PKI
Partai Komunis Indonesia
1. Gestok ( Gerakan Satu Oktober )
Latar
Belakang
Tujuan PKI
Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 bukanlah kali
pertama bagi PKI. Sebelumnya, pada tahun 1948 PKI sudah pernah
mengadakan pemberontakan di Madiun. Pemberontakan tersebut
dipelopori oleh Amir Syarifuddin dan Muso. Tujuan dari
pemberontakan itu adalah untuk menghancurkan Negara RI dan
menggantinya Ideologi Pancasila menjadi Ideologi Komunis
Organisasi Bentukan PKI
• Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia)
• Pemuda Rakyat
Isu yang
disebarkan
Isu Dokumen Gilchrist
Dokumen Gilchrist yang diambil dari nama duta besar Inggris untuk
Indonesia Andrew Gilchrist beredar hampir bersamaan waktunya dengan
isu Dewan Jenderal. Dokumen ini, yang oleh beberapa pihak disebut
sebagai pemalsuan oleh intelejen Ceko di bawah pengawasan Jenderal
Agayant dari KGB Rusia, menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita"
yang mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli
oleh pihak Barat. Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh memberikan
daftar nama-nama anggota PKI kepada tentara untuk "ditindaklanjuti".
Isu yang
disebarkan
Sasaran Penculikan PKI
Tragedi Lubang
Buaya
Persiapan
Pada tanggal 14 Agustus 1965, diadakan rapat PKI di rumah Syam
yang dihadiri oleh (Waluyo,Poco,dll ). Berikut pesan DN Aidit kepada
peserta rapat :
1. Gerakan yang akan dilancarkan bersifat terbatas dan akan merupakan
gerakan militer.
2. Sasaran utama gerakan adalah para jenderal yang tergabung dalam apa
yang dinamakan Dewan Jenderal dan tokoh-tokoh anti PKI.
3. Gerakan ini harus menguasai instalasi-instalasi vital seperti Telkom, RRI,
Kereta Api.
4. Untuk memimpin gerakan ini kita sepakat mengajukan 3 nama calon yaitu
Letnan Kolonel Untung, Kolonel A.Latief, dan Mayor Udara Suyono.
Tragedi Lubang
Buaya
Persiapan
Pada tanggal 28 Agustus 1965, dilaksanakannya Sidang Politbiro PKI
yang dihadiri oleh DN.Aidit, Nyono, Sanusi, Sakirman, Lukman, dll. DN
Aidit menegaskan agar tidak membocorkan nama-nama demi
keselamatan partai PKI.
Tragedi Lubang
Buaya
Aksi
Dalam rapat tanggal 22 September 1965 PKI membagi tiga
pasukan yang harus melakukan tugas-tugas berbeda, yaitu :
1. Pasukan Pasopati untuk menculik dan membunuh para
Jenderal Angkatan Darat.
2. Pasukan Bimasakti untuk menguasai RRI dan Telekomunikasi.
3. Pasukan Gatotkaca untuk mengoordinasikan kegiatan di
Lubang Buaya.
Tragedi Lubang
Buaya
Aksi
Secara fisik militer gerakan dimpimpin oleh Letnan Kolonel
Untung, Komandan Batalion I Resimen Cakrabirawa, selaku
pimpinan formal seluruh gerakan. Mereka bergerak dini hari 1
Oktober 1965 dimulai dengan penculikan dan pembunuhan
terhadap 6 perwira tinggi dan seorang perwira pertama AD.
Semuanya dibawa ke desa Lubang Buaya di sebelah selatan
Pangkalan Udara Utama Halim Perdanakusuma. Semua jenazah
dimasukkan ke dalam sumur tua lalu ditimbun dengan sampah
dan tanah.
Tragedi Lubang
Buaya
Aksi
Bersamaan dengan itu mereka juga menguasai dua
buah sarana komunikasi yang vital yaitu RRI dan gedung
P.N. Telekomunikasi. Melalui RRI itu Untung menyiarkan
pengumuman bahwa Gerakan 30 September ditujukan
kepada Jenderal-Jenderal, Anggota Dewan Jenderal yang
akan mengadakan kudeta dan bahwa G-30-S/PKI
dilancarkan oleh perwira-perwira yang berfikiran maju,
pembentukan Dewan Revolusi, serta pembubaran kabinet
Dwikora.
Tragedi Lubang
Buaya
Penumpasan
Pada hari itu juga, Panglima Komando Strategi Angkatan
Darat (Pangkostrad) Mayor Jenderal Soeharto segera bertindak
cepat untuk mengatasi keadaan. Sambil menunggu aturan lebih
lanjut dari Presiden/Panglima Tertinggi ABRI, Soekarno yang saat itu
berada di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma yang dikuasai PKI,
maka Soeharto mengambil langkah-langkah mengadakan koordinasi
di antara kesatuan-kesatuan ABRI, khususnya yang ada di Jakarta. Ia
menggunakan unsur-unsur Kostrad yang ada di Jakarta dan RPKAD,
maka gerakan penumpasan pun dimulai.
Kesaksian Sukitman
Bapak Sukitman adalah seorang Agen Polisi II yang ikut diculik oleh
Cakrabirawa. Beliau diikat dan matanya pun ditutup, beliau ikut dibawa
ketempat eksekusi di Lubang Buaya. Bp. Sukitman hanya mendengar
teriakan-teriakan yang saat itu terjadi. Beliau pun berhasil kabur dan
melaporkan kejadian yang dia alami kepada atasannya.
“Cita-cita perjuangan kami untuk menegakkan kemurnian
Pancasila tidak mungkin dipatahkan