Anda di halaman 1dari 19

KONFLIK

KAMBOJA
KELOMPOK 1 (XII IIS 3)
Sejarah
Peminatan
Ayudya Putri
Dita Calista A.
Stephanie

XII IIS 3

Raisya Humaira
Ichfazyah N.
Hasan Syamil

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah sejarah tentang
konflik kamboja.
Makalah sejarah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jakarta, 28 September 2015

Kelompok 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... 1
DAFTAR ISI............................................................................................................. 2
BAB I...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN....................................................................................................... 3
Latar Belakang........................................................................................................ 3
Rumusan Masalah.................................................................................................... 3
Tujuan.................................................................................................................. 3
Metode penulisan..................................................................................................... 3
Kegunaan penulisan.................................................................................................. 3
Sistematika penulisan................................................................................................ 4
BAB II..................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN......................................................................................................... 5
Akar konflik kamboja............................................................................................... 5
Konflik Kamboja..................................................................................................... 6
Upaya Penyelesaian Konflik Kamboja...........................................................................9
Terbentuknya koalisi longgar.................................................................................... 11
DampakKonflik Kamboja........................................................................................ 15
Tokoh Penting....................................................................................................... 16
Peranan Indonesia.................................................................................................. 16
BAB III.................................................................................................................. 17
PENUTUP.............................................................................................................. 17
KESIMPULAN........................................................................................................ 17

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kamboja atau Kampuchea merupakan negara di Asia Tenggara yang semula berbentuk
Kerajaan di bawah kekuasaan Dinasti Khmer di Semenanjung Indo-China antara Abad Ke-11
dan Abad Ke-14. Rakyat Kamboja biasanya dikenal dengan sebutan Cambodian atau Khmer,
yang mengacu pada etnis Khmer di negara tersebut. Negara anggota ASEAN yang terkenal
dengan pagoda Angkor Wat ini berbatasan langsung dengan Thailand, Laos dan Vietnam.
Sebagian besar rakyat Kamboja beragama Buddha Theravada, yang turun-temurun dianut
oleh etnis Khmer. Namun, sebagian warganya juga ada yang beragama Islam dari keturunan
muslim Cham.
Pada tanggal 9 November 1953, Perancis mengakhiri penjajahannya di Kamboja yang telah
berlangsung sejak tahun 1863 dan Kamboja pun menjadi sebuah negara berdaulat. Setahun
kemudian mantan pemimpin negara kawasan Indo-China itu, Raja Norodom Sihanouk,
kembali dari pengasingannya di Thailand. Sihanouk kemudian membentuk partai politik dan
menggelar pemilihan umum (pemilu). Setelah memenangkan pemilu ia berhasil mengusir
orang-orang komunis dan memperoleh seluruh kursi pemerintahan.
Pada tahun 1955, untuk melepaskan diri dari segala bentuk pelarangan yang dibuat untuk raja
oleh perundang-undangan Kamboja, Norodom Sihanouk mengembalikan tahta kepada
ayahnya, Norodom Suramarit. Ia kemudian memasuki dunia politik. Selama pemilihan
berturut-turut, pada tahun 1955,1958, 1962 dan 1966, partai bentukan Norodom Sihanouk
selalu memenangkan kursi mayoritas di parlemen.
1. Rumusan Masalah
1. Bagaimana masalah yang terjadi di kamboja?
2. Bagaiman upaya yang dilakukan untuk menyelesaikannya?
3. Bagaimana dampak yang terjadi terhadap rakyat kamboja dan negara yang
terlibat?
2. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana masalah yag terjadi di Kamboja.
2. Mengetahui upaya yang dilakukan untuk menyelesaikannya.

3. Mengetahui dampak yang terjadi terhadap rakyat kamboja dan negara yang
terlibat.
3. Metode penulisan:
Mengumpulkan data-data artikel-artikel di internet dan buku buku pelajaran sejarah
4. Kegunaan penulisan:
Bagi pelajar, agar dapat mengerti dan mengetahui bagaimana perkembangan sejarah
di dunia.
Bagi guru, agar dapat melihat sejauh mana para murid dapat menguasai materi
tersebut.

5.
a
b
c
d

Sistematika penulisan:
Mengulas dan mendalami tentang latar belakang penulisan
Mengetahui tujuan penulisan
Mengetahui arti dan kegunaan penulisan
Mengulas lebih dalam asal-usul penulisan

BAB II
PEMBAHASAN

Akar konflik kamboja


1. Perebutan kepentingan berbagai pihak asing di Kamboja
Masalah yang melanda Kamboja tidak terlepas dari keterlibatan pihak asing yang cenderung
mengambil keuntungan dari Kamboja.
Kepentingan dari pihak asing trsebut adalah:
1. Perancis
Sejak 1863, Kamboja resmi menjadi bagian dari Protectorate Perancis bersamasama dengan
Laos dan Vietnam (French Indochina), hingga Kamboja merdeka pada tahun 1953.
1. Thailand

Sejak abad ke 14 bergantian menjajah Kamboja bersama-sama denganVietnam hingga


tahun 1863 Kambojaberada dalam perlindungan Perancis.

Thailand memandang bahwa Kamboja memiliki pangsa pasar yang sangat potensial
bagi perdagangan kedua negara.

Mengkhawatirkan penetrasi komunis Vietnam masuk ke Thailand,


sehinggamengharapkan agar Kamboja dapat bertahan sebagai negara non
komunisguna berfungsi sebagai buffer zone.

1. Vietnam

Sejak abad ke 14 menjajah Kamboja, diantara alasan utamanya adalah


untukmemenuhi kebutuhan pangan bagipopulasi rakyatnya yang jauh
melebihipopulasi rakyat Kamboja.

Memiliki visi untuk menyatukan wilayah Indochina di bawah pimpinannya. Hal ini
mendapat dukungan Perancis pada masa Laos, Vietnam dan Kamboja disatukan dalam
Union of Indochinoise (1887) di bawah perlindungan (Protectorate) Perancis.

