Anda di halaman 1dari 15

Pacu Jalur (Kuantan Singingi, Riau)

Asal Usul dan Perkembangan


Kuantan Singingi adalah sebuah daerah yang secara administratif termasuk dalam Provinsi
Riau. Daerahnya banyak memiliki sungai. Kondisi geografis yang demikian, pada gilirannya
membuat sebagian besar masyarakatnya memerlukan jalur1 sebagai alat transportasi
Kemudian, muncul jalur-jalur yang diberi ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, buaya,
atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayung-nya. Selain itu, ditambah lagi
dengan perlengkapan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) serta
lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri). Perubahan tersebut sekaligus menandai
perkembangan fungsi jalur menjadi tidak sekadar alat angkut, namun juga menunjukkan
identitas sosial. Sebab, hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan datuk-datuk saja yang
mengendarai jalur berhias itu. Perkembangan selanjutnya (kurang lebih 100 tahun kemudian),
jalur tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi dan simbol status sosial seseorang, tetapi
diadu kecepatannya melalui sebuah lomba. Dan, lomba itu oleh masyarakat stempat disebut
sebagai “pacu jajur”.

Pada awalnya pacu jalur diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang Sungai Kuantan


untuk memperingati hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Idul Fitri, atau
Tahun Baru 1 Muharam. Ketika itu setiap perlombaan tidak selalu diikuti dengan pemberian
hadiah. Artinya, ada kampung yang menyediakan hadiah dan ada yang tidak
menyediakannya. Lomba yang tidak menyediakan hadiah diakhiri dengan acara makan
bersama. Adapun jenis makanannya adalah makanan tradisional setempat, seperti: konji,
godok, lopek, paniaran, lida kambing, dan buah golek. Sedangkan, lomba yang berhadiah,
penyelenggara mesti menyediakan empat buah marewa2 yang ukurannya berbeda-beda. Juara
I memperoleh ukuran yang besar dan juara IV memperoleh ukuran yang paling kecil. Namun,
dewasa ini hadiah tidak lagi berupa marewa tetapi berupa hewan ternak (sapi, kerbau, atau
kambing).

Ketika Belanda mulai memasuki daerah Riau (sekitar tahun 1905), tepatnya di kawasan yang
sekarang menjadi Kota Teluk Kuantan, mereka memanfaatkan pacu jalur dalam merayakan
hari ulang tahun Ratu Wilhelmina yang jatuh pada setiap tanggal 31 Agustus. Akibatnya,
pacu jalur tidak lagi dirayakan pada hari-hari raya umat Islam. Penduduk Teluk Kuantan
malah menganggap setiap perayaan HUT Ratu Wilhelmina itu sebagai datangnya tahun baru.
Oleh karena itu, sampai saat ini masih ada yang menyebut kegiatan pacu jalur sebagai pacu
tambaru. Kegiatan pacu jalur sempat terhenti di zaman Jepang. Namun, pada masa
kemerdekaan pacu jalur diadakan kembali secara rutin untuk memperingati hari ulang tahun
kemerdekaan Republik Indonesia (17- Agustusan).

Pemain
Pacu jalur hanya dilakukan oleh para laki-laki yang berusia antara 15--40 tahun secara
beregu. Setiap regu jumlah anggotanya antara 40--60 orang (bergantung dari ukuran jalur).
Anggota sebuah jalur disebut anak pacu, terdiri atas: tukang kayu, tukang concang
(komandan, pemberi aba-aba), tukang pinggang (juru mudi), tukang onjai (pemberi irama di
bagian kemudi dengan cara menggoyang-goyangkan badan) dan tukang tari yang membantu
tukang onjai memberi tekanan yang seimbang agar jalur berjungkat-jungkit secara teratur dan
berirama. Selain pemain, dalam lomba pacu jalur juga ada wasit dan juri yang bertugas
mengawasi jalannya perlombaan dan menetapkan pemenang.

Tempat Permainan
Pacu jalur biasanya dilakukan di Sungai Batang Kuantan. Sebagaimana telah dikatakan di
atas, Sungai Batang Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu
dan Kecamatan Cerenti di hilir, telah digunakan sebagai jalur pelayaran jalur sejak awal abad
ke-17. Dan, di sungai ini pulalah perlombaan pacu jalur pertama kali dilakukan. Sedangkan,
arena lomba pacu jalur bentuknya mengikuti aliran Sungai Batang Kuantan, dengan panjang
lintasan sekitar 1 km yang ditandai dengan tiga tiang pancang.

Peralatan Permainan
Peralatan permainan dalam pacu jalur, tentu saja adalah jalur yang dibuat dari batang kayu
utuh, tanpa dibelah-belah, dipotong-potong atau disambung-sambung. Panjang jalur antara
25--30 meter, dengan lebar ruang bagian tengah 11,25 meter. Bagian-bagian jalur terdiri atas:
(1) luan (haluan); (2) talingo (telinga depan); (3) panggar (tempat duduk); (4) pornik
(lambung); (5) ruang timbo (tempat menimba air); (6) talingo belakang; (7) kamudi (tempat
pengemudi); (8) lambai-lambai/selembayung (pegangan tukan onjor); (9) pandaro (bibit
jalur); (10) ular-ular (tempat duduk pedayung); (11) selembayung (ujung jalur berukir); dan
(13) panimbo (gayung air). Jalur dilengkapi pula dengan sebuah dayung untuk setiap pemain.

Bagian selembayung dan pinggir badan jalur biasanya berukir dan diberi warna semarak.
Motifnya bermacam-macam seperti: sulur-suluran, geometris, ombak, buruk dan bahkan
pesawat terbang. Tiap-tiap jalur mempunyai nama seperti: Naga Sakti, Gajah Tunggal,
Rawang Udang, Kompe Berangin, Bomber, Pelita, Orde Baru, Raja Kinantan, Kibasan Nago
Liar, Singa Kuantan Sungai Pinang, Dayung Serentak, Keramat Jati, Panggogar Alam, Tuah
di Kampuang Godang di Rantau, Ratu Dewa dan lain-lain. Tujuan dari pengukiran,
pewarnaan dan pemberian nama pada setiap jalur tersebut adalah agar dapat “tampil beda”
dari yang lain.

Untuk dapat membuat sebuah jalur-lomba yang biasanya mewakili desa, kecamatan atau
kabupaten, harus melalui proses yang cukup panjang dan melibatkan banyak orang. Sebagai
suatu proses, tentunya pembuatan jalur dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
Berikut ini adalah tahap-tahap yang mesti dilakukan dalam pembuatan sebuah perahu yang
oleh orang Kuantan Singingi disebut jalur.

Hal pertama yang dilakukan adalah menyusun rencana pembuatan jalur melalui musyawarah
atau rapek kampung yang dihadiri oleh berbagai unsur seperti pemuka adat, cendekiawan,
kaum ibu dan pemuda. Rapat ini biasanya dipimpin oleh seorang pemuka desa atau pemuka
adat. Bila kesepakatan telah dicapai, maka kegiatan selanjutnya adalah memilih jenis kayu.
Pohon yang dicari adalah banio atau kulim kuyiang yang panjangnya antara 25--30 meter
dengan garis tengah antara 1½ --2 meter. Kedua jenis pohon tersebut disamping kuat, tahan
air, juga dipercayai ada “penunggunya”. Setelah pohon yang memenuhi persyaratan
ditentukan, maka penebangan pun dilakukan. Akan tetapi, sebelumnya diadakan semacam
upacara persembahan kepada “penunggu” pohon agar pohon itu tidak hilang secara gaib.

Kayu yang sudah disemah oleh pawang, selanjutnya ditebang dengan kapak dan beliung.
Setelah itu, kayu diabung (dipotong) ujungnya menurut ukuran tertentu sesuai dengan
panjang jalur yang akan dibuat. Setelah diabung kedua ujungnya, kemudian kayu dikupas
kulitnya dan diukir pada bagian haluan, telinga, dan lambung. Apabila jalur sudah terbentuk,
maka langkah berikutnya adalah meratakan bagian depan (pendadan), yakni bagian atas kayu
yang memanjang dari pangkal sampai ke ujung. Kemudian disusul dengan tahap mencaruk
atau melubangi dan menghaluskan bagian dalam kayu dengan ketebalan tertentu. Selanjutnya
menggaliak atau membalikkan dan menelungkupkan kembali jalur untuk dibentuk dan
dihaluskan. Pekerjaan ini memerlukan perhitungan cermat sebab harus selalu menjaga
ketebalan jalur agar dapat seimbang ketika berada di air. Cara mengukurnya antara lain
dengan membuat lubang-lubang kakok atau bor yang kemudian ditutup lagi dengan semacam
pasak. Setelah terbentuk, maka jalur dibalikkan kembali dan kemudian dilanjutkan dengan
proses terakhir yaitu membuat haluan dan kemudi. Apabila haluan dan kemudi telah
terbentuk, maka jalur akan dibawa ke kampung untuk diasapi dan disertai dengan upacara
maelo jalur. Sebelum jalur diluncurkan ke sungai, ada suatu upacara lagi yang bertujuan agar
jalur dapat berlayar dengan baik ketika sudah berada di air.

Aturan Permainan
Pacu jalur dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu: (1) pacu antarbanjar atau dusun;
(2) pacu antardesa atau kelurahan; dan (3) pacu antarkecamatan yang ada di wilayah Kuantan
Sengingi. Aturan dalam ketiga tingkatan perlombaan pacu jalur tersebut tergolong mudah,
yaitu regu jalur yang dapat mencapai garis finish terlebih dahulu dari regu lain, dinyatakan
sebagai pemenangnya. Pertandingan pacu jalur biasanya dilakukan dengan dua sistem yaitu:
setengah kompetisi dan sistem gugur untuk menentukan pemenang pertama hingga keempat
dan sepuluh besar.

Jalannya Permainan
Perlombaan, baik antardusun, antardesa, maupun antarkecamatan, diawali dengan
membunyikan meriam. Meriam digunakan karena apabila memakai peluit tidak akan
terdengar oleh peserta lomba, mengingat luasnya arena pacu dan banyaknya penonton yang
menyaksikan perlombaan. Pada dentuman pertama jalur-jalur yang telah ditentukan
urutannya akan berjejer di garis start dengan anggota setiap regu telah berada di dalam jalur.
Pada dentuman kedua, mereka akan berada dalam posisi siap (berjaga-jaga) untuk mengayuh
dayung. Dan, setelah wasit membunyikan meriam untuk yang ketika kalinya, maka setiap
regu akan bergegas mendayung melalui jalur lintasan yang telah ditentukan. Sebagai catatan,
ukuran dan kapasitas jalur serta jumlah anak pacunya (peserta) dalam lomba ini tidak
dipersoalkan, karena ada anggapan bahwa penentu kemenangan sebuah jalur lebih banyak
ditentukan dari kekuatan magis yang ada pada kayu yang dijadikan jalur dan kekuatan
kesaktian sang pawang dalam “mengendalikan” jalur.

Dalam pertandingan jalur, apabila menerapkan sistem gugur, maka peserta yang kalah tidak
boleh turut bermain kembali. Sedangkan para pemenangnya akan diadu kembali untuk
mendapatkan pemenang utama. Namun apabila menggunakan sistem setengah kompetisi,
setiap regu akan bermain beberapa kali dan pada akhirnya regu yang selalu menang hingga
perlombaan terakhir akan menjadi juaranya.

Nilai Budaya
Nilai budaya yang terkandung dalam pacu jalur adalah: kerja keras, ketangkasan, keuletan,
kerja sama dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari semangat para pemain yang
berusaha agar jalurnya dapat mendahului jalur regu lain. Nilai ketangkasan dan keuletan
tercermin dari teknik-teknik yang dilakukan oleh anggota sebuah regu dalam menjalankan
jalur agar dapat melaju dengan cepat dan tidak tenggelam. Nilai kerja sama tercermin dari
anggota regu yang berusaha bersama-sama mengendalikan jalur agar dapat melaju cepat dan
memenangkan perlombaan. Nilai sportivitas tercermin tidak hanya dari sikap para pemain
yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menerima
kekalahan dengan lapang dada. (ali gufron)

Foto: http://arki-rifazka.blogspot.com/
Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Dierktorat Jenderal Kebudayaan. 1988. Aneka Ragam Hkasanah
Budaya Nusantara I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
http://64.203.71.11/kompas-cetak
http://www.tempointeraktif.com
http://www.riau.go.id
http://www.riauinfo.com
http://www.rokanhilir.go.id

1 Jalur adalah sebuah perahu yang pada awal abad ke-17 digunakan sebagai alat transportasi utama warga desa
di Rantau Kuantan yang berada di sepanjang Sungai Batang Kuantan (antara Kecamatan Hulu Kuantan di
bagian hulu dan Kecamatan Cerenti di hilir). Ketika itu transportasi darat belum berkembang, sehingga jalur
merupakan alat angkut penting bagi warga desa, terutama untuk mengangkut hasil bumi, seperti pisang dan
tebu. Selain itu, juga untuk mengangkut manusia (sekitar 40 orang).
2 Marewa adalah bendera kain berwarna-warni yang berbentuk segi tiga dan bagian tepinya direnda.
Pacu Jalur is the biggest annual festival in Kuantan Singingi regency especially in the capital
city of Taluk Kuantan district that located along the river Kuantan. In the beginning this even
is intended as an event commemorating the days of the Muslims like Maulid Nabi or
Prophet's Birthday, or the Hijri new year. But after the independence of Indonesia, this
festival is intended to celebrate the Independence Day of the Republic of Indonesia
Indonesia.

Pacu Jalur is a long boat rowing race, just like dragon boat race in Malaysia and Singapore.
The boat or a canoe is made of wooden tree that reach 25 to 40 meters. In the area of Taluk
Kuantan the term of that long boat is Jalur, and the crew is between 50-60 people.

Before the main event of "Pacu Jalur 'is started, it usually held entertainment performances
like singing and dancing performances to entertain all participants and surrounding
communities, especially those in Teluk Kuantan.

Pacu Jalur Tradition is held annualy during the anniversary of Indonesia's independence day,
this make Taluk Kuantan becomes more popular as a national tourist destination. The race
that contains of approximately 60 people at the Kuantan River is usually followed by the
local community, neighboring districts, it even participated by the neighboring countries such
as Malaysia, Singapore and Thailand.
Elang-laut dada-putih

Elang-laut dada-putih dengan nama latin Haliaeetus leucogaster dijuluki "mesin terbang"
hidup yang paling mengesankan di bumi ini, dan julukan itu bukannya tanpa alasan. Dengan
bentangan sayap sepanjang tiga meter, burung laut terbesar ini sanggup terbang hingga
kecepatan 115 kilometer per jam. Elang laut memang tampak kaku di darat, tetapi di angkasa
dia benar-benar anggun dan menakjubkan untuk dipandang. Elang laut dada putih adalah
burung yang di jadikan fauna identitas Kabupaten Jepara.

Karakteristik

Mempunyai panjang tubuh 70–85 cm, rentang sayap 178–218 cm dengan berat tubuh jantan
1,8 – 2,9 kg dan betina 2,5 – 3,9 kg. Bagian atas berwarna abu-abu kebiruan, sedangkan
bagian bawah, kepala dan leher berwarna putih. Iris coklat. Kuku, paruh dan sera berwarna
abu-abu. Tungkai tanpa bulu dan kaki berwarna abu-abu. Saat terbang, ekornya yang pendek
tampak berbentuk baji dan sayapnya terangangkat ke atas membentuk huruf V. Saat masih
muda atau juvenile, berwarna coklat seperti elang bondol muda. Biasanya elang ini bertelur 1
- 2 butir

Penyebaran

 Di Dunia : India, Asia Tenggara, Filipina, Indonesia dan tersebar luas di Australia
 Di Indonesia : Karimunjawa, Simeulue, Nias, Musala, Banyak, Batu dan Kepulauan Mentawai,
Sumatra, Riau dan Kepulauan Lingga, Bangka, Belitung, Kalimantan, Kepulauan Maratua,
Panaitan, Laut, Tinjil, Deli, Panaitan, Jawa, Bawean, Kepulauan Seribu Kepualauan Kangean,
Bali, Lombok, Moyo, Sumbawa, Komodo, Padar, Rinca, Palu, Flores, Ende, Besar, Lomblen,
Alor, Sumba, Roti, Timor, Lucipara, Kisar, Romang, Leti, Sermata dan Kepulauan Tanimbar,
Tanahjampea, Selayar, Kepualauan Kalaotoa, Sulawesi, Lembeh, Muna, Buton, Banggai, Sula,
dan Kepulauan Talaud, Ternate, Halmahera, Rau, Muor, Morotai, Bacan, Obi, Buru, Kelang,
Ambon, Seram, Manuk, Banda, Watubela, Tayandu, Kai, Kepulauan Aru, Waigeo dan Irian
Jaya.

Suara

Teriakannya nyaring seperti rangkong ”ah-ah-ah-…” seperti suara burung Gagak(Corvus


spp)

Habitat

Ditemukan di seluruh daerah, berputar-putar sendirian atau berkelompok di atas perairan.


Mengunjungi pesisir, sungai, rawa-rawa dan danau sampai ketinggian 3000 m.

Berbiak

Musim berbiak: Musim kawin di Pulau Kalimantan dan Asia tenggara Januari – Juli. Di Jawa
dan Sulawesi musim kawinnya adalah beberapa bulan (tetapi kebanyakan Mei – Oktober).
Sarang: sangat besar dengan lebar 1,2-1,5 m (bila digunakan secara menerus dapat mencapai
3 m) dan kedalaman 0,5 – 1,8 m. Terdiri dari dedaunan hijau, rerumputan dan rumput laut.
Jumlah Telur: Kebanyakan bertelur 2 butir, dengan masa pengeraman 40-45 hari.

Makanan

Makanannya cukup bervariasi, namun tidak seluruh jenis dimakan. Terutama memakan ular
laut, kura-kura dan penyu kecil, burung-burung air seperti penggunting laut, petrell, camar,
cikalang, pecuk dan cangak. Juga burung burung air besar seperti angsa-angsaan, bebek dan
belibis. Mamalia umumnya hewan pengerat domestik. Cara berburu jenis ini hampir
menyerupai Elang Bondol Haliastur indus yaitu terbang berputar sambil mengawasi
permukaan air dan seketika akan meluncur ke mangsanya begitu mangsa terlihat. Menangkap
mangsanya menggunakan kakinya yang kuat kemudian membawa mangsanya terbang. Dapat
membawa mangsa yang besar sambil terbang.

Status Perlindungan
Dilindungi Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan
Ekosistemnya, PP 7 dan 8 tahun 1999.
Elang Laut : Penguasa Langit Pesisir

By Sergei Anthonikov - July 27, 2014

-cdn1.arkive.org-

Elang laut adalah sebutan bagi burung pemangsa besar yang secara taksonomis masuk ke dalam
Ordo Falconiformes dan Genus Haliaeetus. Haliaeetus sendiri berasal dari Bahasa Yunani Hali yang
berarti garam dan Aietos yang berarti elang. Penamaan ini merujuk kepada hidup elang tersebut
yang berada di lingkungan yang mengandung garam. Genus Elang Laut beranggotakan delapan
spesies yang tersebar di seluruh dunia, dengan tiap - tiap daerah memiliki karakteristik elangnya
sendiri - sendiri. Meski hanya terdiri dari delapan spesies, elang laut bisa dibilang memiliki
karakteristik fisiologis dan morfologis yang beragam. Berikut adalah sedikit penjelasan dari
kedelapan jenis elang laut tersebut.

1. Elang Laut Steller (Haliaeetus pelagicus / Steller's Sea Eagle)


-joberts12.wikis.birmingham.k12.mi.us-

Elang laut ini dapat diidentifikasi dengan warna badannya yang ditutupi oleh bulu hitam dengan
bulu putih pada pundak , kaki, dan ekornya. Selain itu, elang ini juga merupakan elang laut terbesar
yang hidup hingga saat ini, dengan bentangan sayapnya hingga 2.5 meter dan berat hingga 9
kilogram. Persebaran elang laut jenis ini hanya terbatas di Asia timur laut saja, seperti di pesisir
Jepang, Korea, dan Russia Timur.

