Widya Putri
Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
E-mail : Widyaptri28@gmail.com
Abstrak : Kemansyuran rempah – rempah dari timur terdengar hingga seantero muka bumi. Pada
masa silam jauh sebelum digunakan untuk bahan makanan, rempah telah digunakan sebagai
persembahan dan pelengkap ritual keagamaan, menyembuhkan penyakit atau mengusir wabah bahkan
digunakan pula untuk obat bercinta. Abad 15 dimulainya “abad rempah – rempah” bagi bangsa Eropa.
Selera mereka akan rempah eksotis ini kian membumbung tinggi, akibat hal ini kebutuhan akan
rempah semakin mendesak disamping dilatar belakangi peristiwa – peristiwa di Eropa, pada abad ke-
15 dan 16 bangsa Eropa mulai melayari samudera untuk menemukan pusat rempah – rempah. Portugis,
Spanyol, Belanda, dan Inggris akhirnya empat negara tersebut pernah menduduki Maluku. Jauh
sebelum bangsa Eropa melakukan pelayaran menemukan pusat rempah – rempah. Diabad ke-13
bangsa Cina, Arab, Gujarat, India bahkan Persia telah lebih dulu melakukan perdagangan rempah –
rempah. Dari pedagang ini lah rempah didistribusikan hingga ke Eropa melalui Konstantinopel
(Istanbul), Genoa dan Venesia. Adapun tujuan penulisan artikel ini untuk menjawab bagimana
perdagangan rempah – rempah dari timur, sebelum dan sesudah bangsa Eropa datang untuk
menemukan pusat rempah dari kurun waktu abad ke-15 – 16. Sedangakan untuk metode penelitian
menggunakan penelitian historis dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan.
PENDAHULUAN
1
Spanyol, Inggris, dan Belanda di Asia dibangun atas dasar pencarian kayumanis,
cengkeh, lada, pala, dan bunga pala.
Tak hanya dilatar belakangi oleh mahalnya harga rempah, beberapa peristiwa
di Eropa juga turut andil dalam pelayaran menemukan pusat rempah. Dikuasainya
Konstatinopel oleh Turki Ustamani tahun 1453 yang mana sebelumnya Konstatinopel
ini menjadi salah satu tempat perdagangan rempah antara bangsa Eropa dan Timur
Tengah, setelah dikuasai lalu ditutup bagi perdagangan Eropa maka bangsa Eropa
kesulitan untuk mendapat pasokan rempah. Tak hanya itu perjanjian Tordesillas tahun
1494 Paus Aleksander VI membagi rute pelayaran menjadi miliki Spanyol dan
Portugis, yang mana rute timur milik Spanyol dan barat milik Portugis. Keputusan ini
juga mengawali kebijakan laut tertutup (mare clausum), bahwa rute pelayaran hanya
milik Portugis dan Spanyol, tidak untuk bangsa lain. Disamping dijanjikanya
menemukan pusat rempah, bahkan emas serta kekayaan diluar dari ekspetasi yang
bisa dibayangkan oleh manusia. Para pelopor pelayaran juga berjanji untuk membawa
misi penyebaran agama katolik dan membangkitakan kejayaan Eropa Reconquista.
2
Beberapa tahun kemudian, karena desakan akan kebutuhan yang sama Belanda dan
Inggris juga turut melayari samudera.
Hal – hal diatas telah menjelaskan bagaimana bangsa Eropa tergerak untuk
menemukan pusat rempah – rempah. Di Asia sendiri pada kurun waktu abad ke-16
ada beberapa negara yang menjadi pusat rempah diantaranya negara kepulauan India
dan Indonesia, bahkan salah satu pulau Indonesia ialah Maluku mendapat julukan
“Spice of Island”. Namun dalam pembahasan artikel ini penulis akan membahas
mengenai “Rempah – Rempah dari Timur” adapun pembatasan secara spasial ialah
kata timur itu sendiri yang mana merujuk pada kepulauan Indonesia penghasil
rempah – rempah ialah Maluku dan Banda yang terletak di sebelah Timur Indonesia.
METODE
Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian historis yang mana telah
melawati empat tahap penelitian sejarah, pertama tahap heuristik yaitu pengumpulan
sumber melalui literatur terkait dengan pembahasan artikel, lalu kritik sumber baik
secara intern mengenai isi sumber dan ekstern mengenai kredibilitas sumber, ketiga
interprestasi ialah penafsiran terhadap fakta – fakta sejarah menjadi sebuah sintesa
dan menghubungkan fakta terkait, dan yang terakhir ialah historiografi ialah tahap
dalam penulisan sejarah, menjabarkan hasil interpretasi kedalam bentuk artikel.
3
Adapun teknik dalam pengambilan data menggunakan studi kepustakaan
menggunakan literatur yang terkait tema dan pembahasan dalam artikel ini. Adapun
beberapa sumber utama dalam penulis artikel ini ialah Sejarah Rempah : Dari
Erotisme sampai Imprealisme karya Jack Turner, Sejarah Maluku : Banda Naira,
Ternate, Tidore, dan Ambon karya Des Alwi, dan yang terakhir Kepulauan Banda :
Kolonialisme dan Akibatnya di Kepulauan Pala karya Williard A. Hanna serta
didukung dengan berbagai sumber lainnya seperti buku serta jurnal ilmiah.
Banyak orang yang mengenal rempah hanya sebatas sebagai bumbu masak,
penambah cita rasa, bahan untuk jamu, bahkan sebagai bumbu dapur yang dijual
dipasaran. Lebih dari itu rempah memiliki nilai sejarah yang cukup panjang dan amat
menarik setidaknya bagi penulis. Di masa silam jauh sebelum digunakan untuk bahan
makanan, rempah telah digunakan sebagai persembahan dan pelengkap ritual
keagamaan, menyembuhkan penyakit atau mengusir wabah bahkan digunakan pula
untuk obat bercinta. Bahkan di Cina menurut catatan kronik dinasti Han (206 SM –
220 M), salah satu rempah ialah ting – hiang atau cengkeh digunakan sebagai
penyegar napas bagi para pejabat istana sebelum berbicara dan menyampaikan berita
kepada kaisar.
4
diperoleh dari tanaman tropis, umumnya digunakan sebagai pelengkap makanan atau
untuk kepentingan lainnya yang terkait dengan wangi dan kualitas pengawetannya”].1
“Pohon pala menyerupai pohon pir di Eropa, Buahnya mirip dengan buah pir,
atau dengan bulatan yang agak mirip buah Melocotono (sejenis jambu). Bila
berbunga, pala menyebarkan bau harum yang sedap. Sedikit demi sedikit
warna hijau aslinya memudar, sebagaimana layaknya semua sayuran.
Kemudia muncul warna biru bercampur abu - abu – warna buah cerry – serta
warna emas pucat, seperti warna pelangi. Bukan dalam pembagian yang
teratur seperti itu, tetapi berupa titik – titik laksana batu jasper. Kakatua yang
tak terbilang bayaknya dan burung – burung lain dari aneka warna bulu, amat
mengesankan untuk dipandang, bertengker diatas dahan – dahan, tertarik oleh
baunya yang semerbak. Buah pala – bila kering – menggalkan kulit yang
melingkupinya, dan merupakan fuli. Di banding palanya sendiri, dan bila
kering berubah subtansinya. Dari fuli ini, yang pada tahap kedua menjadi
1
Jack Turner, Sejarah Rempah : Dari Erotisme sampai Imprealisme (Depok: Komunitas Bambu,
2019), hlm. xxiv – xxv.
5
panas dan kering, pada tahap ketiga orang Banda membuat minyak yang
tinggi nilainya untuk mengobati segala macam penyakit pada saraf dan rasa
sakit akibat hawa dingin. Mereka memilih buah pala yang paling segar, berat,
gemuk, berair, dan tak berlubang. Dengan pala itu mereka mengobati atau
mengusir nafas berbau busuk, membersihkan mata, dan menyehatkan perut,
hati dan limpa serta mencerna daging. Pala merupakan obat buat banyak
penyakit lainnya, dan untuk menambah kecemerlangan wajah…”2
Dibalik pamor dan cita rasa rempah – rempah yang tersohor, perdagangan
rempah mulai berkembang pada abad ke-13 jauh sebelum bangsa Eropa berlayar
untuk menemukan pusat rempah pada abad ke-15 dan 16. Hal ini dinarasikan dalam
catatan – catatan perjalanan Zheng He dan Marco Polo. Setidaknya bagi para
pedagang Tionghoa pada abad 13 masih menjadi kunci penyalur bagi perdagangan
2
William A. Hanna, Kepulauan Banda : Kolonialisme dan Akibatnya di Kepulauan Pala (Jakarta: PT
Gramedia Anggota IKAPI, 1983), hlm. 5.
3
Fadly Rahman, Jejak Rasa Nusantara : Sejarah Makanan Indonesia (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama Anggota IKAPI, 2016), hlm. 28.
6
rempah – rempah dari pusatnya di Maluku. Dari Banda mereka bergerak ke Barat
melalui Sulawesi, Kalimantan, Jawa, lalu lintas Selat Malaka, dan terus berlayar
hingga di India menuju pusat rempah – rempah di Malabar. Setelah itu kapal – kapal
dari Arab mengirimkan rempah – rempah melintasi Samudera Hindia menuju Teluk
Persia dan Laut Merah. Sejak abad ke-14 rempah – rempah akhirnya sampai juga ke
tangan orang Eropa di Mediterania.
7
Tidore, Makian, dan Bacan telah ramai dikunjungi para pedagang dari Nusantara
(Jawa dan Melayu) serta pedagang Cina, Gujarat, dan Arab.4
4
M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah – Rempah : Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250 – 1950,
(Jakarta: Kepustakaan Gramedia Populer, 2010),hlm. 144 – 145.
5
Abd Rahman Hamid, Sejarah Maritim Indonesia (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2018),hlm. 86 dan
90.
8
ialah Jawa. Sebagaimana dalam catatan Marco Polo pada abad ke 13, melaporkan
mengenai suasana di Jawa :
Rupanya Marco polo belum tahu bahwa Jawa hanyalah enterport dari semua
komoditas yang disebutkan itu. Bukan Jawa yang tempat segala bangsa bertemu tapi
Maluku sebagai pusat rempah – rempah. Menariknya tak semua pulau di Maluku
penghasil rempah, hanya dipulau tertentu. Bahkan lada saja kebanyakan berasal dari
pulau Sumatera namun ada juga yang ditanam di Jawa, sedangkan pala dan fuli
hingga abad ke-18 hanya dihasilkan di Kepualuan Banda. Sedangkan cengkeh pada
abad ke-15 hanya dapat ditemukan di Kepulauan Maluku Utara. Di abad ke-16
penanaman cengkeh meluas kepulauan Ambon bagian Selatan, yaitu Ambon dan
Seram.7
6
Fadly Rahman, op.cit., hlm.25.
7
Djoko Marihandono dan Bondan Kanumoyoso, Rempah, Jalur Rempah, dan Dinamika Masyarakat
Nusantara (Jakarata, Direktorat Sejarah, Direktoral Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan). hlm. 12- 13.
http://rumahbelajar.id/Media/Dokumen/5cff5f5fb646044330d686d0/379660db33b32c7c0d1e8e38664d
60a2.pdf
9
Gambar 2 Letak Geografis Kepulaun Maluku
(Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kepulauan_Maluku).