Setelah Vietnam Utara dan Selatan bersatu (1976) Vietnam bermaksud untuk
membentuk hubungan khusus antara ketiga negara Indochina.

1. Amerika Serikat

Memandang Kamboja sebagai wilayah strategis untuk membendung paham komunis


Vietnam Utara (Perang Vietnam/ Indochina 1965-1975).

Mendukung Kudeta Lon Nol terhadap pemerintahan Sihanouk yang terindikasikekirikirian (1970).

Membangun aliansi dengan negaranegara di kawasan Indochina (Vietnam Selatan,


Thailand, dan Kamboja di bawah Lon Nol) untuk membendung pengaruh komunis di
kawasan.

1. China
Politik China di kawasan Indochina danKamboja pada khususnya disebabkan oleh
kekhawatiran terhadap ancaman Uni Soviet. Untuk membendung pengaruh Uni Soviet, China
menghendaki agar ketiga negara di kawasan Indochina masing-masing berdiri tanpa pengaruh
dari pihak luar. Oleh sebab itu, China mendukung DK untuk mengusir Vietnam yang
didukung Uni Soviet keluar dari Kamboja.
1. Implikasi kebijakan rezim Pol Pot terhadap perkembangan konflik Kamboja
2. Intervensi Vietnam di Kamboja
3. Perselisihan empat faksi dalam rangka perebutan kekuasaan di Kamboja.
Peoples Republic of Kampuchea (PRK) pimpinan Heng Samrin, Democratic Kampuchea
(DK) pimpinan Pol Pot, Front Uni National pour un CambodgeIndependant (FUNCINPEC)
pimpinan Norodom Sihanouk, dan Khmer Peoples National Liberation Front (KPNLF)
pimpinan Son Sannu. Pada dasarnya keempat faksi sempat menikmati tampuk kepemimpinan
tertinggi di negara itu secara bergantian sejak meraih kemerdekaanya dari Perancis

Konflik Kamboja
Tahun 1970 merupakan tahun yang perlu dicatat dalam sejarah Kamboja.Pada waktu itu
terjadi pergantian kekuasaan dan sekaligus telah membawa perubahan bentuk negara dari
kerajaan menjadi republik. Pangeran Norodom Sihanouk sebagai seorang raja yang berkuasa
di Kamboja, pada waktu itu sedang berkunjung ke luar negeri (Paris) dalam rangka
kunjungan kenegaraan, di istana terjadi pergeseran kekuasaan oleh kelompok militer dibawah
pimpinan Letjen Lon Nol. Gerakan militer ini ternyata disokong oleh pihak Amerika Serikat.
Padahal harus diingat bahwa pada waktu itu pemerintahan Kamboja harus juga menghadapi
pemberontakan gerilyawan komunis Khmer Merah pimpinan Kieu Samphan. Dan salah satu
alasan mengapa Amerika Serikat medukung tindakan kaum militer ini karena ia menilai
terlalu lambannya pihak Sihanouk dalam menumpas gerakan komunis Khmer Merah. Dengan
demikian Lon Nol yang merupkan penguasa sekaligus mengumumkan dirinya sebagai
presiden Kamboja, memikul tugas untuk menumpas gerakan komunis Khmer Merah. Sedang
Sihanouk yang merasa dikecewakan mendirikan pemerintahan pengasingan yang berkubu di
Peking.

Peristiwa penggeseran Sihanouk atas kelompok militer dibawah Lon Nol ternyata tidak
mengecilkan pengaruh gerakan Komunis Khmer Merah, tetapi justru sebaliknya. Khmer
Merah yang merasa tidak puas semakin meningkatkan gerakannya, apalagi rezim Lon Nol
terang-terangan didukung oleh pihak Amerika Serikat. Oleh karena itu dengan bantuan
Vietnam Utara, RRC, dn Rusia, Khmer Merah semakin meningkatkan gerilyanya untuk
menggulinkan rezim Lon Nol yang dituduh sebagai kaki tangan kaum imperealis. Menginjak
tahun 1974, keadaan rezim Lon Nol sudah sangat mengkhawatirkan. Pelabuhan utama
Kamboja Kompong Son terancam jatuh dan terus mendapat tekanan berat dari pihak Khmer
Merah. Beban ini menjadi semakin berat mengingat semakin banyaknya invasi dari kaum
komunis Vietnam Utara di Kamboja.
Menyadari keadaan yang semakin kritis itu maka Lon Nol melalui PMnya Long Boret pada 6
juli 1974 mengemukakan tawaran untuk membuka perundingan dengan para pemberontak
Khmer Merah, tetapi tawaran itu tidak mendapat tanggapan, bahkan sebaliknya Khmer
Merah semakin meningkatkan gerakannya. Disusul kemudian pada 9 juli 1974 Lon Nol
sendiri tampil berpidato yang maksudnya untuk berunding dengan kaum pemberontak tanpa
syarat. Tawaran inipun ditolak oleh Khmer Merah maupun Sihanouk yang berada di
pengasingan. Alasanya adalah semakin meningkatnya campur tangan dari pihak asing
(Amerika Serikat). Perundingan damai hanya dapat dilakukan kalau semua kekuatan asing
ditarik dari Kamboja, demikian komentar Sihanouk.
Pihak Khmer Merah yang nampaknya semakin memperoleh posisi strategis, terus
mengembangkan perlawanannyadan rezim Lon Nol yang angkuh dan korup akhirnya tidak
mampu mempertahankan kekuasaannya dari keganasan kaum pemberontak. Pada 17 april
1975 rezim Lon Nol terpaksa angkat kaki mundur dari Kambojadan muncullah kekuasaan
baru dibawah kaum komunis Khmer Merah pimpinan Kieu Samphan. Beberapa waktu
kemudian komunis Khmer Merah ini memunculkanDemocraticKampuchea (DK)yang
dipimpin oleh Pol Pot sebagai perdana menteri Kamboja.
Pergantian kekuasaan di Kamboja dari rezim Lon Nol yang nasionalis ke rezim Khmer Merah
yang komunis ternyata belum memenuhi ambisi komunis Vietnam. Bahkan pada
perkembangan berikutnya kedua negara itu sangat konfrontatif. Khmer Merah yang dalam
perjuangannya melawan rezim Lon Nol mendapat bantuan Vietnam Utara ternyata setelah
berhasil tidak mengikuti jejak komunis Vietnam sebagaimana yang diharapkan semula.
Apalagi setelah kamboja dipimpin oleh Pol Pot dukungan RRC. Kamboja tidak bersedia
sama sekali untuk kompromi, apalagi dibawah dominasi Vietnam. Banyak faktor yang
memotivisirnya. Disamping persoalan-persoalan politik dan etnis, kedua bangsa itu
merupakan musuh bebuyutan sejak dahulu kala. Penampilan Pol Pot bagi Khmer Merah
secara tegas telah menunjukkan sikap anti terhadap Vietnam dan lebih berorientasi kepada
Peking.Padahal antara Hanoi dan Peking adalah dua rezim yang tidak pernah rukun sehingga
dengan demikian akan semakin memperbesar pertentangan antara Vietnam dan Kamboja.
Konflik ini ternyata berkembang dalam skala yang cukup luas yakni menyangkut konflik
perbatasan. Konflik perbatasan ini semakin hari semakin tajam bahkan tidak dapat dihindari
akan terjadi kontak senjata secara terbuka
Kemudian berbicara rezim baru di Kamboja. Tidak dapat dipisahkan dari pola kepemimpinan
dan policy yang dilaksanakan pihak Khmer Merah. Rezim Khmer Merah dibawah Pol Pot
dikenal sebagai rezim yang kaku, keras, brutal dan banyak memusuhi rakyat sendiri. Dalam
kenyataannya pemerintahan Pol Pot telah banyak melakukan tindakan-tindakan yang
melanggar hak-hak asasi rakyat Kamboja. Bahkan tidak segan-segan rezim Pol Pot ini

