Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Bhutan, Maladeva dan Nepal

1. Bhutan

Bhutan adalah sebuah negara kecil di Asia Selatan yang berbentuk


Kerajaan dan dikenal dengan Negeri Naga Guntur. Wilayahnya terhimpit
antara India dan Republik Rakyat Tiongkok. Nama lokal negara ini adalah
Druk Yul, artinya "Negara Naga". Gambar naga pun didapati di benderanya
dan lambang negaranya.

Pemerintahan yang dijalankan dengan kekuasaan monarki absolut


berakhir ketika konstitusi baru dan pemilihan perdana menteri dilaksanakan.
Raja Jigme Singye Wangchuck yang memimpin sejak tahun 1972
mengumumkan menggelar pemilu tahun 2008, sekaligus turun tahta.
Pengumuman disampaikan di hadapan 8.000 penggembala hewan yak, biksu,
petani, dan siswa pedesaan pada 18 Desember 2005. Pengumuman disebarkan
melalui harian Kuensel. Sebelumnya, raja memperkenalkan rancangan
konstitusi dan menyatakan pensiun pada usia 65 tahun. Atas ide ini, sebagian
rakyat tidak sependapat karena khawatir terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN), tetapi pada tahun 2006 sang raja mengundurkan diri dan
digantikan oleh puterandanya.

Peralatan, senjata, dan sisa dari batu membuktikan bahwa Bhutan telah
dihuni sejak awal 2000 SM. Para sejarawan telah berteori bahwa negara
Lhomon (harfiah, "kegelapan dari selatan"), atau Monyul ("Tanah Gelap",
Referensi pada Monpa, penduduk asli Bhutan) sudah ada antara 500 SM dan
600 M. Nama Lhomon Tsendenjong (Negeri Cendana), dan Lhomon Khashi,
atau Mon Selatan (negeri 4 tujuan) telah ditemukan dalam kronik Bhutan dan
Tibet kuno.

Peristiwa tertulis paling awal di Bhutan adalah lewatnya tokoh suci


Buddha Padmasambhava (juga disebut Guru Rinpoche) pada abad ke-8.
Sejarah awal Bhutan tidak jelas, karena sebagian besar catatan telah musnah
setelah kebakaran di Punakha, ibu kota kuno pada 1827. Dari abad ke-10,
perkembangan politik Bhutan amat dipengaruhi oleh sejarah religiusnya.
Berbagai anak sekte Buddha muncul yang dilindungi oleh berbagai maharaja
Mongol dan Tibet. Setelah runtuhnya bangsa Mongol pada abad ke-14, anak-
anak sekte itu bersaing satu sama lain demi supremasi dalam bentang politik
dan agama, akhirnya menimbulkan naiknya anak sekte Drukpa di akhir abad
ke-16.
Pada abad ke-18, Bhutan menyerang dan menduduki Kerajaan Cooch
Behar di selatan. Pada 1772, Cooch Behar meminta British East India
Company yang membantu mereka dalam mengusir orang Bhutan, dan
kemudian dalam menyerang Bhutan sendiri pada 1774. Sebuah perjanjian
damai ditandatangani di mana Bhutan setuju mundur dari perbatasannya
sebelum 1730. Namun, perdamaian itu renggang, dan pertempuran perbatasan
dengan Inggris berlangsung hingga ratusan tahun berikutnya. Akhirnya
pertempuran itu menimbulkan Perang Duar (1864–1865), konfrontasi atas
mereka yang akan mengendalikan orang Duar dari Benggala. Setelah Bhutan
kalah perang, Perjanjian Sinchula ditandatangani antara India Britania dan
Bhutan. Sebagai bagian pemulihan perang, bangsa Duar diserahkan kepada
Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia dalam pertukaran sewa Rs.
50,000. Perjanjian itu mengakhiri semua permusuhan antara India Britania dan
Bhutan.

Selama 1870-an, perjuangan kekuatan antara lembah saingan Paro dan


Trongsa menimbulkan perang saudara di Bhutan, akhirnya menimbulkan naik
tahtanya Ugyen Wangchuck, ponlop (gubernur) Tongsa. Dari basis
kekuataanya di Bhutan tengah, Ugyen Wangchuck mengalahkan para musuh
politiknya dan mempersatukan negeri ini menyusul beberapa perang saudara
dan pemberontakan antara 1882–1885.

Pada 1907, tahun penting di negri ini, Ugyen Wangchuck dipilih


dengan suara bulat sebagai raja pusaka negeri ini oleh majelis rahib Buddha,
pejabat pemerintahan, dan kepala keluarga penting yang menonjol. Pemerintah
Britania menyetujui dengan cepat monarki baru ini, dan pada 1910 Bhutan
menandatangani perjanjian yang membuat Britania Raya ‘memandu’ urusan
luar negeri Bhutan.

Setelah India mendapatkan kemerdekaan dari Britania Raya pada 15


Agustus 1947, Bhutan menjadi salah satu negara pertama yang mengakui
kemerdekaan India.

Setelah Britania meninggalkan kawasan ini, sebuah perjanjian yang


mirip dengan yang pada tahun 1910 diandatangani pada 8 Agustus 1949
dengan India yang baru merdeka.

Hingga abad ke-17, Bhutan ada sebagai fiefdom yang saling berperang
hingga dipersatukan oleh lama Tibet dan pemimpin militer Shabdrung
Ngawang Namgyal. Untuk mempertahankan negerinya dari penggarongan
yang sebentar-sebentar dilakukan bangsa Tibet, Namgyal membangun sebuah
jaringan dzong (benteng) tak terkalahkan, dan mengumumkan kode hukum
yang membantu membawa raja-raja setempat di bawah kendali terpusat.
Banyak dari dzong itu yang masih ada. Setelah kematian Namgyal pada 1651,
Bhutan jatuh dalam suasana anarkis. Mengambil keuntungan dari kekacauan
itu, orang Tibet menyerang Bhutan pada 1710, dan kembali pada 1730 dengan
bantuan orang Mongol. Kedua serang itu berhasil digagalkan, dan gencatan
senjata ditandatangani pada 1759.

Setelah Pasukan Pembebasan Rakyat RRT memasuki Tibet pada 1951,


Bhutan menyekat perbatasan utaranya dan mengembangkan hubungan
bilateral dengan India. Untuk mengurangi risiko gangguan RRT, Bhutan
memulai program modernisasi yang didukung sepenuhnya oleh India. Pada
1953, Raja Jigme Dorji Wangchuck mendirikan badan pembuat UU di negeri
itu– Majelis Nasional beranggotakan 130 orang– untuk meningkatkan bentuk
pemerintahan yang lebih demokratis. Pada 1965, ia mendirikan Dewan
Penasihat Kerajaan, dan pada 1968 ia membentuk kabinet. Pada 1971, Bhutan
memasuki PBB, setelah memegang kedudukan pengamat selama 3 tahun.
Pada Juli 1972, Jigme Singye Wangchuck naik tahta pada usia 16 setelah
kematian ayahandanya Dorji Wangchuck.

Sejak 1988, para imigran Nepal begitupun imigran gelap telah


mendakwa Bhutan melanggar HAM. Mereka mengatakan bahwa pemerintah
Bhutan bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap
penduduk minoritas penutur bahasa Nepalnya. Dugaan itu tetap tak terbukti
dan dengan suara keras disangkal pihak Bhutan. Sebagian besar para
pengungsi itu tinggal di kamp pengungsian yang dibuat PBB di Nepal
tenggara di mana mereka tetap di sana selama 15 tahun.

Pada 1998, Raja Jigme Singye Wangchuck memperkenalkan reformasi


politik signifikan, memindakan sebagian besar kekuasaannya kepada PM dan
mengizinkan panggilan pertanggungjawaban pada raja oleh dua pertiga
mayoritas Majelis Nasional. Di akhir 2003, tentara Bhutan berhasil
meluncurkan operasi skal besar untuk meredam para pengacau anti-India yang
menjalankan kamp pelatihan di Bhutan selatan.

Pada 1999, sang Raja juga mencabut larangan TV dan Internet,


membuat Bhutan salah satu dari negara terakhir yang memperkenalkan TV.
Dalam pidatonya, ia berkata bahwa TV adalah langkah penting buat
modernisasi Bhutan seperti sumbangan utama pada Kebahagiaan Nasional
Bruto negeri ini (Bhutan ialah satu-satunya negara yang mengukur
kebahagiaan) namun memperingatkan penyalahgunaan TV yang bisa
menggerus nilai-nilai tradisional Bhutan.

