1
Mohammad Hatta. (2004). Demokrasi Kita, Bebas Aktif. Jakarta: Balai Pustaka. Hlm 213
2
Mohammad Hatta. (1963). Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia. Jakarta: Djambatan. Hlm 34
3
Ibid. Hlm 43
4
Mohammad Hatta. Demokrasi Kita, Bebas Aktif. Op Cit. Hlm 214
5
Mohammad Hatta.(1960). Beberapa Falsafah Ekonomi Jilid 1. Jakarta: Balai Pustaka. Hlm 213
Hatta menyatakan bahwa air, listrik, gas atau bahan bakar minya lainnya harus cukup
bagi rakyat dan murah harganya6 sehingga cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat
hidup orang banyak harus dikuasai negara.
e. Pembangunan Bank untuk Membangun Roda Perekonomian
Organisasi dan kedudukan bank pada satu negeri adalah cermin dari pada keadaan dan
kemajuan ekonominya. Pembangunan nasional yang dipaparka diatas, mau tidak mau
memerlukan modal yang tidak sedikit karenanya diperlukan bank untuk menyokong kemajuan
perekonomian Indonesia.
Pemikiran politik dan ekonomi Mohammad Hatta telah diterapkan di Indonesia namun
pada perkembangannya penerapan pemikiran Mohammad Hatta dilaksanakan secara tidak
professional sehingga hasil yang dicapai tidak optimal. Misalnya kondisi koperasi di Indonesia
saat ini yang memprihatinkan, sebanyak 27 persen dari 177.000 atau sekitar 48.000 koperasi di
Indonesia tidak aktif akibat pengelolaan koperasi yang kurang professional. Politik
Industrialisasi di Indonesia memang diterapkan namun pada umunya pemilik modal dan pegawai
professionalnya justru orang luar negeri dengan buruh penduduk Indonesia sehingga uang hasil
Industri banyak yang keluar. Program transmigrasi dan pemerataan pembangunan tidak berjalan
dengan optimal karena pelatihan para tranmigran yang kurang baik dan pembangunan yang
difokuskan pada wilayah Jawa, akibatnya penduduk tetap pulau Jawa tetap padat dan wilayah
terluar Indonesia tetap tertinggal pembangunannya.
6
Mohammad Hatta. Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia. Op Cit. Hlm 32
Sistem upah besi yaitu kaum buruh dalam sistem perekonomian liberal tidak akan pernah
mampu mengangkat derajatnya lebih tinggi karena pasar bebas telah mentakdirkannya demikian.
Marx menganjurkan agar sistem liberal yang menyebabkan kaum buruh menderita tersebut harus
diperbaiki atau diganti dengan sistem sosialis yang lebih berpihak pada golongan buruh.
Alasan mengapa sistem perekonomian liberal harus diganti adalah karena sistem liberal
cenderung menciptakan masyarakat berkelas kelas yaitu kelas kapitalis yang kaya raya dan kelas
buruh. Marx tidak menginginkan bentuk masyarakat berkelas kelas seperti ini dan obat satu
satunya yang dapat dilakukan dalam usaha menciptakan masyarakat tanpa kelas dengan
memperjuangkan sistem sosialis/komunis.
Dari segi ekonomi Marx melihat bahwa akumulasi kapital di tangan kaum kapitalis
memungkinkan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi akan tetapi pembangunan
dalam sistem kapitalis sangat bias terhadap pemilik modal.7 Untuk bias membangun secara nyata
bagi seluruh lapisan masyarakat perlu dilakukan perombakan structural melalui revolusi social.
Langkah berikutnya adalah penataan kembali hubungan produksi khususnya dalam sistem
kepemilikan tanah, alat alat produksi dan modal.
Marx meramal bahwa suatu masa sistem kapitalis akan hancur. Menurutnya sistem
kapitalis hancur bukan disebabkan oleh faktor-faktor lain melainkan keberhasilannya sendiri.
Sistem kapitalis mewarisis daya self destruction suatu daya dari dalam yang akan membawa
kehancuran bagi sistem perekonomian liberal itu sendiri.
7
Listiono Santoso dkk. (2007). Seri Pemikiran Epistemologi Kiri. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Hlm 39
Keadaan ekonomi seperti ini membuat tokoh yang tidak setuju dengan pemikiran dan penerapan
liberal kapitalis akan tergiur oleh keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan sisitem
kapitalis dan mengembangkan sistem ekonomi liberal.
8
Listiono Santoso dkk. Op Cit. Hlm 43
9
Harun Hadiwijono. (1980). Sari Sejarah Filsafat Barat2. Jogjakarta: Kanisius. Hlm 121
Sedangkan proses dialektika adalah suatu contoh yang ada di dalam dunia. Dialektika
adalah suatu fakta empiris, manusia mengetahuinya dari penyelidikan tentang alam, dikuatkan
oleh pengetahuan lebih lanjut tentang hubungan sebab-akibat yang dibawakan oleh ahli sejarah
dan sains. Maka berpikir dialektis adalah memahami kenyataan sebagai totalitas, dalam artian
bahwa keseluruhan yang ada di dalamnya memiliki unsur-unsur yang saling bernegasi
(mengingkari dan diingkari), saling berkontradiksi dan saling bermediasi. Pemahanan ini
mengisyarakatkan suatu bukti bahwa kehidupan yang nyata ini saling berkontradiksi, bernegasi
dan bermediasi.10 Dapar disimpulkan dialektika adalah suatu fakta empiris, manusia
mengetahuinya dari penyelidikan tentang alam, dikuatkan oleh pengetahuan lebih lanjut tentang
hubungan sebab-musabab yang dibawakan oleh ahli sejaran dan sains.11
Penyebutan filsafat Marx dengan materialisme dialektis terletak pada asumsi dasar yang
mengatakan bahwa benda merupakan sesuatu kenyataan pokok yang selalu terjadi dalam proses
perubahan dan pertentangan di dalamnya. Perubahan dan pertentangan tersebut terjadi dalam
dunia nyata yang dapat diamati indra. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa materialisme
dialektis selalu betitik tolak dari materi sebagai satu-satunya kenyataan. Karl Marx mengartikan
materialisme dialektik sebagai keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus-menerus. Dari
proses perubahan tersebut memunculkan suatu keadaan akibat adanya pertentangan-
pertentangan. Materi yang dimaksud menjadi sumber keberadaan benda-benda alamiah tersebut,
sehingga senantiasa bergerak dan berubah tanpa henti-hentinya.
10
Frans Magnis Suseno. (1999). Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme.
Jakarta: Gramedia. Hlm 61-63
11
Harold Titus. (1984). Persoalan-Persoalan Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang. Hlm 303