melakukanpembunuhan secara besar-besaran. Hampir satu juta rakyat tanpa dosa terbunuh.
Entah mereka itu meninggal karena menolak kekuasaan komunis, korban revolusi maupun
mati karena kelapan dan tekanan-tekanan di kamp-kamp konsentrasi di daerah-daerah
pedesaan. Rezim Pol Pot memang melebihi drakula, demikian komentar bekas kepala negara
Norodom Sihanouk.
Yang jelas kebijaksanaan yang ditempuh pemerintahan Pol Pot sangat kejam dan kaku.
Sebagai contoh tindakannya itu antara lain mengusir dan menggiring penduduk yang
mendiami daerah kota terutama Phnom Penh ke daerah pinggiran atau desa-desa daerah
pertanian. Mereka di kamp-kamp konsentrasi dipekerjakan secara paksa, dibawah
pengawasan ketat pihak tentara Khmer Merah. termasuk yang pekerjakan ini antara lain dua
orang mahasiswa anak dari Sihanouk yang sampai sekarang tidak diketahui bagaimana
nasibnya. Bahkan konon kabarnya sampai pada orang tua dan pasien-pasien di rumah
sakitpun ikut digiring ke kamp-kamp tersebut. Kalau hal ini benar, berarti rezim Pol Pot telah
meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan.
Konstalasi keadaan tersebut jelas akan mengundang rasa tidak puas dikalangan masyarakat.
Timbul gerakan untuk menentang sikap dan tindakan pemerinatahyang terlalu kejam. Sebagai
reaksi dari rasa tidak puas itu, maka tanggal 3 desember 1978 terbentuklah suatu gerakan
pembebasan yaitu Front Persatuan Penyelamatan Rakyat Kamboja. Yang selanjutnya
dinamakan KNUFNS. Gerakan ini dipimpin oleh Heng Samrin dan didukung oleh Vietnam.
Hal ini ternyata semakin mempertajam konflik perbatasan antara Vietnamdan Kamboja yang
sudah berlangsung hampir tiga tahun setelah kedua negara itu berhasil menumbangkan
kekuasaan nasionalis didukung Amerika Serikat.
Konflik perbatasan antara Vietnam dan Kamboja sudah dikatakan adalah lagu lama. Kondisi
konflik ini semakin diperkuat dengan berkembangnya konflik Sino-Soviet. RRC mendukung
rezim Khmer Merah yang berkuasa di Kamboja dan sebaliknya Soviet mendukung Vietnam
yang sekaligus mebantu gerakan KNUFNS penentang Pol Pot. Karena itu ada yang
mengatakan bahwa berkembangnya konflik Vietnam-Kamboja secara serius akan merupakan
perang indocina yang ke tiga kalinya.
Dengan dukungan tentara Vietnam yang diganjal logistik Uni Soviet, maka pada 7 januari
1979 gerakan KNUFNSberhasil merebut Phnom Penh dan sekaligus menggulingkan Pol Pot.
Setelah jatuhnya Pol Pot maka kamboja dikendalikan tentara Vietnam dengan
membentukPeoplesRepublic of Kampuchea (PRK), dipimpin oleh Heng Samrin sebagai
Presiden dan Hun Sen sebagai Perdana Menteri. Kemenangan KNUFNS ini merupakan
sukses besar bagi komunis Vietnam dalam rangka menanamkan pengaruh dan membentuk
kekuatan baru di Indocina. Berdirinya PRK untuk memimpin Kamboja mendapat sokongan
dari Uni Soviet serta tetangga Indochina-nya, Laos. Namun demikian, kesuksesan PRK untuk
menjadi pemimpin Kamboja gagal untuk mendapatkan dukungan dari dunia internasional,
khususnya PBB. Hal ini disebabkan oleh reaksi dunia internasional yang cenderung negatif
terhadap intervensi militer yang dilakukan oleh Vietnam. PBB dan mayoritas negara-negara
lainnya menolak untuk mengakui rezim Heng Samrin sebagai pemerintahan yang sah di
Kamboja. Selain dari negara-negara yang sejalan dengan Uni Soviet, secara praktis tidak ada
negara yang memberikan dukunganatas tindakan Vietnam. Negara-negara ASEAN, China,
Jepang dan khususnya Amerika Serikat mengutuk pendudukan Vietnam atas Kamboja.
Namun demikian, suatu titik terang bagi Kamboja adalah bahwa negara-negara ini masih
tetap mengakui pemerintahan DK sebagai pemerintahan yang sah mewakili Kamboja di

forum internasional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara bulat komunitas
dunia menghendaki agar pasukan atau kekuatan asing dapat segera keluar dari Kamboja.

10

Upaya Penyelesaian Konflik Kamboja


1. Konperensi Internasional
Serangan tentara Vietnam dan munculnya Heng Samrin sebagai penguasa di Kamboja,
ternyata telah melahirkan masalah Kamboja yang terus berkepanjangan. Bahkan boleh
dikatakan masalah ini merupakan sumber konflik antara Vietnam dengan negara-negara
ASEAN, terutama dalam soal konsepsi dan strategi politiknya.
Menurut ASEAN tindakan Vietnam dengan dalih apapun, penyerangannya terhadap Kamboja
merupakan tindakan yang melanggar prinsip-prinsip kedaulatan dan integritas negara lain.
Hal ini berarti bertentangan dengan Dasasila Bandung dan Piagam PBB. Oleh karena itu logis
kalau tindakan Vietnam itu banyak mendapat reaksi dan protesdari berbagai pihak, kecuali
negara-negara pro Soviet. Mereka yang memprotes tindakan Vietnam itu pada umumnya
masih mengakui Pol Pot sebagai penguasa kamboja walaupun sudah terguling, termasuk
dalam hal ini anggota-anggota ASEAN.
Tentara Khmer Merah dibawah Pol Pot dan Kieu Samphan, melakukan perang gerilya untuk
menentang Heng Samrin, disamping itu kelompok nasionalispun yang sudah lama melakukan
gerakan menentang Khmer Merah, kini terus juga melakukan gerilyauntuk melawan rezim
komunis Heng Samrin yang didukung Vietnam. Dengan demikian daerah ini dalam keadaan
tidak stabil. Hal ini telah pula membawa konstalasi keadaan Asia Tenggara menjadi tak
menentu. Karena akibat kekacauan di Indocina itumaka semakin meningkatlah jumlah para
pengungsi yang terus membanjiri negara-negara tetangga, sehingga akan menciptakan daerah
perbatasan menjadi semakin rawan, disamping perbenturan dari berbagai kepentingan negaranegara besar. Oleh karena itu ASEAN yang merupakan sub regional di Asia Tenggara,
berusaha agar semua tentara Vietnam ditarik dari Kamboja. Langkah yang demikian
merupakan salah satu upaya kongkrit untuk mengembalikan stabilitas nasional kamboja.
Berbagai langkah diplomasi telah pula dilakukan, tetapi sebegitu jauh belum mencapai hasil
yang diharapkan. Vietnam masih tetap menempatkan sekitar 200.000 pasukannya di
Kamboja. Satu-satunya hasil penting adalah dikeluarkannya resolusi Majelis Umum PBBno.
35 pada Oktober 1980 yang lalu, isinya agar Vietnam menarik pasukannya dari wilayah
Kamboja. Sebagai kelanjutan dari usaha diplomasi melalui forum PBB ini, kemudian
ASEAN mengusulkan agar diselenggarakan Konperesi Internasional mengenai Kamboja.
Usul ini ternyata mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak kecuali negara-negara yang
pro Uni Soviet. Majelis umum PBB sepakat untuk menyelenggarakan suatu konperesi
internasioanl dengan acara khusus untuk menyelesaikan masalah kamboja. Untuk
mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan diselenggarakannya konperesi
internasioanal, ASEAN melalui para menteri luar negerinya mengadakan pertemuan di
Manila pada tanggal 17-18 juni 1981 dengan menghasilkan rancangan yang terdiri dari
beberapa pasal mengenai penyelesaian damai masalah Kamboja.
Dengan sponsor PBB, pada tanggal 13-17 juli 1981 di New York telah dilaksanakan
konperesi internasioanal mengenai Kamboja. Diketuai oleh Menlu Austria Willibald Pahr,
dengan dihadiri 92 negara. Maksud konperesi internasioanal untuk mengusahakan suatu
penyelesaian politik secara menyeluruh bagi konflik Kamboja.

