Anda di halaman 1dari 12

Stabilisasi Politik dan

Keamanan sebagai
Dasar Pembangunan
We Are the Third Group :
1. Ai Sarah Nur Aulia
2. Lusi Febrianti
3. Zulfa Khoerunnisa
4. Perdiansah

~SejarahIndonesia ~
Orde Baru
mencanangkan berbagai
konsep dan aktivitas
pembangunan nasional
01 yang berorientasi pada
kesejahteraan
masyarakat. Langkah
pertama melaksanakan
pembangunan nasional
tersebut adalah dengan
membentuk kabinet
pembangunan I pada 6
Juni 1968.
Program itu dikenal dengan sebutan Pancakrida Kabinet Pembangunan,
yang berisi:
1). Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat mutlak
berhasilnya Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan Pemilihan
Umum (Pemilu);
2). Menyusun dan merencanakan Repelita;
3). Melaksanakan Pemilu selambat-lambatnya pada Juli 1971;
4). Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan
mengikis habis sisa-sisa G 30/S/PKI dan setiap bentuk rongrongan
penyelewengan, serta pengkhianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945;
dan
5). Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh
aparatur negara baik di pusat maupun di daerah dari unsur-unsur
komunisme.
Dalam rangka menciptakan kondisi politik
yang stabil dan kondusif bagi terlaksananya
amanah rakyat melalui TAP MPRS No.
IX/MPRS/1966, yaitu melaksanakan
Pemilu, pemerintah OrBa melakukan
`pelemahan’ atau mengeliminasi kekuatan-
kekuatan yang secara historis dinilai
berpotensi mengganggu stabilitas dan
merongrong kewibawaan pemerintah.
Pemerintahan Soeharto juga menciptakan
kekuatan politik sipil baru yang dalam
pandangannya lebih mudah dikendalikan
Pemerintah juga diharapkan melaksanakan
Pemilu pada tahun 1968. Namun karena berbagai
pertimbangan politik dan keamanan, Pemilu baru
dapat diselenggarakan pada 1971. Peserta
Pemilu ditetapkan melalui Keputusan Presiden
No. 23 tanggal 23 Mei 1970. Jumlah parpol yang
diijinkan ikut serta dalam pemilu adalah 9 parpol,
yaitu: NU, Parmusi, PSII, Perti, Partai Kristen
Indonesia, Partai Khatolik, Partai Murba, dan IPKI
ditambah dengan Golkar.
Pada akhir tahun 1971, pemerintah Orde Baru
melemparkan gagasan penyederhanaan partai politik
dengan alasan-alasan tertentu, seperti kasus pada
masa “ Demokrasi Parlementer”. Pada awalnya,
banyak parpol yang menolak gagasan itu yang sedikit
banyak dinilai telah menutup aspirasi kebebasan
berkumpul dan berserikat yang dijamin oleh UUD
1945.
Realisasi penyederhanaan partai tersebut
dilaksanakan melalui sidang Umum MPR tahun 1973.
Sembilan partai yang ada berfusi ke dalam dua partai
baru, yaitu PPP dan PDI.
PPP = NU, Parmusi, PSII, dan Perti
PDI = PNI, Parkindo, Partai Khatolik, Partai Murba, dan
IPKI.
Di samping melakukan penyederhanaan partai,
pemerintah menetapkan pula konsep “massa
mengambang”.
Pemerintah Orde Baru berhasil
melaksanakan Pemilu sebanyak
enam kali yang diselenggarakan
setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun
1971,1977,1982,1987,1992, dan
1997. Semua Pemilu yang dilakukan
pada masa Orde Baru dimenangkan
oleh Golkar (monoloyalitas).
Kekuatan-kekuatan penyokong
Golkar adalah aparat pemerintah
(PNS) dan Angkatan Bersenjatan
Republik Indonesia (ABRI). Jadi,
Golkar dengan leluasa menjangkau
masyarakat luas di berbagai tempat
dan tingkatan.
Pemilu-pemilu tersebut berlangsung dengan slogan
“Luber” (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia). Suara-
suara ketidakpuasan dari masyarakat terhadap demokrasi
dikesampingan.
Selain melakukan depolitisasi terhadap orsospol,
depolitisasi juga diberlakukan di dunia pendidikan,
terutama setelah terjadinya peristiwa Malapetaka Lima
Belas Januari (Malari) tahun 1974.
- Peristiwa 15 Januari 1974
Menjelang kedatangan PM Jepang Kakuei Tanaka, pada
15 Januari 1974 di Jakarta terjadi demonstrasi besar-
besaran mahasiswa yang disusul dengan aksi anarki.
Proyek Senen, gedung Toyota Astra, sejumlah toko milik
pedagang Tionghoa di Jalan Hayam Wuruk, Gajah Mada,
Glodok, dan Cempaka Putih, terbakar habis karena aksi
tersebut.
Peristiwa itu diawali oleh kegiatan para aktivis mahasiswa yang
tergabung dalam grup-grup diskusi yang mengkritisi berbagai
kebijakan pemerintah. Kritik-kritik mahasiswa terhadap kebijakan
pemerintah mulai terjadi sejak awal tahun 1970-an, berawal dari grup-
grup diskusi di kampus Universitas Indonesia (Salemba), berlanjut
dengan keputusan para mahasiswa untuk melakukan demonstrasi
menentang kenaikan harga bensin dan menuntut pemberantasan
korupsi. Para mahasiswa juga meminta pemerintah untuk meninjau
kembali strategi pembangunan yang hanya menguntungkan kaum kaya.

Untuk meredam gerakan mahasiswa, dikeluarkan SK/028/1974 tentang


petunjuk-petunjuk Kebijaksanaan dalam Rangka Pembinaan
Kehidupan Kampus Perguruan Tinggi. Demonstrasi dilarang. Kegiatan
kemahasiswaan difokuskan pada bidang penalaran seperti diskusi dan
seminar.
Pemerintah Orde Baru menghimpun energi semua komponen bangsa ke
dalam agenda bersama yang diformulasikan dalam bentuk Trilogi
Pembangunan.

Pemerataan pembangunan
Stabilisasi nasional Pertumbuhan ekonomi dan hasil-hasilnya mmenuju
yang sehat dan dinamis yang cukup tinggi kepada tterciptanya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat
Trilogi Pembangunan itu tidak lain merupakan
suatu rencana bangsa Indonesia yang digelorakan
Presiden Soeharto untuk mewujudkan tujuan
negara sebagaimana amanat pembukaan UUD
1945.
Stabilitas nasional sendiri meliputi stabilitas
keamanan, ekonomi dan politik. Stabilitas
nasional bukan hanya merupakan prasyarat
terselenggaranya pembangunan, akan tetapi
merupakan amanat sila kedua Pancasila untuk
terwujudnya “Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab”.
Dari semua usaha-usaha yang dilakukan oleh
Presiden Soeharto pada masa awal
pemerintahannya, semuanya bertujuan untuk
menggerakan jalannya kegiatan pembangunan
ekonomi. Pembangunan ekonomi bisa berjalan
dengan baik jika ada stabilitas politik dan
keamanan.
Sekian dan Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai