satu peristiwa pemberontakan komunis yang terjadi pada bulan September sesudah beberapa tahun
Indonesia merdeka. Peristiwa G30S PKI terjadi di malam hari tepatnya pada tanggal 30 September
tahun 1965.Dalam sebuah kudeta, setidaknya ada 7 perwira tinggi militer yang terbunuh dalam
peristiwa tersebut. Partai Komunis saat itu sedang dalam kondisi yang amat kuat karena
mendapatkan sokongan dari Presiden Indonesia Pertama, Ir. H Soekarno. Tidak heran jika usaha
yang dilakukan oleh segelintir masyarakat demi menjatuhkan Partai Komunis berakhir dengan
kegagalan berkat bantuan Presiden kala itu. Hingga sampai saat ini, peristiwa 30S PKI tetap menjadi
perdebatan antara benar atau tidaknya Partai Komunis Indonesia yang bertanggung jawab dalam
peristiwa tersebut.
Pada hari Jum’at tanggal 1 Oktober 1965 secara berturut-turut RRI Jakarta menyiarkan berita
penting. Sekitar pukul 7 pagi memuat berita bahwa pada hari Kamis tanggal 30
September 1965 di Ibukota RI, Jakarta, telah terjadi “ gerakan militer dalam AD “ yang dinamakan “
Gerakan 30 September”, dikepalai oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion Cakrabirawa,
pasukan pengawal pribadi Presiden Soekarno. Sekitar pukul 13.00 hari itu juga memberitakan “
dekrit no 1” tentang “pembentukkan dewan revolusi Indonesia” dan “keputusan no.1” tentang
“susunan dewan revolusi Indonesia”. Baru dalam siaran kedua ini diumumkan susunan “komandan”,
Brigjen Soepardjo, Letnan Kolonel Udara Heru, Kolonel Laut Soenardi, dan Ajun komisaris besar polisi
Anwas sebagai “wakil komandaan”.
Pada pukul 19.00 hari itu juga RRI Jakarta menyiarkan pidato radio Panglima Komando TJadangan
Strategis Angkatan Darat, Mayor Jendral Soeharto, yang menyampaikan bahwa gerakan 30
September tersebut adalah golongan kontra revolusioner yang telah menculik beberapa perwira
tinggi AD, dan telah mengambil alih kekuasaan Negara dari presiden/panglima tertinggi
ABRI/pemimpin besar revolusi dan melempar Kabinet DWIKORA ke kedudukan demisioner.
Meskipun begitu, Pierre Tendean beserta anak gadisnya, Ade Irma S. Nasution pun tewas setelah
ditangkap dan ditembak pada 6 Oktober oleh regu sergap. Korban tewas semakin bertambah disaat
regu penculik menembak serta membunuh seorang polisi penjaga rumah tetangga Nasution. Abert
Naiborhu menjadi korban terakhir dalam kejadian ini. Tak sedikit mayat jenderal yang dibunuh lalu
dibuang di Lubang Buaya. Sekitar 2.000 pasukan TNI diterjunkan untuk menduduki sebuah tempat
yang kini dikenal dengan nama Lapangan Merdeka, Monas. Walaupun mereka belum berhasil
mengamankan bagian timur dari area ini. Sebab saat itu merupakan daerah dari Markas KOSTRAD
pimpinan Soeharto. Jam 7 pagi, Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan sebuah pesan yang
berasal dari Untung Syamsuri, Komandan Cakrabiwa bahwa G30S PKI telah berhasil diambil alih di
beberapa lokasi strategis Jakarta beserta anggota militer lainnya. Mereka bersikeras bahwa gerakan
tersebut sebenarnya didukung oleh CIA yang bertujuan untuk melengserkan Soekarno dari posisinya.
Tinta kegagalan nyaris saja tertulis dalam sejarah peristiwa G30S/PKI. Hampir saja pak Harto
dilewatkan begitu saja karena mereka masih menduga bahwa beliau bukanlah seorang tokoh politik.
Selang beberapa saat, salah seorang tetangga memberi tahu pada Soeharto tentang terjadinya aksi
penembakan pada jam setengah 6 pagi beserta hilangnya sejumlah jenderal yang diduga sedang
diculik. Mendengar berita tersebut, Soeharto pun segera bergerak ke Markas KOSTRAD dan
menghubungi anggota angkatan laut dan polisi. Soeharto juga berhasil membujuk dua batalion
pasukan kudeta untuk segera menyerahkan diri. Dimulai dari pasukan Brawijaya yang masuk ke
dalam area markas KOSTRAD. Kemudian disusul dengan pasukan Diponegoro yang kabur menuju
Halim Perdana Kusuma. Karena prosesnya yang berjalan kurang matang, akhirnya kudeta yang
dilancarkan oleh PKI tersebut berhasil digagalkan oleh Soeharto. Sehingga kondisi ini menyebabkan
para tentara yang berada di Lapangan Merdeka mengalami kehausan akan impresi dalam
melindungi Presiden yang sedang berada di Istana.
Tanggal 1 Oktober 1965 Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore
hari. Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat direbut kembali tanpa pertumpahan
darah oleh satuan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328
Siliwangi, dan dibantu pasukan kavaleri. Setelah diketahui bahwa basis G 30 S/PKI berada di sekitar
Halim Perdana Kusuma, sasaran diarahkan ke sana. Tanggal 2 Oktober 1965 Pada tanggal 2 Oktober,
Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di bawah komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo
atas perintah Mayjen Soeharto. Pada pikul 12.00 siang, seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai
oleh TNI – AD. Tanggal 3 Oktober 1965 Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD
yang dipimpin oleh Mayor C.I Santoso berhasil menguasai daerah Lubang Buaya. Setelah usaha
pencarian perwira TNI – AD dipergiat dan atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi
tawanan G 30 S/PKI, tetapi berhasil melarikan diri didapat keterangan bahwa para perwira TNI – AD
tersebut dibawa ke Lubang Buaya. Karena daerah terebut diselidiki secara intensif, akhirnya pada
tanggal 3 Oktober 1965 ditemukan tempat para perwira yang diculik dan dibunuh tersebut.. Mayat
para perwira itu dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang bergaris tengah ¾ meter dengan
kedalaman kira – kira 12 meter, yang kemudian dikenal dengan nama Sumur Lubang Buaya. Tanggal
4 Oktober 1965 Pada tanggal 4 Oktober, penggalian Sumur Lubang Buaya dilanjutkan kembali
(karena ditunda pada tanggal 13 Oktober pukul 17.00 WIB hingga keesokan hari) yang diteruskan
oleh pasukan Para Amfibi KKO – AL dengan disaksikan pimpinan sementara TNI – AD Mayjen
Soeharto. Jenazah para perwira setelah dapat diangkat dari sumur tua tersebut terlihat adanya
kerusakan fisik yang sedemikian rupa. Hal inilah yang menjadi saksi bisu bagi bangsa Indonesia
betapa kejamnya siksaan yang mereka alami sebelum wafat. Tanggal 5 Oktober 1965 Pada tanggal 5
Oktober, jenazah para perwira TNI – AD tersebut dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata
yang sebelumnya disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat. Pada tanggal 6 Oktober, dengan
surat keputusan pemerintah yang diambil dalam Sidang Kabinet Dwikora, para perwira TNI – AD
tersebut ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi. Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G
30 S PKI adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat
tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan
yang disebut sebagai usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.
Nama nama 7 TOKOH Pahlawan Revolusi Korban Kekejaman G30S PKI 1965 Panglima Angkatan
Darat Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI R. Suprapto Mayjen TNI M.T. Haryono Mayjen TNI
Siswondo Parman Brigjen TNI DI Panjaitan Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo Letnan Pierre Tendean
Peristiwa G30S PKI sejatinya tidak lepas dari kejadian penculikan petinggi petinggi TNI AD saat itu.
Mereka diasingkan dan dibantai tanpa belas kasihan di Monumen Lubang Buaya. Berikut ini nama-
nama TNI yang mendapatkan gelar Pahlawan Revolusi pasca terjadinya pembantaian tersebut.
Tujuan G30S/PKI Bahwa G30SPKI adalah perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut
kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya,
dan tidak pernah terlepas dari tujuan PKI untuk membentuk pemerintah Komunis. Bahwa tujuan
tetap komunis di Negara Non Komunis adalah merebut kekuasaan negara dan mengomuniskannya.
Usaha tersebut dilakukan dalam jangka panjang dari generasi ke generasi secara berlanjut.
Selanjutnya bahwa kegiatan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari rangkaian kegiatan
komunisme internasional.
Tujuan G30S/PKI Bahwa G30SPKI adalah perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut
kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya,
dan tidak pernah terlepas dari tujuan PKI untuk membentuk pemerintah Komunis. Bahwa tujuan
tetap komunis di Negara Non Komunis adalah merebut kekuasaan negara dan mengkomuniskannya.
Usaha tersebut dilakukan dalam jangka panjang dari generasi ke generasi secara berlanjut.
Selanjutnya bahwa kegiatan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari rangkaian kegiatan
komunisme internasional.
Berikut ini dampak sosial politik dari G 30 S/PKI: Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru
yaitu tentara AD. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik di
Indonesia. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar. Secara sosial telah terjadi
penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang PKI atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya
melalui proses pengadilan dengan jumlah yang relatif banyak.
Peristiwa tersebut terjadi tanggal 1 Oktober 1965 menuju dini hari. Aksi penculikan
Dan pembunuhan secara sadis tersebut telah dipersiapkan dengan matang oleh pasukan dibawah
pimpinan Letkol Untung. Para pasukan tersebut mulai bergerak secara berkelompok ke rumah para
jenderal. Saat mendatangi rumah para jenderal, mereka membangunkan jenderal dan mengajak
jenderal pergi dengan beralasan bahwa bapak presiden menunggu jenderal sekarang juga sehingga
mereka tidak perlu berganti pakaian. Ada beberapa jenderal yang sempat adu mulut dengan
pasukan hingga akhirnya ditembak langsung saat di rumah. Ada pula jenderal yang dibawa pergi
terlebih dahulu seraya matanya ditutupi kain merah dan sesampainya di lokasi kejadian mereka
disiksa perlahan. Mereka ditendang, dipukul, dan ditembak satu persatu. Kemudian mereka diangkat
dan dilempar bergiliran ke dalam Lubang Buaya. Tidak hanya sampai situ, setelah mereka dibuang
pun mereka masih ditembaki oleh pasukan tersebut dan kemudian ditinggalkan begitu saja.
Tokoh PKI yang terlibat dalam peristiwa itu adalah Letkol Untung yang membawahi
Pasukan Tjakrabirawa. Ada enam jenderal dan satu orang perwira yang menjadi korban
pembunuhan tersebut, yaitu Jenderal Ahmad Yani, Letnan Jenderal R. Suprapto, Letnan Jenderal
M.T. Haryono, Letnan Jenderal S. Parman, Mayor Jenderal D.I. Pandjaitan, Mayor Jenderal Sutoyo
Siswomiharjo, dan Kapten Pierre Andreas Tendean.
Peristiwa G30S PKI terjadi pada tahun 1965 dan dimotori oleh
Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit, pemimpin terakhir PKI. Di bawah kendali DN Aidit,
perkembangan PKI semakin nyata walaupun diperoleh melalui sistem parlementer. Dikutip dari buku
Api Sejarah 2 oleh Ahmad Mansur
Suryanegara, menurut Arnold C. Brackman, DN Aidit mendukung konsep Khrushchev, yakni “If
everything depends on the communist, we would follow the peaceful way (bila segalanya
bergantung pada komunis, kita harus mengikuti dengan cara perdamaian).” Pandangan itu disebut
bertentangan dengan konsep Mao Ze Dong
Dan Stalin yang secara terbuka menyatakan bahwa komunisme dikembangkan hanya dengan melalui
perang. G30S PKI terjadi pada malam hingga dini hari, tepat pada akhir
Tanggal 30 September dan masuk 1 Oktober 1965.Gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh PKI
mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia. Tiga dari enam orang yang menjadi target langsung
dibunuh di kediamannya. Sedangkan lainnya diculik dan dibawa menuju Lubang Buaya.
2.4.2 Latarbelakang G30 S/PKI Secara umum, G30S PKI dilatarbelakangi oleh dominasi ideologi
Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (NASAKOM) yang berlangsung sejak era Demokrasi
Terpimpin diterapkan, yakni tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno. Beberapa hal
lain yang menyebabkan mencuatkan gerakan yang
Menewaskan para Jenderal ini adalah ketidakharmonisan hubungan anggota TNI dan juga PKI.
Pertentangan pun muncul di antara keduanya. Selain itu, desas desus kesehatan Presiden Soekarno
juga turut melatarbelakangi pemberontakan G30S PKI.
2.4.3 Tujuan G30 S/PKI Tujuan utama G30S PKI adalah menggulingkan pemerintahan era
Soekarno dan mengganti negara Indonesia menjadi negara komunis. Seperti diketahui, PKI disebut
memiliki lebih dari 3 juta anggota dan membuatnya menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia,
setelah RRC dan Uni Soviet. Selain itu, dikutip dari buku Sejarah untuk SMK Kelas IX oleh
Prawoto, beberapa tujuan G30S PKI adalah sebagai berikut: 1. Menghancurkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikannya sebagai negara komunis.
3. Mewujudkan cita-cita PKI, yakni menjadikan ideologi komunis dalam membentuk sistem
pemerintahan yang digunakan sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis.
4. Mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis. 5. Kudeta yang dilakukan kepada
Presiden Soekarno tak lepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.
2.4.4 Kronologi G30 S/PKI Tindakan dan penyebarluasan ideologi komunis yang dilakukan
Oleh PKI menimbulkan kecurigaan dari kelompok anti-komunis. Tindakan tersebut juga
mempertinggi persaingan antara elit politik nasional.
Masyarakat, terlebih menyangkut kesehatan Presiden Soekarno dan Dewan Jenderal Angkatan
Darat. Di tengah kecurigaan tersebut, Letnan Kolonel Untung,
Komandan Batalyon I Kawal Resimen Cakrabirawa, yakni pasukan khusus pengawal Presiden,
memimpin sekelompok pasukan dalam melakukan aksi bersenjata di Jakarta. Pasukan tersebut
bergerak meninggalkan daerah Lubang Buaya.
Peristiwa ini terjadi pada tengah malam, pergantian hari Kamis, 30 September 1956 menuju hari
Jumat, 1 Oktober 1965. Kudeta yang sebelumnya dinamakan Operasi Takari diubah
Menjadi gerakan 30 September. Mereka menculik dan membunuh para perwira tinggi Angkatan
Darat. Aksi tentara tersebut pada tanggal 30 September berhasil menculik enam orang perwira tinggi
Angkatan Darat. Enam Jenderal yang gugur dalam peristiwa G30S PKI antara lain
Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas
Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan
dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo. Di samping itu, gugur pula ajudan Menhankam/Kasab
Jenderal
Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean dan pengawal Wakil Perdana Menteri II Dr. J.
Leimena, Brigadir Polisi Satsuit Tubun. Salah satu Jenderal yang berhasil selamat dari serangan PKI
Adalah AH Nasution. Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani Nasution tidak bisa
diselamatkan. Sementara itu, G30S PKI di Yogyakarta yang dipimpin oleh Mayor Mulyono
menyebabkan gugurnya TNI Angkatan Darat, Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiyono. Kolonel
Katamso merupakan Komandan Korem 072/Yogyakarta. Sedangkan Letnan Kolonel Sugiyono
merupakan Kepala Staf Korem. Keduanya diculik dan gugur di Desa Kentungan, sebelah utara
Yogyakarta. 2.4.5 Korban G30 S/PKI 10 pahlawan revolusi korban kekejaman G30S/PKI tentu diingat
oleh bangsa Indonesia. Nama mereka pun diabadikan di berbagai tempat, termasuk menjadi nama
jalan. Peristiwa G30S PKI menjadi kenangan kelam bagi Indonesia. Saat itu terjadi pemberontakan
oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ingin mengubah ideologi bangsa Indonesia. Tidak sedikit
korban tewas berjatuhan. Bahkan, para petinggi Angkatan Darat (AD) juga ikut menjadi korban
kekejaman G30S/PKI. Para petinggi AD itu ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi.
Seorang petinggi TNI AD di masa Orde Lama. Ahmad Yani pada tahun 1965 mendapatkan fitnah ingin
menjatuhkan Presiden Soekarno. Dia harus tewas saat pemberontakan G30S pada 1 Oktober 1965.
Semasa hidupnya, dia pernah ikut dalam pemberantasan PKI Madiun 1948, penumpasan DI/TII di
Jawa Tengah, dan Agresi Militer Belanda II. Selain itu, dia juga pernah ikut pendidikan Heiho di
Magelang dan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Ahmad Yani pada tahun 1958 diangkat sebagai
Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang Sumatera Barat untuk menumpas
pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Kelahiran Purwokerto pada 20 Juni 1920 itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata
Jakarta Selatan. Semasa hidupnya, dia pernah ikut pendidikan di Akademi Militer Kerajaan Bandung.
Karena pendaratan Jepang di Indonesia, pendidikannya itu harus terhenti. Dia tercatat aktif dalam
usaha merebut senjata pasukan
Jepang di Cilacap pada awal kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya, dia memasuki Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) di Purwokerto dan menjadi ajudan Panglima Besar Sudirman dalam pertempuran di
Ambarawa. Suprapto juga tercatat menolak ketika PKI mengajukan pembentukan angkatan perang
kelima. Pada saat peristiwa G30 S/PKI Mayjen Soeprapto yang
Kebetulan malam itu tidak bisa tidur akibat karena giginya baru saja dicabut keluar rumah dengan
hanya mengenakan sarung, sandal, dan kaos oblong. Kopral dua Suparman menyambut Soeprapto
dan
Mengatakan bahwa presiden ingin segera bertemu. Soeprapto tidak diizinkan untuk berganti
pakaian dan langsung saja dibawa ke dalam truk Toyota.
Sugiyono yang baru saja kembali dari Pekalongan ditangkap di Markas Korem 072 yang telah
dikuasai gerombolan PKI pada 1 Oktober 1965. Jenazahnya ditemukan pada 22 Oktober 1965 dan
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Dimasukkan dalam lubang kotak segi panjang berukuran 3 X 5 meter. Selain Letkol Sugiyono, Kolonel
Inf Katamso juga dibunuh dan dimasukkan dalam lobang yang sama. Pria kelahiran 12 Agustus 1926
di Desa Gendaran, daerah
Gunung Kidul, Yogyakarta ini pernah mendapat pendidikan militer pada Pembela Tanah Air (PETA)
pada masa pendudukan Jepang. Dia juga pernah diangkat menjadi Budanco di Wonosari. Sugiyono
juga mengikuti beberapa penumpasan pemberontakan di Tanah Air.
Mengetahui rencana-rencana PKI yang ingin membentuk angkatan kelima. Hal ini yang membuat S.
Parman dimusuhi oleh PKI. Karena itulah ia masuk dalam daftar nama pejabat Angkatan Darat yang
akan dilenyapkan pada aksi G30S.Dia juga termasuk yang dibuang ke Lubang Buaya, Jakarta Timur, 1
Oktober 1965. Semasa hidupnya, dia pernah dikirim ke Jepang untuk memperdalam ilmu intelijen
pada Kenpei Kasya Butai. Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia mengabdi kepada Indonesia untuk
memperkuat militer Tanah Air.
(Sumber:https://kumparan.com/kumparannews/cerita-putra-mayjen-sutoyosaat-ayahnya-dijemput-
pasukan-g30s)
Di Lubang Buaya, Jakarta Timur, 1 Oktober 1965. Pria kelahiran 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa
Tengah itu juga menentang pembentukan angkatan kelima. Jabatan terakhirnya adalah Inspektur
Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat. Dia juga termasuk ikut TKR bagian Kepolisian setelah
Proklamasi Kemerdekaan. Dia juga pernah menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto dan Kepala Bagian
Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.
Revolusi di Yogyakarta. Dia tidak setuju. Atas sikapnya tersebut, dia pun diincar oleh PKI. PKI
menculik dan membunuh Brigjen Katamso pada 1 Oktober 1965. Dia meninggal di Kentungan,
Yogyakarta, 1 Oktober 1965.
Jasadnya ditemukan pada 22 Oktober 1965 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki,
Yogyakarta. Jabatan terakhirnya adalah Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta. Pria
kelahiran 5 Februari 1923 di Sragen, Jawa Tengah ini pernah mengikuti pendidikan militer pada PETA
di Bogor di masa pendudukan Jepang. Lalu, Katamso diangkat menjadi Shodanco Peta di Solo. Dia
juga pernah dikirim ke Sumatera Barat dan menjadi Komandan Batalion A Komando Operasi 17
Agustus saat menumpas pemberontakan PRRl. Dia juga pernah menjadi Kepala Staf Resimen Team
Pertempuran (RIP) II Diponegoro di Bukittinggi.
(Sumber:http://sosok-tokoh.blogspot.com/2016/04/biografi-singkat-kapten-czianumerta.html)
Di Lubang Buaya, Jakarta Timur, 1 Oktober 1965. Saat tertangkap oleh kelompok G30S, dia mengaku
sebagai A. H. Nasution, sang jenderal yang berhasil melarikan diri. Jabatan terakhirnya adalah Ajudan
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal TNI Abdul Harris
Nasution. Pria kelahiran 21 Februari 1939 di Jakarta ini pernah menjabat Komandan Peleton
Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan. Dia juga pernah ikut
bertugas menyusup ke daerah Malaysia saat sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.
Ini memiliki nama lengkap Karel Satsuit Tubun. Saat pemberontakan G30S meletus, dia sedang
bertugas sebagai pengawal di kediaman Dr. Johannes Leimena yang berdampingan dengan rumah
Jenderal A. H. Nasution. Saat itu dia sempat melawan namun akhirnya ditembak dan gugur di
kediaman Dr. Johannes Leimena, Jakarta, 1 Oktober 1965. Dia dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata, Jakarta. Semasa hidupnya, dia pernah ditempatkan pada kesatuan Brimob Dinas
Kepolisian Negara di Jakarta. Kemudian, tahun 1955 dia dipindahkan ke Medan Sumatera Utara dan
dipindahkan ke Sulawesi pada tahun 1958.
Bidang Perencanaan dan Pembinaan. Ada 16 orang pasukan yang ditugaskan untuk menculiknya.
Pasukan itu berhasil memasuki rumah dan mendobrak secara paksa pintu kamar tidur Haryono
sambil melepaskan tembakan. Haryono tewas dengan beberapa peluru melukai tubuhnya.
Jenazahnya kemudian dimasukkan ke dalam sumur tua di Lubang Buaya bersama mayat perwira-
perwira lainnya.
2.5.1 Asal Usul Disebut Lubang Buaya Asal mula Lubang Buaya adalah nama sebuah jalan sekaligus
Kelurahan yang ada di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Di daerah itu dulunya ada sungai yang
dipenuhi hewan buaya. Akan tetapi di sana tidak hanya ada buaya yang tampak mata saja.
Ada pula buaya tak kasatmata, yaitu siluman buaya putih. Buaya-buaya gaib itu dapat diatasi oleh
ulama yang bernama
Pangeran Syarif atau Datok Banjir. Maka sejak itulah daerah tersebut dinamakan sebagai Lubang
Buaya. Selanjutnya, para warga yang ada di Lubang Buaya juga
Memanggil Pangeran Syarif sebagai Datok Banjir. Mereka yakin sosok tersebut punya kemampuan
yang tidak dimiliki oleh orang lain. Daerah Lubang Buaya akhirnya jadi tempat pembunuhan dan
Pembuangan 6 perwira tinggi dan 1 perwira menengah TNI AD. Mereka adalah Letjen Ahmad Yani,
Mayjen MT Haryono, Mayjen S. Parman, Mayjen R. Suprapto, Brigjen DI Pandjaitan, Brigjen Sutoyo
Siswomiharjo, dan Lettu Pierre Tendean.
2.5.2 Kondisi Lubang Buaya 1965 Desa Lubang Buaya pada tahun 1965 tidak ramai seperti
Sekarang. Saat itu di Jakarta Timur masih berupa kebun dan hutan, termasuk di dalamnya hutan
karet dan kondisinya masih sepi. Selain itu, di Desa Lubang Buaya pada waktu itu hanya ada 13
Rumah yang letaknya saling terpencar jauh. Satu kawasan juga hanya ada tiga rumah dan satu
sumur.
2.5.3 Jejak Tragedi G30 S/PKI Peristiwa berdarah G30 S/PKI masih dikenang setiap tahun dan nama
Lubang Buaya pun kembali dibicarakan. Untuk mengenang
Peristiwa tersebut, nama Lubang Buaya diabadikan jadi Monumen Pancasila Sakti atau Museum
Lubang Buaya yang di dalamnya terdapat sumur tempat korban G30S/PKI dibuang. Dilansir dari
berbagai sumber, Lubang Buaya merupakan sumur
Berdiameter 75 sentimeter dengan kedalaman 12 meter dan menjadi sumur maut bagi para korban
kekejian PKI. Mereka dibuang ke dalam sumur dalam posisi ditimbun karena ukuran diameter
tersebut. Monumen yang dibangun di atas tanah seluas 14,6 hektare ini
Awalnya tanah kosong. Pembangunan monumen ini diprakarsa Presiden ke-2 RI, Soeharto. Tujuan
pembangunan monumen ini untuk mengenang perjuangan para Pahlawan Revolusi dalam
mempertahankan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Museum ini terletak di
Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan
Cipayung, Jakarta Timur. Di sebelah selatan monumen ini terdapat Markas Besar Tentara Nasional
Indonesia (TNI), Cilangkap. Di sebelah utara monumen terdapat Lapangan Udara Halim
Perdanakusuma. Lalu, di sebelah timur monumen ini terletak Pasar Pondok Gede, sedangkan di
sebelah barat terdapat Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
2.6 Fakta dan Opini Peristiwa G30 S/PKI 2.6.1 Fakta Peristiwa G30 S/PKI Tragedi G30 S/PKI
sebenarnya terjadi selama 2 hari yaitu pada
Tanggal 30 September 1965 yang merupakan kegiatan kordinasi dan persiapan, serta tanggal 1
Oktober 1965 dini hari kegiatan pelaksanaan penculikkan dan pembunuhan. Berikut 7 fakta tragedi
G30S-PKI yang patut kita ketahui:
1) Gerakan 30 September 1965 ini berada dibawah pimpinan Letkol. Untung dari Komando Balation I
resimen Cakrabirawa.
2) Dalam aksi penculikan ini, Letkol Untung menunjuk Lettu Dul Arief menjadi ketua pelaksanaan
penculikkan.
3) Pasukan bergerak mulai pukul 03.00, enam Jendral menjadi korban penculikkan dan pembunuhan
yakni: - Letjen. Ahmad Yani, - Mayjen. R. Soeprapto, - Mayjen. Harjono, - Mayjen. S. Parman, -
Brigjen D.I. Panjaitan – Brigjen Sutoyo – Lettu Pirre Tandean. Keseluruhan korban penculikan
tersebut, dimasukan ke dalam lubang di kawasan Pondok Gede, Jakarta.
4) Satu Jenderal selamat dalam penculikkan ini yakni Jendral A.H. Nasution, namun putrinya menjadi
korban yakni Ade Irma Suryani serta ajudannya Lettu. Pierre Tandean.
5) Korban lain ialah, Brigadir Polisi K.S. Tubun wafat ketika mengawal rumah Dr. J. Leimana.
6) Gerakan ini menyebar juga di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta, Kolonel Katamso dan Letkol.
Sugiono menjadi korban karena tidak mendukung gerakan ini.
7) Setelah berhasil menculik dan membunuh petinggi AD, PKI menguasai gedung Radio Republik
Indonesia (RRI) dan mengumumkan sebuah Dekrit yang diberi nama Dekrit no.1, yakni pernyataan
bahwa gerakan G30S adalah upaya penyelematan negara dari Dewan Jendral yang ingin mengambil
alih negara.
2.6.2 Opini Peristiwa G30 S/PKI Secara umum, G30S PKI dilatarbelakangi oleh dominasi ideologi
Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (NASAKOM) yang berlangsung sejak era Demokrasi
Terpimpin diterapkan, yakni tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno. Beberapa hal
lain yang menyebabkan mencuatkan gerakan yang menewaskan para Jenderal ini
Adalah ketidakharmonisan hubungan anggota TNI dan juga PKI. Pertentangan pun muncul di antara
keduanya. Setelah gerakan tersebut berhasil ditumpas, muncul berbagai aksi dari kalangan
masyarakat untuk membubarkan PKI. Dari peristiwa yang sadis ini, berikut beberapa pendapat
Masyarakat sekitar tentang peristiwa G30S PKI tersebut: “Menurut saya peristiwa G30S PKI ini
merupakan peristawa
Yang sangat bersejarah sekaligus sadis yang ada di Indonesia, bagaimana tidak, para pasukan Cakra
Birawa yang tergabung dengan PKI membantai para jendral dalam satu malam dengan tidak
manusiawi. Dari situ kita bisa mengetahui bahwa musuh sebenarnya rakyat Indonesia bukanlah para
penjajah, melainkan rakyat nya sendiri.” Tutur Totti. “Siapa dalang dari pembantaian jendral
tersebut belum diketahui
Dan kabarnya masih simpang siur. Pembantaian yang tidak manusiawi ini sangat perlu diperingati
karena mengingat para jendral yang dibantai merupakan pahlawan yang sangat berpengaruh di
Indoensia.” Tutur Hendi.
Mengenai Peristiwa G30 S/PKIpun tak kalah berbeda juga. Banyak pelajar dan mahasiswa baru yang
hanya mengetahui peristiwa tersebut melalui buku atau cerita dari orang tua mereka. Menurut
pengetahuan mereka, PKI merupakan organisasi yang berpaham ideologi terlarang di Indonesia.
“Saya tahunya dari buku pelajaran sejarah di sekolah, juga cerita
Orang tua, bahwa PKI organisasi terlarang di Indonesia,” kata Fitri, mahasiswa angkatan baru tahun
2015 di Universitas Lampung, Rabu (30/9). Ia tidak mengetahui persis ada pembunuhan para
jenderal saat peristiwa 30 September, 50 tahun silam. Menurut dia, PKI berpaham ideologi yang
merusak umat dan
Bangsa, dan pada zaman sebelum reformasi tidak ada tempat di Indonesia yang berkehidupan
Pancasila. Sejarah PKI zaman dulu, tutur dia, tidak
3.1 Kesimpulan Peristiwa G30 S/PKI atau yang lebih dikenal dengan peristiwa
Pemberontakan yang dilakukan PKI bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan era Soekarno dan
mengganti negara Indonesia menjadi negara komunis. Pemberontakan ini menimbulkan banyak
korban. Korban tersebut banyak berasal dari Jendral AD. Peristiwa ini memberikan dampak negatif
dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia. Tragedi G30 S/PKI sudah terjadi hampir 56
tahun yang lalu. Setelah
Kejadian tersebut, setiap 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September.
Hari berikutnya, 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan
Soeharto, biasanya dilakukan upacara bendera
Di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga, namun setelah
era reformasi bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya melakukan tradisi tabur
bunga. Gerakan G30 S/PKI yang gagal dalam mengganti ideologi negara
Menujukan bahwa Pancasila memang kokoh. Itulah sebabnya tanggal 1 Oktober merupakan titik
tolak kehancuran G30 S/PKI dan kemenangan Pancasila, sehingga dijadikan sebagai Hari Kesaktian
Pancasila.
3.2 Saran 1. Sebagai pemuda generasi bangsa kita harus mempertahankan kenangan masa lampau
untuk mereka yang sudah mati dan tidak bisa bangkit lagi, serta kenangan ini untuk generasi penerus
bangsa.
2. Kita harus menjaga Bhinneka Tunggal Ika karena bangsa ini milik kita semua tidak ada perbedaan
dalam suku, agama dan ras. Kita semua satu dan harus membangun bangsa ini bersama-sama demi
kemakmuran rakyat.
3. Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Bangsa yang melupakan sejarah akan dengan mudah
tercerabut dari akar sejarah itu sendiri dan menjadi bangsa antah berantah.
4. Sebagai warga negara yang sopan dan beradap. Kita semua harus melaksanakan setiap upacara
peringatan dengan khitmat untuk menghargai jasa para pahlawan.
5. Jika tidak bisa memiliki sikap seperti para pahlawan, jangan merusak bangsa dengan hal-hal yang
dapat memecah persatuan.