Anda di halaman 1dari 12

Peninggalan kerajaan majapahit

 Bidang sastra
1) Sastra Zaman Majapahit Awal :

a) Kitab Negara Kertagama, karangan Empu Prapanca. Isinya tentang keadaan kota
Majapahit, daerah-daerah jajahan dan perjalanan Hayam Wuruk mengelilingi daerah-
daearah kekuasaannya. Selain itu, juga disebutkan adanya upacara Sradda untuk Gayatri,
mengenai pemerintahan dan kehidupan keagamaan zaman Majapahait. Kitab ini
sebenarnya lebih bernilai sebagai sumber sejarah budaya daripada sumber sejarah politik.
Sebab, mengenai raja-raja yang berkuasa hanya disebutkan secara singkat, terutama raja-
raja Singasari dan Majapahit lengkap dengan tahun.

b) Kitab Sotasoma, karangan Empu Tantular. Isinya tentang riwayat Sotasoma, seorang anak
raja yang menjadi pendeta Buddha. Ia bersedia mengorbankan dirinya untuk kepentingan
semua makhluk yang ada dalam kesulitan. Oleh karena itu, banyak orang yang tertolong
olehnya. Di dalam Kitab ini terdapat ungkapan yang berbunyi; "Bhinneka Tunggal Ika, Tan
Hana Dharma Mangrawa", yang kemudian dipakai sebagai motto Negara kita.

c) Kitab Arjunawijaya, karangan Empu Tantular. Isinya tentang raksasa yang berhasil
dikalahkan oleh Arjuna Sasrabahu.

d) Kitab Kunjarakarna, tidak diketahui pengarangnya. Isinya menceritakan tentang raksasa


Kunjarakarna yang ingin menjadi manusia. Ia menghadap Wairocana dan diizinkan melihat
neraka. Oleh karena taat kepada agama Buddha, akhirnya apa yang diinginkannya terkabul.

e) Kitab Parthayajna, juga tidak diketahui pengarangnya. Isinya tentang keadaan Pandawa
setelah kalah main dadu, yang akhirnya mereka mengembara di hutan.

2) Sastra Zaman Majapahit Akhir :

Hasil karya sastra Majapahit Akhir, ditulis dengan bahasa Jawa Tengah. Di antaranya yang
ditulis dalam bentuk tembang (kidung), dan ada pula yang berbentuk gancaran (prosa).

a) Kitab Pararaton, isinya sebagian besar cerita mitos atau dongeng tentang raja-raja
Singasari dan Majapahit. Selain itu, juga diceritakan tentang Jayanegara, pemberontakan
Ranggalawe dan Sora, serta peristiwa Bubat.

b) Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat, yaitu rencana perkawinan yang kemudian
berubah menjadi pertempuran antara Pajajaran dan Majapahit di bawah pimpinan Gajah
Mada. Dalam pertempuran itu raja Sunda (Sri Baduga Maharaja) dengan para pembesarnya
terbunuh, sedangkan Dyah Pitaloka sendiri kemudian bunuh diri. Kitab ini ditulis dalam
bentuk kidung.

c) Kitab Sorandakan, ditulis dalam bentuk kidung, menceritakan tentang pemberontakan


Sora terhadap Raja Jayanegara di Lumajang.
d) Kitab Ranggalawe, ditulis dalam bentuk kidung dan menceritakan tentang
pemberontakan Ranggalawe dari Tuban terhadap Jayanegara.

e) Kitab Panjiwijayakrama, ditulis dalam bentuk kidung dan isinya riwayat R.Wijaya sampai
menjadi raja Majapahit.

f) Kitab Usana Jawa, tentang penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar.

g) Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa
Brahma, Wisnu, dan Siwa. Runtuhan gunung Mahameru sepanjang pulau Jawa menjadi
gunung-gunung di Jawa.

h) Kitab Calon Arang, isinya tentang seorang tukang tenung yang bernama Calon Arang yang
hidup pada masa pemerintahan Airlangga. Ia mempunyai anak yang sangat cantik, tetapi
tidak ada yang berani meminangnya. Calon Arang dengan sendirinya merasa terhina dan
menyebarkan penyakit di seluruh negeri. Atas perintah Airlangga ia dapat dibunuh oleh
Empu Bharada.

 Bidang bangunan

1. Candi Sukuh

Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak di wilayah
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena
ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi ini digolongkan kontroversial karena
bentuknya yang kurang lazim dan karena banyaknya obyek-obyek lingga dan yoni yang
melambangkan seksualitas. Candi Sukuh telah diusulkan ke UNESCO untuk menjadi salah
satu Situs Warisan Dunia sejak tahun 1995.

2. Candi Cetho
Candi Cetho merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir
pemerintahan Majapahit (abad ke-15). Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh
Van de Vlies pada 1842. A.J. Bernet Kempers juga melakukan penelitian mengenainya.
Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi dilakukan pertama kali pada tahun
1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika reruntuhannya
mulai diteliti, candi ini memiliki usia yang tidak jauh dengan Candi Sukuh. Lokasi candi
berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng,Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada
ketinggian 1400m di atas permukaan laut.

3. Candi Pari

Candi Pari adalah sebuah peninggalan Masa Klasik Indonesia di Desa Candi Pari,
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur. Lokasi tersebut berada sekitar
2 km ke arah barat laut pusat semburan lumpur PT Lapindo Brantas saat ini.
Dahulu, di atas gerbang ada batu dengan angka tahun 1293 Saka = 1371 Masehi.
Merupakan peninggalan zaman Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk
1350-1389 M.

4. Candi Jabung

Candi hindu ini terletak di Desa Jabung, Kecamatan Paiton,Kabupaten Probolinggo, Jawa
Timur. Struktur bangunan candi yang hanya dari bata merah ini mampu bertahan ratusan
tahun. Menurut keagamaan, Agama Budha dalam kitab Nagarakertagama Candi Jabung di
sebutkan dengan nama Bajrajinaparamitapura. Dalam kitab Nagarakertagama candi Jabung
dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk pada lawatannya keliling Jawa Timur pada tahun 1359
Masehi. Pada kitabPararaton disebut Sajabung yaitu tempat pemakaman Bhre Gundal salah
seorang keluarga raja.

Arsitektur bangunan candi ini hampir serupa dengan Candi Bahal yang ada di Bahal,
Sumatera Utara.

5. Gapura Wringin Lawang


Dalam bahasa Jawa, Wringin Lawang berarti 'Pintu Beringin'. Gapura agung ini terbuat
dari bahan bata merah dengan luas dasar 13 x 11 meter dan tinggi 15,5 meter. Diperkirakan
dibangun pada abad ke-14. Gerbang ini lazim disebut bergaya candi bentar atau tipe
gerbang terbelah. Gaya arsitektur seperti ini diduga muncul pada era Majapahit dan kini
banyak ditemukan dalam arsitektur Bali.

6. Gapura Bajang Ratu


Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ke-14 dan adalah salah satu gapura besar
pada zaman keemasan Majapahit. Menurut catatan Badan Pelestarian Peninggalan
Purbakala Mojokerto, candi / gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk bagi bangunan suci
untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara yang dalamNegarakertagama disebut
"kembali ke dunia Wisnu" tahun 1250 Saka (sekitar tahun 1328 M). Namun sebenarnya
sebelum wafatnya Jayanegara candi ini dipergunakan sebagai pintu belakang kerajaan.
Dugaan ini didukung adanya relief "Sri Tanjung" dan sayap gapura yang melambangkan
penglepasan dan sampai sekarang di daerah Trowulan sudah menjadi suatu kebudayaan jika
melayat orang meninggal diharuskan lewat pintu belakang.

7. Candi Brahu
Nama candi ini, yaitu 'brahu', diduga berasal dari kata wanaru atau warahu. Nama ini
didapat dari sebutan sebuah bangunan suci yang disebut dalam Prasasti Alasantan. Prasasti
tersebut ditemukan tak jauh dari Candi Brahu.

8. Candi Tikus

Candi ini terletak di kompleks Trowulan, sekitar 13 km di sebelah tenggara kota


Mojokerto. Candi Tikus yang semula telah terkubur dalam tanah ditemukan kembali pada
tahun 1914. Penggalian situs dilakukan berdasarkan laporan bupati Mojokerto, R.A.A.
Kromojoyo Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat.
Pemugaran secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1984 sampai dengan 1985. Nama
‘Tikus’ hanya merupakan sebutan yang digunakan masyarakat setempat. Konon, pada saat
ditemukan, tempat candi tersebut berada merupakan sarang tikus.

9. Candi Surawana

Candi Surawana adalah candi Hindu yang terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare,
Kabupaten Kediri, sekitar 25 km arah timur laut dari Kota Kediri. Candi yang nama
sesungguhnya adalah Wishnubhawanapura ini diperkirakan dibangun pada abad 14 untuk
memuliakan Bhre Wengker, seorang raja dari Kerajaan Wengker yang berada di bawah
kekuasaan Kerajaan Majapahit. Raja Wengker ini mangkat pada tahun 1388 M. Dalam
Negarakertagamadiceritakan bahwa pada tahun 1361 Raja Hayam Wuruk dari Majapahit
pernah berkunjung bahkan menginap di Candi Surawana. Candi Surawana saat ini
keadaannya sudah tidak utuh. Hanya bagian dasar yang telah direkonstruksi.

10. Candi Wringin Branjang

Candi Wringin Branjang terletak di Blitar, Jawa Timur. Candi yang terbuat dari batu
andesit ini memiliki bentuk yang sangat sederhana. Struktur bangunannya tidak memiliki
kaki candi, tetapi hanya mempunyai tubuh dan atap candi saja, dengan ukuran panjang 400
cm, lebar 300 cm dan tingginya 500 cm. Sedangkan pintu masuknya berukuran lebar 100
cm, tingginya 200 cm dan menghadap ke arah selatan. Pada bagian dinding tidak terdapat
relief atau hiasan lainnya, tetapi dinding-dinding ini memiliki lubang ventilasi yang
sederhana. Bentuk atap candi menyerupai atap rumah biasa, dan diduga bangunan candi ini
merupakan tempat penyimpanan alat-alat upacara dari zaman Kerajaan Majapahit yakni
pada abad ke 15 M.

11. candi gentong


Candi ini masih dalam tahap restorasi, sehingga wujudnya masih berupa reruntuhan
bangunan yang belum bisa dinikmati dengan nyaman. Lokasinya sendiri berdekatan dengan
candi Brahu.

12. candi kedaton


Candi Kedaton masih dalam tahap restorasi hingga kini, karena wujudnya masih berupa
misteri yang sulit dipecahkan. Pada komplek candi ini terdapat beberapa bangunan berupa
candi, sumur upas, lorong rahasia, mulut gua, dan makam Islam. Para ahli sejarah masih
berupaya menyingkap misteri untuk menemukan bentuk bangunan candi ini. Namun ada
dugaan bahwa daerah Kedaton, dahulu merupakan kompleks ibukota pada masa-masa
Majapahit akhir.

13. candi minak jinggo


Bangunan yang terletak didekat Kolam Segaran ini hanya tersisa reruntuhannya saja,
memiliki bentuk unik berupa kombinasi bahan batu andesit di bagian luar dan baru bata di
bagian dalam. Di candi ini ditemukan arca unik berwujud ukiran makhluk ajaib yang
diidentifikasi sebagai Qilin, makhluk ajaib dalam mitologi China. Adanya penemuan arca ini
mennjadi isyarat kuat bahwa terdapat hubungan budaya yang cukup kuat antara kerajaan
Majapahit dengan Dinasti Ming di China. Candi ini memiliki keterkaitan sangat erat dengan
legenda rakyat Damar Wulan dan Menak Jinggo.

14. Candi grinting


Candi yang berlokasi di dusun Grinting, desa karang jeruk kecamatan Jatirejo ini belum
banyak diketahui umum. Informasi yang diperoleh tentang wujud bangunan candi juga
belum banyak, selain sisa pondasi bangunan yang ditemukan oleh pembuat batu bata.