2. Elang Botak (Haliaeetus leucocephalus / Bald Eagle)

-www.baldeagles.org-

Elang laut ini dijadikan sebagai hewan nasional di Amerika Serikat. Elang laut ini tersebar luas di
Amerika Utara, mulai dari Amerika Serikat, Kanada, dan Alaska. Elang ini mempunyai bulu badan
berwarna cokelat kehitaman, dengan bulu ekor dan kepala berwarna putih. Elang ini memiliki
bentangan sayap hingga 2.3 meter dan berat hingga 6.3 kilogram.

3. Elang Laut Ekor Putih (Haliaeetus albicilia /White-tailed Eagle)


-www.birdwatchireland.ie-

Elang laut ini merupakan jenis elang laut yang memiliki persebaran yang luas, mencakupi Eropa
Timur, Skandinavia, Russia, Jepang, Korea, hingga sebagian India dan China. elang yang memiliki
bentang dayap hingga 2.45 meter dengan berat hingga 6.9 kg ini dapat diidrntifikasi dengan warna
bulu badannya yang berwarna cokelat dan ekornya yang berwarna putih.

4. Elang Laut Pallas (Haliaeetus leucoryphus / Pallas's Fish Eagle )

-orientalbirdimages.org-

Elang laut jenis ini memiliki ciri - ciri berupa bulu di sayap dan ujung ekorna yang berwarna hitam,
badan yang berwarna cokelat, Kepala berwara cokelat keputihan, dan sebagian ekornya yang
berwarna putih. Elang ini memiliki paruh dan kaki berwarna keabu-abuan. Burung yang memiliki
bentang sayap hingga 2.15 meter dan berat hingga 3.7 kilogram ini hidup di sekitar Laut Kaspia dan
Laut Kuning, bebrapa bahkan ditemukan bersarang di Teluk Persia dan Sungai Yamuna di India.
Belakangan diketahui bahwa elang ini juga mendiami lingkungan air tawar.

5. Elang Laut Madagaskar (Haliaeetus vociferoides / Madagascan Sea Eagle)

-www.africanraptors.org-

Mungkin elang ini sedikit mirip dengan Elang Laut Pallas, hanya saja elang ini memiliki tubuh yang
tertutupi oleh bulu berwarna kehitaman, dengan bulu berwarna putih di pipinya. Selain itu, paruh
dan kaki elang ini jga memiliki warna abu - abu gelap. Elang dengan bentang sayap hingga 1.8 m dan
berat hingga 3.5 kilogram ini memilik persebaran yang terbatas di pesisir utara Pulau Madagaskar
saja.

6. Elang Laut Afrika (Haliaeetus vocifer / African Fish Eagle)


-cdn1.arkive.org-

Elang ini merupakan burung Nasional di Negara Zimbabwe, Zambia, dan Sudan Selatan. Elang ini
memiliki karakteristik berupa bulu putih di ekor, kepala, dan dadanya. Sementara badannya
berwarna cokelat kemerahan dan ujung sayapnya berwarna hitam. Satu yang unik dari elang ini
adalah wajah elang ini tidak ditutupi oleh bulu seperti elang - elang lainnya. Elang yang tersebar luas
di Benua Afrka ini memiliki bentang sayap hingga 2.4 m dengan berat badan hingga 3.6 kg.

7. Elang Laut Sanford (Haliaeetus sanfordi / Sanford's Sea Eagle)

-ibc.lynxeds.com-

Elang laut ini memiliki persebaran yang sempit, hanya terbatas di Kepulauan Solomon saja. Elang
yang memiliki ukuran yang relatif kecil ini memiliki bentang sayap sepanjang 1.85 m dengan berat
2.7 kilogram saja. Elang ini memiliki karakteristik bulu kepalanya berwarna keputihan, perutnya
berwarna cokelat kemerahan, dan punggungnya berwarna cokelat kehitaman. Selain itu, elang ini
tergolong berbeda karena elang ini adalah satu - satunya jenis elang laut dari genus Haliaeetus yang
memilii bulu ekor berwarna hitam seluruhnya.
8. Elang Laut Dada Putih (Haliaeetus leucogaster / White-bellie Sea Eagle)

-upload.wikimedia.org-

Elang laut ini dapat dicirikan dengan warna hitam dan putih yang mendominasi tubuhnya. Elang
ini memiliki kepala, dada, perut, pundak, dan ujung ekor berwarna putih, sementara punggung,
ujung sayapdan sayap luarnya berwarna hitam. Elang ini memiliki bentang sayap hingga 2.2 meter
dengan berat badan hingga 4.5 kilogram. Elang yang memiliki persebaran mulai dari India, Asia
Tenggara (Meliputi Indonesia), dan Australia ini menjadi hewan maskot Kabupaten Jepara di
Indonesia dan Negeri Selangor di Malaysia.

Selain kedelapan jenis itu, terdapat pula satu jenis elang diluar genus Haliaeetus yang juga diberi
nama "Elang Laut" karena tempat hidupnya yang berada di wilayah pesisir dan memperoleh
makanan dari perairan laut. Jenis elang tersebut adalah Elang Bondol (Haliastur indus / Brahminy
Kite) yang dalam Bahasa Inggris juga disebut dengan Red-backed Sea Eagle karena bagian punggung
hewan ini yang berwarna cokelat kemerahan. Elang ini memiliki bulu sayap dan ekor yang berwarna
serupa dengan bulu di badannya, sementara kepala hingga dadanya berwarna putih. Elang ini
memiliki persebaran mulai dari India, Asia Tenggara, dan Australia. Di Indonesia, elang ini dikenal
karena menjadi fauna maskot Kota Jakarta.
-cdn1.arkive.org-

Elang laut adalah jenis burung yang umumnya bersifat teritorial, beberapa akan membentuk
sarang permanen dan tinggal disana selama masa hidupnya, meski elang laut ekor putih dan elang
laut steller akan melakukan migrasi saat musim dingin. Elang laut juga dikenal dengan sifatnya yang
monogami, dimana elang laut akan memiliki satu ekor pasangan saja, namun akan mencari pasangan
lain apabila pasangannya tersebut mati. Elang laut umumnya akan bersarang diatas pohon - pohon
besar ataupun bukit - bukit karang yang bisa menahan beban tubuhnya.

-cdn2.arkive.org-

Elang laut memakan berbagai jenis ikan pelagis, elang ini memang terkenal dengan metode
perburuannya, yakni mencakar ikan itu langsung di permukaan air dengan perhitungan yang tepat.
Elang laut juga seringkali akan melakukan "penyelaman" ke dalam air apabila ikan yang menjadi
mangsanya tidak bisa diraih dari permukaan. Elang laut akan menukikkan tubuhnya dengan
membentuk sudut sekitar 45 derajat dari permukaan air dan kemudian mengambil mangsanya
dengan paruhnya. Ketika berburu pada hari yang cerah, elang ini akan berburu menghadap menuju
arah matahari agar bayangan tubuhnya tidak menakuti ikan yang menjadi buruannya.
-www.calhouncountyjournal.com-

Selain memangsa ikan, hewan ini juga memangsa berbagai jenis hewan air, misalnya ular laut dan
mamalia air seperti anjing laut bagi elang yang hidup di daerah lintang tinggi. Selain itu, elang laut
juga memakan avertebrata air seperti udang, cumi - cumi, dan kerang - kerangan. Untuk memakan
kerang, hewan ini biasanya akan mencongkel kulit kerang untuk mendapatkan isinya, ataupun
menggunakan cara lain dengan menggenggam kerang tersebut dan terbang tinggi, hewan ini
kemudian menjatuhkan kerang tersebut untuk memecahkannya, sehingga ia dapat memakan
isinya. Selain itu, elang ini juga dikenal memburu burung laut dan serangga. Elang laut jga
mengambil keuntungan dari bangkai - bangkai yang tersapu hingga ke pesisir.

-wildography.co.uk-

Selain melalui perburuan, elang laut juga memperoleh makanan dengan cara mencuri. Elang laut
biasanya akan mencuri hasil buruan dari elang sejenisnya ataupun burung laut lainnya. Elang ini juga
akan mencuri telur - telur hewan lain apabila terdapat sarang yang sedang tidak dijaga oleh
penghuninya. Di Indonesia, elang laut dilindungi dalam Undang - Undang No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, dan PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan
Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

Anda mungkin juga menyukai