Anda di halaman 1dari 10

TUGAS SEJARAH TENTANG G 30S PKI

Guru pembimbing: vivi handayani

KELOMPOK 7
Nama kelompok
Bilal Arifin
Velia Devita Sari
Septia Dwi Jayanti
Mela
Indra
G 30s kpi
1. Isu Dewan Jendral
Pada saat-saat genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya Dewan Jendral,
yang mengungkapkan bahwa para petinggi Angkatan tidak puas terhadap soekarno dan
berniat untuk menggulingkan. Menanggapi isu ini, soekarno memerintahkan pasukan
cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili. Namun secara tak
terduga, dalam operasi penangkapan tersebut para jendral tersebut terbunuh.
2. Isu Dokumen Gilehrist
Dokumen Gilehrist diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia, Andrew Gilehrist.
Beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jendral. Dokumen ini oleh beberapa
pihak dianggap pemalsuan. Dibawah pengawasan jenderal Agayant dari KGB Rusia, dokumen
ini menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang mengesankan bahwa perwira-
perwira angkatan Darat telah dibeli oleh pihak barat. Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh
memberi daftar nama anggota PKI kepada tentara untuk "ditindaklanjuti".
3. Isu keterlambatan soeharto
Menurut isu yang beredar, Soeharto saat itu menjabat sebagai pangkostrad (Panglima
Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat) tidak membawahi pasukan.
Nama nama korban G 30s kpi
1. Jendral (Anumerta) Ahmad Yani
Jenderal Ahmad Yani merupakan salah satu anggota Panglima TNI AD ke-6 pada
masa pemerintahan Presiden Soekarno. Beliau lahir pada 19 Juni 1922. Jenderal
Ahmad Yani menjadi salah satu jenderal yang menjadi korban dalam peristiwa
G30S PKI di rumahnya, Jalan Latuharhary No. 6, Menteng, Jakarta Pusat.

2. Letnan (Anumerta) Jenderal MT Haryono


Mas Tirtodarmo Haryono atau lebih dikenal dengan MT Haryono lahir pada 20
Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur. Sebelum terjun ke dunia militer, MT
Haryono pernah mengikuti Ika Dai Gaku (sekolah kedokteran) di Jakarta pada
masa pendudukan Jepang. Hingga akhirnya, setelah kemerdekaan Indonesia MT
Haryono bergabung bersama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan diberi pangkat
mayor...
3.Letnan (Anumerta) Jenderal S Parman
Letnan Jenderal S Parman lahir pada 4 Agustus 1918 di Wonosobo, Jawa Tengah.
Merupakan salah satu petinggi TNI Angkatan Darat (AD) di masa orde lama. Memiliki
background pendidikan di bidang intelijen. Ia pernah dikirim ke Jepang untuk
memperdalam ilmu intelijen pada Kenpei Kasya Butai. Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia
mengabdi kepada Indonesia untuk memperkuat militer Tanah Air.

4.Kapten (Anumerta) Pierre Tendean


Kapten Piere Tendean lahir 21 Februari 1939 di Jakarta. Setelah mengakhiri pendidikan di
Akademi Militer Jurusan Teknik tahun 1962, ia menjabat sebagai Komandan Peleton
Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan. Kapten Pierre
pun turut bertugas menyusup ke daerah Malaysia ketika sedang berkonfrontasi dengan
Malaysia.

5. Mayor (Anumerta) Jenderal DI Panjaitan


Donald Ignatius Panjaitan atau dikenal dengan DI Panjaitan lahir pada 9 Juni 1925 di Balige,
Tapanuli. Pada masa pendudukan Jepang ia memasuki pendidikan militer Gyugun. Setelah
mengakhiri pendidikan, ia ditempatkan di Pekanbaru, Riau hingga saat proklamasi
kemerdekaan. Setelah Indonesia merdeka, DI Panjaitan ikut serta membentuk Tentara
Keamanan Rakyat (TKR). Ia pun memiliki karir yang luar biasa dalam bidang militer.
6. Mayor (Anumerta) Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
Sutoyo Siswomiharjo lahir 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Pada masa
pendudukan Jepang ia mengikuti pendidikan pada Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di
Jakarta, setelah mengakhiri pendidikan, ia berkarir sebagai pegawai negeri pada Kantor
Kabupaten di Purworejo.

7. Letnan Jenderal (Anumerta) Suprapto


Jendral Suprapto lahir di Purwokerto pada 20 Juni 1920. Ia sempat mengikuti pendidikan
di Akademi Militer Kerajaan Bandung, namun harus terhenti karena bermukimnya Jepang
ke Indonesia. Pada awal kemerdekaan Indonesia, Suprapto turut berjuang dalam usaha
merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Ia kemudian memasuki Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) di Purwokerto dan ikut serta dalam pertempuran di Ambarawa sebagai
ajudan Panglima Besar Sudirman.
Pasca kejadian pasca
pembunuhan beberapa perwira TNI angkatan darat, PKI mampu menguasai dua sarana komunikasi
vital, yaitu studio RRi dijalan merdeka barat dan kantor telekomunikasi yang terletak dijalan
merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang
ditunjukkan kepada para perwira tinggi anggota "Dewan Jendral" yang akan mengadakan kudeta
terhadap pemerintah. Diumumkan pula terbentuknya "Dewan Revolusi" yang diketuai oleh Lekton
Untung Sutopo. Dijawa Tengah dan DI. Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap kolonel
katamso(komandan korem/072/yogyakarta) danLetnan Kolonel sugiyono (kepala staf korem 072/
yogyakarta). Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965.Kedua perwira ini dibunuh kerena
secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi. Pada 1 Oktober 1965 sukarno dan
sekertaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolisioner oleh para "pemberontak'
dengan berpindah ke pangkalan angkatan udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan. Pada
tanggal 6 Oktober, sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan" persatuan nasional ", yaitu
persatuan antara angkatan bersenjata dan pada korbannya untuk penghentian kekerasan. Biro
politik dari komite Sentral PKI Segera mengajukan semua anggota dan organisasi-organisasi massa
untuk mendukung" pemimpin revolusi Indonesia "dan tidak melawan angkatan bersenjata.
Penangkapan dan pembantaian
Dalam bulan bulan setelah peristiwa ini, semua partai kelas buruh yang diketahui ratusan ribu pekerja,
dan petani Indonesia dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi.
Pembunuhan pembunuhan ini terjadi dijawab tengah (bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan
bali (bulan Desember). Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis (perkiraan yang
konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juga orang).
Namun diduga setidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti
kudeta itu. Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi
muslim senyap kanan seperti barisan ansor NU dan tameng marhaenis PNI melakukan pembunuhan -
pembunuhan massal, terutama dijawa tengah dan Jawa Timur, ada laporan-laporan bahwa sungai Brantas
didekat surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu "terbendung
mayat". Pada akhir 1965,antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI
telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa
adanya perlawanan sama sekali.
Ada Saran &
Pertanyaan ?
Silahkan diajukan kepada kami
terima kasih
sudah menyimak presentasi
dari kelompok kami

Anda mungkin juga menyukai