Anda di halaman 1dari 6

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt., karena atas limpahan rahmat dan
karuniaNya lah sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Sejarah ini sesuai
waktunya.
Kami mencoba berusaha menyusun makalah ini sedemikian rupa dengan harapan
dapat membantu pembaca dalam memahami pelajaran Sejarah yang merupakan judul dari
Makalah kami, yaitu Peran dan Nilai-nilai Perjuangan Tokoh Nasional dan Daerah dalam
Mempertahankan Keutuhan Negara Tahun 1945-1965. Di samping itu, kami berharap
bahwa Makalah Sejarah ini dapat dijadikan bekal pengetahuan untuk melangkah ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi.

Kami menyadari bahwa didalam pembuatan Makalah Sejarah ini masih ada
kekurangan sehingga kami berharap saran dan kritik dari pembaca sekalian khususnya
dari guru mata pelajaran Sejarah Indonesia agar dapat meningkatkan mutu dalam
penyajian berikutnya.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Pringsewu, 13 September 2016

M. Rifky Bunga Bali


A. Biografi Donald Isaac Panjaitan
Pahlawan revolusi yang satu ini lahir di Balige
Tapanuli, Sumatera Utara tanggal 19 Juni 1925. Ia
adalah salah satu Jenderal yang telah dan ikut gugur
dalam peristiwa G30S/PKI tanggal 1 Oktober 1965.
Untuk mengenang akan jasa dan sejarah beliau,
berikut akan diulas kembali biografi Mayor
Jenderal Pandjaitan semasa hidupnya melawan
pasukan Jepang dalam membela Tanah Air Indonesia.
Mayor Jenderal Pandjaitan memiliki nama asli Donal
Isaac Panjaitan. Dalam riwayat hidup Pandjaitan, ia
juga pernah singgah dengan menempuh pendidikan di
SD, SMP dan SMA. Ketika ia menempuh SMA,
tentara Jepang sudah tiba di Indonesia. Kemudian ia
ikut dalam anggota kemiliteran dan wajib mengikuti
latihan Gyugun. Seusai mengikuti latihan Gyugun, ia
pun ditugaskan di Pekanbaru Riau sampai Negara
Indonesia memperoklamasikan atas kemerdekaannya.

Setelah Kemerdekaan Indonesia, Pahlawan


Pandjaitan pun membentuk TKR (tentara republik
Indonesia) yang kini menjadi TNI. Setelah ikut di TKR, tugas pertama yang ia emban adalah
menjadi komandan di Batalyon, lalu berpindah menjadi komandan pendidikan di devisi IX
Banteng Bukit Tinggi tahun 1948. Lalu ia melanjutkan tugasnya sebagai kepala staf umum no.
IV Komandemen Tentara di Sumatera. Dan didalam biografi Mayor Jenderal Pandjaitan tercacat
bahwa beliau diangkat sebagai pimpinan dari perbekalan perjuangan PDRI (pemerintahan
darurat RI) dalam melakukan agresi kemiliteran ke II dalam melawan pasukan Belanda. Dan
akhirnya Indonesia mendapat pengakuan dari belanda atas kedaulatannya.

Jenderal pandjaitan kemudian dengan keberhasilannya tersebut diangkat sebagai kepala


staf dari Operasi Teritorium & Tentara I (T&T) di Bukit Barisan Medan. Dalam buku biografi
Mayor Jenderal Pandjaitan juga disebutkan bahwa jenderal kemudian dipindah tugaskan ke
Palembang untuk menjabat sebagai kepala staf dari T&T II di Sriwijaya. Setelah jenderal selesai
mengikuti adanya kursus Kemiliteran Atase (Milat) pada tahun 1956, kemudian ia dipindah
tugaskan di bagian Atase Kemiliteran RI di daerah Bonn Jerman Barat. Setelah menyelesaikan
tugasnya, ia lalu pulang ke Indonesia dan ditunjuk sebagai asisten ke IV dari Panglima/Menteri
AD (angkatan darat). Pahlawan Jenderal Pandjaitan adalah salah satu perwira yang telah selesai
menimba ilmu di AS tentang general staff college dan associated command.

Saat jenderal menjabat sebagai asisten ke IV dari panglima/menteri AD, banyak prestasi
dan hasil yang ia capai. Salah satu keberhasilan yang telah dicapainya adalah tentang pengiriman
dan pembongkaran senjata rahasia dari RRT (republik rakyat tiongkok) untuk diserahkan kepada
pihak PKI. Senjata-senjata tersebut dipersiapkan dan dibutuhkan oleh PKI dalam masa
pemberontakan akan terbentuknya angkatan kelima dan pembangunan dari gedung Conefo. Dan
disebutkan dalam biografi Mayor Jenderal Pandjaitan, tepat di tanggal 1 Oktober 1965 kelompok
pasukan dari anggota G30S meninggalkan daerah Lubang Buaya untuk mengincar dan
membunuh Mayor Jenderal Pandjaitan akan pengetahuannya terhadap rencana PKI. Akan tetapi
saat tiba dirumah jenderal, yaitu tepatnya di Kebayoran Baru Jalan Hasanudin Jakarta Selatan,
seorang pelayan mati terbunuh oleh tentara PKI.

Kemudian Victor Naiborhu dan Albert Naibohu juga ikut terluka saat melawan pasukan
PKI yang hendak menculik Pandjaitan. Akhirnya dengan perlengkapan seragam yang komplit,
jenderal pun menyerahkan nyawanya kepada Tuhan atas kewajiban dan tanggung jawabnya.
Kemudian ia pun di bunuh dan ditembak mati oleh pasukan gerombolan PKI, dan jasadnya di
buang ke sumur tua daerah Lubang Buaya. Tanggal 4 Oktober 1965 mayatnya pun kemudian
ditemukan dan di makamkan di makam taman pahlawan di kalibata. Dan dalam buku sejarah
biografi Mayor Jenderal Pandjaitan ia tewas sebagai Pahlawan Revolusi dengan mendapatkan
pangkat sebagai Anumarta Jenderal Mayor RI.

Peranan DI Panjaitan
Beliau telah berhasil membongkar rahasia pengiriman/penyelendupan senjata dari RRC untuk
PKI. Senjata di masukan kedalam peti-peti bahan bangunan. Rencananya senjata-senjata ini akan
digunakan untuk melakukan pemberontakan.

Banyak keinginan PKI yang ditentang oleh para perwira militer yang sekarang menjadi
pahlawan revolusi Indonesia. Salah satu perwira yang akhirnya di bunuh adalah Panjaitan. Pada tanggal
1 Oktober 1965, antek-antek PKI masuk rumah Panjaitan secara paksa dan menembak pembantu yang
berada di lantai dasar. Mendengar suara tembakan Panjaitan turun kebawah dari lantai dua rumahnya dan
mencoba melarikan diri karena Beliau bukanlah Rambo yang mampu mengalahkan banyak musuh dalam
waktu singkat. Namun usahanya gagal, Ia di tembak mati dan mayatnya di masukan kedalam truk untuk
di bawa ke Lubang Buaya.

B. Biografi KH Gholib
KH Gholib adalah seorang ulama
besar asal Pringsewu, Lampung, yang juga
dikenal sebagai pejuang kemerdekaan.
Keberaniannya menghadapi pasukan
penjajah, membuat namanya amat terkenal
di masa itu, dan sangat ditakuti pihak
musuh. Beliau merupakan komandan
pasukan tentara Hizbullah yang gagah
berani, berjuang melawan penjajahan
Belanda maupun Jepang.

KH. Gholib dilahirkan pada tahun


1899 di Kampung Modjosantren, Krian, Jawa Timur. Ayahnya bernama K. Rohani bin Nursihan
dan ibu Muksiti. Pada usia tujuh tahun, ibunya menyerahkan Gholib kepada Kiai Ali
Modjosantren yang sangat masyhur di desanya untuk belajar ilmu agama.
Pada kyai Ali, Gholib kecil mendapat pelajaran kajian Al-Quran, ilmu fiqih, tauhid,
akhlak, dan sebagainya. Meski sudah banyak ilmu didapat, Gholib terus menuntut ilmu,
diantaranya pada tokoh pendiri Nahdlatul Ulama, K.H.Hasyim Asyari di Pondok Pesantren
Tebuireng, dan K.H. Kholil di Bangkalan Madura.

Berbekal ilmu dari sejumlah pesantren itu, Gholib mengembara untuk menyebarkan
ilmunya ke berbagai kota. Diantaranya masuk ke beberapa kota di Jawa Timur, Sumatera, hingga
ke Johor Malaysia, dan Singapura.

Saat menginjak dewasa, Gholib menikahi wanita bangsawan Jawa yang bernama
Syiahiyah. Namun mereka tidak dikaruniai keturunan. Pasangan itu mengasuh tiga anak angkat,
yaitu Zamjali, Rubuiyyah, dan Romlah.

Saat berada di Singapura, tahun 1927, Gholib bertemu dengan M. Anwar Sanpawiro,
seorang Jawa yang sudah lama menetap di Pagelaran, Tanggamus, Lampung. M. Anwar
Sanpawiro menceritakan tentang kolonialisasi (transmigrasi), warga Jawa ke propinsi Lampung
yang saat itu sedang marak.

Cerita M. Anwar membuat Gholib tertarik untuk hijrah pula ke Lampung. Bersama
istrinya, KH. Gholib berangkat menuju Lampung menggunakan kapal laut. KH. Gholib dan istri
tinggal sementara di rumah M. Anwar Sanpawiro.

Berikutnya, KH Gholib membeli sebidang tanah di sebelah utara pasar Pringsewu. Beliau
mendirikan tempat tinggal berlantai tanah, berdinding gribik dan beratap alang-alang. Dia
membangun sebuah masjid yang berlantaikan semen, berdinding papan dan beratap genteng,
yang kini masih berdiri, dengan nama Masjid KH. Gholib. Masjid ini digunakan sebagai tempat
mengajarkan agama Islam kepada warga sekitar, mulai dari anak-anak, hingga orang tua.

Menurut penuturan salah seorang cucu KH Gholib, Dr. Hj. Farida Ariyani, M.Pd, majelis
talim yang dibangun simbah kakung-nya (panggilan untuk KH Gholib), sejak awal berkembang
cukup pesat. KH Gholib lalu mendirikan lembaga pendidikan, yang mulanya adalah sebuah
madrasah dengan santri sebanyak 20 orang. Madrasah yang didirikan simbah kakung itu
sederhana dan cukup untuk belajar 20 orang. Bangunan itu terdiri atas tiga lokal berlantai tanah,
berdinding geribik dan beratap genteng, kata Farida.

Guru pertama di madrasah KH Gholib bernama H.M Nuh, berasal dari Cianjur, Jawa
Barat. Pada tahun 1942, di masa penjajahan Jepang, lembaga pendidikan Pondok Pesantren KH
Gholib tetap berjalan terus dan mengalami kemajuan sangat pesat. Seiring berjalannya waktu,
madrasah semakin maju ditandai dengan banyaknya santri dan juga hadirnya para guru madrasah
baik dari Jawa maupun dari Lampung. Kondisi itu menarik minat belajar.

Dalam waktu singkat, santri yang belajar disana lebih dari seribu orang, yang berasal
dari Lampung, Palembang, Bengkulu dan Jambi, ungkap Farida, yang juga dosen di Universitas
Lampung ini.
Kompetensi yang dikembangkan di madrasah itu antara lain pandai berbahasa Arab,
pandai ilmu Nahushorof, dan membaca Quran dengan fasih dan lagu yang merdu. Lembaga
pendidikan itu juga mewajibkan seluruh siswa dan gurunya memelihara waktu ibadah, yaitu
harus selalu sholat berjamaah di masjid. Setiap malam Jumat, dilakukan pembacaan berzanji dan
marhaban.

Di madrasah, semua siswa belajar tanpa dipungut biaya. Para guru yang mengajar disana
dibayar sendiri oleh KH Gholib, termasuk makan sehari-hari saat mengajar. Bahkan bila guru
dan keluarganya sakit, dapat dibawa ke poliklinik miliknya secara cuma-cuma. Banyak pula
tamu yang datang untuk diminta didoakan dan dibantu mengobati penyakit, hingga menginap
selama beberapa hari, juga tidak dipungut biaya.

Peranan KH Gholib

Peranan K.H. Gholib dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia khususnya


di daerah Pringsewu sangat tidak bisa dilupakan oleh masyarakat setempat. K.H. Gholib dengan
bersusah payah mendirikan pondok pesantren yang tujuannya mencerdaskan masyarakat
setempat. Usaha K.H. Gholib pada saat Agresi Militer Belanda II bagi masyarakat Pringsewu
tidak dapat dilupakan hingga saat ini, K.H. Gholib membentuk dan memimpin Laskar Hizbullah
untuk berjuang melawan Belanda. Berusaha merebut kembali Gedongtataan dari tangan Belanda.
Beliau beserta TNI akhirnya berhasil menghalau Belanda agar tidak sampai kedaerah Pringsewu.
Meskipun pada akhirnya beliau meninggal ditembak Belanda.

C. Kesimpulan
Dari makalah ini kita dapat mengetahui sejarah hukum di Indonesia sehingga kita
dapat lebih mendalami dan memahami tentang hukum secara umum, sigkat, dan jelas.
Yang kedepannya akan mendorong kita aga berhati-hati dalam bertindak.

D. Saran
Demi kesempurnaan makalah ini kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan, agar makalah ini dapat menjadikan suatu pedoman untuk kalangan
umum. Kami sebagai penyusun memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan
dalam penyusunan makalah ini. Atas kritik , saran, dan perhatiannya kami ucapkan
terimakasih.

Daftar Pustaka:
1. http://www.biografipahlawan.com/2015/01/biografi-donald-isaac-pandjaitan.html
2. http://nu-lampung.or.id/blog/kh-gholib-ulama-yang-gigih-perjuangkan-kemerdekaan.html
Peran dan Nilai-nilai Perjuangan Tokoh Nasional dan
Daerah dalam Mempertahankan Keutuhan Negara Tahun
1945-1965

Disusun Oleh

M. Rifky Bunga Bali

9686

XII IPA 5

SMAN 1 Gadingrejo Tahun Ajaran 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai