Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PKN

(Penyerbuan Kantor PDI Tanggal 27 Juli 1996)

Disusun Oleh : Kelompok 2

Delia Triana
Melyana Vivi Safitri
Padel M. Rizki
M. Sukrisno
Bagus Pratomo

Guru Pembimbing : Hati’ah, S.Pd.I

MAN 2 BATANGHARI
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sebelum masuknya era reformasi, banyak timbul kerusahan-kerusahan dimana-mana.
Kerusuhan ini terjadi akibat tuntutan pemuda dan rakyat terhadap pemerintahan saat itu
dikarenakan tidak percayanya lagi rakyat serta pemuda dalam kinerja pemerintah yang selama ini
dinilai curang, korupsi dan pelanggaran-pelanggaran lainya. Sehingga timbul kerusuhan-
kerusuhan pada tahun 1995, 1996, 1997, dan tahun 1998 yang merupakan klimaks dari
kerusuhan tersebut. Kerusahan ini di latarbelakangi banyak persoalan. Selama ini kita
kebanyakan hanya mendengar dan melihat kasus pelanggaran HAM 1998, Peristiwa Semanggi.
Namun kenyataan yang tercatat, bahwasanya kerusuhan-kerusuhan ini adalah sebanyak 58
insiden, yang terjadi berbagai daerah dan Provinsi di Indonesia Pada makalah kali ini saya
mengambil topik mengenai Kerusuhan 27 Juli 1996.

Di awal tahun 1996, Ibukota Jakarta kembali di guncang oleh Insiden PDI-Megawati di
Gambir, Jakarta. Namun hanya berselang satu bulan kemudian, insiden di Jakarta kembali
terjadi. Insiden ini adalah Penyerangan ke Kantor PDI di Jalan Diponegoro atau dengan nama
lain disebut dengan Sabtu Kelabu. Insiden-insiden ini menambah daftar panjang kerusuhan-
kerusuhan yang terjadi di Indonesia antara tahun 1995 sampai 1998. Pada tanggal 27
Juli 1996 terjadi sebuah kerusuhan yang disebut sebagai Peristiwa Kudatuli (akronim
dari KERUSUHAN DUA PULUH TUJUH JULI) atau Peristiwa Sabtu Kelabu (karena memang
kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu), adalah peristiwa pengambilalihan secara paksa
kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang saat itu
dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri. Penyerbuan dilakukan oleh massa
pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu oleh aparat dari
kepolisian dan TNI.

Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di


kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat. Beberapa kendaraan dan gedung terbakar.
Pemerintah saat itu menuduh aktivis PRD sebagai penggerak kerusuhan. Pemerintah Orde Baru
kemudian memburu dan menjebloskan para aktivis PRD ke penjara. Budiman
Sudjatmiko mendapat hukuman terberat, yakni 13 tahun penjara.

Ada dua istilah untuk Peristiwa 27 Juli ini, yaitu:

 Kudatuli. Akronim dari Kerusuhan 27 Juli. Pertama kali dimuat di Tabloid Swadesi dan
kemudian luas digunakan oleh berbagai media massa. Mayjen TNI (Purn.) Prof. Dr.
Soehardiman, SE juga pernah menggunakannya dalam bukunya.
 Sabtu Kelabu. Merujuk pada hari saat terjadinya peristiwa ini yaitu hari Sabtu, kata
"kelabu" untuk menggambarkan "suasana gelap" yang melanda panggung perpolitikan
Indonesia saat itu. Tidak diketahui pencetusnya, namun diduga semula beredar dalam
forum-forum di Internet.

Hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia: 5 orang meninggal dunia, 149
orang (sipil maupun aparat) luka-luka, 136 orang ditahan. Komnas HAM juga menyimpulkan
telah terjadi sejumlah pelanggaran hak asasi manusia
.
Dokumen dari Laporan Akhir Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyebut pertemuan
tanggal 24 Juli 1996 di Kodam Jayadipimpin oleh Kasdam Jaya Brigjen Susilo Bambang
Yudhoyono. Hadir pada rapat itu adalah Brigjen Zacky Anwar Makarim, Kolonel Haryanto,
Kolonel Joko Santoso, dan Alex Widya Siregar. Dalam rapat itu, Susilo Bambang Yudhoyono
memutuskan penyerbuan atau pengambilalihan kantor DPP PDI oleh Kodam Jaya.

Dokumen tersebut juga menyebutkan aksi penyerbuan adalah garapan Markas Besar
ABRI c.q. Badan Intelijen ABRI bersama Alex Widya S. Diduga, Kasdam Jaya menggerakkan
pasukan pemukul Kodam Jaya, yaitu Brigade Infanteri 1/Jaya Sakti/Pengamanan Ibu Kota
pimpinan Kolonel Inf. Tri Tamtomo untuk melakukan penyerbuan. Seperti tercatat di dokumen
itu, rekaman video peristiwa itu menampilkan pasukan Batalion Infanteri 201/Jaya Yudha
menyerbu dengan menyamar seolah-olah massa PDI pro-Kongres Medan. Fakta serupa
terungkap dalam dokumen Paparan Polri tentang Hasil Penyidikan Kasus 27 Juli 1996, di Komisi
I dan II DPR RI, 26 Juni 2000.
1.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang diperoleh dari penulisan ini antara lain :


 Peristiwa apa yang terjadi pada tanggal 27 Juli 1996?
 Deskripsikan pertistiwa yang terjadi saat itu!

1.3 TUJUAN PENULISAN

Tujuan yang diperoleh dalam penulisan ini antara lain :


 Memberitahukan tentang peristiwa yang terjad pada tanggal 27 Juli 1996
 Memberitahukan mengapa sampai terjadinya peristiwa
 Membertahukan kronologi peristiwa 27 Juli 1996

1.4 MANFAAT PENULISAN

 Memberitahukan tentang peristiwa 27 Juli 1996 serta mendeskripsikan peristiwa tersebut


 Memberitahukan kronologi kejadiaan yang terjadi pada tanggal 27 Juli 1996
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 PERISTIWA 27 JULI 1996

Di awal tahun 1996, Ibukota Jakarta kembali di guncang oleh Insiden PDI-Megawati di
Gambir, Jakarta. Namun hanya berselang satu bulan kemudian, insiden di Jakarta kembali
terjadi. Insiden ini adalah Penyerangan ke Kantor PDI di Jalan Diponegoro atau dengan nama
lain disebut dengan Sabtu Kelabu. Insiden-insiden ini menambah daftar panjang kerusuhan-
kerusuhan yang terjadi di Indonesia antara tahun 1995 sampai 1998. Pada tanggal 27 juli 1966
ini disebut juga sebagai Peristiwa Kudatuli (akronim dan Kerusuhan Dua Puluh juli) atau
peristiwa sabtu kelabu. Karena peristiwa ini terjadi pada hari sabtu. Peristiwa ini berawal dari
kemenangan Megawati Soekarno Putri pada Kongres Luar Biasa Partai Demokrasi Indonesia
(KLB PDI) di Surabaya pada 1993. Kemenangan Megawati ini merupakan ancaman bagi rezim
Orde Baru.

Ini terjadi karena adanya Konflik dalam tubuh partai Demokasi Indonesia (PDI) antara
kelompok pendukung Suryadi (Ketua Umum, Kongres Medan 1996) melawan kelompok
pendukung Megawati (Ketua Umum, Munas Jakarta 1993) mencapai puncaknya pada pasca
Kongres IV PDI di Medan tanggal 20 juni 1996. Pada Kongres PDI ketiga diselenggarakan di
Pondok Gede Jakarta pada 15 april 1986 dan dibuka oleh Presiden Soeharto, tidak berhasil
memilih seorang ketua umum pada sidang terakhir pada 18 april 1986. Peserta Kongres
menyerahkan mandat kepada pemerintah untuk menyusun DPP baru. Pemerintah menetapkan
pimpinan DPP baru periode 1986-1991 yang dipimpin oleh Suryadi (Ketua Umum) dan Nicolaus
Daryanto ( Sekretaris Jendral ). Sejak saat itu terjadi perpecahan dalam tubuh PDI mengakhiri
dualisme kepemimpinannya, tidak berhasil. Dari pihak Megawati, kemudian membentuk Tim
Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang dipimpin oleh Amertiwi Saleh, R.O Tambunan, dan
Abdul Hakim Garuda Nusantara, untuk menuntut pemerintah agar membatalkan Kongres PDI di
Medan.
Maka Soeharto dan pembantu milliternya merekayasa Kongres PDI di Medan dan
mendudukkan kembali Soerjadi sebagai ketua umum PDI. Rekayasa pemerintahan Orde Baru
untuk menggulingkan Megawati Soekarno Putri itu di lawan pendukung Megawati Soekarno
Putri dengan menggelar mimbar bebas dikantor DPP PDI. Mimbar bebas yang menghadirkan
sejumlah tokoh kritis dan aktivis penentang Orde Baru, telah mampu membangkitkan kesadaran
kritis atas perilaku politik Orde Baru. Sehingga ketika terjadi pengambilan secara paksa,
perlawanan rakyat pun terjadi. Berawal dari pengambilan kantor Dewan Pimpinan Pusat(DPP)
Partai Demokrasi (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat oleh massa ini berlanjut pada
kerusuhan massa di Jakarta. Pada hari sabtu tanggal 27 juli 1996 kelompok pendukung Suryadi
bergerak untuk merebut gedung DPP PDI. Lima truk yang mengangkut 200 orang pendukung
Suryadi yang di pimpin oleh Buttu Hutapea Sekjen PDI dengan mengenakan kaus bertuliskan

" Pro Kongres " tiba di depan kantor PDI. Pendukung Megawati bertahan di halaman
kantor. Kedua belah pihak bentrok saling melempar batu sehingga kaca-kaca jendela hancur
berantakan. Sementara kelompok massa yang bergerak dari arah lain membakar semua bus di
Jalan Surabaya. Di tengah-tengah "perang batu" aparat Kepolisian dengan mengendarai
ambulans mengadakan negosiasi dengan pendukung Megawati yang disusul oleh Komando
Kodim 0501. Dua panser bergerak dari jalan Surabaya menuju kearah keributan. Menjelang
pukul 09.00 masa pendukung Suryadi berhasil memasuki halaman gedung. Pendukung Megawati
terdesak, aparat kepolisian bergerak memisahkan mereka dan menutupi jalan antara Jalan dan
Pegangsaan. Puluhan korban berjatuhan. Pendukung Megawati yang terkonsentrasi di depan
gedung bioskop Megaria, mencoba menembus barikade Polisi. Massa kemudian mundur kearah
Cikini, Salemba dan Jalan proklamasi. Massa yang mundur kearah Salemba dan Matraman
merusak dan membakar kantor Persit / Chandra Kirana, gedung Departemen Pertanian berserta
mobil yang berada di dalamnya. Mereka juga merusak dan membakar gedung Darmek, Bank
Keswan, dan Bank Swarsarindo. Sebagian massa melempari kantor Polsek Matraman. Massa
yang bergerak kearah Kramat Raya membakar Show-room Toyota Auto 2000 yang berada
disebelahnya juga tidak luput dari amukan massa, dan merusak gedung Bank Bumi Daya dan
Bank Dagang Negara. Ribuan massa terus bergerak ke arah Matraman. Dengan tembakan ke
udara, massa mulai tercerai-berai. Sebagian ke arah Pramuka, sebagian lagi ke arah Proyek
Perdagangan Senen. Sebelumnya, seorang polisi kelihatan memegangi kepalanya yang bocor
kena lemparan batu. Massa yang bergerak ke sekitar Jalan Proklamasi merusak gedung Telkom,
persis di depan jalan tempat Proyek Apartemen Menteng. Mereka menjadi satu kerumunan besar
di pos polisi di bawah jembatan kereta api layang. Belum lagi masa dari arah selatan di bawah
jembatan layang kereta api yang sebelumnya dipukul mundur, sudah mulai bergerak maju dan
menjadi satu kembali dengan massa besar tadi.mimbar besar pun di gelar. Helikopter polisi terus
memantau massa yang mulai mengadakan mimbar bebas. Dipandu aktivis pemuda, mimbar
bebas menjadi ajang umpatan pada aparat keamanan, dan sanjungan untuk Mega "Mega Pasti
menang" terus terdengar. Masa yang masih di dalam pagar lintasan kereta api mulai merobohkan
pagar besi. Lantas menyatu dengan massa peserta mimbar bebas. Jalan Panataran dan membakar
23 mobil. Dua toko di Jalan Proklamasi juga di bakar. Massa yang mundur lewat Jalan Cikini
merusak gedung Bank BHS. Sementara itu, aksi pendukung Megawati masih berlanjut sampai
hari Minggu tanggal 28 juli. Melihat peristiwa kerusuhan ini pemerintah bereaksi keras, Kepala
Staf Sospol ABRI Syarwan Hamid dan Dirjen Sospol Depdagri Sutoyo N.K. mengundang
sejumlah organisasi massa ke Departemen Dalam Negeri. Mereka menyatakan bahwa peristiwa
kerusuhan itu berkembang bukan lagi murni masalah intern PDI, melainkan sudah meluas
dengan masuknya pelbagai kepentingan yang beraliansi dengan pimpinan PDI. Sejumlah 240
orang di tangkap dan 120 orang di nyatakan sebagai tersangka.

Peristiwa itu berlanjut dengan diburu dan ditangkapnya beberapa orang aktivis PDI yang
ditahan oleh Kejaksaan agung, antara lain, Mochtar Pakpahan, Pimpinan Serikat Buruh
Indonesia(SBS) dan tokoh-tokoh Partai Rakyat Demokratik (PRD), tokoh majelis Rakyat
Indonesia (MARI) Ridwan Saidi, Permadi, Budiman Sujatmiko, dan Petrus Haryanto. Yang
dianggap telah melecehkan Presiden. sehingga mereka dituntut dengan Undang-Undang anti-
subversif. Motif politik dalam kasus ini sangat jelas. Bahkan, dalam pengakuan ketua PDI,
Soerjadi dikatakan bahwa penyerbuan dilakukan oleh Brimob dan TNI yang berpakaian PDI.

Selain pimpinan-pimpinan ini yang ditahan, tidak menutup kemungkinan adanya korban
yang ditimbulkan akibat peristiwa ini. Berdasarkan penelitian Komnas HAM, 70 orang
dinyatakan hilang dan 149 orang luka-luka. Kerugian material meliputi 22 gedung dan 91 mobil
dibakar, serta 2 sepeda motor rusak. Ini sekali lagi membuktikan kepada kita betapa perlunya
adanya penyatuan didalam perbedaan. Banyak insiden-insiden yang terjadi dilatarbelakangi oleh
beberapa faktor. Pengamatan yang lebih cermat memperlihatkan bahwa ada kecenderungan
sasaran aksi kerusuhan lebih didomonasi 78% oleh masyarakat atau kerusuhan yang bersifat
komunal (SARA).

2.1 KRONOLOGI PERISTIWA

 01:00

Di Markas PDI ada sekitar 300 orang yang berjaga--suatu kebiasaan dilakukan
sejak Kongres Medan lalu. Di luar pagar, ada sekitar 50 orang. Satgas dan simpatisan
Megawati mulai terlelap dan sebagian ada yang bermain catur di pinggir pelataran kantor
dan juga di Jalan Diponegoro dengan beralaskan terpal.

 03:00

Para pendukung Mega mulai mencium sesuatu bakal terjadi, setelah patroli mobil
polisi berkali-kali melintas. Sebagian dari mereka mencoba memantau keadaan dari
jembatan kereta api Cikini.

 05:00

Serombongan pasukan berbaju merah, kaus PDI, bergerak menuju Diponegoro 58.
Konon mereka diangkut dengan delapan truk.

 06:15

Pasukan berkaus merah tadi akhirnya sampai di depan Kantor PDI dan kedatangan
mereka disambut para pendukung Mega dengan lemparan batu. Pasukan merah tadi pun
membalas dengan batu dan lontaran api. Maka, spanduk yang menutupi hampir semua
bagian depan Kantor PDI terbakar ludes. Bentrok fisik pun tak terhindarkan. Sebuah
sumber mengatakan ada 4 orang tewas, tapi angka ini belum dikonfirmasi. Semua jalan
menuju ke arah Diponegoro sudah diblokir oleh kesatuan polisi.
Perempatan Matraman menuju ke Jalan Proklamasi ditutup dengan seng-seng Dinas
Pekerjaan Umum yang sedang dipakai dalam pembangunan jembatan layang Pramuka-
Jalan Tambak.

Massa sudah berkumpul di depan Bank BII Megaria. Sedang di samping pos polisi
sudah bersiap dua mobil anti huru-hara dan empat mobil pemadam kebakaran persis di
depan DPP PDI. Polisi anti huru-hara terlihat ketat di belakang mobil anti huru-hara dan di
depan Kantor PDI.

 09:15

Di samping Kantor PDI (dan PPP) terlihat massa -- yang tampaknya bukan dari
PDI -- sedang baku lempar batu denganABRI yang bertameng dan bersenjatakan
pentungan. Massa terus melawan dengan melempar batu.

 09:24

Massa di belakang Gedung SMPN 8 dan 9, di samping Kantor PDI dan PPP, mulai
terdesak mundur ketika ada bantuan pasukan yang tadinya hanya berjaga-jaga di bawah
jembatan kereta api. Mereka dipukul mundur sampai di belakangGedung Proklamasi. Tiga
wartawan foto mulai membidik massa yang lari tunggang langgang, Sedang salah seorang
wartawan foto mendekati pasukan loreng dan berusaha mengambil gambar. Tiba-tiba
seorang wartawan foto -- yang belakangan diketahui bernama Sukma dari majalah
Ummat -- terlihat dipukuli pasukan loreng dan diseret bajunya (Lihat berita KOMPAS, 29
Juli 1996). Dari sana Sukma -- dengan menarik bajunya -- dibawa ke belakang Gedung
SMP 8 dan 9 Jakarta, tempat pasukan loreng berkumpul yang berjarak 300 meter dari
tempat pertama pemukulan.

 09:35

Massa di depan Megaria yang diblokade pasukan polisi anti huru-hara, melempar
batu ketika mobil ambulans dari Sub Dinas Kebakaran Jakarta yang meluncur dari kantor
DPP PDI mencoba menerobos kerumanan massa dan polisi di depan Bank BII di pertigaan
Megaria. Massa yang berada di depan gedung bioskop Megaria dan Bank BII, berteriak-
teriak dan bernyanyi, "Mega pasti menang, pasti menang, pasti menang".

 09:45

Wartawan dalam dan luar negeri, yang sedari pagi berkumpul di depan pos polisi,
mulai dihalau oleh pasukan anti huru-hara menuju kerumunan massa di depan Bank BII.
Saat itu juga terlihat kepulan asap hitam membubung dari DPP PDI. Salah seorang satgas
PDI pro Mega mengatakan bahwa sebagian Kantor PDI sempat dibakar dan arsip-arsip di
dalam kantor sudah dimusnahkan. Korban tewas dari PDI pro Megawati yang berada di
DPP diperkirakan empat orang. Sekitar 300 orang luka parah, 50 orang diantaranya dari
cabang-cabang Jawa Timur yang tengah berjaga-jaga di Kantor PDI.

Jalan Diponegoro di depan DPP PDI mulai dibersihkan dari batu-batu dan bekas
kebakaran. Seonggok bangkai mobil dan motor yang terbakar juga disiram dan berada
persis di depan pintu masuk Kantor PDI.

 11:30

Ribuan massa terus bertambah dan terpisah letaknya di 3 tempat. Yaitu di depan
Bioskop Megaria, di depan BII, serta di depan Telkom, persis di depan jalan tempat Proyek
Apartemen Menteng. Mereka menjadi satu kerumunan besar di pos polisi di bawah
jembatan kereta api layang. Belum lagi massa dari arah Selatan di bawah jembatan layang
kereta api yang sebelumnya dipukul mundur, sudah mulai bergerak maju dan menjadi satu
kembali dengan massa besar tadi. Mimbar bebas pun digelar. Helikopter polisi terus
memantau massa yang mulai mengadakan mimbar bebas. Dipandu aktivis pemuda,
mimbar bebas menjadi ajang umpatan pada aparat keamanan, dan sanjungan untuk Mega.
"Mega pasti menang, pasti menang, pasti menang.....," terus terdengar. Massa yang masih
di dalam pagar lintasan kereta api mulai merobohkan pagar besi, lantas menyatu dengan
massa peserta mimbar bebas.
 11:40

Massa yang berada di dalam pagar lintasan kereta api mulai melempar batu ke arah
aparat yang sudah berjaga-jaga di depan SMP 8 dan 9 Jakarta. Terdengar dari kejauhan
massa di mimbar bebas terus berteriak mengecam aparat berseragam loreng. Batu-batu
yang beterbangan membuat wartawan berlindung di belakang blokade polisi dan sebagian
lagi menyelamatkan diri dengan berlindung di mobil anti huru-hara.
Pihak kepolisian Jakarta Pusat berusaha menenangkan massa yang melempari
pasukan dari Yon Kavaleri VII dan Yon Armed 7 Jayakarta. Massa yang terus bergerak
membuat pasukan berseragam loreng bertahan di sekitar Jalan Pegangsaan Timur.
Di depan pos polisi, massa yang terus bertambah jumlahnya memenuhi pentas
mimbar bebas. Massa di depan bioskop Megaria merobohkan pagar besi pembatas jalan
dan bergabung menyaksikan mimbar bebas. Salah seorang tampak berdiri di tengah
lingkaran massa dengan membawa tongkat berbendera Merah Putih yang dikibarkan
setengah tinggi tongkat. Dia berteriak, "Kita di sini menjadi saksi sejarah. Kawan-kawan
kita mati di dalam Kantor PDI. Kita harus menunggu komando langsung dari Ibu Mega,"
teriaknya lantang. Yang lain menyanyikan, "Satu komando..... satu tindakan." Kemudian
ada doa bersama untuk mereka yang tewas.

 12:40

Pihak keamanan meminta utusan mimbar bebas untuk bersama-sama pihak


keamanan masuk melihat situasi di dalam Kantor PDI. Lima orang akhirnya dipilih,
sementara mimbar bebas terus berjalan.

 12:45

Bantuan polisi dari satuan Sabhara Polda Metro Jaya mulai berdatangan memenuhi
jalan depan Kantor PDI. Sedang lima orang utusan di bawah pimpinan Drs. Abdurrahman
Saleh, bekas pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, masuk ke dalam
kantor DPP yang porak poranda. Sekitar lima menit berada di dalam Kantor PDI, lima
utusan tadi ke luar. Salah seorang wakil utusan, ketika ditanya TEMPO Interaktif tentang
bagaimana kondisi di dalam kantor DPP, mengatakan, "Di dalam tidak ada apa-apa; darah
berceceran di semua ruangan." Orang ini bercerita sambil menahan tangis; matanya sarat
air mata, sambil membawa jaket merah PDI bernama dada Nico Daryanto, mantan
Sekretaris Jenderal PDI, dan satu spanduk merah.
V? NKelima utusan tersebut didaulat naik ke atas mobil anti huru-hara untuk
melaporkan keadaan di dalam gedung. Baru beberapa kata terucap dari utusan tadi, sebuah
batu melayang entah darimana dan mengenai tangan seorang utusan yang berdiri di atas
mobil anti huru-hara. Akhirnya, laporan keadaan Kantor PDI berhenti sampai di situ.

 13:52

Pengacara Megawati, RO Tambunan, berpidato di depan Kantor PDI. Dia


mengatakan, "Kita menduduki Kantor DPP karena Megawati adalah pimpinan yang syah.
Negara ini adalah negara hukum, jadi tunggu proses hukum selesai," katanya keras. Yang
dimaksud Tambunan adalah proses hukum berupa tuntutan Megawati ke alamat Soerjadi
dan sejumlah pejabat pemerintah di pengadilan yang sampai kini masih disidangkan,
sehingga status Kantor PDI belum diputuskan.
Menurut RO Tambunan, Kapolres Jakarta Pusat sudah berjanji tidak seorang pun
diperkenankan masuk, termasuk kubu Soerjadi. Barang-barang tak satu pun boleh keluar
dari dalam kantor; pihak pengacara akan mendaftar barang-barang DPP. "Ini negara
hukum, kita harus turuti perintah hukum," ujar Tambunan.

 14:05

Soetardjo Soerjogoeritno, salah satu pimpinan DPP PDI yang pro Megawati, tiba-
tiba terlihat berjalan mendekati Kantor PDI. Sesaat kemudian Soerjogoeritno bicara dengan
Kapolres Jakarta Pusat soal status Kantor PDI.
Massa yang mencoba mendekati Soerjogoeritno dihalau anggota Brimob yang
bersiaga dengan anjing pelacak. Tapi, melihat ribuan orang, dua anjing herder itu tak
berani bergerak mengejar massa. Massa makin berani. "Kami ini manusia, kok dikasih
anjing," kata seseorang marah. Siang itu pula setumpuk koran Terbit yang memberitakan
Kantor DPP PDI Diserbu, ramai-ramai dirobek-robek.
 14:29

Hujan batu terjadi. Massa yang di berada depan pos polisi melempari barikade
polisi anti huru-hara. Satuan anti kerusuhan itu terpaksa mundur dan berlindung dari hujan
batu. Mobil anti huru-hara yang tetap nongkrong di bawah jembatan layang dilempari batu
bertubi-tubi. Dua lapis barisan polisi dan tentara bergerak maju. Dengan tameng dan
tongkat mereka merangsek maju menghalau massa. Maka, ribuan orang itu beringsut
mundur ke arah Salemba.
Ada sekitar 100 orang yang berlindung di dalam gedung Kedutaan Besar Palestina,
persis di depan Kantor PDI. Di samping Kantor PDI, di Kantor PPP, terlihat puluhan
wartawan berkumpul. Sementara itu, polisi dan tentara mengejar massa sampai di depan
Rumah Sakit Cipto (RSCM). Beberapa orang terlihat dipentung dengan rotan. Seorang
siswa STM 1 Jakarta, menangis di depan bioskop Megaria -- lengannya patah ketika
menangkis pukulan dan pentungan petugas. Di depan Megaria itu suasananya gaduh,
ambulans meraung-raung terus menerus. Korban-korban yang bocor kepalanya dan luka-
luka diseret ke depan Kantor PDI dan menjadi bidikan foto wartawan.

 15:00

Enam buah panser mulai berdatangan di depan pos polisi Megaria. Persis di depan
Rumah Sakit Cipto (RSCM), sebuah bus tingkat dibakar massa. Tak jauh dari bus yang
terbakar, satu lagi bus PPD nomor trayek 40, disiram bensin dan dibakar dengan sebuah
korek api. Terbakarlah bus jurusan Kampung Rambutan-Kota itu.

 15:37

Persis di depan Fakultas Kedokteran UI Salemba, sebuah bus Patas PPD nomor
trayek 2, habis terbakar. Ribuan massa mulai mencabuti rambu-rambu lalu lintas dan
menghancurkan lampu lalu-lintas di pertigaan Salemba. Asrama Kowad -- yaitu gedung
Persit Kartika Candra Kirana -- merupakan gedung pertama yang diamuk massa. Pertama-
tama dengan lemparan batu dari luar, kemudian massa masuk ke halaman, dan membakar
gedung tersebut. Sebuah kendaraan jip yang diparkir di halaman dibakar massa,
menimbulkan api yang besar.
Wisma Honda yang terletak di sebelah Barat gedung Persit, tak luput dari lemparan
batu. Tapi, beberapa jam kemudian, gedung Honda itu pun habis dilalap si jago merah.
Massa kemudian bergerak ke arah Selatan dan membakar Gedung Departemen Pertanian
yang berlantai delapan. Sebuah sedan Mercy juga dibakar habis.

 15:55

Massa terus bergerak ke arah Matraman. Maka, beberapa gedung pun jadi korban
amukan api yang disulut massa. Pertama-tama gedung Bank Swansarindo Internasional.
Api yang berasal dari karpet lantai dan korden jendela kaca itu dengan cepat merambat ke
atas gedung berlantai lima ini. Show room Auto 2000 yang berada disebelahnya juga tidak
luput dari amukan massa dan dibakar beserta mobil yang dipamerkan di dalamnya.
Selanjutnya Bank Mayapada juga dibakar massa.
Ribuan massa terus bergerak ke arah Matraman. Dengan tembakan ke udara, massa
mulai tercerai-berai. Sebagian ke arah Pramuka, sebagian lagi ke arah Proyek Perdagangan
Senen. Sebelumnya, seorang polisi kelihatan memegangi kepalanya yang bocor kena
lemparan batu. Dia berkata kepada seorang rekannya yang berseragam loreng, "Bapak
yang bawa senjata ke depan saja Pak."

 16:19

Massa rupanya melempari Bank BHS di Jalan Matraman. Kelihatan api mulai
menyala di samping gedung BHS, tetapi tidak sampai menyentuh gedung bank itu karena
sepasukan tentara berbaret hitam dengan tronton pengangkut pasukan segera tiba.
Sedangkan jalan Salemba Raya terlihat gelap. Asap hitam tebal dari gedung Bank
Mayapada dan Auto 2000 membubung ke udara. Massa yang bergerak ke arah Salemba
inilah yang kemudian membakar gedung Darmex, Gedung Telkom, terus sampai ke arah
Senen. Namun mereka dihalau panser tentara dan gagal mencapai Senen.

 16:33

Tiga panser didatangkan ke perempatan Matraman. Panser ini berhasil


membubarkan massa yang merusak semua rambu-rambu lalu lintas.
 19:00

Massa di Jalan Proklamasi mulai berkerumun. Tak lama kemudian mereka


membakar toko Circle K, Studio SS Foto, dan beberapa bangunan lagi. Aksi dikabarkan
berlangsung sampai pukul 01.00 dinihari.
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Peristiwa 27 Juli 1996 telah dimulai sejak pelaksanaan kongres “Medan” yang dibiayai
dan langsung difasilitasi Pemerintah/ABRI. Kongres tersebut melengserkan Megawati dan
mendaulat Soerjadi sebagai Ketua Umum PDIP. Hal ini terjadi karena Soeharto khawatir
Megawati akan maju sebagai calon Presiden dalam sidang MPR tahun 1998. Hal tersebut sangat
menakutkan Soeharto sehingga ia merasa perlu melakukan tindakan pencegahan. Tindakan
pencegahan yang dilakukan Soeharto dengan mendudukan Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI
tersebut ternyata mendapat perlawanan keras dari pendukung Megawati di berbagai daerah.
Kantor DPP PDI di Jl. Diponegoro 58 Jakarta menjadi pusat pergerakan dan dikuasai oleh
pendukung Megawati. Sehari sebelum kongres Medan, Pada tanggal 20 Juni, sekitar 10 ribu
banteng PDI turun ke jalan dari Kantor PDI ke lapangan Monas. Kericuhan tak terhindari terjadi
di depan stasiun Gambir antara simpatisan dan aparat, mengakibatkan banyak korban. Setelah
insiden itu Pangdam Jaya Mayjen Sutiyoso membuat kesepakatan dengan Megawati yang intinya
memperbolehkan pendukung Mega melakukan aktifitas di halaman kantor PDI. Kesempatan itu
digunakan pengurus PDI untuk menggelar mimbar Demokrasi. Dalam mimbar itu simpatisan
PDI diperbolehkan pidato dan menyampaikan pikirannya.

Sebanyak 300 orang pendukung Megawati yang berada dalam kantor PDI di Jalan
Diponegoro 58 diserang dengan lemparan api dan lontaran api oleh ratusan orang, juga berkaus
merah, yang datang dengan menaiki 8 truk sejak pukul 6.15 pagi WIB. Terjadi perang batu,
spanduk yang menutupi gedung terbakar habis, dan akhirnya pasukan penyerang memasuki
kantor PDI itu. Sedikitnya lima orang tewas dan ratusan luka-luka dalam bentrokan tersebut.

Semua jalan ke arah Diponegoro diblokade pihak kepolisian. Perempatan Matraman


menuju Jalan Proklamasi ditutup dengan seng-seng Dinas PU yang sedang dipakai dalam
pembangunan jembatan layang Pramuka–Jalan Tambak. Pukul 12.45 WIB sebanyak lima orang
antara lain dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia diperbolehkan polisi masuk ke
kantor PDI yang sudah porak-poranda itu. Mereka keluar dan melaporkan bahwa di dalam sudah
tidak ada orang kecuali darah yang berceceran di mana-mana. Sore hari sampai malam,
kerusuhan berlanjut yang diikuti dengan pembakaran gedung/ perkantoran di Jalan Matraman
dan Salemba.

Pengadilan Koneksitas yang digelar pada era Presiden Megawati hanya mampu
membuktikan seorang buruh bernama Jonathan Marpaung yang terbukti mengerahkan massa dan
melempar batu ke Kantor PDI. Ia dihukum dua bulan sepuluh hari, sementara dua perwira militer
yang diadili, Kol CZI Budi Purnama (mantan Komandan Detasemen Intel Kodam Jaya) dan
Letnan Satu (Inf) Suharto (mantan Komandan Kompi C Detasemen Intel Kodam Jaya) divonis
bebas.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_27_Juli
http://wartasejarah.blogspot.co.id/2014/12/tragedi-27-juli-1996.html
http://budisansblog.blogspot.co.id/2012/07/pelajaran-dari-kasus-kudatuli.html
https://santijehannanda.wordpress.com/2014/10/09/27-juli-1996/

Anda mungkin juga menyukai