Konfusianisme
Ajaran yang paling mendalam dari Konfusianisme terletak pada tekanannya
untuk membangun diri atau pemberadaban diri (self-cultivation), keteladanan moral
serta kemampuan untuk membuat keputusan yang terlatih baik, ketimbang
pengetahuan akan hukum-hukum alam. Etikanya dengan begitu lebih merupakan etika
kebajikan (virtue ethics). Karena Konfusianisme tidak membedakan manusia dari
masyarakat selayaknya subjek versus objek seperti dalam filsafat Barat, dalam
Konfusianisme etika lantas bertumpang-tindih dengan politik.
Konfusianisme yang biasanya diartikan sebagai ritual, namun secara
mendalam berimplikasi sebagai perilaku yang sesuai dengan adat istiadat yang
diperlukan untuk kehidupan bersama yang tertib dan damai. Adat istiadat itu
diperlukan karena kebutuhan manusia banyak, sementara kebutuhan yang tersedia itu
terbatas. Jika manusia tidak mengatur perilakunya, yang akan terjadi adalah
kekacauan. Pengaturan perilaku itu juga diperlukan karena manusia dari alamnya
berbeda dari hewan.
Metoda Konfusius jarang bersifat argumentatif, sehingga gagasan-gagasannya
kerapkali disampaikan melalui kiasan atau sindiran, dan bahkan pengulangan
(tautology). Ada sejumlah contoh yang memperlihatkan keutamaan manusia
ketimbang materi dalam Lùn-yǚ. Itulah sebabnya mengapa para pengamat dari Barat
maupun Timur kerap memandang Konfusius sebagai pelopor dari awal humanisme,
28 dan pandangan Konfusius itu tampil jauh sebelum humanisme masuk ke dalam
filsafat Barat.
Dalam rasionalisme Konfusian itu, konsep-konsep berikut memainkan peranan yang
mendasar:
- zhèngmíng (pembenaran/penegakan nama, rectification of names);
- yì (kebajikan, budi, righteousness);
- rén (kebaikan manusiawi, human heartedness), yang diurai menjadi:
- zhōng (hati nurani untuk orang lain, conscientiousness to others);
- shù (sikap mementingkan orang lain, altruism); dan
- xìao (respek, rasa hormat, filial piety);
- lǐ (ritual, prosedur, rites);
- Tiānmìng (perintah langit, nasib, fate).
b. Postmodernisme
Pendapat Flaskas (2002) yang mengatakan bahwa postmodernisme adalah
oposisi dari premis modernisme. Beberapa di antaranya adalah gerakan perpindahan
dari fondasionalisme menuju anti-fondasionalisme, dari teori besar (grand theory)
menuju teori yang spesifik, dari sesuatu yang universal menuju ke sesuatu yang
sebagian dan lokal, dari kebenaran yang tunggal menuju ke kebenaran yang beragam.
Semua gerakan tersebut mencerminkan tantangan postmodernist kepada modernist.
Pemahaman pemikiran postmodernis menjadi penting untuk memahami
berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya yang tak lagi memadai untuk
dianalisis hanya berdasarkan paradigma ilmiah modern yang lebih menekankan
kesatuan, homogenitas, pobjektivitas, dan universalitas. Sementara ilmu pengetahuan
dalam pandangan postmodernis lebih menekankan pluralitas, perbedaan,
heterogenitas, budaya local/etnis, dan pengalaman hidup sehari-hari.
Memahami tentang postmodernisme berarti mengasumsikan pertanyaan
tentang hilangnya kepercayaan pada proyek modernnitas, munculnya semangat
pluralisme, skeptisisme, terhadap ortodoksi tradisional, serta penolakan terhadap
pandangan bahwa dunia merupakan suatu totalitas yang universal, pendekatan
terhadap harapan akan solusi akhir dan jawaban yang sempurna.