahan Sir Thomas Stamford Rafes, menemukan candi ini.
Meskipun Sir Thomas kemudian memerintahkan penyelidikan lebih lanjut,
reruntuhan candi ini tetap telantar hingga berpuluh-puluh tahun.
Penggalian tak serius dilakukan sepanjang 1880-an yang sayangnya
malah menyuburkan praktik penjarahan ukiran dan batu candi. Kemudian
pada tahun 1855 Jan Willem IJzerman mulai membersihkan dan
memindahkan beberapa batu dan tanah dari bilik candi. Beberapa saat
kemudian Isaäc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan
batu-batu candi tersebut ditumpuk secara sembarangan di sepanjang
Sungai Opak. Arca-arca dan relief candi diambil oleh warga Belanda dan
dijadikan hiasan taman, sementara warga pribumi menggunakan batu
candi untuk bahan bangunan dan pondasi rumah.
PEMUGARAN
Pemugaran dimulai pada tahun 1918, akan tetapi upaya serius yang
sesungguhnya dimulai pada tahun 1930-an. Pada tahun 1902-1903,
Theodoor van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh. Pada tahun
1918-1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige Dienst)
di bawah P.J. Perquin dengan cara yang lebih sistematis sesuai kaidah
arkeologi. Sebagaimana diketahui para pendahulunya melakukan
pemindahan dan pembongkaran beribu-ribu batu secara sembarangan
tanpa memikirkan adanya usaha pemugaran kembali. Pada tahun 1926
dilanjutkan De Haan hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun
1931 digantikan oleh Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun 1942 dan
kemudian diserahkan kepemimpinan renovasi itu kepada putra Indonesia
dan itu berlanjut hingga tahun 1993.
Upaya renovasi terus menerus dilakukan bahkan hingga kini. Pemugaran
candi Siwa yaitu candi utama kompleks ini dirampungkan pada tahun
1953 dan diresmikan oleh Presiden pertama Republik Indonesia Sukarno.
Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena
batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain.
Sebuah candi hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih
ada. Oleh karena itu, banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang
dan hanya tampak fondasinya saja.
Pada 27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 5,9 pada skala Richter
(sementara United States Geological Survey melaporkan kekuatan gempa
6,2 pada skala Richter) menghantam daerah Bantul dan sekitarnya.
Gempa ini menyebabkan kerusakan hebat terhadap banyak bangunan
dan kematian pada penduduk sekitar. Gempa ini berpusat pada patahan
tektonik Opak yang patahannya sesuai arah lembah sungai Opak dekat
Prambanan. Salah satu bangunan yang rusak parah adalah kompleks
Candi Prambanan, khususnya Candi Brahma. Foto awal menunjukkan
bahwa meskipun kompleks bangunan tetap utuh, kerusakan cukup
signifikan. Pecahan batu besar, termasuk panil-panil ukiran, dan
kemuncak wajra berjatuhan dan berserakan di atas tanah.
KOMPLEKS CANDI
Model arsitektur rekonstruksi kompleks candi Prambanan, aslinya
terdapat 240 candi berdiri di kompleks ini. Pintu masuk ke kompleks
bangunan ini terdapat di keempat arah penjuru mata angin, akan tetapi
arah hadap bangunan ini adalah ke arah timur, maka pintu masuk utama
candi ini adalah gerbang timur. Kompleks candi Prambanan terdiri dari:
1. 3 Candi Trimurti: candi Siwa, Wisnu, dan Brahn
2. 3 Candi Wahana: candi Nandi, Garuda, dan Angsa
3. 2 Candi Apit: terletak antara barisan candi-candi Trimurti dan candi-
candi Wahana di sisi utara dan selatan
4. 4 Candi Kelir: terletak di 4 penjuru mata angin tepat di balik pintu
masuk halaman dalam atau zona inti
5. 4 Candi Patok: terletak di 4 sudut halaman dalam atau zona inti
6. 224 Candi Perwara: tersusun dalam 4 barisan konsentris dengan
jumlah candi dari barisan terdalam hingga terluar: 44, 52, 60, dan 68
Maka terdapat total 240 candi di kompleks Prambanan.
Aslinya terdapat 240 candi besar dan kecil di kompleks Candi Prambanan.
Tetapi kini hanya tersisa 18 candi; yaitu 8 candi utama dan 8 candi kecil
di zona inti serta 2 candi perwara. Banyak candi perwara yang belum
dipugar, dari 224 candi perwara hanya 2 yang sudah dipugar, yang tersisa
hanya tumpukan batu yang berserakan. Kompleks candi Prambanan
terdiri atas tiga zona; pertama adalah zona luar, kedua adalah zona
tengah yang terdiri atas ratusan candi, ketiga adalah zona dalam yang
merupakan zona tersuci tempat delapan candi utama dan delapan kuil
kecil.
ARSITEKTUR
Di dinding luar sebelah bawah candi dihiasi oleh barisan relung (ceruk)
yang menyimpan arca singa diapit oleh dua panil yang menggambarkan
pohon hayat kalpataru. Pohon suci ini dalam mitologi Hindu-Buddha
dianggap pohon yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan manusia.
Di kaki pohon Kalpataru ini diapit oleh pasangan kinnara-kinnari (hewan
ajaib bertubuh burung berkepala manusia), atau pasangan hewan lainnya,
seperti burung, kijang, domba, monyet, kuda, gajah, dan lain-lain. Pola
singa diapit kalpataru adalah pola khas yang hanya ditemukan di
Prambanan, karena itulah disebut “Panil Prambanan”.
MUSEUM PRAMBANAN
Di dalam kompleks taman purbakala candi Prambanan terdapat sebuah
museum yang menyimpan berbagai temuan benda bersejarah purbakala.
Museum ini terletak di sisi utara Candi Prambanan, antara candi
Prambanan dan candi Lumbung. Museum ini dibangun dalam arsitektur
tradisional Jawa, berupa rumah joglo. Koleksi yang tersimpan di museum
ini adalah berbagai batu-batu candi dan berbagai arca yang ditemukan di
sekitar lokasi candi Prambanan; misalnya arca lembu Nandi, resi Agastya,
Siwa, Wishnu, Garuda, dan arca Durga Mahisasuramardini, termasuk pula
batu Lingga Siwa, sebagai lambang kesuburan.
Replika harta karun emas temuan Wonoboyo yang terkenal itu, berupa
mangkuk berukir Ramayana, gayung, tas, uang, dan perhiasan emas, juga
dipamekan di museum ini. Temuan Wonoboyo yang asli kini disimpan di
Museum Nasional Indonesia di Jakarta. Replika model arsitektur beberapa
candi seperti Prambanan, Borobudur, dan Plaosan juga dipamerkan di
museum ini. Museum ini dapat dimasuki secara gratis oleh pengunjung
taman purbakala Prambanan karena tiket masuk taman wisata sudah
termasuk museum ini. Pertunjukan audio visual mengenai candi
Prambanan juga ditampilkan disini.