Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Sudah merupakan salah satu negara yang dijajah oleh
Inggris. Pada tahun 1956 Sudan dimerdekakan oleh Inggris dan Mesir.
Memasuki kemedekaannya yakni bebas dari penjajahan bangsa lain tidak
membuat Sudan menjadi negara yang bebas dari peperangan. Justru
konflik semakin meruncing ketika Sudan mulai merdeka. Keadaan
geografis Sudan Utara dan Sudan Selatan menjadi pemicu dasar konflik
dalam negeri Sudan.
Karena awalnya Sudan utara dikembangkan serta untuk
mengisolasi Sudan wilayah selatan, dimana Sudan Selatan melarang
penduduk wilayah utara untuk masuk ke selatan. Sudan selatan sendiri
mencegah penyebaran Islam dan tradisi Islam dan memperkenalkan
misionaris Kristen. Sehingga dulu Inggris membangun kesadaran identitas
penduduk Sudan Selatan, bahwa mereka adalah penduduk asli Afrika atau
dengan kata lain mereka berbeda dengan Utara.
Populasi penduduk Sudan merupakan populasi yang paling
berbeda dengan negara-negara lain di benua Afrika. Hal ini dikarenakan
adanya dua kebudayaan besar yaitu “Arab” dan orang Afrika berkulit
hitam, dengan ratusan kelompok etnis, suku dan bahasa yang
bergabung sehingga membuat persaingan politis semakin efektif.
Eksistensi dari berbagai suku dalam sebuah negara cenderung
menghasilkan sebuah suku diabaikan, atau tidak diberikan pelayanan
publik yang sama dengan suku lainnya.
Sejak merdeka, konflik Sudan menjadi semakin berlarut-larut dan
mengakar semakin dalam pada perbedaan kebudayaan dan keagamaan
sehingga memperlambat kemajuan politik dan ekonomi. Akar konflik
yang dilatarbelakangi kultur di masyarakat Sudan jugalah yang membagi
wilayah-wilayah pinggir sungai yang kaya akan sumber daya alam untuk
dihuni oleh kaum etnis Arab dan menggeser kaum etnis Afrika sebagai

1
penduduk asli ke wilayah-wilayah pinggir yang minim sumber daya alam.
Sehingga wilayah utara, Khartoun dan Kassala, berkembang pesat sebagai
bisnis, industri dan perbankan. Tidak luput pula daerah Omdurman
sebagai salah satu pasar perdagangan utama bagi kawasan Afrika
timurlaut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Profil negara Sudan?
2. Mengapa terjadinya perpecahan di negara Sudan?
3. Bagaimana proses terbentuknya Sudan Selatan?
4. Bagaimana kondisi Sudan Selatan pasca kemerdekaan?
C. Tujuan
1. Menjelaskan profil Negara Sudan
2. Menjelaskan proses terjadinya perpecahan dan konflik dalam negeri
Sudan.
3. Menjelaskan proses terbentuknya Sudan Selatan.
4. Menjelaskan kondisi Sudan Selatan pasca kemerdekaan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Profil Negara Sudan


Sudan merupakan negara yang terletak di bagian timur laut benua
Afrika. Negara ini berbentuk Republik. Republik Sudan ditinjau dari segi
geografisnya, merupakan negara terluas di Afrika yang memiliki luas
sekitar 2.505.810 km2. Terletak di Afrika Utara dan beribukotakan
Khartoum. Sudan berbatasan dengan Mesir di utara, Eritrea dan Ethiopia
di timur, Kenya dan Uganda di tenggara, Kongo dan Republik Afrika
Tengah di barat daya, Chad di barat, dan Libya di barat laut. Sudan
meliputi daratan yang sangat luas dengan gurun sahara di sebelah utara,
daerah pengunungan di wilayah Sudan Timur, dan Barat, serta rawa-rawa
dan hutan hujan tropis yang sangat besar di daerah Selatan.
Negara ini beribukota di Khartoum, yang merupakan pusat politik,
kebudayaan, dan perdagangan. Sementara Omdurman sebagai kota
terbesarnya. Populasi penduduk Sudan merupakan populasi yang paling
berbeda dengan negara-negara lain di benua Afrika. Hal ini dikarenakan
adanya dua kebudayaan besar yaitu Arab dan orang Afrika berkulit hitam,
dengan ratusan kelompok etnis, suku dan bahasa. Penduduk Sudan berasal
dari berbagai macam kelompok etnis yang berbeda, yaitu etnis Afrika
sebesar 52 %, Arab 39 %, Beja 6%, dan lain-lain sebanyak 3 %. Penduduk
di wilayah utara Sudan mayoritas memeluk agama Islam ( 70% ),
sebanyak 5% memeluk agama Kristen dan kebanyakan berdomisili di
selatan Sudan, sementara 25 % penduduk lainnya masih memegang teguh
kepercayaan asli. Sebagian besar masyarakat Sudan berbahasa Arab,
disamping masih juga menggunakan bahasa suku mereka seperti Nubian,
Beja, Ta Bedawie, Fur, Nuban, dan juga dialek Nilotic dan Nilo-Hamitic.

3
Populasi penduduk Sudan hingga Juli 2008 diperkirakan sebesar
40.218.455 jiwa.1
Sudan merupakan negara multi agama dan multi etnis yang
memiliki perbedaan kelas sosial ekonomi antara kaum Arab dan Afrika
serta merupakan bangsa pengembala dan petani. Kemerdekaan Sudan
diperoleh tiga tahun setelah pada Februari 1953 Mesir dan Inggris
menyepakati pemberian hak untuk mengatur pemerintahan sendiri dan
akhirnya Sudan memperoleh kemerdekaan dari Mesir dan Inggris pada 1
Januari 1956. Negara ini tak pernah stabil dalam keamanan, negara ini
selama puluhan tahun dilanda perang saudara. Perang antara Sudan bagian
utara dengan Sudan bagian selatan.

B. Proses Perang Saudara hingga Terpecahnya Sudan


Dalam perjalanan sejarah Kemerdekaan Sudan pada 1956,
pemerintahan negara selalu dikuasai oleh orang dari Sudan Utara, yakni
orang-orang Arab yang beragama Islam. Penculikan untuk perbudakan,
pemerkosaan dan pembunuhan massal terlah menjadikan Sudan sebgai
negara yang sangat mengerikan.
Pemerintahan di wilayah yang luasnya 2,5 juta kilometer persegi
dan dengan jumlah penduduk 29 juta itu tak pernah benar-benar stabil.
Kesenjangan ekonomi antara wilayah Sudan Utara dan Sudan Selatan serta
perbedaan etnis antara utara dan selatan menjadi pemicu utama meletusnya
perang saudara. Perang ini terbagi dalam dua periode dimana periode
pertama terjadi antara tahun 1955-1972 dan periode kedua terjadi antara
tahun 1983-2005.
1. Perang saudara periode pertama 1955-1972
Perasaan diasingkan dan disisihkan oleh pemerintah pusat
terhadap masyarakat Sudan Selatan memicu terjadinya perang sipil

1
CIA fact book: Sudan Country profile. http://www.cia.gov/library/publications/the-

world-factbook/geos/su.html. Diakses tanggal 17 Desember 2014. Pukul 11.05

4
pertama di negara ini, konflik yang berlangsung selama dua dekade dan
telah merenggut nyawa setidaknya setengah juta jiwa. Di awali mulai
tahun 1955, setahun sebelum Sudan dimerdekakan oleh Inggris dan Mesir,
sejumlah anggota Koorps Equatorial (koorps tentara yang dibentuk
Inggris dengan tujuan untuk menjaga keamanan wilayah Sudan Selatan)
melakukan pemberontakan di sejumlah kota di Sudan Selatan.
Pemberontakan berhasil di tumpas oleh pasukan Sudan karena pasukan
pemberontak kalah dalam jumlah, tentara dan kalah dalam hal
persenjataan. Hal ini membuat para pemberontak kabur ke pedalaman dan
melakukan aksi-aksi kecil di pedalaman. Tahun 1962 anggota-anggota
Korps Equatorial dan kelompok pelajar sudan selatan melebur menjadi
satu bernama Anyanya. Pemberontakan yang semula hanya terjadi di
wilayah Equatoria kini mulai merembet ke daerah lain seperti Nil atas dan
Bahr Al-Ghazal. Kondisi Sudan Selatan yang wilayahnya di dominasi oleh
hutan hujan yang sulit di jangkau sangat menguntungkan bagi
pemberontak karena sulit dijangkau oleh pasukan Sudan Utara.
Pasukan persenjataan Anyanya banyak dibantu oleh konflik
yang terjadi di luar Sudan. Pada tahun 1965, negara-negara Arab, serta
Afrika menunjukkan dukungannya terhadap gerakan Simba di Kongo.
Persenjataannya pun dikirim lewat jalur daratan. Namun persenjataan yang
diharapkan jatuh ke tangan gerakan Simba, malah jatuh ke tangan pasukan
pemberontakan Anyanya. Selain itu dukungan dari Israel pada tahun 1969
yang mengirim bantuan persenjataan kepada milisi Anyanya juga melalui
perantara Uganda dan Ethiopia. Gerakan pemberontakan ini telah
berlangsung selama beberapa tahun, yakni dari tahun 1963-1969.2 Namun,
karena sentimen antat etnis yang terjadi di dalam tubuh Anyanya masih
kental, membuat kelompok tersebut sulit untuk menjadi solid dalam
perang saudara tersebut.
Perang sipil pun sempat terhenti lama setelah adanya
perundingan yang dilakuakna oleh pemerintah militer baru Sudan yang

2
Ibid.

5
berkuasa pada tahun 1969 melakukan perundingan dengan Anyanya.
Namun tetap saja menuai kebuntuan dan kegagalan dan dilanjutkan
berperang. Hal ini memaksa pemerintah Sudan untuk menambah jumlah
tentara menjadi 12.000 personil. Bantuan pun datang dari pihak luar. Rusia
mengirim senjata dan jumlah tentara, tak membuat Sudan mampu
mengalahkan milisi Anyanya karena situasi politik dalam negeri yang
kurang stabil.
Pada tahun 1971 seorang mantan Letnan Sudan yang bernama
Joseph Lagu membentuk kelompok baru bernama Southern Sudan
Liberation Movement atau yang disingkat dengan SSLM, Gerakan
Pembebasan Sudan Selatan yang terdiri dari kelompok-kelompok
pemberontakan pro-Sudan Selatan termasuk Anyanya di dalamnya.
Pembertontakan SSLM mendapatkan dukungan dari seluruh kelompok
politikus dan aktivis Sudan Selatan. Mereka bersatu dalam satu wadah
yang sama untuk mewakili kepentingan bersama dan melawan musuh
yakni pemerintah pusat Sudan. Pemberontakan SSLM merupakan fase
terbaru dalam perang sipil di Sudan dimana pertama kalinya warga Sudan
Selatan memiliki wadah yang sama untuk kepentingan mereka.
Namun, pembicaraan kearah perdamaian tetap berjalan,
perjanjian Addis Ababa pada 27 Maret 1972 yang difasilitasi kaisar
Ethiopia Haile Sellasie. Pemerintahan pusat Sudan yang diwakili oleh
Gaafar Nimeiry dan pihak SSLM sepakat untuk menghentikan perang.
Point-point penting dalam perjanjian ini antar lain pembentukan
pemerintah otonomi tunggal di Sudan Selatan yang berfungsi untuk
mengontrol semua wilayah di Sudan Selatan. Pendirian Konsul Eksekutif
Tinggi untuk mengurusi tata daerah Sudan Selatan dan penggunaan bahasa
Inggris sebagai bahasa resmi negara. Pada tanggal 27 Maret 1972 juga
disepakati diperingati sebagai hari raya nasional yakni, “Hari Persatuan
Nasional.” Sejak saat itulah perang saudara periode pertama berhenti.
2. Perang saudara periode kedua 1983-2005

6
Setelah perjanjian Addis Ababa pada 27 Maret 1972 Sudan
menjadi kondusif, sayangnya situasi ini tak berlangsung lama. Perjanjian
Addis Ababa ternyata merupakan solusi jangka pendek dari konflik yang
telah berlangsung puluhan tahun. Intergrasi yang dipaksakan tidak akan
menghasilkan apa-apa. Integrasi unit militer nasional yang diusulkan
menghasilkan banyak curigaan dan ketidakmampuan untuk saling percaya
antara pasukan bersenjata Sudan Selatan dan Utara. Perkembangan
ekonomi yang tidak setara juga mewarnai kegagalan integrasi negara
Sudan.
Tanda-tanda terjadinya perang kembali tercium ketika pada
tahun 1978 ditemukan cadangan minyak yang besar dikawasan Bantiu,
Sudan Selatan. Penemuan minyak tersebut diikuti dengan upaya Presiden
Gaafar Nimeiry untuk mengeksploitasi secara sepihak. Keinginan Presiden
Nimeiry jelas menimbulkan rasa tidak suka dari kubu Sudan Selatan. Hal
tersebut diperparah ketika pada tahun 1983 Gaafar Nimeiry akhirnya
benar-benar menjalankan peraturan berbasiskan hukum Islam sebagai
peraturan nasional dari masyarakat Sudan. Nemeiry mendeklarasikan
Sudan sebagai negara Islam dengan menjalankan hukum Syariah Islam di
wilayah Sudan baik Utara maupun Selatan. Hal tersebut menimbulkan
adanya pemberontakan dari masyarakat yang berada di wilayah Sudan
Selatan karena masyarakat yang beragama Islam hanyalah sedikit. Hal ini
berakibat munculnya kelompok pemberontak di tahun yang sama yakni
“The Sudan People’s Liberation Army” atau SPLA yang merupakan cikal
bakal angkatan bersenjatan di Sudan Selatan.
Pada tahun 1985 presiden Nemeiry lengser melalui kudeta
militer di bulan April, sehingga dilakukan pemilihan umum pada 1986.
Kemudian pemerintah sipil meraih kekuasaan di tahun berikutnya
dipimpin oleh Sadiq al-Mahdi dari Partai Umma. Di pihak lain, setelah
beberapa tahun bernegosiasi, SPLA dan Partai Persatuan Demokratis-
partai oposisi utama di Sudan, mencapai kesepakatan tentatif di tahun
1988. Kesepakatan tersebut berisi tentang dihentikannya sementara

7
pelaksanaan hukum Islam, diakhirinya status darurat di Sudan, gencatan
senjata dan penetapan jadwal konvesi konstitusional. Akan tetapi al-Mahdi
menolak menandatangani kesepakatan tersebut dan dia akhirnya
digulingkan di tahun berikutnya melalui kudeta militer yang dilakukan
oleh NIF (Front Islamis Nasionalis). Kolonel Omar al-Baashir merebut
kekuasaan setelah al-Mahdi digulingkan.
Kesepakatan genjatan senjata antara Khartoum dan
pemberontakan berakhir pada Oktober 1989. Hal ini memicu terjadinya
perang sipil yang berakibat pada tewasnya jutaan jiwa dan aliran
pengungsi dalam jumlah yang sangat besar. Diperkirakan dua juta orang
tewas selama konflik tersebut, berdasarkan data kelompok pegiat hak asasi
manusia, sebagaian besar merupakan warga sipil, sebagian dari mereka
tewas bukan sebagai akibat langsung dari perang terbuka tetapi lebih
disebabkan oleh kekeringan dan kelaparan. Ratusan ribu orang sipil
lainnya telah bermigrasi ke negera tetangga mencari perlindungan sebagai
pengungsi perang. Hal ini mengundang keprihatinan dari dunia
Internasional, pada tahun yang sama Presiden Omar al-Bashir mengijinkan
Amerika Serikat dan PBB untuk masuk memberikan bantuan
kemanusiaan. Namun sayangnya, bantuan tersebut terputus ketika tahun
1991 terjadi perang teluk setelah pemerintah Sudan menyatakan
dukungannya ke Irak yang merupakan musuh dari Amerika Serikat.
Konflik internal juga tak hanya terjadi di tubuh pemerintah
pusat Sudan. SPLA juga mengalami konflik internal pada tahun 1991
ketika dimana sejumlah anggota SPLA yang dikenal dengan nama SPLA
Nasir ingin melengserkan John Garang dari pemimpin SPLA. Muncullah
SPLA-United (SPLA Bersatu) yang menjadi rival SPLA pimpinan John
Garang. Perpecahan yang terjadi di dalam kubu SPLA rupanya benar-
benar dimanfaatkan oleh pemerintah Sudan. Melalui suatu serangan yang
terkoordinasi, militer Sudan dibantu milisi-milisi lokal pro-pemerintah
berhasil merebut benteng penting milik SPLA di kota Territ pada 1992.
Perpecahan SPLA ini benar-benar menjadi petaka bagi SPLA yang

8
kehilangan kepercayaan dari negara-negara pendukung (Barat dan Israel)
yang bersimpati atas perjuangan SPLA.
Upaya untuk mengarah ke perdamaian pun kembali dilakukan
pada bulan Januari 2002 disepakati genjatan senjata antara pemerintah
Sudan dengan SPLA, Sudan kembali menikmati masa damai. Namun
konflik-konflik kecil masih terjadi di Sudan Selatan, tetapi tidak
mengganggu proses perdamaian antar pihak yang berkonflik.

C. Berdirinya Negara Sudan Selatan


Setelah memakan waktu yang sangat lama, akhirnya pada tahun
2005 disepakati perdamaian antara pemerintah Sudan dengan SPLA di
Nairobi, Kenya. Pemerintah Sudan diwakili oleh Omar al-Bashir dan
SPLA diwakili, John Garang. Beberapa point penting dalam perjanjian
damai tersebut adalah: diadakannya referendum yang akan berlangsung
pada tahun 2011 untuk menentukan apakah wilayah tersebut tetap menjadi
wilayah Sudan atau merdeka, pembagian hasil penjualan minyak akan
dibagi rata antara Utara dan Selatan, serta Sudan Selatan tidak lagi
diwajibkan menerapkan hukum Islam. Dengan demikian, perang sipil
Sudan secara resmi berakhir di tahun tersebut. Perang tersebut
menewaskan 1,9 juta penduduk Sudan Selatan dan lebih dari 4 juta
penduduk terpaksa mengungsi. Perang ini merupakan salah satu perang
terpanjang dan mematikan di abad 20, dimana jumlah korban meninggal
merupakan salah satu yang terbanyak setelah perang dunia ke II.
Referendum dilaksanakan 9 Januari 2011 menghasilkan keputusan sekitar
99% secara resmi negara Sudan Selatan yang beribukota di Juba dengan
Salva Kiir Mayardit sebagai presiden pertamanya. Pemerintah Khartoum
adalah yang pertama mengakui negara batru itu. Sudan Selatan kemudian
menjadi negara yang ke 193 yang secara resmi diakui PBB dan merupakan
anggota PBB yang ke 54 di Afrika.

9
D. Kondisi Sudan Selatan Pasca Kemerdekaan
Pasca kemerdekaan, Sudan Selatan masih dibayang-bayangi
dengan kondisi keamanan yang belum stabil dimana masih terjadi konflik-
konflik dalam skala kecil antara Tentara Nasional Sudan (SPLA) dengan
milisi-milisi kecil anti SPLA. Sehingga muncul kekhawatiran bahwa
pemerintah Sudan Selatan tak mampu menjamin keamanan warganya.
Namun konflik tidak hanya terjadi di dalam Sudan Selatan saja,
Sudan Utara juga terjadi konflik yang lebih dikenal dengan konflik Darfur.
PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di
wilayah Darfur paada 2003, ketika pemberontakan etnik minoritas
mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab
untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan
kekuasan. Namun, Pemerintah Khartoum menyebutkan jumlah kematian
hanya 10.000 jiwa. Akibatnya PBB pun menyiapkan pasukan perdamaian
untuk menstabilkan keamanan Sudan.
Misi PBB-Uni Afrika di Darfur (UNAMID), yang berjumlah
23.500 orang dan merupakan misi penjaga perdamaian terbesar di dunia,
ditempatkan di Darfur, Sudan barat sejak 2007 untuk berusaha mengakhiri
permusuhan antara pemberontak dan pemerintah Sudan. Pengadilan
Kejahatan Internasional (ICC) yang bermarkas di Den Haag mengeluarkan
surat perintah penangkapan terhadap Presiden Sudan Omar al-Bashir pada
2009 atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan di Darfur,
Sudan Barat. Bashir juga dituduh melakukan genosida. Namun semua
tuduhan tersebut di bantah Bashir. Surat perintah penangkapan itu
merupakan yang pertama dikeluarkan Pengadilan Internasional tersebut
terhadap seorang kepala negara yang aktif.
Kerusuhan juga terjadi satu tahun yang lalu di Ibu Kota Sudan
Khartoum 26 September 2013, dimana terjadi protes menolak kenaikan
harga BBM. Setelah harga BBM naik, warga mendesak Presiden Omar al-
Bashir untuk turun dari jabarannya. Protes yang berlangsung selama 3 hari
di negara yang kaya akan minyak tersebut telah memakan 29 jiwa. Aparat

10
yang bertindak keras terhadap demonstran di duga menjadi penyebab
banyaknya korban jiwa yang jatuh.
Sebagai negara baru Sudan Selatan masih harus menjalani proses
yang panjang. Pembangunan insfrastruktur dan pembenahan pemerintahan
perlu dilakukan. Sudan Selatan memerlukan tanggung jawab besar dan
disiplin tinggi untuk menghadapi tantangan dan melakukan pembenahan
internal. Sementara itu tantangan dalam negeri juga muncul dari masalah
kependudukan diamana masyarakat Sudan Selatan sudah mulai
berintegrasi dengan masyarakat Sudan Utara yang bermigrasi ke Selatan
selama perang saudara terjadi. Banyak warga Sudan Utara yang enggan
kembali ke tempat aasal mereka karena telah menetap lama di Sudan
Selatan. Masalah kependudukan antar negara ini perlu ditangani jika
Sudan Selatan akan menjadi negara baru.
Permasalahan baru juga muncul dari pengelolaan sumber minyak
di Abyei, Sudan Tengah (wilayah utama yang disengketakan antara Sudan
Utara dan Sudan Selatan). Abyei merupakan salah satu sumber minyak
yang menyumbang sebagian besar produksi minyak Sudan. Apabila Sudan
Selatan resmi menjadi negara baru, maka Sudan Utara dan Sudan Selatan
memerlukan persetujuan yang bisa diterima oleh kedua belah pihak dalam
pengelolaan sumber minyak di Abyei.
Selain itu, konflik dalam skala kecil sampai dengan besar antara
Sudan Utara dan Sudan Selatan masih sering terjadi, seperti yang terjadi di
wilayah Kordofan Selatan dan Blue Nile. Pada 4 Januari 2013 lalu
Presiden Omar al-Bashir bertemu dengan Presiden Salva Kiir melakukan
pertemuan di Addis Ababa untuk menyelesaikan konflik antara kedua
negara. Konflik dalam negeri juga masih sering terjadi. Pasukan
pemberontak yang dipimpin oleh Yau Yau terlibat konflik dengan pasukan
resmi Sudan Selatan di daerah Jonglei.
Konflik yang belum terhenti di Sudan Selatan mengakibatkan
pembangunan terhambat. Warga Sudan Selatan mengalami kelaparan dan
kekurangan gizi. Data dari PBB menyebutkan bahwa lembaga ini

11
memerlukan dana 84 juta dolar Amerika untuk membantu 2,8 juta warga
Sudan Selatan yang mengalami kelaparan. Bulan Juli 2013 WFP
(Organisasi Pangan Dunia) telah melakukan operasi darurat di daerah
Jonglei, Lakes, Unity dan Warrap merupakan daerah yang paling rawan
kekurangan gizi dan keparan.

12
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Sudan merupakan sebuah wilayah yang memiliki berbagai
keberagaman. Salah satu keberagaman yang ternyata menjadi sumber
konflik yang terjadi di Sudan selama adalah antara Arab (Sudan Utara) dan
warga kulit hitam (Sudan Selatan). Konflik ini bahkan dapat dikaitkan
dengan perang antar agama Islam dan Kristen. Kebijakan pemerintahan
pusat di Khartoum, Sudan Utara yang melakukan diskriminasi, opresi,
pengabaian, bahkan sampai kepada implementasi hukum dari agama
Islam, untuk diterapkan di seluruh negara menjadi beberapa alasan
mengapa peperangan sipil pecah dari awal.
Perasaan diasingkan dan disisihkan oleh pemerintah pusat
terhadap masyarakat Sudan Selatan memicu terjadinya perang sipil
pertama di negara ini, konflik yang berlangsung selama dua dekade dan
telah merenggut nyawa setidaknya setengah juta jiwa. pembicaraan kearah
perdamaian tetap berjalan, perjanjian Addis Ababa pada 27 Maret 1972
yang difasilitasi kaisar Ethiopia Haile Sellasie. Pemerintahan pusat Sudan
yang diwakili oleh Gaafar Nimeiry dan pihak SSLM sepakat untuk
menghentikan perang. Point-point penting dalam perjanjian ini antar lain
pembentukan pemerintah otonomi tunggal di Sudan Selatan yang
berfungsi untuk mengontrol semua wilayah di Sudan Selatan. Pendirian
Konsul Eksekutif Tinggi untuk mengurusi tata daerah Sudan Selatan dan
penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi negara. Pada tanggal 27
Maret 1972 juga disepakati diperingati sebagai hari raya nasional yakni,
“Hari Persatuan Nasional.” Sejak saat itulah perang saudara periode
pertama berhenti.
Tanda-tanda terjadinya perang kembali tercium ketika pada
tahun 1978 ditemukan cadangan minyak yang besar dikawasan Bantiu,
Sudan Selatan. Penemuan minyak tersebut diikuti dengan upaya Presiden

13
Gaafar Nimeiry untuk mengeksploitasi secara sepihak. Keinginan Presiden
Nimeiry jelas menimbulkan rasa tidak suka dari kubu Sudan Selatan. Hal
tersebut diperparah ketika pada tahun 1983 Gaafar Nimeiry akhirnya
benar-benar menjalankan peraturan berbasiskan hukum Islam sebagai
peraturan nasional dari masyarakat Sudan. Nemeiry mendeklarasikan
Sudan sebagai negara Islam dengan menjalankan hukum Syariah Islam di
wilayah Sudan baik Utara maupun Selatan. Hal tersebut menimbulkan
adanya pemberontakan dari masyarakat yang berada di wilayah Sudan
Selatan karena masyarakat yang beragama Islam hanyalah sedikit. Hal ini
berakibat munculnya kelompok pemberontak di tahun yang sama yakni
“The Sudan People’s Liberation Army” atau SPLA yang merupakan cikal
bakal angkatan bersenjatan di Sudan Selatan.
Upaya untuk mengarah ke perdamaian pun kembali dilakukan
pada bulan Januari 2002 disepakati genjatan senjata antara pemerintah
Sudan dengan SPLA, Sudan kembali menikmati masa damai. Namun
konflik-konflik kecil masih terjadi di Sudan Selatan, tetapi tidak
mengganggu proses perdamaian antar pihak yang berkonflik.
Pasca kemerdekaan, Sudan Selatan masih dibayang-bayangi
dengan kondisi keamanan yang belum stabil dimana masih terjadi konflik-
konflik dalam skala kecil antara Tentara Nasional Sudan (SPLA) dengan
milisi-milisi kecil anti SPLA. Sehingga muncul kekhawatiran bahwa
pemerintah Sudan Selatan tak mampu menjamin keamanan warganya.
Konflik yang belum terhenti di Sudan Selatan mengakibatkan
pembangunan terhambat. Warga Sudan Selatan mengalami kelaparan dan
kekurangan gizi. Data dari PBB menyebutkan bahwa lembaga ini
memerlukan dana 84 juta dolar Amerika untuk membantu 2,8 juta warga
Sudan Selatan yang mengalami kelaparan. Bulan Juli 2013 WFP
(Organisasi Pangan Dunia) telah melakukan operasi darurat di daerah
Jonglei, Lakes, Unity dan Warrap merupakan daerah yang paling rawan
kekurangan gizi dan keparan.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://www.antaranews.com/berita/460305/utusan-pbb-serukan-proses-
perdamaian-di-sudan-selatan diakses 17/12/2014 jam 11.45
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/01/110109_souhsudanpool.shtml
diakses 17/12/2014 jam 12.00
http://www.cnnindonesia.com/internasional/20141126070013-120-13903/sanksi-
picu-konfrontasi-sudan-selatan-peringatkan-pbb/ diakses 17/12/2014 jam 12.01
http://internasional.kompas.com/read/2013/01/06/20075773/Sudan.dan.Sudan.Sel
atan.Akhiri.Konflik.Minyak diakses 17/12/2014 jam 12.10
http://www.tempo.co/read/news/2014/08/14/119599444/Presiden-Sibuk-Beli-
Senjata-Rakyatnya-Kelaparan diakses 17/12/2014 jam 12.12
http://www.bbc.com/news/world-africa-14069082 diakses 17/12/2014 jam 12.21
http://en.people.cn/90001/90777/90855/7172411.html diakses 17/12/2014 jam 12
45
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2014/04/140421_sudan_pbb diakses
17/12/2014 jam 12.46
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2014/01/140106_sudan_selatan diakses
17/12/2014 jam 12.47
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2013/12/131223_pbb_sudan_konflik_etnis
diakses 17/12/2014 jam 12.48
http://www.antaranews.com/berita/421043/konflik-sudan-selatan-kian-memburuk
diakses 17/12/2014 jam 12.49
http://www.antaranews.com/berita/447574/kontingen-garuda-bhayangkara-
berangkat
kesudan?utm_source=related_news&utm_medium=related&utm_campaign=news
diakses 17/12/2014 jam 12.50
http://www.cnnindonesia.com/internasional/20141106023115-127-9950/sudan-
tolak-akses-pbb-di-darfur/ diakses17/12/2-14 JAM 12.52
http://internasional.kompas.com/read/2014/01/06/1629427/Presiden.Sudan.Tiba.d
i.Sudan.Selatan.Bicarakan.Konflik diakses 17/12/2014 jam 12.53

15
http://internasional.kompas.com/read/2013/09/28/1956099/Pengunjuk.Rasa.Minta
.Presiden.Sudan.Lengser?utm_source=news&utm_medium=bp-
kompas&utm_campaign=related& diakses 17/12/2014 jam 12.54
http://internasional.kompas.com/read/2009/07/22/19261860/arbitrase.putuskan.pe
rbatasan.abyei diakses 17/12/2014 jam 12.55

16

Anda mungkin juga menyukai