Dampak dari Perjanjian Tordesillas yang dibaginya dunia timur dan barat
milik Spanyol dan Portugis. Spanyol mendapat kedaulatan atas daratan di sepanjang
garis bujur barat yang berjarak 100 league (sekitar 320 mil) sebelah barat pulau
Tanjung Verde. Maka, Spanyol pun memiliki hak atas daratan yang dikunjungi
Colombus, sementara bangsa Portugis mempertahankan haknya atas penemuan di
wilayah sepanjang pantai Afrika Barat. Namun karena dirasa pembagian ini kurang
adil bagi Portugis maka kembali direvisi dengan ketentuan masing – masing
10
diberikan wilayah berdasarkan garis bujur sepanjang 370 league (sekitar 1.185 mil)
sebelah barat Kepualauan Tanjung Verde.8
“Kami berlayar dari Malaka pada 11 November 1511 pada musim bertiupnya
angin Barat. Sewaktu meninggalkan Malaka kami tidak banyak membawa
bekal, karena perang dengan Sultan Melayu masih berlangsung. Ternyata
dalam pelayaran dua bulan lebih itu bekal yang kami bawa habis. Untuk
mempertahankan hidup terpaksa segala yang ada di kapal dijadikan
makanan, termasuk kecoa, tikus kapal dan keju busuk. Setelah dua bulan
berlayar, pada pertengahan januari 1512, tibalah kami di kepulauan Banda
Neira yang begitu indah. Begitu banyak petualang Barat berupaya
menemukan kepulauan yang bagaikan surga di dunia ini, yang kaya dengan
pala, namun kami yang berjasa sukses menemukannya. Alangkah
terperanjatnya kami ketika mengetahui bahwa orang Moro yang begitu lama
berperang dengan kami di negeri kami sendiri telah tiba di kepulauan itu 100
tahun lebih dulu dari kami.”9
8
Jack Turner, op.cit., hlm. 27.
9
Des Alwi, Sejarah Maluku : Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon (Jakarta: Dian Rakyat, 2005),
hlm. 27.
11
membeli cengkih dari Ternate dan menjualnya kepada para pedagang yang
berkunjung ke Banda Neira. Penjelajah Portugis membeli semua hasil bumi itu
dengan harga yang sangat murah, yang bila dijual langsung ke Eropa keuntungannya
bisa mencapai 1000 prosen. Sebelumnya pala dibeli oleh pedagang-pedagang Cina,
Arab dan Melayu untuk kemudian dikapalkan kembali ke teluk Persia. Dari teluk
Persia barang-barang yang mahal ini diangkut oleh kafilah-kafilah ke kawasan laut
tengah dan disebar melalui Konstantinopel (Istanbul), Genoa dan Venesia. Bahkan
dalam perdagangan rempah dapat membuat siapapun kaya mendadak sebab setiap
kali rempah-rempah itu diperjual belikan dari satu pedagang perantara ke pedagang
perantara lainnya harganya meningkat 100 prosen.
Dalam strategi diplomasi yang dilakukan Francisco Serrao dengan Maluku
amatlah cerdas dan brilian ia bahkan dijadikan penasehat Sultan Ternate Bolief.
Mendapat kepercayaan lokal dengan mendukung Ternate dalam konflik tanpa henti
dengan Tidore. Serrao juga menikah dengan wanita setempat (yang mungkin adalah
putri dari Sultan Almanzor di Tidore , jika benar hal ini merupakan strategi diplomasi
yang brilian)10 serta membangun benteng kecil dan pos perdagangan sehingga
Portugis bisa mengirim rempah secara rutin ke negaranya.
Sedangakan armada Spanyol pertama kali mendarat di kepulauan Maluku
sampai di pulau Tidore. Ekspedi ini dipimpin oleh Ferdinand Magellan yang mana
Magellan sebelumnya merupakan pelaut Portugis karena kekecewaanya terhadap
Raja Portugis, maka ia mengabdi untuk raja Charles ke V dari Spanyol. Rute perjalan
rempah – rempah diketahui Magellan dari Francisco Serrao teman seperjuanganya
ketika menaklukan Malaka. Namun ketika berlayar menuju kepulauan rempah kapal
Magellan sempat karam di sebuah Tanjung yang dinamakan selat Magellan. Lalu
ekspedisi diteruskan oleh Carvalhindo dan Gonsalo de Epinosa. Sebagaiman catatan
Piggafeta (seorang penulis berkebangsaan Itali yang ikut berlayar bersamanya).
Mereka berhasil mendarat di Tidore pada 8 November 1521, dan diterima baik oleh
10
Jack Turner, op.cit., hlm. 33.
