Disusun oleh :
MUHAMAD HAIKAL BILAL
Kini, 58 tahun setelah peristiwa tersebut, kejadian ini masih menjadi memori kelam bagi bangsa
Indonesia. Peristiwa ini juga membawa dampak yang sangat besar dalam perjalanan bangsa
ini.
Nah, tanggal 30 September ini menjadi momen tepat untuk mengenang sejarah G30S PKI.
Seperti apa motifnya? Siapa dalang di balik kejadian mengerikan itu?Serta siapa saja Pahlawan
Revolusi yang gugur dalam peristiwa tersebut?
Tepatnya tanggal 1 Oktober dini hari pasukan Cakrabirawa di bawah pimpinan Letnan Kolonel
Untung memulai aksinya dengan target melakukan aksi penculikan terhadap 7 jenderal.
Pasukan Cakrabirawa bergerak dari lapangan udara menuju Jakarta daerah selatan. Tujuh
jenderal tersebut adalah Ahmad Yani, MT Haryono, D.I Panjaitan yang langsung dibunuh di
rumah masing-masing, sementara Soeprapto, S.Parman dan Sutoyo ditangkap hidup-hidup
kemudian disiksa dan dibunuh oleh PKI. Jenazah para korban lalu dimasukkan ke dalam sumur
tua di daerah Lubang Buaya.
Jam 7 pagi, Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan sebuah pesan yang berasal dari
Untung Syamsuri, Komandan Cakrabiwa bahwa G30S/PKI telah berhasil diambil alih di
beberapa lokasi strategis Jakarta beserta anggota militer lainnya. Mereka bersikeras bahwa
gerakan tersebut sebenarnya didukung oleh CIA yang bertujuan untuk melengserkan Soekarno
dari posisinya.
Operasi penumpasan G30S/PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore hari. Gedung RRI
pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat direbut kembali tanpa pertumpahan darah oleh
satuan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328
Siliwangi, dan dibantu pasukan kavaleri. Setelah diketahui bahwa basis G30S/PKI berada di
sekitar Halim Perdana Kusuma, sasaran diarahkan ke sana.
Pada tanggal 2 Oktober, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di bawah
komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto. Pada pukul 12.00 siang,
seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai oleh TNI-AD.
Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Mayor C.I
Santoso berhasil menguasai daerah Lubang Buaya. Setelah usaha pencarian, perwira TNI-AD
dipergiat dan atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi tawanan G30S/PKI,
tetapi berhasil melarikan diri didapat keterangan bahwa para perwira TNI-AD tersebut dibawa
ke Lubang Buaya.
Karena daerah tersebut diselidiki secara intensif, akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1965
ditemukan tempat para perwira yang diculik dan dibunuh tersebut. Mayat para perwira itu
dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang bergaris tengah ¾ meter dengan kedalaman kira-kira
12 meter, yang kemudian dikenal dengan nama Sumur Lubang Buaya.
Pada tanggal 4 Oktober, penggalian Sumur Lubang Buaya dilanjutkan kembali (karena ditunda
pada tanggal 13 Oktober pukul 17.00 WIB hingga keesokan hari). Penggalian diteruskan oleh
pasukan Para Amfibi KKO-AL dengan disaksikan pimpinan sementara TNI-AD Mayjen
Soeharto.
Setelah ditemukan, jenazah para perwira diangkat dari sumur tua tersebut. Terlihat adanya
kerusakan fisik yang sedemikian rupa. Hal inilah yang menjadi saksi bisu bagi bangsa
Indonesia betapa kejamnya siksaan yang mereka alami sebelum wafat.
Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI-AD tersebut dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata yang sebelumnya disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat. Pada
tanggal 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah yang diambil dalam Sidang Kabinet
Dwikora, para perwira TNI - AD tersebut ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi.
Pada bulan April 1965, perwira muda ini diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator
Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution. Ketika bertugas,
Pierre Tendean tertangkap oleh kelompok G30S.
Ia pun mengaku sebagai A. H. Nasution di mana sang jenderal berhasil melarikan diri. Namun,
dirinya harus mengorbankan nyawa untuk melindungi Jenderal Nasution.
Pada awal kemerdekaan Indonesia, Suprapto aktif dalam usaha merebut senjata pasukan
Jepang di Cilacap. Ia kemudian memasuki Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto dan
ikut dalam pertempuran di Ambarawa sebagai ajudan Panglima Besar Sudirman.
Kariernya terus melejit di militer. Namun, ketika PKI mengajukan pembentukan angkatan
perang kelima, Suprapto menolaknya. Ia pun menjadi korban pemberontakan G30S bersama
para petinggi TNI AD lainnya.
Jasadnya ditemukan di Lubang Buaya. Suprapto pun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata Jakarta.
Namun, pada 1 Oktober 1965 ia pun diculik dan dibunuh bersama para jenderal lainnya. S.
Parman harus gugur dan diberi gelar Pahlawan Revolusi.
4. Letjen (Anumerta) M.T. Haryono
Mas Tirtodarmo Haryono atau yang lebih dikenal dengan M. T. Haryono lahir pada 20 Januari
1924 di Surabaya, Jawa Timur. Sebelum terjun ke dunia militer, M. T. Haryono pernah mengikuti
Ika Dai Gaku (sekolah kedokteran) di Jakarta pada masa pendudukan Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, D. I. Panjaitan ikut membentuk TKR. Ia pun memiliki karier yang
cemerlang di bidang militer.
Menjelang akhir hayatnya, ia diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat dan
mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat. Jenderal dari Sumatra ini pun juga harus tewas
ketika terjadi pemberontakan PKI 1965 bersama dengan para jenderal lainnya.
Ketika muda, Ahmad Yani mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan Pembela Tanah Air
(PETA) di Bogor. Setelah itu, karier Ahmad Yani berkutat di militer. Ia turut ikut dalam
pemberantasan PKI Madiun 1948, Agresi Militer Belanda II, dan juga penumpasan DI/TII di
Jawa Tengah.
Pada tahun 1958, ia diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang
Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan PRRI. la diangkat sebagai Kepala Staf
Angkatan Darat (KSAD) tahun 1962.
Namun, pada tahun 1965 Ahmad Yani mendapatkan fitnah ingin menjatuhkan Presiden
Soekarno. Ia harus tewas ketika pemberontakan G30S pada 1 Oktober 1965.
Kariernya terus melesat. Tahun 1961, ia diserahi tugas sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur
Jenderal Angkatan Darat. Akan tetapi, Sutoyo yang menentang pembentukan angkatan kelima
harus ikut gugur dalam peristiwa G30S.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia masuk TKR yang kemudian menjadi TNI. Ia terus
berkiprah bersama militer Indonesia. Tahun 1958, Katamso dikirim ke Sumatra Barat untuk
menumpas pemberontakan PRRl sebagai Komandan Batalion A Komando Operasi 17 Agustus.
Setelah itu, menjadi Kepala Staf Resimen Team Pertempuran (RIP) II Diponegoro di Bukittinggi.
Katamso juga menjadi korban keganasan G30S. Ia harus gugur karena diculik dan dibunuh.
Mayatnya ditemukan 22 Oktober 1965. Katamso dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Semaki, Yogyakarta.
Kemudian ia ditempatkan pada kesatuan Brimob Dinas Kepolisian Negara di Jakarta. Tahun
1955 dipindahkan ke Medan Sumatera Utara dan tahun 1958 dipindahkan ke Sulawesi.
Satsuit Tubun melawan dan terjadi pergulatan dan akhirnya K. S. Tubun ditembak hingga gugur.
Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Pada tanggal 1 Oktober 1965, Sugiyono yang baru saja kembali dari Pekalongan ditangkap di
Markas Korem 072 yang telah dikuasai gerombolan PKI. Ia telah dibunuh di Kentungan di
sebelah Utara Yogyakarta dan jenazahnya ditemukan pada 22 Oktober 1965 kemudian
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Setelah kita mengenang kembali sejarah G30S PKI dan mengetahui daftar nama pahlawan
revolusi yang gugur pada saat tersebut, mari kita tundukkan kepala sejenak untuk mendoakan
mereka. Semoga informasinya bermanfaat ya, detikers!
KLIPING PAHLAWAN REVOLUSI PERISTIWA G30S PKI
Disusun oleh :
MUHAMAD HAIKAL BILAL