Pahlawan revolusi yang kedua adalah Mayor Jenderal Siswondo Parman. Beliau lahir pada tanggal 14
Agustus 1918 di Wonosobo, Jawa Tengah. Beliau sempat masuk ke sekolahkedokteran. Akan tetapi
berhenti setelah Jepang menjajah Indonesia. Dimasa kekuasaan Jepang, Parman bekerja sebagai polisi
militer. Saat itu pekerjaan itu memiliki sebutan Kempetai. Tak lama setelah itu, Parman akhirnya dikirim
ke Jepang untuk mengikuti pelatihan intelijen. Namun setelah Jepang sudah tidak menjajah Indonesia,
Parman beralih menjadi seorang penerjemah.Karir militer Parman di TNI dimulai saat beliau bergabung di
TKR atau Tentara Keamanan Rakyat. Parman bergabung di TKR setelah Indonesia merdeka pada tahun
1945. Beberapa bulan kemudian, Parman diangkat menjadi kepala staf polisi militer yang berada di
Yogyakarta.Hanya butuh waktu beberapa tahun saja, Parman sudah naik jabatan menjadi kepala staf
Gubernur militer di Jabodetabek yang berpangkat Mayor. Adapun prestasi yang pernah Parman lakukan
yaitu menggagalkan pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil atau APRA. Dimana pasukan tersebut
dipimpin langsung oleh Raymond Westerling yang kemudian membuat Parman dikirim untuk sekolah
polisi militer di Amerika.Beliau sempat menduduki jabatan di markas besar Polisi Militer Indonesia,
menjadi atase di militer Indonesia yang ada di London serta Inggris, bahkan memegang jabatan di
Departemen Pertahanan Indonesia. Kemudian setelah itu, Parman diambil lagi ke Indonesia untuk
dijadikan asisten intelijen bagi KSAD Jenderal Ahmad Yani. Pada tanggal 30 September 1965, Parman
diculik oleh pasukan Cakrabirawa di kediamannya. Kemudian beliau dibawa paksa ke Lubang Buaya yang
ada di wilayah Halim Perdana Kusuma. Ditempat itu, Parman ditembak bersama dengan beberapa perwira
lainnya.Jasadnya kemudian dimasukkan ke dalam sumur dan ditumpuk dengan jasad korban lainnya yang
sudah dibunuh oleh PKI. Setelah jasad mereka ditemukan, kemudian pemerintah memberi gelar korban
PKI sebagai pahlawan revolusi.
Brigjen TNI Donald Isaac Pandjaitan lahir di Balige, Sumatera Utara pada tanggal 9 Juni 1925. Ketika
jepang menguasai Indonesia, Pandjaitan baru saja menyelesaikan sekolahnya. Kemudian setelah tamat
SMA, beliau menjadi anggota Gyugun atau bisa disebut sebagai tentara sukarela di wilayah Pekanbaru,
Riau. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Pandjaitan mulai bergabung di dalam Tentara
Keamanan Rakyat atau TKR yang baru saja dibentuk. Pertama bergabung, beliau menjabat sebagai
komandan batalyon. Kemudian Ia ditugaskan menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di
Bukittinggi pada tahun 1948.Namun tak lama dari itu, Ia beralih menjadi Kepala Staf Umum IV di
Komandemen Tentara Sumatera. Kemudian Ia menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah
Darurat Republik Indonesia saat terjadi Agresi Militer Belanda yang ke I dan II.Setelah adanya pengakuan
kedaulatan Indonesia oleh Belanda, Pandjaitan naik jabatan yaitu menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan
Teritorium I Bukit Barisan di wilayah Medan. Lalu, Ia juga beralih menjadi Kepala Staf T dan T
II/Sriwijaya.Pada Tahun 1963, Ia dikirim ke Amerika Serikat guna mengikuti kursus militer di Associated
Command and General Staff College di wilayah Fort Leavenworth. Pandjaitan juga sempat ditugaskan
menjadi atase militer Indonesia di wilayah Bonn pada tahun 1960. Sebelumnya, Ia pernah mengikuti
kursus atase militer pada tahun 1965. Setelah itu, dua tahun kemudian Ia ditugaskan kembali sebagai
Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal AH Nasution di bagian logistik.Kemudian pada tanggal 1
Oktober 1965 dini hari, Pandjaitan diculik oleh pasukan Cakrabirawa dan menjadi salah satu korban G30S
PKI. Hingga sekarang, Pandjaitan telah dikenal sebagai pahlawan revolusi
5. Mayjen R. Suprapto
Mayjen R. Suprapto lahir di Purwokerto, Jawa Tengah pada tanggal 20 Juni 1920. Setelah menyelesaikan
pendidikan menengah atasnya, Suprapto lalu mengikuti sebuah pelatihan militer di Koninklijke Militaire
Akademie yang berada di Bandung. Namun tak sampai selesai karena Jepang menguasai Indonesia.R.
Suprapto kemudian ditahan dan dimasukan ke penjara. Akan tetapi dirinya berhasil melarikan diri. Ia juga
sempat mengikuti sebuah pelatihan bernama keibodan, syuisyintai, dan seinendan yang diadakan oleh
Jepang. Setelah itu, dirinya memutuskan bekerja di Kantor Pendidikan Masyarakat.Sama halnya dengan
MT Haryono, selepas Indonesia merdeka R. Suprapto juga bergabung ke dalam TKR (TentaraKeamanan
Rakyat). Dirinya berperan langsung dalam sebuah pertempuran Ambarawa bersama Jenderal Sudirman
melawan tentara Inggris.Setelah kedaulatan Indonesia diakui oleh Belanda, R. Suprapto ditugaskan sebagai
Kepala Staf Tentara dan Teritorial (T&T) IV/ Diponegoro di Semarang. Selepas itu, ia pindah ke Jakarta
menjadi Staf Angkatan Darat dan Kementerian Pertahanan.Beberapa tahun kemudian, R. Suprapto
kemudian dilantik menjadi Deputi (Wakil) Kepala Staf Angkatan Darat bagi daerah Sumatera yang berada
di Medan. Hingga akhirnya, ia kembali ke Jakarta sebagai salah satu perwira tinggi Angkatan Darat
dengan pangkat Mayor Jenderal.Pada tanggal 1 Oktober 1965 waktu dini hari, R Suprapto dijemput oleh
Pasukan Cakrabirawa dengan dalih dipanggil menghadap kepada Presiden Soekarno. Suprapto kemudian
dibawa ke daerah Halim Perdanakusuma atau lebih tepatnya berada di lubang buaya.
Nama Lengkap dari Kapten Czi. Pierre Tendean adalah Pierre Andries Tendean. Dirinya biasa dikenal
dengan nama Pierre Tendean lahir pada tanggal 21 Januari 1939. Semenjak kecil dirinya sudah memiliki
cita-cita sebagai seorang tentara. Setelah menuntaskan sekolahnya, kemudian ia bergabung di sekolah
militer Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD). Selama sekolah, ia bahkan sempat berpartisipasi
dalam sebuah operasi militer memberantas pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia) di daerah Sumatera.Selepas lulus, Pierre pun mendapat tugas menjadi seorang Komandan
Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan dengan pangkat yaitu Letnan Dua.
Beberapa tahun kemudian dirinya bergabung di Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD). Dari situ
ia memperoleh tugas sebagai intelijen di Malaysia saat Indonesia dan Malaysia mengadakan
konfrontasi.Dari situ, Pierre kemudian naik pangkat sebagai letnan satu dan ditarik sebagai seorang ajudan
Jenderal A.H Nasution. Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, Pasukan Cakrabirawa datang untuk
menculik Jenderal A.H Nasution yang menjadi target utama. Namun karena waktu yang sangat mendesak,
pasukan Cakrabirawa tidak dapat membedakan antara Pierre Tendean dan A.H Nasution sehingga mereka
membawa Pierre Tendean. Kemudian A.H Nasution berhasil melarikan diri dengan melompati pagar
rumahnya tetapi dia mengalami luka pada kakinya.Setelah itu, Pierre Tendean disiksa dan dieksekusi mati
bersama dengan perwira tinggi Angkatan Darat lain yang telah diculik sebelumnya. Kemudian, Jasad
Pierre Tendean dimasukkan ke dalam sumur tua di Lubang Buaya daerah Halim Perdanakusuma.
Sutoyo Siswomiharjo lahir di daerah Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 28 Agustus 1922. Setelah
menuntaskan pendidikannya di AMS, dirinya kemudian menuntut ilmu di Sekolah Pendidikan Pegawai
Negeri di Jakarta. Setelah tamat sekolah dirinya kemudian bekerja menjadi pegawai pemerintah di
Purworejo, dan berhenti bekerja pada tahun 1944.Pasca Indonesia merdeka tahun 1945, Sutoyo
Siswomiharjo atau biasa dipanggil dengan nama pak Toyo memutuskan untuk bergabung dengan satuan
Polisi Tentara Keamanan Rakyat. Tak lama kemudian ia memperoleh tugas menjadi seorang ajudan dari
Jenderal Gatot Subroto yang masa itu menjabat sebagai komandan polisi militer.Setelah lama bertugas di
polisi militer, Sutoyo Siswomiharjo akhirnya menjabat menjadi kepala staf Markas Besar Polisi Militer di
tahun 1954. Hanya beberapa tahun menjabat kemudian dirinya memperoleh tugas menjadi asisten atase
militer di kedubes Indonesia di Inggris.Selepas menyelesaikan sekolah staf dan komando di Bandung pada
tahun 1960, Sutoyo ditugaskan menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat. Setelahnya, ia lalu naik
sebagai Inspektur Kehakiman atau Jaksa Militer Utama dengan pangkat yaitu Brigadir Jenderal
TNI.Sutoyo Siswomiharjo termasuk ke dalam salah satu daftar perwira tinggi di Angkatan Darat yang
diculik oleh pasukan Cakrabirawa. Kala itu, Sutoyo dijemput oleh pasukan Cakrabirawa di rumahnya.
Kemudian dibawa ke lubang buaya yang berada di daerah Halim Perdanakusuma.