11

Dalam konperesi tersebut ASEAN mengajukan rancangan penyelesaian secara politis, yang
terdiri dari beberapa pasal yang pentinga antara lain:
1. Menyerukan penarikan pasukan vietnam dari Kamboja
2. Diselenggarakan pemilihan yang bebas dengan pengawasan PBB
3. Dijaminnya kemerdekaan, kedaulatan dan integrasi nasional serta non blok kamboja
oleh negara-negara lain.
4. Pelucutan senjata nagi semua pihak yang bersangkutan
5. Dibentuk semacambadan yang akan meneruskan lebih lanjut hasil-hasil konperesi
tersebut.
Konperesi itu kemudian berakhir dengan mengeluarkan sebuah deklarasi terdiri dari 15 pasal
yang berisi kerangka kerja bagi proses penyelesaian politik masalah kamboja secara
menyeluruh dan sebuah resolusi untukmembentuk satu badan yang akan meneruskan usahausaha konperensi tersebut. Nmun bagi RRC ada beberapa pasal yang kurang disetujui antara
lain, yang menegaskan perlucutan senjata bagi pihak yang bersengketa. Menurut RRC
perlucutan senjata hanya berlaku untuk tentara Heng Samrin. RRC juga kurang sependapat
dengan adanya pasukan pengawas perdamaina PBB untuk mengatur serta mngawasi
penarikan keluar pasukan Vietnamdan pemilu di Kamboja
Untuk menghindari terjadinya perpecahan dalam konperesi itu, maka dicari kompromi antara
usul ASEAN dan RRC. Rumusan kompromi tersebut disampaikan Prancis yang dalam
deklarasi dicantumkan dalam pasal 10, yaitu:
Hendaknya dilakukan pengaturan yang tepat untuk menjamin bahwa pasukan bersenjata dari
Kamboja tidak akan menggangu atau menghalangi pelaksanaan pemilihan yang bebas atau
mengadakan intimidasi atau pemaksaan terhadap rakyat dalam pelaksanaan pemilihan
umum. Mengenai pemerintahan sementara dirumuskan Harus dilakukan langkah-langkah
yang tepat untuk memelihara ketertiban dan keamanan di Kamboja serta melaksanakan
pemilihan umum yang bebas setelah penarikan mundur semua pasukan asing dari negara itu
dan sebelum terbentuknya suatu pemerintahan baru hasil pemilihan umum secara bebas
Mengenai ketentuan yang berkaitan dengan genjatan senjata dan penarikan tentara asing
dirumuskan Persetujuan genjatan senjata oleh semua pihak yang bersengketa di Kamboja
harus dilakukan secepatnya,setelah penarikan mundur semua pasukan asing dari Kamboja
yang dilakukan dalam waktu sesingkat-singkatnya dibawah pengawasan dan verifikasi
pasukan pemeliharaan perdamaian dunia.
Rumusan yang merupakan hasil kompromi itu sebenarnya kurang memuaskan msing-masing
pihak. Bahkan bisa dikatakan rumusan tersebut tidak tegas dan setengah-setengah. Namun,
rumusaan hasil kompromi diatas paling tidak akan memberikan kesempatan masing-masing
pihak yang ada di Kamboja untuk bersaing memenangkan pemilihan umum.
Menanggapi hasil kompromi tersebut, Vietnam secara tegas menolaknya. Surat kabar NhanDhan melaporkan bahwa konperesi yang disponsori oleh PBB itu sudah dimanipulasi oleh
negara-negara imperealis Amerika Serikat dan negara ekspansionis RRC sebagai tindakan

12

balas dendam atas kekalahannya di Indocina. Ia juga menyatakan bahwa ASEAN, Amerika
Serikat dan RRC berarti telah menginjak-injak hak dasar nasional dan hidup rakyat Kamboja.
Konperensi itu oleh Vietnam dituduh sebagai menipu pendapat umum dunia dan memutar
balikkan relita yang ada di Kamboja.
Apapun alasan yang dikemukakan Vietnam, tindakan penyerbuan ke Kamboja itusebagai
tinadakan yang tidak dapat dibenarkan. Tetapi juga merupakan sikap yang kuranag tepat
kalau terlalu mendukung rezim Pol Pot yang sudah terguling, mengingat kekejaman dan
kekerasan dalam menjalankan roda pemerintahan. Dilihat dari segi hak-hak asasi manusia,
baik pihak Vietnam maupun Rezim Pol Pot dalam masalah kamboja ini sama-sama tidak
benarnya. Oleh karena itu dinilai secara obyektif, tepatlah kiranya rumusan yang diusulkan
ASEAN. Usul itu sebagai suatu upaya untuk mengembalikan netralitas Kamboja. Kamboja
yang bebas dan damai terlepas dari kekuasaan yang otoriter, kejam dan tidak
berperikemanusiaan serta terlepas dari pendudukan tentara asing. Dengan demikian
diselenggarakannya konperensi internasional mengenai kamboja oleh PBB dapat dinilai
sebagai langkah konstruktif untuk secara bersama menyelesaikan masalah kamboja. Dan
tentunya kalau semua memiliki itikad baik dan secara sejati ingin menyelesaikan masalah itu
secara tuntas, sebenarnya tidak ada alasan bagi Vietnam dan Uni Soviet untuk menolak
konperensi tersebut. Apalagi kalau memang rezim Heng Samrin memiliki popularitas dan
legitimasi di hadapan rakyat Kamboja., konperensi internasional sebagai suatu negara yang
sangat tepat untuk ditopang. Tetapi masalahnya apakah pihak yang mengikuti dan
mendukung deklarasi yang dihasilkan konperensi internasional itu juga memiliki itikad baik,
benar-benar ingin menyelesaikan masalah Kamboja itu secara sejati dan konsekuen, tanpa
ada tendensi atau ambisi tertentu dari masing-masing. Yang jelas dengan kehadiran RRC
dengan beberapa usulanya telah memberikan postur bagi ketidak murnian dari konperensi ini.
Sebab usul-usul RRC itu secara tidak langsung terbesit ambisi yang ingin untung sendiri.
Sehingg penolakan pihak Vietnam dan Uni Soviet itu tidak semua salah. Kalau memang
konperensi internasional itu ingin dinilai sebagai konperensi yang nertal dan murni, lebih
tepat mendeklarasikan rumusan pasal-pasal yang diusulkan AESEAN., bukan hasil kompromi
ataupun usul yang disampaikan RRC. Maka dapat dikatakan konperensi ini belum dapat
menyelesaikan masalah Kamboja.

Terbentuknya koalisi longgar


Penolakan Vietnam dan Uni Soviet dalam konperesi internasional mengenaiKamboja, sudah
dapat diduga bahwa masih sulit untuk menyelesaikan masalah kamboja secara tuntas.
Masing-masing pihak memiliki konsep dan cara sendiri untuk menyelesaikan masalah
Kamboja tersebut. ASEAN ingin menyelesaikan masalah kamboja ini dengan cara politis,
damai dan rasional. Tetapi ada pihak-pihak lain yang ingin menyelesaikan masalah kamboja
dengan cara-cara yang cenderung melalui cara fisik atau militer, walaupun tidak menutup
kemungkinan cara diplomasi. Cara ini telah dilontarkan oleh berbagai kelompok yang
memiliki gerakan di kamboja untuk menentang rezim Heng Samrin yang didukung Vietnam.
Ada tiga kelompok yang melawan tentara vietnam di kamboja. Pertama, kelompok Khmer
Merah yang berhaluan komunis dibawah pimpinan Kieu Samphan, Pol Pot dan Leng Sary.
Kedua, kelompok non komunis dipimpin oleh Son Sannu. Ketiga, kelompok netralis
Moulinika pimpinan Norodom Sihanouk. Ketiga kelompok tersebut terusmelakukan
perlawanan teradap Vietnam.Khmer Merah dengan terus mengadakan perang gerilya, non

13

komunis dengan melakukan perlawanan yang pusat kegiatannya di Muangthai, netralis


dengan mengeluarkan stattement-stattement.
Dalam perkembangan berikutnya, ketiga kelompok tersebut nampaknya ingin mengadakan
kontak-kontak politis dalam rangka bersama-sama menetang rezim Heng Samrin. Pada 4
september 1981 di Singapura pemimpin-pemimpin dari gerakan-gerakan non vietnam, Kieu
Samphan dari Khmer Merah, Son Sannu dari non komunis dan Sihanouk. Dalam pertemuan
tersebut dihasilkan suatu kesepakatan untuk sama-sama bersatu melawan tentara Vietnam di
Kamboja dan sekaligus berusaa menumbangkan rezim Heng Samrin. Terbentuklah sebuah
Front Anti Vietnam dengan menunjuk Son Sannu sebagai pemimpinnya. Untuk semakin
memperkuat kerjasama tersebut kemudian dilanjutkan pertemuan di Bangkok. Selanjutnya
atas prakarsa dari Singapura dan Malaysia front persatuan ini semakin ditingkatkan dan
akhirnya lahirlah suatu koalisi yang dikenal dengan sebutan Koalisi Longgar.
Perkembangan itu sangat menarik bagi berbagai pihak, mengingat kondisi Asia Tenggara
yang sedang menuju kritalisasi kekuatan sub-sub regional. Lahirnya koalisi longgar itu
berarti lahirnya suatu kelompok baru dalam usaha menyelesaikan masalah Kamboja. Dengan
demikian akan memberikan ilustrasi bagaimana ramifikasi konstalasi politik kawasan Asia
Tenggara. Sebab bagaimanapun juga mereka akan memiliki konsepsi dan aspirasi yang
berbeda.
Sementara pihak mengharapkan terbentuknya koalisi longgar itu sebagai suatu langkah
maju untuk segera dapat menyelesaikan masalah Kamboja semenjak invasi tentara Vietnam.
Hal ini diilhami oleh satu pendatpat bahwa Heng Samrin yang didukung Vietnam sebagai
yang keliru dan masih memberi kebenaran legitimasi Khmer Merah. Sehingga cukup
beralasan jika koalisi longgar yang didalamnya antara lain Khmer Merah dianggap sebagai
juru yang akan menyelesaikan masalah kamboja sebagai masalah negerinya sendiri.
Namun belum berjalan jauh pada november 1981 sudah mulai muncul perbedaan pendapat
diantara tiga gerakan tersebut, bahkan dikabarkan Son Sannu akan mengundurkan diri karena
tidak terpenuhinya tuntutan mengenai mayoritas dalam koalisi. Kemudian terjadi ketegangan
antara mereka, yaitu Khmer Merah dan kelompok non komunis Moulinaka. Khmer Merah
telah mengancam kedua anggota koalisi yang lain, terutama yang berkaitan dengan
persaingan mencari pengikut. Khmer Merah menuduh kedua teman koalisi itu telah
menyebarkan kesan bahwa Khmer Merah adalah komunis dan pihaknya sebagai kelompok
nasionalis. Hal ini berarti mualai mempertajam konflik ideologi. Khmer Merah yang merasa
memiliki potensi yang lebih besar dan merasa banyak berperan dalam aktivitas melawan
rezim Heng Samrin tidak menyetujui tingkah laku anggota koalisi yang lain. Hal ini semua
sebagai indikator bahwa ada kelomok-kelompok yang tetap menonjolkan ambisi
kelompoknya. Dilihat dari kasus tersebut maka koalisi longgar bukan satu cara yang tepat
untuk menyelesaikan masalah kamboja. Tetapi dari koalisi longgar inilah untuk
menyingkirkan Vietnam dari kamboja telah endpat dukungan internasional dari AS, China,
ASEAN,Vietnam Selatan dan sekutu Vietnam yaitu Uni Soviet
1. JIM (Jakarta Informal Meeting)
Pada tanggal 2528 Juli 1988 di Bogor, Indonesia. Pertemuan yang dikenal dengan Jakarta
Informal Meeting I (JIM I) ini menampilkan terobosan untuk pertama kalinya, di mana pihakpihak yang secara langsung terlibat di dalam konflik, yaitu keempat faksi, kedua tetangga
Indochina dan enam negara ASEAN bertemu untuk mendiskusikan elemen-elemen

14

mekanisme penyelesaian awal. Sekalipun pembicaraan antar faksi berjalan cukup alot karena
masing-masing bersikeras mempertahankan posisinya, namun hasil dari pertemuan ini dinilai
cukup efektif untuk menyepakati persepsi dan kesepahaman bersama sehingga beberapa
rekomendasi dapat dilahirkan dengan penekanan pada pemisahan dua isu yaitu berkaitan
dengan invasi Vietnam, Vietnam untuk menarik mundur pasukannya dari Kamboja sebagai
itikad baik penyelesaian konflik, kesepahaman mengenai pentingnya pencegahan
berkuasanya kembali rezim Pol Pot yang telah mengakibatkan penderitaan bagi rakyat
Kamboja, pembentukan kelompok kerja guna membahas elemen-elemen dasar dari konflik
itu sendiri dan menyusun usulan-usulan sebegai bahan masukan bagi pertemuan selanjutnya.
Dalam rangka menindaklanjuti JIM I, pada tanggal 16-18 Februari 1989 digelar JIM II yang
turut dihadiri oleh negara-negara peserta JIM I. Pada pertemuan ini dapat disepakati berbagai
kemajuan yang bersifat teknis sebagai tindak lanjut dan penyeragaman persepsi dari hasil
pertemuan pertama. Beberapa hasil yang menonjol diantaranya adalah penarikan seluruh
pasukan Vietnam yang harus segera dilakukan dengan batas waktu 30 September 1989
sebagai bagian dari kerangka penyelesaian politik yang menyeluruh. Kemudian dibahas pula
mengenai himbauan penghentian keterlibatan pihak asing termasuk dukungan militer dan
persenjataan terhadap masing-masing pihak yang bertikai di Kamboja.
Demi terselenggaranya rencana ini dengan baik, maka perlu dibentuk suatu mekanisme
pengawasan internasional yang memiliki mandat untuk memonitor jalannya proses ini dan
aspek-aspek yang terkait lainnya. Selanjutnya adalah penentuan langkah-langkah konkrit
yang harus diambil guna mengantisipasi munculnya kembali kebijakan rezim kekerasan dan
kekejaman yang dapat mengakibatkan kesengsaraan masyarakat Kamboja, dan yang tidak
ketinggalan adalah kesepakatan dari setiap pihak untuk dimulainya program internasional
dalam rangka pemulihan dan pembangunan ekonomi di Kamboja serta negara-negara di
kawasan dan pengumpulan dana dalam rangka pelaksanaan proses perdamaian di Kamboja.
Pertemuan ASEAN di Brunei pada tanggal 3-4 Juli 1989 telah memformulasikan suatu
pijakan bersama atas konflik Kamboja sebagai hasil dari pertemuan JIM I dan JIM II.
1. Paris International Conference (PIC)
Paris International Conference di Paris, 30 Juli-30 Agustus 1989. Dihadiri 19 negara
yangtermasuk P-5 (DK PBB), negara-negara ASEAN, dan empat faksi yang bertikai di
Kamboja. Dengan hasil Pembentukan tim pencari fakta guna pembentukan ICM
(International Control Mechanism) yang bertugas untuk pemantauan penarikan mundur
pasukan Vietnam dan pelaksanaan gencatan senjata.
1. Paris International Conference on Cambodia
Paris International Conference on Cambodia pada23 Oktober 1991. Kesepakatan Paris telah
muncul sebagai suatu kerangka kerja yang sah bagi penyelesaian konflik Kamboja sekaligus
menjadi pertanda berakhirnya konflik berkepanjangan di Kamboja.
Kesepakatan Paris yang merupakan hasil akhir dari rangkaian proses perdamaian Kamboja
selanjutnya menandai suatu awal baru bagi kehidupan Kamboja selanjutnya. Kesepakatan
Paris tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Final act konferensi Paris mengenai Kamboja.

15

2. Persetujuan tentang penyelesaian masalah politik secara menyeluruh konflik Kamboja


berikut lampiran-lampirannya berupa mandat UNTAC, masalah militer, pemilihan
umum, repatriasi para pengungsi Kamboja, dan prinsip-prinsip konstitusi baru
Kamboja.
3. Kesepakatan tentang kedaulatan, kemerdekaan, integrasi wilayah, netralitas, dan
keutuhan nasional Kamboja.
4. Deklarasi mengenai rehabilitasi dan pembangunan Kamboja.
Setelah naskah kesepakatan tersebut ditandatangani semua pihak, dua naskah asli dari
kesepakatan tersebut disimpan oleh Indonesia dan Perancis sebagai ketua bersama, untuk
kemudian hasilnya dilaporkan kepada Sekjen PBB sebelum dibahas pada sidang DK PBB.
Selanjutnya, naskah akan diajukan ke Sidang Umum PBB untuk pelaksanaan.

16

Dampak Konflik Kamboja


1. Dampak Sosial
Perang tak pernah meninggalkan dampak yang sederhana, terutama bagi kehidupan sosial
masyarakat di daerah konflik. Pasti akan ada perubahan karena banyaknya korban akibat
perang. Hal tersebut akan sangat berpengaruh pada stabilitas kondisi masyarakat,
menyebabkan mobilitas penduduk ke daerah yang dianggap aman dan bahkan masalah
seperti krisis pasti akan terjadi.
1. Dalam perang tersebut Vietnam kehilangan tentara lebih banyak dari pada saat perang
melawan Amerika Serikat. Vietnam juga kehilangan banyak dana untuk membiayai
perang ini, sehingga menyebabkan bencana kelaparan di Vietnam.
2. Dari pihak Kamboja, banyak penduduknya yang mengungsi ke perbatasan KambojaThailand. Tentara dan penduduk Kamboja pun banyak terbunuh akibat perang
tersebut.
3. Dampak bagi masyarakat ASEAN sendiri, mereka lebih banyak tergerak untuk
memberikan bantuan. Banyak negara-negara di ASEAN yang berinisiatif untuk
membantu menyelesaikan konflik. Berbagai bantuan juga telah diusahakan oleh
ASEAN seperti bantuan diplomasi untuk menghentikan konflik, bantuan logistik dan
bahan makanan untuk membantu para korban perang.
4. Dampak Politik
Salah satu dampak yang paling nampak adalah jatuhnya rezim Pol Pot yang dianggap sebagai
diktator yang berkuasa di Kamboja. Kemudian Vietnam berusaha menanamkan
komunismenya di Kamboja. Dalam konflik tersebut juga diwarnai peta kerjasama antara
Vietnam yang pro dengan Uni Sovyet, dan Kamboja yang dekat dengan RRC, padahal waktu
itu Vietnam sedang memusuhi RRC. Terjadilah elaborasi pemicu perang.
1. Dampak Diplomatik
Kemenangan Vietnam atas Amerika Serikat menimbulkan ketakutan bagi ASEAN akan
tersebarnya komunisme di Asia Tenggara. Pada saat itu ASEAN bebas dari pengaruh
komunisme dan takut Vietnam akan menanamkan pengaruh komunisnya di Asia Tenggara.
Pada saat Vietnam menginvasi Kamboja, hingga berakhirnya perang tersebut ASEAN
memposisikan dirinya sebagai organisasi regional yang bersifat netral. Tidak ada konfrontasi
yang dilakukan ASEAN. Berbagai usaha juga telah dilakukan ASEAN, salah satunya dengan
mengirim pasukan keamanan ke Vietnam dan Kamboja.
Karena kedekatan kawasan regional dan semakin solidnya ASEAN dalam membantu
menyelesaikan masalah-masalah negara-negara di kawasan Asia Tenggara, maka banyak
negara yang berada di kawasan Asia Tenggara masuk ke dalam keanggotaan ASEAN. Hal
tersebut juga menunjukkan kepercayaan negara-negara di kawasan Asia Tenggara kepada
ASEAN sebagai organisasi yang bisa membawa mereka pada kondisi yang lebih baik.
1. Dampak Ekonomi