12
Sultan Almansur selaku penguasa Tidore.11 Lalu kedua pihak melakukan perundingan
guna transaksi cengkeh dengan harga yang cukup menjajikan.
Kedatangan bangsa Belanda pertama kali ke Maluku dipimpin oleh
Laksamana Muda Jacob van Heemskerk pada tahun 1599 bersama 200 pedagang,
serdadu dan pelaut. Mereka datang dengan dua kapal layar yakni Gelderland dan
Zeeland. Kapal layar Gelderland membuang sauh di pantai Orantatta, sebuah kota
kecil di pulau Banda Besar, pada hari Senin 15 Maret 1599, disusul kemudian kapal
layar Zeeland pada keesokan harinya.12 Kedua kapal layar yang dipimpin Heemskerk
ini merupakan bagian dari delapan kapal layar dibawah komando Laksamana Jacob
van Neck, yang melaksanakan ekspedisi kedua ke Hindia (1598-1599) dengan biaya
dari Compagnie van Verre, sebuah compagnie yang mendahului VOC tersohor
dengan keganasannya. Laksamana Van Neck membawa perintah untuk mencari
rempah – rempah disumbernya dan dengan demikian menghindarkan monopoli orang
Iberia (Spanyol dan Portugis).
Sedangkan Inggris pertama kali tiba di kepulauan Banda pada tahun 1602
dibawah pimpinan James Lancester dengan tujuh kapal layar. Ekspedisi pelayaran
Inggris ini merupakan bentuk realisasi dari rencana Honoureble East India Company
(Gentlemen Adventurers Company Limited) yang mendapat restu dari Ratu Elisabeth
I untuk melakukan pelayaran ke daerah Maluku, tempat dimana Belanda dan Portugis
telah menjelajahinya lebih dulu. Inggris berhasil membuka pos perdagangan antara
lain di Banten, Ternate dan juga pulau Run, yakni salah satu pulau dalam gugusan
kepulauan Banda.
Ketika Belanda berhasil menaklukan pulau Ai tetangga pulau Run pada tahun
1615, Penguasa Pulau Run menyerahkan secara resmi kekuasaan atas pulau tersebut
kepada Inggris pada Desember 1616. Atas dasar itu, Inggris kemudian membangun
benteng pertahanan di Naizeelaka dan sebelah Utara pulau Run. Fakta inilah yang
11
M. Adnan Amal, op.cit., hlm. 154 – 155.
12
Williard A. Hanna, op.cit.,hlm.7.
13
membuat Ratu Elisabeth I, menyatakan bahwa United Kingdom (Kerajaan Inggris)
wilayahnya terdiri dari England, Wales, Skotlandia, Irlandia dan Pulau Run.13
Belanda dibawah kongsi dagang VOC tidak membiarkan Inggris menguasai
Pulau Run. Oleh karena itu berbagai upaya dilakukan, baik melalui peperangan
maupun lewat perjanjian damai. Pada tahun 1621 J.P.Coen Gubernur Jenderal yang
terkenal dengan kekejamannya itu menaklukan rakyat Banda termasuk pulau Run
yang dijaga ketat, oleh Inggris. Tiga tahun kemudian Inggris berhasil mengambil alih
pulau Run dari kekuasaan Belanda dan berdagang di pulau itu sampai dengan tahun
1667. Namun berdasarkan pejanjian Breda tahun 1667 antara Inggris dengan
Belanda, dimana pulau Run diserahkan kepada Belanda dan sebuah pulau jajahan
Belanda di pantai Timur Amerika yaitu Nieuw Amsterdam (sekarang Manhattan-New
York) diseratikan kepada Inggris. Perjanjian yang tidak diketahui oleh pribumi pulau
Run di Banda Neira mapun pribumi Manhattan di pantai Timur Amerika, namun
sungguh sejarah telah mencatat bahwa nilai pulau Run sama dengan nilai Manhattan
pada abad ke-17.
KESIMPULAN
Pada abad ke 15 dan 16 bangsa Eropa mulai melakukan penjelajahan
samudera guna menemukan pusat rempah – rempah. Namun jauh sebelum itu diabad
ke-13 bangsa Cina, Arab, Gujarat, India bahkan Persia telah melakukan kontak
dagang dengan Maluku, perdagangan rempah – rempah dari Timur ini secara tidak
langsung mulai terbentuk. Dikarenakan beberapa peristiwa di Eropa dan kebutuhan
akan rempah maka bangsa Eropa rela melayari samudera bermil - mil kilometer
13
Mezak Wakim, Banda Naira Dalam Prespektif Sejarah Maritim : Kilas Balik Ekspedisi Spice Island,
hlm. 4 -5.
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbmaluku/wp-content/uploads/sites/13/2014/08/tulisan-ini-
sudah-di-publikasikan-pada-jurnal-Direktorat-Sejarah-Budpar.pdf
14
jauhnnya. Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris berhasil menapaki kakinya di
Timur nan jauh ialah di kepulaun Maluku.
Portugis pertama kali mendarat di pulau Banda pada tahun 1512 dibawah
pimpinan Antonio de Abreu dan Francicso Serrao, Spanyol mendarat di kepulauan
Tidore pada tahun 1521 dibawah pimpinan Carvalhindo dan Gonsalo de Epinosa
dibawah ekspedisi pelayaran Magellan. Sedangkan Belanda pertama kali mendarat
dipantai Orantatta, sebuah kota kecil di pulau Banda Besar dengan dua kapal besar
Gelderland dan Zeeland dibawah pimpinan Laksamana Muda Jacob van Heemskerk.
Dan yang terakhir adalah pada tahun 1602 dibawah pimpinan James Lancester
mendarat di Pulau Run.
Kedatangan bangsa Eropa ini tidak datang secara bersamaan bahkan diantara
mereka dalam menduduki kepulauan yang sama ialah Maluku dan Banda pernah
terjadi konflik baik antar sesama ataupun dengan penduduk lokal. Dikarenakan
desakan dan kebutuhan yang sama mereka berbagi tempat namun pada akhirnya satu
persatu diantara mereka meninggalkan kepulauan tersebut. Hingga akhirnya Belanda
menjadi penguasa tunggal di kepulauan Maluku dan Banda berdasarkan perjanjian
Breda tahun 1667.
15
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alwi , D. (2005). Sejarah Maluku : Banda Neira, Ternate, Tidore, dan Ambon .
Jakarta : PT. Dian Rakyat Indonesia .
Marihandono, D., & Kanumoyoso, B. (2016). Rempah, Jalur Rempah, dan Dinamika
Masyarakat Nusantara. Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktoral Jenderal
Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
http://rumahbelajar.id/Media/Dokumen/5cff5f5fb646044330d686d0/379660d
b33b32c7c0d1e8e38664d60a2.pdf [diakes 8 Desember 2019 pukul 19.07
WIB]
Jurnal
Makim , M. (n.d.). Banda Naira dalam Prespektif Sejarah Maritim: Kilas Balik
Ekspedisi Spice Islands.
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbmaluku/wp-
content/uploads/sites/13/2014/08/tulisan-ini-sudah-di-publikasikan-pada-
jurnal-Direktorat-Sejarah-Budpar.pdf [diakes 8 Desember 2019 pukul 18.44
WIB ]
Pattikayhatu, J. A. (2012). Bandar Niaga di Perairan Maluku dan Perdagangan
Rempah-Rempah. Kapata Arkeologi, 8(1) , 1- 8. http://kapata-
arkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/kapata/article/view/175 [diakses 9
Desember 2019 pukul 13.50 WIB]
16
Ririmasse, M. N. (2017). Sebelum Jalur Rempah: Awal Interaksi Niaga Lintas Batas
di Maluku dalam Perspektif Arkeologi. Kapata Arkeologi, 13(1), 47 - 54.
https://kapata-arkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/kapata/article/view/388
[diakses 9 Desember 2019 pukul 13:48 WIB ]
Website
https://singkatsejarah.blogspot.com/2016/07/pelayaran-dan-perdagangan-di-
nusantara.html) [diakses 27 Desember 2019 pukul 12.31 WIB]
17