15. Pendopo agung


Bangunan ini dulunya berupa penemuan umpak-umpak besar yang diduga sisa dari sebuah
bangunan pendapa agung, tempat raja Majapahit menemui tamu-tamu kerajaan, letaknya
juga di dekat Kolam Segaran. Sekarang lokasi ini sudah dipugar oleh pihak Kodam V
Brawijaya menjadi bangunan pendapa yang nyaman untuk dikunjungi. Dibelakang bangunan
ini terdapat batu miring, yang konon menjadi tempat Mahapatih Gajah Mada mengikrarkan
Sumpah Palapa. Selain itu juga terdapat kompleks makam dan petilasan Raden Wijaya,
pendiri kerajaan Majapahit yang ramai dikunjungi oleh peziarah dan “konon” kalangan
pejabat yang ingin terkabul maksudnya terutama pada malam Jum’at.

16. kolam segaran


Adalah bangunan monumental berupa kolam besar dari batu bata, berbentuk persegi
panjang dengan ukuran 800 x 500 meter persegi. Kedalaman Kolam Segaran sekitar 3 meter
dengan tebal dinding 1,6 meter. Nama Segaran berasal dari bahasa Jawa 'segara' yang
berarti 'laut', mungkin masyarakat setempat mengibaratkan kolam besar ini sebagai
miniatur laut. Diduga fungsi kolam ini adalah sebagai reservoir air bagi pemukiman
penduduk kerajaan Majapahit yang padat, atau sebagai tempat latihan renang bagi prajurit
kerajaan. Dugaan lain adalah sebagai tempat hiburan menjamu tamu-tamu kerajaan,
dimana mereka dijamu di tepi kolam dengan perlengkapan makan dari emas dan perak, lalu
sesuai acara perjamuan peralatan nan mahal ini dilemparkan ke tengah-tengah kolam untuk
menunjukkan betapa makmurnya kerajaan Majapahit.

17. situs lantai segi enam


Situs berupa sisa-sisa bangunan rumah ini memiliki keunikan tersendiri lantaran
ditemukannya hamparan lantai kuno berupa paving blok berbentuk segi enam dari bahan
tanah liat bakar yang dibuat halus, berukuran 34 x 29 x 6.5 cm. Pada situs kita bisa melihat
sisa lantai, sisa dinding dan beberapa perabot dari bahan tembikar seperti gentong dan pot
tanah liat. Diduga dulu situs yang terletak 500 m selatan Pendopo Agung ini merupakan
bagian dari kompleks bangunan kerajaan, atau mungkin pula bangunan milik bangsawan
kerajaan Majapahit.

18. Alun-alun watu umpak


Situs ini terletak hanya sekitar 100 meter dari situs candi Kedaton, berupa kumpulan batu-
batu umpak besar yang tersusun rapi. Diduga situs ini adalah bekas bangunan kerajaan
Majapahit yang berkaitan pula dengan situs candi Kedaton.

19. makam putri campa


Merupakan kompleks pemakaman Islam kuno di dekat Candi Menak Jinggo dengan fokus
berupa makam putri Campa, yang konon adalah selir atau istri raja Majapahit periode akhir.
Dari bentuk makam diperkirakan Putri Campa yang wafat tahun 1448 M menganut agama
Islam, dan konon berhasil mengajak raja Majapahit terakhir untuk memeluk agama Islam.
Seperti diketahui bahwa Raden Patah, pendiri kerajaan Demak yang notabene kerajaan
Islam pertama di Jawa, adalah termasuk putra dari raja Brawijaya, raja Majapahit pada
periode akhir.

20. makam troloyo


Merupakan kompleks pemakaman Islam kuno, dimana kebanyakan batu nisan disana
berangka tahun 1350 dan 1478. Makam Troloyo membuktikan bahwa komunitas muslim
bukan hanya telah ada di pulau Jawa pada pertengahan abad ke-14, tapi juga sebagai bukti
bahwa agama Islam telah diakui dan dianut oleh sebagian kecil penduduk ibu kota
Majapahit

21. siti inggil


Siti Inggil atau yang artinya Tanah Tinggi atau mungkin dikonotasikan dengan Tanah yang
di-Agungkan terletak di dekat lokasi Candi Brahu. Konon Siti Inggil dulunya berupa punden
yang pernah menjadi tempat pertapaan Raden Wijaya. Di lokasi ini terdapat situs berupa 2
buah makam yaitu makam Sapu Angin dan Sapu Jagat yang dikeramatkan oleh penduduk
dan banyak dikunjungi oleh peziarah terutama saat malam Jumat.

Anda mungkin juga menyukai