491465°E
Candi Prambanan
"Prambanan" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain, lihat Prambanan
(disambiguasi).
Pembangunan
Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara
berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Sri Maharaja Dyah
Balitung Maha Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini
dibangun untuk memuliakan dewa Siwa, dan nama asli bangunan ini dalam bahasa Sanskerta
adalah Siwagrha (Sanskerta:Shiva-grha yang berarti: 'Rumah Siwa') atau Siwalaya
(Sanskerta:Shiva-laya yang berarti: 'Ranah Siwa' atau 'Alam Siwa').[7] Dalam prasasti ini
disebutkan bahwa saat pembangunan candi Siwagrha tengah berlangsung, dilakukan juga
pekerjaan umum perubahan tata air untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai
yang dimaksud adalah sungai Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat
kompleks candi Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok
melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga erosi sungai dapat
membahayakan konstruksi candi. Proyek tata air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai
baru yang memotong lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang dinding barat di luar
kompleks candi. Bekas aliran sungai asli kemudian ditimbun untuk memberikan lahan yang lebih
luas bagi pembangunan deretan candi perwara (candi pengawal atau candi pendamping).
Beberapa arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang utama) dalam candi Siwa
sebagai candi utama merupakan arca perwujudan raja Balitung, sebagai arca pedharmaan
anumerta dia.[8]
Kompleks bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram
berikutnya, seperti raja Sri Maharaja Dyah Daksa dan Sri Maharaja Dyah Tulodong, dan diperluas
dengan membangun ratusan candi-candi tambahan di sekitar candi utama. Karena kemegahan
candi ini, candi Prambanan berfungsi sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat digelarnya
berbagai upacara penting kerajaan. Pada masa puncak kejayaannya, sejarawan menduga bahwa
ratusan pendeta brahmana dan murid-muridnya berkumpul dan menghuni pelataran luar candi
ini untuk mempelajari kitab Weda dan melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu.
Sementara pusat kerajaan atau keraton kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat
Prambanan di Dataran Kewu.
Ditelantarkan
Penemuan kembali
Pemugaran
Kini, candi ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO, status ini
diberikan UNESCO pada tahun 1991. Kini, beberapa bagian candi Prambanan tengah direstorasi
untuk memperbaiki kerusakan akibat gempa Yogyakarta 2006. Gempa ini telah merusak sejumlah
bangunan dan patung.
Peristiwa kontemporer
Tepat di seberang sungai Opak dibangun kompleks panggung dan gedung pertunjukan Trimurti
yang secara rutin menggelar pertunjukan Sendratari Ramayana. Panggung terbuka Trimurti tepat
terletak di seberang candi di tepi Barat sungai Opak dengan latar belakang Candi Prambanan yang
disoroti cahaya lampu. Panggung terbuka ini hanya digunakan
pada musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan,
pertunjukan dipindahkan di panggung tertutup. Tari Jawa
Wayang orang Ramayana ini adalah tradisi adiluhung keraton
Jawa yang telah berusia ratusan tahun, biasanya
dipertunjukkan di keraton dan mulai dipertunjukkan di
Prambanan pada saat bulan purnama sejak tahun 1960-an.
Sejak saat itu Prambanan telah menjadi daya tarik wisata
budaya dan purbakala utama di Indonesia. Pementasan pertama Sendratari
Ramayana di panggung terbuka
Setelah pemugaran besar-besaran tahun 1990-an, Prambanan Roro Jonggrang, Prambanan
juga kembali menjadi pusat ibadah agama Hindu di Jawa. (1961).
Kebangkitan kembali nilai keagamaan Prambanan adalah
karena terdapat cukup banyak masyarakat penganut Hindu,
baik pendatang dari Bali atau warga Jawa yang kembali
menganut Hindu yang bermukim di Yogyakarta, Klaten dan
sekitarnya. Tiap tahun warga Hindu dari provinsi Jawa Tengah
dan Yogyakarta berkumpul di candi Prambanan untuk
menggelar upacara pada hari suci Galungan, Tawur Kesanga,
dan Nyepi.[10][11]
Pada 27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 5,9 pada skala
Richter (sementara United States Geological Survey Pemandangan Prambanan dikala
melaporkan kekuatan gempa 6,2 pada skala Richter) malam yang disoroti lampu dari
menghantam daerah Bantul dan sekitarnya. Gempa ini arah panggung terbuka Trimurti.
