Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Konflik di Kamboja (1955-1979)

Konflik masa Sihanouk


Pada tahun 1955, Sihanouk diangkat sebagai kepala pemerintahan Kamboja. Pada masa
pemerintahannya, Sihanouk menerapkan dan mendominasi sistem demokrasi parlementer Kamboja.
Ia juga menciptakan ideologi Sosialisme Buddha sebagai ideologi nasional. Konflik pada masa
Sihanouk bermula saat ia menjalin kedekatan dengan negara-negara komunis seperti Vietnam Utara
dan China. Selain itu, Sihanouk juga menolak bantuan dan memutuskan hubungan diplomasi dengan
Amerika Serikat pada tahun 1963. Kebijakan tersebut menimbulkan kekecewaan golongan oposisi di
Kamboja. Pada perkembangannya, konflik semakin meruncing ketika rezim Sihanouk melakukan
korupsi dan pemborosan yang menimbulkan permasalahan ekonomi di Kamboja. Hal tersebut
menimbulkan pemberontakan dari Khmer Merah di bawah pimpinan Lon Nol. Pada tahun 1970, Lon
Nol berhasil menguasai pedesaan dan melakukan kudeta terhadap rezim Sihanouk. Selanjutnya, Lon
Nol mendirikan Republik Khmer dengan dukungan dari Amerika Serikat.

Konflik masa Lon Nol


Pendirian Republik Khmer dengan dukungan Amerika Serikat memicu konflik baru di
Kamboja. Golongan Khmer Merah revolusioner pimpinan Pol Pot melakukan upaya kudeta terhadap
Lon Nol pada tahun 1975. Disadur dari buku Sejarah Asia Tenggara (1988) karya D.G.E Hall,
pasukan revolusioner dapat menguasai Pnomh Penh dan menjatuhkan kekuasaan Lon Nol pada bulan
April 1975. Selanjutnya Pol Pot mendirikan negara Demokratik Kamboja yang bercorak otoriter
militeristik.
Konflik masa Pol Pot Rezim Demokratik Kamboja pimpinan Pol Pot mulai berkuasa pada tahun 1975.
Pol Pot menerapkan ideologi Komunis Maois di Kamboja selama 4 tahun pemerintahannya. Dalam
buku Sejarah Asia Tenggara: Dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer (2013) karya M.C Ricklefs
dkk, Rezim Pol Pot melaksanakan pemerintahan secara otoriter dan ekstrem. Selama 4 tahun
kepemimpinan Pol Pot, terjadi genosida yang menimbulkan jutaan korban jiwa dari masyarakat
Kamboja. Selain itu, terjadi kelaparan masal dan wabah penyakit malaria yang berakar dari blunder
kebijakan agraria Pol Pot. Krisis yang terjadi pada rezim Pol Pot menimbulkan perlawanan dari
aktivis revolusioner Heng Samrin dan Hun Sen. Mereka membuat Front Bersatu Kampuchean untuk
Keselamatan Nasional (FUNSK) yang mengorganisir perlawanan terhadap rezim Pol Pot. Pada 7
Januari 1979, FUNSK melancarkan serangan terhadap Pol Pot dengan bantuan dari Vietnam.
Serangan gabungan tersebut berhasil menggulingkan rezim Pol Pot dan pasukan Khmer Merah di
Kamboja.

Dampak Konflik Kamboja Konflik berkepanjangan di Kamboja membawa dampak yang besar bagi
dunia Internasional. Beberapa dampak konflik Kamboja, yaitu: Munculnya masalah perbatasan negara
di wilayah Indochina Munculnya krisis sosial dan genosida yang menewaskan jutaan warga Kamboja
Krisis keamanan negara-negara di Asia Tenggara terancam

Pada saat itu, pemerintah Kamboja dikuasai oleh Kerajaan Sihanouk, yang kemudian digulingkan
oleh Perdana Menteri Lon Nol dalam sebuah kudeta untuk menggantinya dengan Republik pro-
Amerika. Peristiwa itulah yang menjadi awal terjadinya konflik Kamboja yang berkepanjangan dan
menelan jutaan nyawa. Untuk menyelesaikan konflik ini, Kamboja mendapat bantuan dari negara lain,
salah satunya Indonesia. Lantas, apa peran Indonesia dalam penyelesaian kasusdiKamboja?

 Pada tanggal 9 November 1953 : Kamboja Merdeka dari Perancis. Kemudian, Kamboja
dipimpin oleh Pangeran Norodom Sihanouk. Di bawah kepemimpinannya, Kamboja
kemudian menggunakan sistem pemerintahan monarki konstitusional

 Tahun 1970 : Kamboja terjadi krisis akibat pembomam yang dilakukan Amerika Serikat
terhadap pangkalan Vietkong di daerah perbatasan Vietnam-Kamboja, Lon Nol ditunjuk oleh
Pangeran Sihanouk menjadi kepala pemeritahan sementara guna menggantikan dirinya yang
sedang pergi ke Perancis dalam rangka kunjungan kenegaraan

 Pada tanggal 18 Maret 1970 : Norodom Sihanouk digulingkan dari jabatannya sebagai raja
oleh Jenderal Lon Nol.Kamboja kemudian berubah menjadi republik, dan Jenderal Lon Nol
naik menjadi Presiden Republik Khmer. Republik Khmer adalah negara sayap kanan yang
mendukung Amerika Serikat (AS).
 Pada April 1975 : Organisasi Khmer Merah berhasil menggulingkan Lon Nol. Rezim
Demokratik Kamboja pimpinan Pol Pot mulai berkuasa pada tahun 1975. Pol Pot menerapkan
ideologi Komunis Maois

 Pada tahun 1976 : Bentuk pemerintahan baru berideologi komunis, Democratic Kampuchea
(DK) yang berada di bawah kepemimpinan Pol Pot

 Pada tahun 1975-1978 : Pembunuhan masal (genosida) besar-besaran yang dilakukan oleh
rezim Khmer Merah

 Pada tanggal 7 Desember 1978 : Vietnam meluncurkan apa yang disebut dengan ’intervensi’
militer dengan bala kekuatan sekitar 200.000 pasukan menyerang wilayah Kamboja,

 Pada tanggal 9 Januari 1979 : Vietnam menundukan Phnom Penh pada tanggal 9 Januari
1979. Berakhirya masa Pol Pot.

 Pada tanggal 21 September 1983 : ASEAN melalui para Menlunya mengeluarkan joint
appeal terhadap upaya rekonsiliasi di Indochina dengan penarikan keluar pasukan Vietnam
dari Kamboja dengan batas waktu yang ditentukan

Akhirnya pada tahun 1991 : Kesepakatan Paris yang ditandatangani dalam ParisI nternational
Conference on Cambodia. Kesepakatan ini telah muncul sebagai suatu legal framework bagi
penyelesaian konflik Kamboja sekaligus menjadi pertanda berakhirnya konflik berkepanjangan di
Kamboja. Kesepakatan Paris yang merupakan hasil akhir dari rangkaian proses perdamaian Kamboja
selanjutnya menandai suatu awal baru bagi kehidupan Kamboja selanjutnya. Kesepakatan Paris
tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Final act konferensi Paris mengenai Kamboja.
2. Persetujuan tentang penyelesaian masalah politik secara menyeluruh konflik Kamboja berikut
lampiran-lampirannya berupa mandat UNTAC, masalah militer, pemilihan umum, repatriasi para
pengungsi Kamboja, dan prinsip-prinsip konstitusi baru Kamboja.
3. Kesepakatan tentang kedaulatan, kemerdekaan, integrasi wilayah, netralitas, dan keutuhan nasional
Kamboja.
4. Deklarasi mengenai rehabilitasi dan pembangunan Kamboja.
Peran Indonesia dalam Penyelesaian Masalah Kamboja

Mengadakan Jakarta Informal Meeting


Peran Indonesia sebagai anggota ASEAN dalam membantu menyelesaikan masalah Kamboja
adalah menyelenggarakan Jakarta Informal Meeting (JIM). Jakarta Informal Meeting (JIM) adalah
sebuah perundingan perdamaian antara Kamboja dengan Vietnam yang dibantu oleh Indonesia. JIM
dilaksanakan sebanyak dua kali, yaitu pada Juli 1987 dan Februari 1989 di Jakarta. Hasil dari JIM I
adalah tercapainya gencatan senjata setelah Kamboja dan Vietnam dipertemukan. Selain itu, Vietnam
bersedia menarik pasukannya dari Kamboja dan diturunkannya pasukan PBB ke perbatasan Kamboja.
Sedangkan JIM II dilakukan untuk menindaklanjuti hasil dari JIM I.

Perjanjian Paris
Upaya Indonesia dalam menyikapi konflik yang terjadi di Kamboja melalui JIM kemudian
dilanjutkan dengan Perjanjian Paris atau Paris Peace Agreeement, yang disetujui oleh 19 negara,
termasuk Kamboja dan Vietnam. Kesepakatan ini menjadi tanda berakhirnya perang antara Vietnam
dan Kamboja. PBB juga turut mengirim pasukannya ke Kamboja untuk menjaga perbatasan serta
membantu mengatasi kerusakan masif yang diakibatkan oleh perang. Seluruh tawanan perang
dibebaskan, serta seluruh pasukan militer Vietnam ditarik dari Kamboja. Setelah perjanjian Paris
ditandatangani, Kamboja mulai membangun kembali pemerintahannya yang dibantu oleh negara-
negara lain di bawah PBB.

Anda mungkin juga menyukai