Anda di halaman 1dari 2

“ Bukan 350 tahun dijajah” (miftahul khair)

Salah satu bangsa yang pernah menginjakkan kakinya di nusantara ini adalah Belanda, bangsa
eropa dalam banyak buku-buku sejarahnya menginformasikan kepada dunia bahwa Belanda telah
menjajah nusantara selama 350 tahun lamanya. Dengan adanya historiografi eropasentris ini, kebanyakan
masyarakat Indonesia mempercayai akan kebenaran pernyataan bahwa Indonesia dijajah oleh Belanda
selama 350 tahun.

Faktanya, pernyataan yang dipublikasikan melalui buku-buku sejarah yang dibuat oleh kolonial
eropa tersebut tidak memberikan bukti yang nyata. Mitos ini terus berkembang di Indonesia karena
malasnya sejarawan untuk mencari bukti dengan mengadakan penelitian dan membuat buku sejarah
Indonesia itu sendiri. Akhirnya, seorang ahli sejarah, hukum, dan sastra keturunan Belanda dan Jawa
yang lahir di Yogyakarta tahun 1911 yang bernama Gertrudes Johan Reesink menulis sebuah buku yang
diberi judul “Bukan 350 tahun dijajah” bertujuan untuk mematahkan mitos yang dibuat oleh kolonial
eropa tentang Belanda telah menjajah Indonesia selama 350 tahun. Reesink mempertahankan status
kewarganegaraan Indonesianya setelah pengakuan kedaulatan Belanda terhadap Indonesia pada tahun
1949.

Buku “Bukan 350 tahun dijajah” ini memberikan fakta dalam hukum Internasional untuk
mematahkan mitos dan mengembangkan historiografi Indonesiasentris. Buku ini dipublikasikan pada era
1950-an yang berisikan hubungan antara “Negara Hindia Belanda” dengan “Negara-negara pribumi di
Kepulauan Timur”. Sebagai guru besar ilmu hukum, Reesink menunjukkan beberapa bukti sejarah sesuai
disiplin keilmuannya. Reesink mengumpulkan data dari aturan-aturan konstitusi dan arsip-arsip
pengadilan di Hindia Belanda yang ia sebut sebagai “alat-alat buatan Belanda”. Dari alat-alat tersebut,
Reesink membuktikan bahwa pemerintah kolonial Belanda antara tahun 1870 dan 1910 melihat adanya
kerajaan di sekitar Hindia Belanda yang merdeka. Di antaranya adalah kerajaan Sumba, Sulawesi Selatan,
Aceh, dan daerah-daerah Batak. Pengakuan atas kerajaan-kerajaan ini bersumber pada aturan yang dibuat
pemerintah Belanda itu sendiri. Pemerintah tertinggi di Belanda (Mahkota Kerajaan Bersama Parlemen)
dalam pasal 44 Reegeeringsreg tahun 1854 memberi wewenang kepada Gubernur Jenderal Hindia
Belanda untuk mengumumkan perang, mengadakan perdamaian, dan membuat perjanjian dengan negeri
atau bangsa di Kepulauan Nusantara, negeri-negeri yang dimaksudkan tersebut adalah kerajaan-kerajaan
yang merdeka di Nusantara seperti kerajaan Aceh, Sumba, dan kerajaan lainnya. Dengan adanya
pengakuan terhadap negeri-negeri tersebut, pernyataan penjajahan atas Indonesia selama 350 tahun patah
dengan sendirinya. Reesink berpendapat pernyataan bahwa Belanda telah menjajah Indonesia selama 350
tahun itu adalah sejarah yang dibuat-buat dengan cara pars pro toto, artinya dengan penjajahan seluruh
Jawa selama abad 19 kemudian dianggap menjadi penjajahan seluruh Nusantara selama tiga abad lebih.
Historiografi eropasentris yang diabaikan oleh masyarakat Indonesia ini bertahan sangat lama. Orang-
orang percaya bahwa Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh Belanda kala itu, padahal sebenarnya relasi
antara Belanda dan Negara-negara atau kerajaan yang berada di Indonesia kala itu berbeda-beda,
tergantung kuat atau lemahnya pengaruh Hindia Belanda di kerajaan tersebut.

Menurut Reesink, Belanda sebenarnya hanya menjajah seluruh Nusantara selama 40 sampai 50
tahun. Inipun masih menghitung perbedaan waktu di masing-masing daerah. Wilayah di Jawa menjadi
daerah yang paling lama dijajah. Anehnya walaupun fakta-fakta tentang pernyataan Resink tersebut di
publikasikan pada tahun 1950-an, lantas mengapa mitos tentang Indonesia dijajah oleh Belanda selama
350 tahun itu masih diakui oleh masyarakat hingga sekarang. Hal ini tidak lain disebabkan oleh
kurangnya rasa ingin tahu masyarakat tentang sejarah negaranya sendiri dan tidak menjadikan
historiografi indonesiasentris sebagai pedoman utama.

Anda mungkin juga menyukai