Sebuah konstitusi baru telah diperkenalkan pada awal 2005[3] yang


akan diratifikasi oleh referendum sebelum diterapkan. Pada Desember 2005,
Raja Jigme Singye Wangchuck mengumumkan bahwa ia akan turun tahta
pada 2008. Sang Raja akan digantikan puterandanya, putra mahkota Jigme
Khesar Namgyel Wangchuck. Namun sebelum tahun itu tiba (2006), ia telah
turun tahta.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Bhutan

2. Maladeva

Awal negara ini tidak diketahui secara pasti. Menurut legenda, seorang
pangeran Sinhalese (Indo-Aryan) yang bernama KoiMale terdampar bersama
pasangannya, seorang putri dari Raja Sri Lanka, di Maladewa dan menetap di
sana sebagai sultan pertama.Selama berabad-abad, kepulauan ini dikunjungi
oleh pelaut dari Arab dan India. Pada abad ke-16, bangsa Portugis menjajah
kepulauan ini selama 15 tahun (1558-73) sebelum akhirnya direbut kembali
oleh Muhammad Thakurufar Al-Azam.Sejak tahun 1887 hingga kemerdekaan
Maladewa pada 26 Juli 1965, negara ini menjadi bagian dari perwalian Inggris.
Sejak tahun 1153 hingga 1968, negara ini berbentuk kesultanan Islam yang
independen.Setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris, bentuk
pemerintahan kesultanan hanya bertahan selama tiga tahun dan kemudian
dihapuskan serta diganti menjadi republik. Beberapa bencana alam besar
pernah melanda kepulauan ini, di antaranya adalah gelombang tinggi yang
membanjiri beberapa pulau pada April 1987.

Sejak tahun 1887 hingga kemerdekaan Maladewa pada 26 Juli 1965,


negara ini menjadi bagian dari perwalian Inggris. Sejak tahun 1153 hingga
1968, negara ini berbentuk kesultanan Islam yang independen. Setelah
memperoleh kemerdekaan dari Inggris, bentuk pemerintahan kesultanan hanya
bertahan selama tiga tahun dan kemudian dihapuskan serta diganti menjadi
republik.

Beberapa bencana alam besar pernah melanda kepulauan ini, di


antaranya adalah gelombang tinggi yang membanjiri beberapa pulau pada
April 1987. Pada Desember 2004, tsunami Samudera Hindia menggenangi
sejumlah pulau dan mengkontaminasi sumber air, merusak rumah, tanah, dan
persediaan air tanah.

Sumber : 1. https://www.academia.edu/19562874/MAKALAH_MALADEWA
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Maladewa

3. Nepal

Nepal terdiri dari sejumlah kerajaan kecil sampai raja Gurkha Pritlzwi
Narayan Shah berhasil mempersatukannya pada abad ke-17. Usaha Inggris
untuk memperluas wilayah kekuasaannya ke utara India pada permulaan abad
ke-19 mula-mula mendapat perlawanan dari pihak Nepal, tetapi akhirnya
berhasil juga dua tahun kemudian.

Pada tahun 1846, Jang Bahudur Kunwar, seorang tokoh politik Nepal,
berhasil merebut tampuk pemerintahan. Ia dan anggota keluarganya menguasai
pemerintahan di Nepal dan tidak memberikan kekuasaan apa pun kepada raja,
sampai terjadi sebuah revolusi (1950) yang memulihkan takhta kerajaan
kepada Raja Tribhuwan Shah.

Raja Mahendra, putra Raja Tribhuwan, pada tahun 1962


memberlakukan sebuah konstitusi baru yang mengandung ketentuan mengenai
sistem pemerintahan yang berlaku sampai sekarang. Kini negeri ini berada di
bawah kekuasaan putra Mahendra, Raja Birendra (sejak 1972).

Sumber : https://www.sejarah-negara.com/sejarah-negara-nepal-lengkap/

Anda mungkin juga menyukai