Anda di halaman 1dari 10

ZAMAN BATU MADYA ( MESOLITHIKUM ) Zaman batu madya berlangsung pada kala Holosen.

Perkembangan kebudayaan pada zaman ini berlangsung lebih cepat dari pada zaman batu tua. Hal ini disebabkan oleh : a) Pendukung zaman ini adalah manusia yang cerdas ( Homo Sapiens ) b) Keadaan alam sudah tidak seliar dan selabil zaman Batu Tua sehingga dalam waktu kurang lebih 20.000 tahun ( sejak permulaan zaman holosen ) hingga zaman sekaran, manusia telah mencapai tingkat mencapai tingkat kebudayaan yang jauh lebih tinggi dari apa yang telah dicapai oleh manusia purba pada zaman Paleolithikum selama 600.000 tahun.

Kehidupan sosial sebagian dari mereka sudah mulai menetap tinggal di gua-gua dengan berkelompok/individu dan mulai bercocok tanam secara sederhana. Mereka bercocok tanam dengan amat sederhana dan di lakukan secara berpindah-pindah,sesuai dengan kesuburan tanah. Yang mereka tanam adalah umbiumbian. Mereka juga sudah mulai belajar menjinakkan hewan untuk diternak. Di zaman ini mereka saling membutuhkan dan mereka juga saling membantu.

Kepercayaan Masyarakat mesolithikum di Indonesia sudah mulai mengenal kepercayaan dan penguburan mayat. Lukisan manusia dipulau Seram dan Papua merupakan gambar nenek moyang dan dianggap memiliki kekuatan magis sebagai penolak roh jahat. Demikian halnya gambar kadal di wilayah tersebut,dianggap sebagai penjelmaan nenek moyang atau kepala suku sebagai lambing kekuatan magis. Pemujaan terhadap binatang yang dianggap memiliki kekuatan magis disebut Totemisme. Bukti-bukti penguburan dari zaman mesolithikum ditemukan di Gua Lawa (Sampung ) dan di kjokkenmodinger. Mayat-mayat tersebut dibekali dengan keperluan sehari-hari,seperti kapak-kapak yang indah dan perhiasan. Ada pula mayat yang ditaburi cat merah dalam suatu upacara penguburan dengan maksud memberikan kehidupan baru di alam baka.

Pendukung Kebudayaan a). Kebudayaan Pebble di Sumatera Timur Golongan ras Papua-Melanosaid Banyak ditemukan di pantai timur Sumatera b). Kebudayaan Bone di Sampung Ponorogo Papua Melanosoid c). Kebudayaan Flakes di Toala, Timor, dan Rote Suku Toala yang masih ada sampai sekarang dianggap penduduk Sulawesi Selatan. Papua Melanosoid Pulau Timor dan Pulau Rote d). Kebudayaan Bac Son-Hoa Binh Teluk Tonkin, Yunan Selatan

sebagai keturunan langsung

Batu Tengah Madya/Mesolithikum Merupakan masa peralihan di mana cara pembuatan alat -alat kehidupannya lebih baik dan lebih halus dari zaman batu tua. Contohnya: Pebble/Kapak Sumatera. Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mes olithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari p egunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada kemungkinan kebudayaan flakes b erasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui Jepang, Formosa dan Philipina. Berdasarkan uraian materi di atas dapatlah disimpulkan: a. Kebudayaan Bacson - Hoabinh yang terdiri dari pebble, kapak pendek serta alatalat dari tulang masuk ke Indones ia melalui jalur barat. b. Kebudayaan flakes masuk ke Indonesia melalui jalur timur. Untuk lebih memahami penyebaran kebudayaan Mesolithikum ke Indonesia, maka simaklah gambar 1.6 peta penyebaran kebudayaan tersebut ke Indonesia.

Manusia pendukung Pendukung kebudayaan Mesolithikum adalah manusia dari ras Papua-Melanesoid. Hal ini terbukti dengan ditemukannya fosil-fosil manusia ras Papua Melanesoid,baik pada kebuyaan tulang sampung maupun dibukit-bukit kerang di Sumatra. Pendukung kebudayaan Toala menurut Sarasin diperkirakan adalah nenek moyang orang suku Toala sekarang yang merupakan keturunan orang Wedda dari Srilangka ( Ras Weddoid ).

Ekonomi sebagian manusia dari zaman mesolithikum ini masih tetap berburu,mengumpulkan makanan dan sudah mulai bercocok tanam secara sederhana ( yang mereka tanam adalah umbi-umbian ). Bagi mereka yang hidup didaerah pesisir mencari makan dengan cara menangkap ikan dan siput. Mereka menggunakan batu untuk memotong ( pisau batu ). Sebagian dari mereka sudah mulai menjinakkan hewan untuk diternak dan sudah bisa menangkap hewan untuk bertahan hidup

a. Kebudayaan Pabble 1. Kjoken moddinger (sampah dapur) Kjokken moddinger adalah timbunan/tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian 7 meter dan sudah membatu/menjadi fosil. Kjokken moddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken berarti dapur dan modding berarti sampah. Ditemukan disepanjang pantai timur Sumatra yakni antara Langsa dan Medan.

2. Pebble (kapak genggam Sumatra = Sumateralith) Tahun 1925,Dr. P. V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu di pulau Sumatra.Bahanbahan untuk membuat kapak tersebut berasal batu kali yang di pecah-pecah.

3. Hachecourt (kapak pendek) Selain pebble yang yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek. Cara penggunaannya dengan menggenggam.

4. Pipisan Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batu penggiling beserta landasannya. Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan agama/untuk ilmu sihir.

b. Kebudayaan Bone Diantara alat-alat kehidupan yang ditemukan di Goa daerah Ponorogo Jawa Timur, ditemukan alatalat dari batu dan dari tulang. Oleh para arkeolog disebut sebagai sampung Bone Culture/kebudayaan tulang dari Bone.

c. Kebudayaan Flakes Abris Sous Roche (Gua tempat tinggal) Abris Sous Roche adalah goa yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Kebudayaan Toala, berupa flakes dan pebble Flakes dan ujung panah dari batu indah

d. Kebudayaan Bac Son-Hoa Bihn Kebudayaan pebble dan perunggu e. Kebudayaan Bandung y Kebudayaan flakes y Tembiran dan perunggu

Anda mungkin juga menyukai