17

Tak bisa dipungkiri lagi bahwa dampak peperangan seperti mata rantai yang tidak bisa
dipisahkan, dampak yang satu akan mempengaruhi yang lainnya. Seperti dampak
perekonomian yang dipengaruhi juga keadaan sosial yang terjadi pada saat itu.
Dari segi ekonomi, Vietnam lah yang paling mengalami keterpurukan. Sebelumnya Vietnam
tidak pernah menaksir berapa saja dana yang akan dikeluarkan untuk membiayai perang,
sehingga Vietnam terus melakukan peminjaman ke negara seperti Uni Sovyet, padahal
pinjaman tersebut memiliki bunga yang cukup besar karena kebijakan baru Gorbachev.
Sehingga Vietnam kesulitan dalam mengembalikan pinjaman tersebut. Ditambah lagi kondisi
Vietnam yang sedang krisis, akhirnya terjadilah bencana kelaparan di Vietnam. Di Kamboja
juga terjadi krisis ekonomi, namun tidak seburuk yang ada di Vietnam. Sedangkan perang ini
tidak begitu berdampak bagi perekonomian negara-negara ASEAN.
Dari masalah-masalah yang ada di kawasan Asia Tenggara, maka muncullah nama ASEAN
yang selalu berperan dalam penyelesaian setiap permasalahan. Konflik antara Vietnam dan
Kamboja ini diselesaikan berkat campur tangan negara-negara anggota ASEAN. Dengan
kesadaran bahwa negara-negara di kawasan Asia Tenggara masih banyak yang rentan
terhadap gejolak, maka didirikanlah ASEAN sebagai organisasi yang dapat memberi
proteksi terhadap negara-negara anggotanya. Keterpurukan akibat konflik Vietnam dan
Kamboja ini membuat mereka sadar untuk mengikuti suatu organisasi regional untuk bekerja
sama dalam menciptakan perdamaian.
Dari hal tersebut, ada beberapa negara di kawasan Asia Tenggara yang kemudian bergabung
ke keanggotaan ASEAN. Misalnya Brunei Darussalam pada tanggal 7 Januari 1984, Vietnam
pada tanggal 28 Juli 1995, Laos dan Myanmar pada tanggal 23 Juli 1997, dan Kamboja pada
tanggal 16 Desember 1998. Hal ini sangat menguntungkan ASEAN karena akan membuat
ASEAN semakin berkembang dan diakui sebagai organisasi regional yang berkualitas dan
patut diperhitungkan di kancah internasional.
Semakin banyak negara yang bergabung, bidang kerjasamanya pun akan semakin meningkat
dan mempunyai cakupan luas. Hal tersebut akan menguntungkan negara anggotanya yang
umumnya masih merupakan emerging-economic country untuk bisa berkembang menjadi
negara yang mempunyai ekonomi kuat.

Tokoh Penting:
Pol Pot,Heng Samrin, Chea Sim, dan Hun Sen

Peranan Indonesia:
1. Penyelesaian perselisihan secara damai;
2. Dewan Tinggi TAC sebagai lembaga pelaksanaan penyelesaian perselisihan damai;
3. Menghormati kedaulatan negara anggota;
4. Non-interferensi;
5. Pembuatan keputusan atas dasar musyawarah mufakat; Negara-negara ASEAN harus
menggunakan mekanisme hubungan bilateral dan internasional, tidak terkecuali untuk
penyelesaian konflik Thailand dan Kamboja. Deklarasi Bali Concord II sendiri seharusnya
dapat menjadi pedoman bagi negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia sebagai ketua
ASEAN untuk berperan aktif mendorong kedua negara menyelesaikan konflik secara damai.

18

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Masalah Kamboja yang berkecamuk karena adanya instabilitas politik dan konflik antar faksi
dalam negerinya hingga berkembang karena adanya intervensi dari Vietnam, merupakan
konflik yang mengganggu stabilitas kawasan, khususnya Asia Tenggara, karena
dilatarbelakangi oleh berbagai kepentingan. Untuk itu, demi mewujudkan perdamaian dunia,
maka negara-negara yang merasa memiliki tanggung jawab untuk menjaga perdamaian
dunia, ikut mengupayakan perdamaian di Kamboja. Mulai dari peranan ASEAN, PBB, dan
beberapa negara lainnya. Namun begitu, di antara semua, Indonesia memiliki peranan yang
sangat signifikan dalam perwujudan perdamaian di Kamboja, hal ini dibuktikan dengan
keikutsertaan Indonesia dalam setiap perundingan perdamaian Kamboja dari awal hingga
akhirnya tercapai kesepatakan di Paris

Anda mungkin juga menyukai