Anda di halaman 1dari 9

Tugas Pancasila I

Nama: Estu Wahyu Puspa Ningrum

Kelas: 1A

NIM: P17334123417

Alamat: Ds. Sitiwinangun Kec. Jamblang Kab. Cirebon

Kelompok: 2

Definisi Negara, Bangsa, Warga Negara, dan Status kewarganegaraan

➢ Definisi Negara
Negara adalah salah satu bentuk organisasi yang ada di dalam kehidupan
masyarakat. Menurut F. Isjwara diambil Dari buku Nimatul Huda, dalam
buku ”Ilmu Negara” Istilah Negara diterjemahkan dari kata-kata asing
Staat (bahasa Belanda dan Jerman); State (bahasa Inggris); Etat (bahasa
Prancis).
➢ Definisi Bangsa
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, bangsa merupakan orang-orang
yang memiliki kesamaan asal, keturunan, adat, bahasa dan sejarah dan
juga berpemerintahan sendiri. Bangsa yaitu kumpulan manusia yang
biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu di muka
bumi.
➢ Definisi Warga Negara
Warga negara yaitu penduduk sebuah negara atau bangsa yang
berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya mempunyai
kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu sendiri.
Warga negara merupakan orang yang secara hukum merupakan anggota
dari suatu negara.
➢ Definisi Status Kewarganegaraan
Status kewarganegaraan seseorang ialah kedudukan seseorang sebagai
warga negara dimana kedudukannya disahkan secara hukum (legal) yang
berlaku di negara tersebut.
Pahlawan-Pahlawan Yang Lahir di Daerah Cirebon/Jawa Barat

1) Ki Bagus Rangin

Ki Bagus Rangin adalah salah satu pemimpin dari


gerakan pemberontakan rakyat yang sangat
berpengaruh. Dimulai dalam perlawanan tahun
1806 itu, Bagus Rangin menjadi pimpinan dari
pergerakan rakyat daerah. Peristiwa perang
Kedongdong atau Perang Cirebon sendiri pencetusnya adalah Ki Bagus
Rangin pada awal abad ke-19 diawali situasi Cirebon yang begitu
mencekam bagi orang-orang yang bertempat tinggal di area Keraton,
wilayah Cirebon tampak tak berpenghuni, begitu sepi. Mereka semua
bergabung dengan para pejuang di bawah pimpinan Bagus Rangin.
Tuntutan para pejuang itu adalah memulangkan para tentara Batavia,
serta mengembalikan Raja Kanoman, Raja Kabupaten, dan Raja
Lahutan ke Cirebon. Akhirnya, Nicolas Engelhard menyetujui tuntutan
itu. Dengan begitu, berakhirlah pemberontakan Ki Bagus Rangin.

2) KH. Amin Sepuh


Nama sebenarnya adalah KH. Muhammad Amin
putra dari Kiai Irsyad yang tidak lain adalah cucu Ki
Jatira. Lahir pada jum’at 24 Dzulhijjah 1300 H/1879
M (wafat di Makkah) yang berasal dari Desa
Mijahan Kec. Plumbon Kab. Cirebon.
Pada masa kecilnya, Kiai Amin Sepuh belajar dasar-
dasar ilmu agama kepada ayahnya sendiri. Kiai Amin Sepuh kemudian
belajar di pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.
Kiai Amin Sepuh merupakan salah seorang pahlawan yang telah
memberikan pengorbanannya dengan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia dalam bentuk resolusi jihadnya. Sebelum mengeluarkan fatwa
jihad Kiai Hasyim Asy‟ari menunggu kabar dari Kiai Amin Sepuh. Para
kiai Cirebon (wilayah 3 Cirebon dan Jawa Barat) termasuk Kiai Amin
Sepuh beserta para ustadz, santri dan masyarakat benar-benar berjuang
ke Surabaya, Jawa Timur.

3) Rusmina
Rusmina merupakan satu dari
sekian pejuang kemerdekaan yang namanya
selalu terkenang. Pahlawan kelahiran Cirebon
22 Agustus 1916 ini berani mengambil peran di
pertempuran Lima Hari Lima Malam di
Palembang, Sumatera Selatan pada tahun 1947.
Rusmina sudah memiliki semangat perjuangan sejak usia belia.
Diketahui saat Merdeka menyambanginya di di Panti Jompo Tresna
Werdha Teratai Palembang, beberapa waktu lalu.
Pahlawan revolusi yang gugur saat pemberontakan G30S PKI

1. Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani


Ahmad Yani adalah seorang petinggi TNI AD di
masa Orde Lama. Ia lahir di Jenar, Purworejo pada
19 Juni 1922. Ketika muda, Ahmad Yani mengikuti
pendidikan Heiho di Magelang dan Pembela Tanah
Air (PETA) di Bogor. Setelah itu, karier Ahmad Yani
berkutat di militer. Ia turut ikut dalam pemberantasan
PKI Madiun 1948, Agresi Militer Belanda II, dan juga penumpasan DI/TII
di Jawa Tengah.
Pada tahun 1958 ia diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17
Agustus di Padang Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan
PRRI. la diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tahun
1962. Namun, pada tahun 1965 Ahmad Yani mendapatkan fitnah ingin
menjatuhkan Presiden Soekarno. Ia harus tewas ketika pemberontakan
G30S pada 1 Oktober 1965.

2. Letjen (Anumerta) Suprapto


Suprapto lahir di Purwokerto pada 20 Juni 1920. Ia
sempat mengikuti pendidikan di Akademi Militer
Kerajaan Bandung, namun harus terhenti karena
pendaratan Jepang di Indonesia. Pada awal
kemerdekaan Indonesia Suprapto aktif dalam usaha
merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Ia
kemudian memasuki Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto dan
ikut dalam pertempuran di Ambarawa sebagai ajudan Panglima Besar
Sudirman.
Kariernya terus melejit di militer. Namun ketika PKI mengajukan
pembentukan angkatan perang kelima, Suprapto menolaknya. Ia pun
menjadi korban pemberontakan G30S bersama para petinggi TNI AD
lainnya. Jasadnya ditemukan di Lubang Buaya. Suprapto pun dimakamkan
di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

3. Letjen (Anumerta) S. Parman

Siswondo Parman atau yang lebih dikenal dengan S.


Parman adalah salah satu petinggi TNI AD di masa
Orde Lama. Ia dilahirkan di Wonosobo, Jawa
Tengah, pada 4 Agustus 1918. Pendidikannya lebih
berkutat di bidang intelijen. Ia pernah dikirim ke
Jepang untuk memperdalam ilmu intelijen pada Kenpei Kasya Butai.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia mengabdi kepada Indonesia untuk
memperkuat militer Tanah Air.
Pengalamannya di bidang intelijen sangat berguna bagi TNI kala itu. Ia
mengetahui rencana-rencana PKI yang ingin membentuk angkatan kelima.
Namun, pada 1 Oktober 1965 ia pun diculik dan dibunuh bersama para
jenderal lainnya. S. Parman harus gugur dan diberi gelar Pahlawan
RevolusI.

4. Letjen (Anumerta) M.T. Haryono


Mas Tirtodarmo Haryono atau yang lebih dikenal
dengan M. T. Haryono lahir pada 20 Januari 1924 di
Surabaya, Jawa Timur. Sebelum terjun ke dunia
militer, M. T. Haryono pernah mengikuti Ika Dai
Gaku (sekolah kedokteran) di Jakarta pada masa
pendudukan Jepang. Barulah setelah kemerdekaan
Indonesia M. T. Haryono bergabung bersama TKR
dengan pangkat mayor.
Kepiawaiannya dalam berbahasa Belanda, Inggris, dan Jerman berguna
bagi Indonesia ketika melakukan berbagai perundingan internasional. Ia
kemudian berkutat di Kement
erian Pertahanan. M. T. Haryono juga sempa menjabat sebagai Sekretaris
Delegasi Militer Indonesia. Ia kemudian menjadi Atase Militer RI untuk
Negeri Belanda (1950) dan sebagai Direktur Intendans dan Deputy Ill
Menteri/Panglima Angkatan Darat (1964). Nahas, di tahun 1965 M. T.
Haryono gugur bersamaan dengan para petinggi TNI AD lain akibat
pemberontakan G30S.

5. Mayjen (Anumerta) D. I. Panjaitan


Donald Ignatius Panjaitan atau D. I. Panjaitan lahir
pada 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli. Pada masa
pendudukan Jepang ia memasuki pendidikan militer
Gyugun. Kemudian ia ditempatkan di Pekanbaru,
Riau sampai saat proklamasi kemerdekaan. Setelah
Indonesia merdeka, D. I. Panjaitan ikut membentuk
TKR. Ia pun memiliki karier yang cemerlang di
bidang militer.
Menjelang akhir hayatnya, ia diangkat sebagai Asisten IV
Menteri/Panglima Angkatan Darat dan mendapat tugas belajar ke Amerika
Serikat. Jenderal dari Sumatra ini pun juga harus tewas ketika terjadi
pemberontakan PKI 1965 bersama dengan para jenderal lainnya.

6. Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo


Sutoyo Siswomiharjo lahir 28 Agustus 1922 di
Kebumen, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan
Jepang ia mendapat pendidikan pada Balai
Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta, dan
kemudian menjadi pegawai negeri pada Kantor
Kabupaten di Purworejo. Setelah Proklamasi
Kemerdekaan ia memasuki TKR bagian Kepolisian,
akhirnya menjadi anggota Korps Polisi Militer. Ia diangkat menjadi ajudan
Kolonel Gatot Subroto dan kemudian menjadi Kepala Bagian Organisasi
Resimen II Polisi Tentara di Purworejo. Kariernya terus melesat. Tahun
1961 ia diserahi tugas sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal
Angkatan Darat. Akan tetapi, Sutoyo yang menentang pembentukan
angkatan kelima harus ikut gugur dalam peristiwa G30S.

7. Brigjen (Anumerta) Katamso


Katamso dilahirkan pada 5 Februari 1923 di Sragen,
Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang ia
mengikuti pendidikan militer pada PETA di Bogr.
kemudian diangkat menjadi Shodanco Peta di Solo.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia masuk TKR yang
kemudian menjadi TNI.
Ia terus berkiprah bersama militer Indonesia. Tahun
1958, Katamso dikirim ke Sumatra Barat untuk menumpas pemberontakan
PRRl sebagai Komandan Batalion A Komando Operasi 17 Agustus.
Setelah itu menjadi Kepala Staf Resimen Team Pertempuran (RIP) II
Diponegoro di Bukittinggi. Katamso juga menjadi korban keganasan
G30S. Ia harus gugur karena diculik dan dibunuh. Mayatnya ditemukan 22
Oktober 1965. Katamso dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki,
Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Iriyana, W. (2015). Baban Kana (Pondok Pesantren Ciwaringin dalam
Melacak Perang Kedondong 1802-1919)
https://wahyuiryanawayan.blogspot.com/2015/07/baban-kanapondok-
pesantren-ciwarin
Sudirja, (2005). Ki Bagus Rangin penggerak perlawanan rakyat
menentang penjajahan Belanda. Jakarta: Cv Ricardo Sylado, 2007. Ratu
Adil, Solo: Tiga Serangkai.
Laurensius Arliman S, Pendidikan Kewarganegaraan, Deepublish,
Yogyakarta, 2020.

Anda mungkin juga menyukai