menyebabkan kerusakan hebat terhadap banyak bangunan dan
kematian pada penduduk sekitar. Gempa ini berpusat pada
patahan tektonik Opak yang patahannya sesuai arah lembah
sungai Opak dekat Prambanan. Salah satu bangunan yang
rusak parah adalah kompleks Candi Prambanan, khususnya
Candi Brahma. Foto awal menunjukkan bahwa meskipun
kompleks bangunan tetap utuh, kerusakan cukup signifikan.
Pecahan batu besar, termasuk panil-panil ukiran, dan
kemuncak wajra berjatuhan dan berserakan di atas tanah.
Candi-candi ini sempat ditutup dari kunjungan wisatawan
hingga kerusakan dan bahaya keruntuhan dapat Dokumentasi pemeran utama
diperhitungkan. Balai arkeologi Yogyakarta menyatakan bahwa Sendratari Ramayana, Rama
diperlukan waktu berbulan-bulan untuk mengetahui sejauh (Tunjung Sulaksono) dan Sinta
[12][13] (Sumaryaning) bersama Charlie
mana kerusakan yang diakibatkan gempa ini. Beberapa
Chaplin dan GPH Suryohamijoyo di
minggu kemudian, pada tahun 2006 situs ini kembali dibuka
PanggungTerbuka Roro Jonggrang
untuk kunjungan wisata. Pada tahun 2008, tercatat sejumlah
(1961).
856.029 wisatawan Indonesia dan 114.951 wisatawan
mancanegara mengunjungi Prambanan. Pada 6 Januari 2009
pemugaran candi Nandi selesai.[14] Pada tahun 2009, ruang
dalam candi utama tertutup dari kunjungan wisatawan atas alasan keamanan.
Kompleks candi
Pintu masuk ke kompleks bangunan ini terdapat di keempat arah penjuru mata angin, akan tetapi
arah hadap bangunan ini adalah ke arah timur, maka pintu masuk utama candi ini adalah gerbang
timur. Kompleks candi Prambanan terdiri dari:
Candi Prambanan adalah salah satu candi Hindu terbesar di Asia Tenggara selain Angkor Wat.
Tiga candi utama disebut Trimurti dan dipersembahkan kepadantiga dewa utama Trimurti: Siwa
sang Penghancur, Wisnu sang Pemelihara dan Brahma sang Pencipta. Di kompleks candi ini
Siwa lebih diutamakan dan lebih dimuliakan dari dua dewa Trimurti lainnya. Candi Siwa sebagai
bangunan utama sekaligus yang terbesar dan tertinggi, menjulang setinggi 47 meter.
Candi Siwa
Halaman dalam adalah zona paling suci dari ketiga zona kompleks candi. Pelataran ini ditinggikan
permukaannya dan berdenah bujur sangkar dikurung pagar batu dengan empat gerbang di empat
penjuru mata angin. Dalam halaman berpermukaan pasir ini terdapat delapan candi utama; yaitu
tiga candi utama yang disebut candi Trimurti ("tiga wujud"), dipersembahkan untuk tiga dewa
Hindu tertinggi: Dewa Brahma Sang Pencipta, Wishnu Sang Pemelihara, dan Siwa Sang
Pemusnah.
Candi Siwa sebagai candi utama adalah bangunan terbesar sekaligus
tetinggi di kompleks candi Rara Jonggrang, berukuran tinggi 47 meter
dan lebar 34 meter. Puncak mastaka atau kemuncak candi ini
dimahkotai modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau
halilintar. Bentuk wajra ini merupakan versi Hindu sandingan dari
stupa yang ditemukan pada kemuncak candi Buddha. Candi Siwa
dikelilingi lorong galeri yang dihiasi relief yang menceritakan kisah
Ramayana; terukir di dinding dalam pada pagar langkan. Di atas pagar
langkan ini dipagari jajaran kemuncak yang juga berbentuk wajra.
Untuk mengikuti kisah sesuai urutannya, pengunjung harus masuk
dari sisi timur, lalu melakukan pradakshina yakni berputar
mengelilingi candi sesuai arah jarum jam. Kisah Ramayana ini
dilanjutkan ke Candi Brahma.
Candi Siwa, candi utama di
Candi Siwa di tengah-tengah, memuat lima ruangan, satu ruangan di kompleks candi
setiap arah mata angin dan satu garbagriha, yaitu ruangan utama dan Prambanan yang
terbesar yang terletak di tengah candi. Ruangan timur terhubung dipersembahkan untuk
dengan ruangan utama tempat bersemayam sebuah arca Siwa dewa Siwa.
Mahadewa (Perwujudan Siwa sebagai Dewa Tertinggi) setinggi tiga
meter. Arca ini memiliki Lakçana (atribut atau simbol) Siwa, yaitu
chandrakapala (tengkorak di atas bulan sabit), jatamakuta (mahkota
keagungan), dan trinetra (mata ketiga) di dahinya. Arca ini memiliki
empat lengan yang memegang atribut Siwa, seperti aksamala (tasbih),
camara (rambut ekor kuda pengusir lalat), dan trisula. Arca ini
mengenakan upawita (tali kasta) berbentuk ular naga (kobra). Siwa
digambarkan mengenakan cawat dari kulit harimau, digambarkan
dengan ukiran kepala, cakar, dan ekor harimau di pahanya. Sebagian
sejarawan beranggapa bahwa arca Siwa ini merupakan perwujudan
raja Balitung sebagai dewa Siwa, sebagai arca pedharmaan anumerta
dia. Sehingga ketika raja ini wafat, arwahnya dianggap bersatu
kembali dengan dewa penitisnya yaitu Siwa.[16] Arca Siwa Mahadewa
ini berdiri di atas lapik bunga padma di atas landasan persegi
berbentuk yoni yang pada sisi utaranya terukir ular Nāga (kobra).
Tiga ruang yang lebih kecil lainnya menyimpan arca-arca yang ukuran
lebih kecil yang berkaitan dengan Siwa. Di dalam ruang selatan
terdapat Resi Agastya, Ganesha putra Siwa di ruang barat, dan di Arca Durga
ruang utara terdapat arca sakti atau istri Siwa, Durga Mahisasuramardini di
ruang utara candi Siwa.
Mahisasuramardini, menggambarkan Durga sebagai pembasmi
Mahisasura, raksasa Lembu yang menyerang swargaloka. Arca Durga
ini juga disebut sebagai Rara Jonggrang (dara langsing) oleh
penduduk setempat. Arca ini dikaitkan dengan tokoh putri legendaris Rara Jonggrang.
Di dalam buku terkenal Thomas Raffles, The History of Java (1817) terdapat gambar Candi Induk
Prambanan dengan keterangan "candi induk di Jongrangan". Dalam nama jongrangan ini dikenal
nama lokal lainnya yang populer untuk kompleks percandian ini, yaitu Loro Jonggrang, yang
berarti "Gadis Semampai". Loro Jonggarang adalah tokoh utama dalam sebuah cerita rakyat Jawa.
Dua candi lainnya dipersembahkan kepada Dewa Wisnu, yang terletak di sisi utara dan satunya
dipersembahkan kepada Brahma, yang terletak di sisi selatan. Kedua candi ini menghadap ke
timur dan hanya terdapat satu ruang, yang dipersembahkan untuk dewa-dewa ini. Candi Brahma
menyimpan arca Brahma dan Candi Wishnu menyimpan arca Wishnu yang berukuran tinggi
hampir 3 meter. Ukuran candi Brahma dan Wishnu adalah sama, yakni lebar 20 meter dan tinggi
33 meter.
Candi Wahana
Tepat di depan candi Trimurti terdapat tiga candi yang lebih kecil
daripada candi Brahma dan Wishnu yang dipersembahkan kepada
kendaraan atau wahana dewa-dewa ini; sang lembu Nandi wahana
Siwa, sang Angsa wahana Brahma, dan sang Garuda wahana Wisnu.
Candi-candi wahana ini terletak tepat di depan dewa penunggangnya.
Di depan candi Siwa terdapat candi Nandi, di dalamnya terdapat arca
lembu Nandi. Pada dinding di belakang arca Nandi ini di kiri dan
kanannya mengapit arca Chandra dewa bulan dan Surya dewa
matahari. Chandra digambarkan berdiri di atas kereta yang ditarik 10
kuda, sedangkan Surya berdiri di atas kereta yang ditarik 7 kuda.[17]
Tepat di depan candi Brahma terdapat candi Angsa. Candi ini kosong
dan tidak ada arca Angsa di dalamnya. Mungkin dulu pernah
Candi Garuda, salah satu
bersemayam arca Angsa sebagai kendaraan Brahma di dalamnya. Di
candi wahana
depan candi Wishnu terdapat candi yang dipersembahkan untuk
Garuda, akan tetapi sama seperti candi Angsa, di dalam candi ini tidak
ditemukan arca Garuda. Mungkin dulu arca Garuda pernah ada di dalam candi ini. Hingga kini
Garuda menjadi lambang penting di Indonesia, yaitu sebagai lambang negara Garuda Pancasila.
Di antara baris keenam candi-candi utama ini terdapat Candi Apit. Ukuran Candi Apit hampir
sama dengan ukuran candi perwara, yaitu tinggi 14 meter dengan tapak denah 6 x 6 meter.
Disamping 8 candi utama ini terdapat candi kecil berupa kuil kecil yang mungkin fungsinya
menyerupai pelinggihan dalam Pura Hindu Bali tempat meletakan canang atau sesaji, sekaligus
sebagai aling-aling di depan pintu masuk. Candi-candi kecil ini yaitu; 4 Candi Kelir pada empat
penjuru mata angin di muka pintu masuk, dan 4 Candi Patok di setiap sudutnya. Candi Kelir dan
Candi Patok berbentuk miniatur candi tanpa tangga dengan tinggi sekitar 2 meter.
Candi Perwara
Dua dinding berdenah bujur sangkar yang mengurung dua halaman dalam, tersusun dengan
orientasi sesuai empat penjuru mata angin. Dinding kedua berukuran panjang 225 meter di tiap
sisinya. Di antara dua dinding ini adalah halaman kedua atau zona kedua. Zona kedua terdiri atas
224 Candi Perwara yang disusun dalam empat baris konsentris. Candi-candi ini dibangun di atas
empat undakan teras-teras yang makin ke tengah sedikit makin tinggi. Empat baris candi-candi ini
berukuran lebih kecil daripada candi utama. Candi-candi ini disebut "Candi Perwara" yaitu Candi
Pengawal atau Candi Pelengkap. Candi-Candi Perwara disusun dalam empat baris konsentris baris
terdalam terdiri atas 44 candi, baris kedua 52 candi, baris ketiga 60 candi, dan baris keempat
sekaligus baris terluar terdiri atas 68 candi.
Masing-masing Candi Perwara ini berukuran tinggi 14 meter dengan tapak denah 6 x 6 meter, dan
jumlah keseluruhan Candi Perwara di halaman ini adalah 224 candi. Kesemua Candi Perwara ini
memiliki satu tangga dan pintu masuk sesuai arah hadap utamanya, kecuali 16 candi di sudut yang
memiliki dua tangga dan pintu masuk menghadap ke dua arah luar.[18] Jika kebanyakan atap
candi di halaman dalam zona inti berbentuk wajra, maka atap candi perwara berbentuk ratna
yang melambangkan permata.
Aslinya ada banyak candi yang ada di halaman ini, akan tetapi
hanya sedikit yang telah dipugar. Bentuk candi perwara ini
dirancang seragam. Sejarawan menduga bahwa candi-candi ini
dibiayai dan dibangun oleh penguasa daerah sebagai tanda
bakti dan persembahan bagi raja. Sementara ada pendapat
yang mengaitkan empat baris Candi Perwara melambangkan
empat kasta, dan hanya orang-orang anggota kasta itu yang
boleh memasuki dan beribadah di dalamnya; baris paling
dalam hanya oleh dimasuki kasta brahmana, berikutnya hingga
baris terluar adalah barisan candi untuk ksatriya, waisya, dan
sudra. Sementara pihak lain menganggap tidak ada kaitannya
antara Candi Perwara dan empat kasta. Barisan candi perwara
kemungkinan dipakai untuk beribadah, atau tempat bertapa Candi Perwara di halaman sisi
(meditasi) bagi pendeta dan umatnya. selatan, tampak pada latar
belakang Candi Brahma dan
Hamsa
Arsitektur
Arsitektur candi Prambanan berpedoman kepada tradisi
arsitektur Hindu yang berdasarkan kitab Wastu Sastra/Kitab
Silpastra. Denah candi megikuti pola mandala, sementara
bentuk candi yang tinggi menjulang merupakan ciri khas candi
Hindu. Prambanan memiliki nama asli Siwagrha dan
dirancang menyerupai rumah Siwa, yaitu mengikuti bentuk
gunung suci Mahameru, tempat para dewa bersemayam.
Seluruh bagian kompleks candi mengikuti model alam semesta
menurut konsep kosmologi Hindu, yakni terbagi atas beberapa
lapisan ranah, alam atau Loka.
Bhurloka (dalam Buddhisme: Kamadhatu), adalah ranah terendah makhluk yang fana;
manusia, hewan, juga makhluk halus Hantu dan iblis. Di ranah ini manusia masih terikat dengn
hawa nafsu, hasrat, dan cara hidup yang tidak suci. Halaman terlar dan kaki candi
melambangkan ranah bhurloka.
Bwahloka (dalam Buddhisme: Rupadhatu), adalah alam tegah, tempat orang suci, resi,
pertapa, dan dewata rendahan. Di alam ini manusia mulai melihat cahaya kebenaran.
Halaman tengah dan tubuh candi melambangkan ranah bwahloka.
Swahloka (dalam Buddhisme: Arupadhatu), adalah ranah trtinggi sekaligus tersuci tempat
para dewa Hapsara Hapsari Bidadari bersemayam, juga disebut swargaloka. Halaman dalam
dan atap candi melambangkan ranah swahloka. Atap candi-candi di kompleks Prambanan
dihiasi dengan kemuncak mastaka berupa ratna (Sanskerta: permata), bentuk ratna
Prambanan merupakan modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau halilintar.
Dalam arsitektur Hindu Jawa kuno, ratna adalah sandingan Hindu untuk stupa Buddha, yang
berfungsi sebagai kemuncak atau mastaka candi.
Pada saat pemugaran, tepat di bawah arca Siwa di bawah ruang utama candi Siwa terdapat sumur
yang didasarnya terdapat pripih (kotak batu). Sumur ini sedalam 5,75 meter dan peti batu pripih
ini ditemukan di atas timbunan arang kayu, tanah, dan tulang belulang hewan korban. Di dalam
pripih ini terdapat benda-benda suci seperti lembaran emas dengan aksara bertuliskan Baruna
(dewa laut) dan Parwata (dewa gunung). Dalam peti batu ini terdapat lembaran tembaga
bercampur arang, abu, dan tanah, 20 keping uang kuno, beberapa butir permata, kaca, potongan
emas, dan lembaran perak, cangkang kerang, dan 12 lembaran emas (5 diantaranya berbentuk
kura-kura, ular naga (kobra), padma, altar, dan telur).[20]
Relief
Di dinding luar sebelah bawah candi dihiasi oleh barisan relung (ceruk) yang menyimpan arca
singa diapit oleh dua panil yang menggambarkan pohon hayat kalpataru. Pohon suci ini dalam
mitologi Hindu-Buddha dianggap pohon yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan manusia.
Di kaki pohon Kalpataru ini diapit oleh pasangan kinnara-kinnari (hewan ajaib bertubuh burung
berkepala manusia), atau pasangan hewan lainnya, seperti burung, kijang, domba, monyet, kuda,
gajah, dan lain-lain. Pola singa diapit kalpataru adalah pola khas yang hanya ditemukan di
Prambanan, karena itulah disebut "Panel Prambanan"
Replika harta karun emas temuan Wonoboyo yang terkenal itu, berupa mangkuk berukir
Ramayana, gayung, tas, uang, dan perhiasan emas, juga dipamekan di museum ini. Temuan
Wonoboyo yang asli kini disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta. Replika model
arsitektur beberapa candi seperti Prambanan, Borobudur, dan Plaosan juga dipamerkan di
museum ini. Museum ini dapat dimasuki secara gratis oleh pengunjung taman purbakala
Prambanan karena tiket masuk taman wisata sudah termasuk museum ini. Pertunjukan audio
visual mengenai candi Prambanan juga ditampilkan disini.
Lihat pula
Borobudur
Situs Ratu Baka
Rara Jonggrang
Arsitektur Indonesia
Candi
Galeri
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Prambanan.
Referensi
1. "Kompleks Candi Prambanan". Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Republik Indonesia. Diakses tanggal 2021-04-13.
2. "Peta 1944, Kunci Penegasan Batas DIY dan Jawa Tengah di Candi Prambanan". Kundha
Kabudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Diakses tanggal 2021-04-17.
3. Prambanan Temple Compounds – UNESCO World Heritage Centre (http://whc.unesco.org/en/li
st/642)
4. "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-06. Diakses tanggal 2012-01-30.
5. Prambanan Temple (http://www.indonesia-tourism.com/yogyakarta/prambanan-temple.html)
6. Jordaan, Roy [Ed]. (1996). Memuji Prambanan. Jakarta, Indonesia: Yayasan Obor.
7. Prasasti Siwagrha, Museum Nasional Indonesia
8. Soetarno, Drs. R. second edition (2002). "Aneka Candi Kuno di Indonesia" (Ancient Temples in
Indonesia), pp. 16. Dahara Prize. Semarang. ISBN 979-501-098-0.
9. Mengenal Candi Siwa dan Parambanan Dari Dekat, Penerbit Kanisius
10. http://fotokita.net/browse/photo/521224606164_4362834/tag/8/perayaan Nyepi di Prambanan
11. http://berita.liputan6.com/sosbud/200103/10186/class='vidico' Nyepi di Candi Prambanan
12. IOL (2006). "World famous temple complex damaged in quake". Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2012-05-25. Diakses tanggal 2006-05-28.
13. Di sản thế giới tại Indonesia bị động đất huỷ hoại (http://vnexpress.net/GL/The-gioi/Tu-lieu/200
6/05/3B9EA40A/) (Vietnam)
14. "Yogyakarta Online Candi Nandi Selesai Dipugar". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-
25. Diakses tanggal 2012-01-30.
15. Ariswara; English translation by Lenah Matius. third edition (1993). "Prambanan", pp. 8.
Intermasa. Jakarta. ISBN 979-8114-57-4.
16. Ariswara; English translation by Lenah Matius. third edition (1993). "Prambanan", pp. 11–12.
Intermasa. Jakarta. ISBN 979-8114-57-4.
17. Ariswara; English translation by Lenah Matius. third edition (1993). "Prambanan", pp. 26.
Intermasa. Jakarta. ISBN 979-8114-57-4.
18. "Prambanan: A Brief Architectural Summary" (dalam bahasa English). Borobudur TV. Diakses
tanggal 2011-10-31.
19. Konservasi Borobudur (http://konservasiborobudur.org/?p=11) Diarsipkan (https://web.archive.o
rg/web/20110726234819/http://konservasiborobudur.org/?p=11) 2011-07-26 di Wayback
Machine. (in Indonesian)
20. "Arsitektur Candi Roro Jonggrang".
21. UNESCO Cultural Heritages and Symbol of Indonesian Peace and Religious Harmony, Hary
Gunarto, International Journal of Current Multidisiplinary Studies. May 2019, pp. 993-997.
Pranala luar (https://www.apu.ac.jp/~gunarto/harmony.pdf)
Lihat pula
Kompleks Candi Prambanan
Pranala luar
Paduan wisata Prambanan (http://www.indonesia.travel/id/destination/247/prambanan)
(Inggris) Prambanan Temple Compounds (http://whc.unesco.org/en/list/642) di situs web
UNESCO World Heritage Centre
(Inggris) Candi Prambanan di website resmi PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan,
dan Ratu Boko (Persero) (https://borobudurpark.com/temple/prambanan/)
(Inggris) Prambanan Temple Compounds (https://www.youtube.com/watch?v=_onpsWOkhq0&
ab_channel=UNESCO) - UNESCO: World Heritage List