Anda di halaman 1dari 15

PORTOFOLIO SEJARAH INDONESIA

KI HADJAR DEWANTARA

DISUSUN OLEH

Nama : Ainun Al azwa Agustin

Kelas : XII 2 MIPA

NISN : 0046696657

SMA NEGERI 1 SUKAGUMIWANG TAHUN AJARAN 2022/2023


Jl. By pass Kertasemaya KM. 37 kec. Sukagumiwang – Indramayu
Kode pos 45274
LEMBAR PENGESAHAN

Portofolio Sejarah Indonesia ini disusun sebagai tugas akhir menyelesaikan pelajaran Sejarah
Indonesia dan salah satu syarat lulus dalam mata pelajaran tersebut.

Sukagumiwang, januari……….........2023

Mengetahui,Wali Kelas Penyusun

Dra. SRI MULYATININGSIH,S.Pd Ainun Al azwa Agustin

-NIP.196902271995122003 -NIS.0046696657

Menyetujui,

Guru Mata Pelajaran

Drs. WIRYA, S.Pd

-NIP. 196601122007011009
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
kemudahan,sehingga saya dapat menyelesaian portofolio yang berjudul

“Ki Hadjar Dewantara” ini.

Portofolio ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagaipihak sehingga dapat memperlancar pembuatan portofolio ini. Untuk itu saya ucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan portofolio ini.
Sayaberharap semoga portofolio ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi
parapembaca.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang saya miliki, maka pasti
masih terdapat kekurangan dalam portofolio ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan portofolio ini
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………………………………………….i
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………………….........................................ii

KATA PENGANTAR ...…………………………………………………...........................................................iii

DAFTAR ISI .…………………………………………………………………..………....................…………………………iv

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………………1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1

1.2 Rumusan masalah ……………………………………………………………………….…………………………………1

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………………..2

2.a Riwayat hidup .....................................................................................................................2

2.b Aliran Filsafat ………..................,…………….............................................................................2

2.c Pemikiran Tentang Pendidikan............…………………………………………………………………………….2

2.d Pengaruh Pemikiran Dalam Pendidikan…………………………………………………………………………..3

2.e Karya-karya……………………………………………………………………………………………………………………..3

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………………………………………3

3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................3

3.2 Kritik dan Saran………………………………………………………………………………...................................4

DAFTAR PUSTAKA ………..............................................................................................................4


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak zaman perjuangan kemerdekaan dahulu, para pejuang serta perintis
kemerdekaan telah menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat vital
dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta membebaskannya dari
belenggu penjajahan. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa disamping melalui
organisasi politik, perjuangan ke arah kemerdekaan perlu dilakukan melalui jalur
pendidikan.

Mengingat bahwa sistem pendidikan pemerintah kolonial pada masa itu tidak
demokratis karena bersifat elit, diskriminatif dan diorientasikan pada kepentingan
pemerintah penjajahan, maka sistem pendidikan rakyat yang sudah ada perlu dibina dan
dikembangkan untuk menjangkau kepentingan rakyat secara lebih luas.Disamping
mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan rakyat tradisional yang pada umumnya
Berorientasi keagamaan, maka pada masa itu muncul seorang tokoh muda Raden Mas
Soewardi Soeryaningrat atau yang dikenal dengan nama “Ki Hajar Dewantara. Ia
bersama rekan-rekannya mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian
dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Setelah itu ia pun mendirikan sebuah
perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa
(Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan
pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan
tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Tidak sedikit rintangan yang
dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya
merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932.
Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian
dicabut. Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di
Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa
politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah
ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar
pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan diatas, dapat ditarik
beberapa pokok permasalahan untuk dianalisis dan dikaji didalam makalah tentang Ki
Hadjar Dewantara ini. Pokok permasalahannya adalah?

a. Riwayat hidup
b. Aliran filsafat
c. Pemikiran tentang pendidikan
d. Pengaruh pemikiran dalam pendidikan
e. Karya-karya

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan portofolio ini adalah untuk memenuhi tugas mata
pelajaran Sejarah Indonesia, selain itu juga untuk menambah wawasan pembaca dalam
bidang sejarah tentang peristiwa sejarah yang ada di indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.a Riwayat Hidup


Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 8 Mei 1889. Terlahir dengan
nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton
Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut
hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu,
ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan
supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.
Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi
kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda)
Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), Tapi tidak sampai
tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar
antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda,
Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-
tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan
semangat anti kolonial bagi pembacanya. Selain ulet sebagai seorang wartawan muda,
ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi
Propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran
masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan
dalam berbangsa dan bernegara. Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja
Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai
politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912
yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Mereka berusaha mendaftarkan
organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial
Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg
berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada
tanggal 11 Maret 1913. Karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa
nasionalisme rakyat dan menggerakankesatuan untuk menentang pemerintah kolonial
Belanda. Ia melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud
merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan
menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.
Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als
Ik Eens Nederlander Was (Seandainya aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar
Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan
Seandainya aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik
dr.Douwes Dekker. Akibat karangannya yang menghina itu, pemerintah kolonial Belanda
melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan,
berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk
sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun
dihukum buang ke Pulau Bangka. Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri
Belanda karena di sana mereka bisa mempelajari banyak hal dari pada didaerah
terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai
bagian dari pelaksanaan hukuman. Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami
masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat
berhasil memperoleh Europeesche Akte. Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun
1918. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari
alat perjuangan meraih kemerdekaan. Ia mendirikan sebuah perguruan yang bercorak
nasional, National Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa)
pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada
peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk
memperoleh kemerdekaan. Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam
dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya
beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan.
Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil
meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Setelah zaman
kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja
diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan
Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi
juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan
Presiden R.I No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang
diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun
1957. Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia
pada tanggal 28 April 1959 diYogyakarta dan dimakamkan di sana. Kemudian oleh pihak
penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti griya, Yogyakarta,
untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Dalam
museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri
Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. koleksi museum yang berupa
karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa
hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman
telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan arsip Nasional
2.b Aliran Filsafat
Ki Hadjar Dewantara termasuk aliran filsafat pendidikan yang menganut definisi
pendidikan, apabila dilihat dari sudut aliran filsafat pendidikan evolusionistis yang lebih
menekankan tangga-tangga psikologis perkembangan manusia. Suatu konsep
pendidikan yang lebih mengarahkan orientasinya pada aspek-aspek kehidupan modern
yang kompleks dan rumit kaitannya, yang lebih individualisis sehinga menuntut
kemampuan individual masing-masing pribadi dalam mengadakan penyesuaian
kehidupan psikologsnya. Konsep tentang anthropologi filsafat kalau tidak dirumuskan
dalam definisi pendidikan dapat dicari pada rumusan tentang tujuan pendidikannya.
Sebagai contoh dalam sejarah pemikiran filsafat pendidikan Indonesia, kita dikenalkan
dengan salah satu rumusan tujuan pendidikan sebagai berikut “Membentuk manusia
susila yang cakap dan warga Negara yang Demokratis serta bertanggung jawab atas
kesejahteraan Negara dan tanah air.” Dalam rumusan ini hakekat manusia sebagai suatu
aspek yang bernilai martabat yang sama, sehinga yang satu tidak boleh mencaplok atau
menghisap yang lain, artinya manusia dihisap warga negara sehingga mengarah ke
terhisapnya kepentingan individu demi kepentingan dan kejayaan Negara, dan
sebaliknya hilangnya aspek warga negara dan mengarah ke individualisme yang
otomistis. Suatu ilustrasi tujuan pendidikan yang mengarah ke penghisapan
individualitas manusia ke dalam konsep warga negara adalah definisi pendidikan
dibawah ini:

“Pendidikan adalah kegiatan atau proses dengan mana individual dibina agar loyal setia
tanpa sarat dan penyesuaian membuka pada kelompok atau lembaga sosial.” Definisi
pendidikan ini disamping berlaku pada Negara totaliter yang dengan monisme
kebudayaan, juga berlaku pada masyarakat yang ketat berpegang teguh
mempertahankan tradisi kebudayaannya, yaitu pada masyarakat yang tradisioal
konservatif. Dalam batas-batas tertentu, para sosiolog lebih dekat pemikiran pendidikan
dengan definisi konsep pendidikan di atas. Sedang para psikolog lebih dekat dekat
dengan definuisi pendidikan di bawah ini “Pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan
di dalam mana individu dibantu mengembangkan daya-daya kemampuannya,
bakatnya,kecakapannya dan minatnya.” Perbedaan antara kedua definisi pendidikan di
atas, antara pendekatan sosiologis dan pendwekatan psikologis adalah bahwa
pendekatan social meninjau proses pendidikan dalam kaitannya dengan kehidupan
dengan lembaga social di luar individu, sedang pendekatan psikologis meninjau proses
pendidikan dari sudut proses internal dalam diri manusia,sehinga lebih mengarah ke
peninjauan tentang konsep hakekat psikologis, bukan filosofis, daripada anak didik.
2.c Pemikiran Tentang Pendidikan
Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan
harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang mendidik itu
sendiri. Menurut Ki Hadjar Dewantara mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah
proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf
insani. Di dalam mendidik ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi
manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan
disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa
manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden
dari sifat alami manusia (humanis). Menurut Ki Hadjar Dewantara tujuan pendidikan
adalah “penguasaandiri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia
(humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya
pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu
menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian
akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa. Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar
Dewantara ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan”
yang harus bersinergis satu sama lain. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari
aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih
memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil
keputusan,martabat, mentalitas demokratik). Keinginan yang kuat dari Ki Hadjar
Dewantara untuk generasi bangsa ini dan mengingat pentingnya guru yang memiliki
kelimpahan mentalitas, moralitas dan spiritualitas. Beliau sendiri untuk kepentingan
mendidik,meneladani dan pendidikan generasi bangsa ini telah mengubah namanya dari
ningratnya sebagai Raden Mas Soewardi Suryaningrat menjadi Ki hajar dewantara.
Perubahan nama tersebut dapat dimakna bahwa beliau ingin menunjukkan perubahan
sikap ningratnya menjadi pendidik, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu
dari pahlawan yang berwatak guru spiritualke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang
mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan negara ini. Bagi Ki
Hadjar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam
kepribadian dan spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan
dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa.Yang
utama sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai model keteladanan dan sebagai
fasilitator kelas. Nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang
mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hadjar adalah
seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus
masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi
perantara antara tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak tuhan di dunia ini).
Sebagai pendidik yang merupakan perantara tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah
berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak tuhan dan membawa
keselamatan. Menerjemahkan dari konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara tersebut,
maka banyak pakar menyepakati bahwa pendidikan di Indonesia haruslah memiliki 3
Landasan filosofis, yaitu nasionalistik, universalistic dan spiritualistic. nasionalistik
maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara
politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam
(natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak tuhan. Prinsip
dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan,
keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana yang dibutuhkan
dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan
hati, empati, cinta kasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Maka
hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta
didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual;
pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan
memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap
individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan;
pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan harga diri;
setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan
kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya. Output
pendidikan yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat
fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggung
jawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Dalam pemikiran ki hajar
dewantara, metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem
among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan
asuh. Metode ini secara teknik pengajaran meliputi 'kepala, hati dan panca indera'
(educate the head, the heart, and the hand).
2.d Pengaruh Pemikiran Dalam Pendidikan
Mendekati proses pendidikan dalam sebuah pemikiran cerdas untuk mendirikan
sekolah Tamansiswanya, jauh sebelum Indonesia mengenal arti kemerdekaan. Konsepsi
Taman Siswa pun coba dituangkan Ki Hadjar Dewantara dalam solusi menyikapi
kegelisahan-kegelisahan rakyat terhadap kondisi pendidikan yang terjadi saat itu,
sebagaimana digambarkan dalam asas dan dasar yang diterapkan Taman Siswa.
Orientasi Asas Dan Dasar Pendidikan Dari Ki Hadjar Dewantara diupayakan sebagai asas
perjuangan yang diperlukan pada waktu itu menjelaskan sifat pendidikan pada
umumnya. Pengaruh pemikiran pertama dalam pendidikan adalah dasar kemerdekaan
bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Bila diterapkan kepada pelaksanaan
pengajaran maka hal itu merupakan upaya di dalam mendidik murid-murid supaya
dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka demi pencapaian tujuannya dan
perlunya kemajuan sejati untuk diperoleh dalam perkembangan kodrati. Hak mengatur
diri sendiri berdiri (Felfbeschikkingsrecht) bersama dengan tertib dan damai (Orde en
vrede) dan bertumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei). Ketiga hal ini merupakan
dasar alat pendidikan bagi anak-anak yang disebut “among metode” (sistem-among)
yang salah satu seginya ialah mewajibkan guru-guru sebagai pemimpin yang berdiri di
belakang tetapi mempengaruhi dengan memberi kesempatan anak didik untuk berjalan
sendiri. Inilah yang disebut dengan semboyan "Tut Wuri Handayani." Menyinggung
masalah kepentingan sosial, ekonomi dan politik kecenderungan dari bangsa kita untuk
menyesuaikan diri dengan hidup dan penghidupan ke barat-baratan telah menimbulkan
kekacauan. Menurut Ki hajar Dewantara Sistem pengajaran yang terlampau memikirkan
kecerdasan pikiran yang melanggar dasar-dasar kodrati yag terdapat dalam kebudayaan
sendiri.Sementara hal yang menyangkut tentang dasar kerakyatan untuk mempertinggi
pengajaran yang dianggap perlu dengan memperluas pengajarannya. dan memiliki
pokok asas untuk percaya kepada kekuatan sendiri. Dalam dunia pendidikan
mengharuskan adanya keikhlasan lahir-batin bagi guru-guru untuk mendekati anak
didiknya. Sesungguhnya semua hal tersebut merupakan pengalaman dan pengetahuan
Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan barat yang mengusahakan kebahagian diri,
bangsa dan kemanusiaan.
2.e Karya-karya
Karya warisan Pertama Ki Hadjar Dewantara adalah Taman Siswa yang menjadi
representasi institusi pendidikan pribumi pada masa kolonial dan tetap eksis sampai hari
ini. Kedua adalah tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan dan
kebudayaan. Tulisan-tulisan itu dikumpulkan dan diterbitkan oleh Majelis Luhur
Persatuan Taman Siswa dalam buku Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian 1 Pendidikan
(1962) dan Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian 2 Kebudayaan (1967). Kepiawaian dalam
menulis karena beliau sejak muda menjadi penulis dan wartawan.

Ketiga, Buku Bagian 1 Pendidikan terbagi dalam 8 bab: pendidikan nasional, politik
pendidikan, pendidikan kanak-kanak, pendidikan kesenian, pendidikan keluarga, ilmu
jiwa, ilmu adab, dan bahasa. Tulisan tertua dalam buku ini yakni “Pendidikan dan
Pengajaran Nasional” yang disampaikan sebagai prasaran dalam Kongres Kermufakatan
Pergerakan Kebangsaan Indonesia(PPKI) pada 31 Agustus 1928. Ki Hadjar Dewantara
dalam tulisan itu mengatakan bahwa kemerdekaan dalam dunia pendidikan memiliki
tiga sifat: berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dapat mengatur diri sendiri.
Buku Bagian 2 Kebudayaan terbagi dalam 5 bab: kebudayaan umum, kebudayaan dan
pendidikan/kesenian, kebudayaan dan kewanitaan, kebudayaan dan masyarakat,
hubungan dan penghargaan kita. Dua buku itu adalah representasi pemikiran dan
pembuktian dalam praktik pendidikan dan pengajaran dari Ki Hadjar Dewantara.
Pendidikan dan kebudayaan adalah basis kehidupan yang menentukan kualitas manusia
dan bangsa.
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas kita dapat mengetahui sejarah Ki Hadjar


Dewantara dalam memajukan pendidikan Indonesia.

3.2 Kritik dan Saran


Laporan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penulis
memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam laporan ini. Penulis
juga menerima kritik dan saran dari para pembaca agar dalam pembuatan
laporan selanjutnya lebih baik lagi.
Demikian laporan ini semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansour,2000
, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi
yogyakarta: insist press dan pustaka pelajar
Ardhana, wayan (1991). Kebijakan pemerintah dalam strategi pendidikan nasional. Makalah
dalam Seminar televisi perididikan indonesia di Surabaya, 23 februari
,TJaya, thomas Hidya, 2004 Mencari Orientasi pendidikan,Sebuah perspektif Historis, Jakarta
,Barnadib, Imam, 1988, filsafat pendidikan, Sistem Dan Metode andi Offset, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai