Oleh:
Bagas Yusuf Kausan
Asep Syaeful Bachri
Saiful Anwar
Ervan Nur Septian Ardhi
JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah hubungan internasional merupakan salah satu mata kuliah dalam
disiplin Ilmu sejarah. Mata kuliah diambil karena dirasa perlu untuk mengkaji
hubungan internasional yang terjadi di masa lalu. Sudah sejak lama masyarakat
Indonesia melaksanakan hubungan dengan masyarakat luar.
Pembagian sejarah hubungan Internasional dibagi menjadi tujuh yakni;
1. Hindu-Buddha
2. Islam
3. Kolonial
4. Orde lama demokrasi liberal
5. Orde lama demokrasi terpimpin
6. Orde baru
7. Reformasi.
Reformasi 1998 telah membawa Indonesia pada zaman baru. Indonesia
memasuki era keterbukaan informasi dan pendapat. Era ini ditandai dengan
lengsernya Soeharto dari singgasana Presiden Indonesia setelah berkuasa 32 tahun.
Era Reformasi disambut dengan gegap-gempita jutaan rakyat Indonesia karena
dianggap membawa harapan baru Indonesia, namun tak sedikit pula yang
menyambutnya dengan pesimis karena reformasi juga ditandai dengan krisis yang
menghantam Indonesia.
Selama masa reformasi Indonesia telah menjalin hubungan dengan banyak
negara. Terhitung sejak negara Indonesia terbentuk tahun 1945 hingga tahun 1998
sudah banyak negara yang melakukan hubungan dengan Indonesia. Hubungan yang
terjalin antara Indonesia dengan negara luar tentu memiliki banyak motif dan maksud.
Hubungan tersebut, biasanya berada dalam bidang ekonomi, militer, ekstradisi, dan
lain sebagainya.
Era reformasi menjadi titik balik sejarah hubungan internasional Indonesia.
Indonesia pada masa reformasi menjalin hubungan kerjasama dengan memasukkan
diri kedalam organisasi-organisasi tertentu. Tujuannya jelas, untuk melaksanakan citacita bangsa yang ada dalam UUD 1945. Dari sekian banyak hubungan yang terjalin
pasca reformasi, setidaknya terdapat sebuah hubungan internasional yang dilakukan
Indonesia, yang dirasa menarik untuk diulas. Adapun hubungan internasional tersebut
ialah; World Trade Organisation (WTO).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola kebijakan luar negeri dan corak hubungan internasional Indonesia era
reformasi?
2. Bagaimana sejarah bergabungnya Indonesia ke dalam WTO serta perkembangannya
3.
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi keperluan tugas mata kuliah Hubungan Internasional
2. Untuk sedikit mengetahui perihal hubungan Internasional yang dilangsungkan
Indonesia, pada masa-masa reformasi dan pasca reformasi.
BAB II
PENJELASAN
A. Hubungan Internasional
Hubungan internasional merupakan kegiatan manusia dimana manusia yang berasal
dari satu negara atau lebih, baik secara individual maupun secara kelompok, berinteraksi.
Disamping itu, hubungan Internasional dapat pula dipandang sebagai sebuah kegiatan
komunikasi dengan jejaring Internasionalbaik dengan bentuk kontak langsung maupun
dengan kontak tidak langsung.
Hubungan internasional bertujuan untuk meneguhkan eksistensi suatu negara, dan
merupakan forum komunikasi lintas-negarabaik bersifat bilateral, multilateral, atupun
secara global. Disamping itu, hubungan Internasional memuat pula sebuah upaya negara
1 Frans. S Fernandes, Hubungan Internasional dan Peranan Bangsa Indonesia Suatu
Pendekatan Sejarah, (Jakarta: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 1986) hlm. 20.
Indonesia dipengaruhi oleh semangat patriotisme pasca kolonial dan juga pada awal Perang
Dingin ditingkat internasional. Pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945, agenda utama
kebijakan luar negeri Indonesia, seperti halnya yang dilakukan oleh negara lain didunia ini
ketika baru memproklamirkan kemerdekaannya, adalah mencari pengakuan dari negaranegara lain didunia. Hal yang sama juga dilakukan oleh pemerintah Indonesia saat itu
sehingga fokus utama kebijakan luar negeri Indonesia saat itu diarahkan kepada upaya
pencarian pengakuan dari negara lain yang diikuti dengan pembukaan hubungan diplomatik
dengan berbagai negara di dunia.
Kemudian perkembangan politik internasional yang saat itu sedang memasuki babak
awal Perang Dingin di era tahun 1960-an. Dengan kondisi domestik Indonesia, sebagai
sebuah negara yang baru berdiri, negara ini kemudian mencoba mencari sosok atau
membangun profilnya dalam dunia internasional. Kondisi ekonomi yang relatif lemah namun
memiliki semangat patriotisme yang besar membuat pemerintah Indonesia harus menentukan
arah kebijakannya diluar negeri untuk membangun citra Indonesia.
Mohammad Hatta mengatakan bahwa politik luar negeri Indonesia bagaikan
mendayung diantara dua karang. Artinya, politik luar negeri Indonesia berada pada posisi
yang netral diantara dua kekuatan besar dunia (Amerika Serikat dan Uni Soviet). Kebijakan
luar negeri yang dilakukan oleh Soekarno cenderung mendekati kelompok sosialis China.
Sebenarnya kebijakan ini tidak secara langsung berkaitan dengan pertentangan ideologi yang
sedang berkembang saat itu, namun lebih diwarnai oleh semangat menentang kolonialisme
yang masih berlangsung di beberapa negara di Asia dan Afrika. Dan kebetulan, negara-negara
yang melakukan praktik kolonialisme adalah negara-negara Barat yang pada umumnya
adalah negara-negara kapitalis. Sedangkan negara-negara yang mengalami penjajahan Barat
memiliki pemikiran dan penentangan yang serupa dengan ide-ide yang diusung oleh negaranegara Sosialis.
Kebijakan luar negeri Indonesia pada masa Orla cenderung bersifat hard profile. Hal
ini didasarkan pada pola interaksi dan hubungan luar negeri yang dibangun pada masa
Soekarno. Soekarno secara tegas dan jelas melakukan penentangan terhadap bentuk-bentuk
penjajahan yang dilakukan oleh Barat dan berhasil menggalang persatuan diantara negaranegara terjajah dalam Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955. Kritikan-kritikan tajam yang
dilontarkan oleh Soekarno kepada negara-negara Barat serta beberapa kampanye besarnya
seperti Ganyang Malaysia merupakan buah dari pemikirannya yang ingin menempatkan
Indonesia dalam posisi strategis, sebagai wakil dari negara-negara bekas jajahan Barat.
Akan tetapi setelah tumbangnya Orde Baru, ada perubahan 180 derajat PLN yang
dilakukan Soeharto, sebagai pemangku rezim Orde Baru. Jika pada masa Orla, profil
kebijakan luar negeri Indonesia cenderung bersifat hard profile dengan pendekatan yang
keras, hal tersebut tidak dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru (Orba). Pemerintahan Orba
cenderung menerapkan kebijakan luar negeri Indonesia yang berubah 180 derajad dari
pendahulunya yaitu pendekatan yang lebih bersifat low profile. Pendekatan low profile
dilakukan oleh Soeharto dengan melakukan pendekatan yang lebih lunak dan terkesan
bersahabat dalam hubungannya dengan luar negeri. Dari sinilah kemudian Soeharto berhasil
merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik
pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar,
TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu
menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi. Eksploitasi sumber
daya Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber
daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak
merata di Indonesia dan terjadi sentralisasi yang berpusat di Jakarta sebagai ibukota negara.
1. Perubahan Politik Luar Negeri Pasca Lengsernya Soeharto ( Era
Reformasi )
4 Atom Ginting Munthe, Postur Rasionalis dalam Politik Luar Negeri Indonesia Pasca
Soeharto dalam Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.04.
berharap dapat memulihkan nama baik di mata internasional setelah tercemar oleh berbagai
kasus pelanggaran HAM dan KKN. Kedua, melalui PLN pemerintah berharap dapat
menyelesaikan persoalan-persoalan separatis di Aceh dan Papua. Patut diakui bahwa
kemenangan telah dicapai ketika banyak negara termasuk anggota OKI dan ASEAN
menyatakan dukungannya terhadap kedaulatan pemerintah di Aceh ; dan bukan tidak
mungkin hal yang sama dapat terjadi pada masalah Papua. Ketiga, melalui PLN pemerintah
berharap dapat memobilisasi bantuan luar negeri untuk untuk menyelesaikan krisis ekonomi
yang kunjung tiada akhir. Prioritas pemerintah RI adalah mengajak para Insvestor negara
maju ( AS, Jepang, Eropa ) dan NICs ( Korea Selatan, Hong Kong dan Singapura). Keempat,
memalui PLN pula berupaya untuk membuat agar Indonesia memainkan peran internasional
baru dengan menggalang kembali solidaritas Selatan-Selatan yang sudah sekian dekade
terlupakan.5
Dari orientasi Politik Luar Negeri pada Reformasi mulai mengalami perubahan dari
Orde Baru, akan tetapi dalam hal ekonomi, masih belum dapat mandiri dan masih memiliki
ketergantungan dengan pasar global, sehingga salah satu kerjasama yang masih langgeng
dalam perdagangan pasar bebas yaitu WTO secara terus menerus meriberalisasi ekonomi
Indonesia.
C. Hubungan Dengan WTO
Wujud pemikiran dari kelompok pandangan liberalis internasional adalah munculnya
organisasi internasional sebagai salah satu aktor dalam hubungan internasional. Dengan
adanya organisasi internasional, diharapkan setiap negara-negara dapat mencapai
kepentingannya secara bersama-sama.
6 Bonnie Setiawan, Mau Kemana Posisi Indonesia di WTO? Dalam Jurnal Keadilan
Global: Krisis Kapitalisme Global, Volume I Tahun I 2003. Hlm. 77.
karena Indonesia bukanlah negara pengekspor produk-produk pertanian, bahkan sejak krisis
Indonesia menjadi negara pengimpor bahan pangan bersih. Indonesia hanya melakukan
ekspor dibidang produk tropis seperti minyak sawit, rotan, karet, dan lainnya. WTO disatu
sisi merupakan perang modern yaitu perpindahan dari perang fisik di masa lalu menjadi
perang dagang lewat negosiasi dan aturan-aturan yang dibuat oleh negara yang mendominasi.
dikembangkan diantaranya oleh; Paul Baran, Andre Gunder Frank, dan Dos Santos. Secara
garis besar, teori ini membuat konteks ekonomi global terbagi menjadi negeri-negeri
metropolis maju dan negeri-negeri satelit yang terbelakang.
yang terinstitusionalisasi dalam tubuh WTOyang sebenarnya, tidak bersifat netral terhadap
seluruh anggotanya dan cenderung merugikan negara-negara satelit atau negara berkembang.
Dalam negara-negara satelit terdapat dua sektor yang terpisah, yaitu sektor modern dan sektor
tradisional, yang keduanya mengalami sejarah yang berbeda-beda dan tidak saling
bersangkut-paut diantara keduanya. Dalam proses hubungan ekonomi antar negeri-negeri
kapitalis maju dengan negeri-negeri miskin ternyata hanya sektor modern lah yang mendapat
efek8. Atau dalam artian, hanya iklim ekonomi modern pasar bebas yang digaungkan oleh
WTO lah yang sebenarnya diuntungkan. Sementara ekonomi nasional di tiap-tiap negara
berkembang, terus tergerus dan dipaksa untuk mengintegrasikan diri pada sistem ekonomi
global.
Tabel II. 1.
Kesepakatan Agreement on Agriculture WTO
Kewajiban
Negara Maju
Negara Berkembang
Akses Pasar
Penentuan Tarif
Wajib
Wajib
Penurunan Tarif
Minimum akses
7 Sritua Arief dan Adi Sasono, Indonesia: ketergantungan dan Keterbelakangan, (Jakarta:
Mizan, 2013) hlm. 20.
Subsidi Domestik
Sumber: Syamsul Hadi, dkk, Kudeta Putih: Reformasi dan Pelembagaan Kepentingan Asing dalam Ekonomi
Indonesia, Jakarta: Indonesia Berdikari, 2012, hal. 142.
Dengan kondisi demikian, maka Indonesia secara sadar telah mempersilahkan dirinya sendiri
untuk terus terbelakang, ketergantungan, dan didikte dalam hal regulasioleh sebuah
lembaga perdagangan Internasional yang memihak perusahaan-perusahaan negara-negara
maju. Hal ini terlihat dalam kesepakatan AoAyang menyangkut liberalisasi pertanian, yang
ternyata memang dikonsepsikan demi keuntungan industri pertanian, melalui mekanisme
pasar bebas. Rekayasa GATT/WTO dalam mendorong liberalisasi pertanian, lebih didasarkan
pada maksud untuk memberikan keleluasaan dan kebebasan bagi perusahaan agribisnis
raksasa multinasional dan transnasional untuk melakukan investasi, produksi, dan
perdagangan komoditi pertanian tanpa adanya hambatan, regulasi dan tanggungjawab sama
sekali. Sementara negara-negara berkembangyang dalam hal ini Indonesiajustru
memiliki kecenderungan untuk menerima dengan melakukan perubahan kebijakan mengenai
tanah, pajak, investasi, yang memudahkan perusahaan transnasional untuk beroprasi. 9 Maka
sudah dapat dipastikan, liberalisasi pertanian tersebut, perlahan-lahan telah mencekik dan
membunuh jutaan petani Indonesiayang secara bersamaan, sedang dicekik pula oleh
beragam perampasan lahan pertanian, yang terkadang disponsori oleh negara itu sendiri.
9 Mansour Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, (Yogyakarta: Insist Press,
2013) Hlm. 221.
Menimbang hal-hal diatas, maka keikutsertaan Indonesia dalam forum perdagangan WTO,
perlahan-lahan perlu untuk dipertanyakanterutama terkaitan kebermanfaatannya bagi
kemaslahatan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. WTO di satu sisi adalah sebuah
perang modern, yaitu perpindahan perang fisik di masa lalu menjadi perang dagang lewat
negosiasi dan aturan-aturan yang licik, kapitalistik, dan tidak cocok dengan negara-negara
berkembang (Indonesia). Negara berkembang yang serba kecil, lemah, rentan, dan masih
menghadapi masalah-masalah struktural di dalam negerinya, tidak mungkin masuk bulatbulat ke dalam rejim perdagangan bebas semacam WTO, kalau tidak ingin digilas oleh
pemain-pemain raksasa besar dunia. 10
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Melihat corak Politik Luar Negeri era Reformasi, yang masih memperbaiki citra di
dunia internasional dalam pelanggaran HAM, serta dalam ekonomi yang masih bersifat
liberalisme dengan adanya pasar bebas, maka hubungan internasional pada era reformasi,
salah satunya adalah WTO. Sebagai salah satu anggota WTO, posisi Indonesia dapat dilihat
dalam konferensi WTO ke-IV di Doha, Qatar, pada tahun 2001. Hal ini tergambar dalam
10 Bonnie Setiawan, Mau Kemana Posisi Indonesia di WTO? Dalam Jurnal Keadilan
Global: Krisis Kapitalisme Global, Volume I Tahun I 2003. Hlm. 85.
pidato delegasi Indonesia, yang menunjukkan sifat tidak tegas dan terlihat adem ayem dengan
WTOwalaupun ditempa krisis liberal dan globalisasi yang luar biasa. Dapat dikatakan
WTO merupakan perang modern yaitu perpindahan dari perang fisik di masa lalu menjadi
perang dagang lewat negosiasi dan aturan-aturan yang dibuat oleh negara yang mendominasi.
Dampak dari hubungan internasional dalam ekonomi ini, dengan adanya perdangan
bebas, yang merupakan buah hasil dari WTO, perekonomian Indonesia sangat didominasi
oleh pihak asing. Konsep ketergantungan yang telah diciptakan oleh sistem pasar, sangat
berhasil dalam melanggengkan liberalisasi ekonomi warisan Orde Baru, sehingga hal ini juga
berdampak semakin banyaknya perusahaan asing dalam bidang barang maupun jasa bergerak
bebas menguasai pasar tanpa hambatan. Hal ini juga mempengaruhi dalam liberalisasi
pertanian, sehingga para insvestor menang total dalam agribisnis multinasional. Bahkan
dalam bidang agraria yang tidak hanya konsen terhadap pertanian, dapat dikuasai dengan
mudah, seperti pertambangan, perkebunan maupun produksi barang lainnya. Tentu dampak
yang terasa bagi masyarakat adalah konflik agraria terkait lahan yang mereka harus kuasai
dengan cara menggusur para pribumi, semakin terpojoknya dan termarjinalkannya
masyarakat pun tak dapat dielakkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Sritua dan Adi Sasono. 2013. Indonesia: Ketergantungan dan Ketrbelakangan. Jakarta:
Mizan.
Atom Ginting Munthe,. Postur Rasionalis dalam Politik Luar Negeri Indonesia Pasca
Soeharto, Hukum Pro Justitia, Volume 24 No.04. Juli 2006.
Hadi, Syamsul, dkk. 2012. Kudeta Putih: Reformasi dan Pelembagaan Kepentingan Asing
dalam Ekonomi Indonesia. Jakarta: Indonesia Berdikari.
Fakih, Mansour. 2013. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Insist
Press.
Fernandez, Frans S. 1988. Hubungan Internasional dan Peranan Bangsa Indonesia Suatu
Pendekatan Sejarah. Jakarta: Depdikbud.
Setiawan, Bonnie. Mau Kemana Posisi Indonesia di WTO? Dalam Jurnal Keadilan
Global: Krisis Kapitalisme Global. Volume I Tahun I 2003.
Sukma, Rizal. 2004. Islam in Indonesia Foreign Policy. Taylor & Francis e-Library.