Anda di halaman 1dari 3

KONFLIK KAMBOJA

Latar Belakang: Akar konflik Kamboja dapat di lihat melalui


empat faktor utama yakni:
(1) perebutan kepentingan berbagai pihak asing di Kamboja
(2) implikasi kebijakan rezim Pol Pot terhadap perkembangan konflik Kamboja
(3) intervensi Vietnam di Kamboja
(4) perselisihan empat faksi dalam rangka perebutan kekuasaan di Kamboja.
Kronologi: Kamboja merupakan negara di kawasan Indochina yang menganut sistem
pemerintahan monarki konstitusional. Kamboja menjadi sebuah negara berdaulat sejak
kepergian Perancis dari Indochina sekitar 1955. Periodisasi konflik di Kamboja dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu konflik masa pemerintahan Sihanouk (1955-1970), Lon Nol (1970-1975)
dan Pol Pot (1975-1979).
●Konflik Masa Sihanouk
Pada tahun 1955, Sihanouk diangkat sebagai kepala pemerintahan Kamboja. Pada masa
pemerintahannya, Sihanouk menerapkan dan mendominasi sistem demokrasi parlementer
Kamboja. Ia juga menciptakan ideologi Sosialisme Buddha sebagai ideologi nasional. Konflik
pada masa Sihanouk bermula saat ia menjalin kedekatan dengan negara-negara komunis
seperti Vietnam Utara dan China.
Selain itu, Sihanouk juga menolak bantuan dan memutuskan hubungan diplomasi dengan
Amerika Serikat pada tahun 1963. Kebijakan tersebut menimbulkan kekecewaan golongan
oposisi di Kamboja. Pada perkembangannya, konflik semakin meruncing ketika rezim
Sihanouk melakukan korupsi dan pemborosan yang menimbulkan permasalahan ekonomi di
Kamboja. Hal tersebut menimbulkan pemberontakan dari Khmer Merah di bawah pimpinan
Lon Nol.
Pada tahun 1970, Lon Nol berhasil menguasai pedesaan dan melakukan kudeta terhadap
rezim Sihanouk. Selanjutnya, Lon Nol mendirikan Republik Khmer dengan dukungan dari
Amerika Serikat.
●Konflik masa Lon Nol
Pendirian Republik Khmer dengan dukungan Amerika Serikat memicu konflik baru di
Kamboja. Golongan Khmer Merah revolusioner pimpinan Pol Pot melakukan upaya kudeta
terhadap Lon Nol pada tahun 1975. Disadur dari buku Sejarah Asia Tenggara (1988) karya
D.G.E Hall, pasukan revolusioner dapat menguasai Pnomh Penh dan menjatuhkan
kekuasaan Lon Nol pada bulan April 1975. Selanjutnya Pol Pot mendirikan negara
Demokratik Kamboja yang bercorak otoriter militeristik.
●Konflik masa Pol Pot
Rezim Demokratik Kamboja pimpinan Pol Pot mulai berkuasa pada tahun 1975. Pol Pot
menerapkan ideologi Komunis Maois di Kamboja selama 4 tahun pemerintahannya. Dalam
buku Sejarah Asia Tenggara: Dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer (2013) karya M.C
Ricklefs dkk, Rezim Pol Pot melaksanakan pemerintahan secara otoriter dan ekstrem.
Selama 4 tahun kepemimpinan Pol Pot, terjadi genosida yang menimbulkan jutaan korban
jiwa dari masyarakat Kamboja. Selain itu, terjadi kelaparan masal dan wabah penyakit
malaria yang berakar dari blunder kebijakan agraria Pol Pot. Krisis yang terjadi pada rezim
Pol Pot menimbulkan perlawanan dari aktivis revolusioner Heng Samrin dan Hun Sen.
Mereka membuat Front Bersatu Kampuchean untuk Keselamatan Nasional (FUNSK) yang
mengorganisir perlawanan terhadap rezim Pol Pot. Pada 7 Januari 1979, FUNSK
melancarkan serangan terhadap Pol Pot dengan bantuan dari Vietnam. Serangan gabungan
tersebut berhasil menggulingkan rezim Pol Pot dan pasukan Khmer Merah di Kamboja.

Dampak: Beberapa dampak konflik Kamboja, yaitu:


1. Munculnya masalah perbatasan negara di wilayah Indochina
2. Munculnya krisis sosial dan genosida yang menewaskan jutaan warga Kamboja
3. Krisis keamanan negara-negara di Asia Tenggara terancam
4. Kelaparan masal dan wabah penyakit malaria yang berakar dari blunder kebijakan agraria
Pol Pot

Penyelesaian Konflik: Terjadinya konflik Kamboja menimbulkan kekhawatiran dan menjadi


perhatian dunia. Oleh karena itu, penyelesaian konflik Kamboja ini tidak dilakukan oleh
negara itu sendiri melainkan melalui intervensi pihak asing. Upaya dunia dalam
penyelesaian konflik Kamboja dimulai pada Juli 1988 dengan diselenggarakannya Jakarta
Informal Meeting (JIM) yang mempertemukan pihak yang bertikai di Kamboja. Setelah itu,
pada Februari diselenggarakan kembali JIM II di Jakarta. JIM berhasil menghasilkan gencatan
senjata antara kedua pihak dan menarik pasukan Vietnam dari perbatasan Kamboja.Selain
itu, diadakan International Confrence on Kampuchea (ICK) pada 30 sampai 31 Juli 1989.
Sedangkan pada Oktober 1991, dibawah pengawasan PBB kelompok-kelompok yang
bertikai di Kamboja menandatangani Perjanjian Paris yang berisi poin-poin dibawah ini :
• Penarikan seluruh kekuasaan militer asing.
• Pemulangan pengungsi Kamboja.
• Pengawasan pelaksanaan Hak Asasi Manusia.
• Dibentuknya United Nations Transitional Authority in Cambodia (UNTAC).
• Dibentuknya Supreme National Council (SNC) sebagai badan tertinggi di Kamboja.
• Diselenggarakannya pemilu di bawah pengawasan PBB.

Kesimpulan: Dengan demikian, sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa konflik Kamboja yang berkecamuk karena adanya instabilitas politik dan
konflik antar faksi dalam negerinya hingga berkembang karena adanya intervensi dari
Vietnam, merupakan konflik yang mengganggu stabilitas kawasan, khususnya Asia Tenggara,
karena dilatarbelakangi oleh berbagai kepentingan. Untuk itu, demi mewujudkan
perdamaian dunia, maka negara-negara yang merasa memiliki tanggung jawab untuk
menjaga perdamaian dunia, ikut mengupayakan perdamaian di Kamboja. Di antara semua,
Indonesia memiliki peranan yang sangat signifikan dalam perwujudan perdamaian di
Kamboja, hal ini dibuktikan dengan keikutsertaan Indonesia dalam setiap perundingan
perdamaian Kamboja dari awal hingga akhirnya tercapai kesepatakan di Paris.

Anda mungkin juga menyukai