Anda di halaman 1dari 2

Kondisi Indonesia Pasca G30S/PKI

Pasca pemberontakan G-30-S/PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tanggal 30 September 1965
telah menimbulkan krisis kepemimpinan nasional yang berdampak buruk terhadap segala aspek
kehidupan masyarakat Indonesia. Kondisi ini menjadi pemicu munculnya gelombang
ketidakpercayaan masyarakat, terutama gerakan-gerakan mahasiswa terhadap kebijakan-
kebijakan yang dilaksanakan Presiden Ir. Sukarno dalam menangani persoalan-persoalan politik,
keamanan dan ekonomi pasca pemberontakan G-30-S/PKI (Partai Komunis Indonesia). Menjelang
akhir tahun 1965 pemerintah membuat kebijakan mendevaluasikan rupiah dan menaikkan harga
minyak bumi. Kebijakan tersebut menyulut demontrasi besar-besaran dikalangan mahasiswa. Pada
tanggal 10 Januari 1966 Mahasiswa melancarkan tuntutan 

Faktor yang melatarbelakangi tritura di awali dengan demonstransi yang telah dilakukan
masyarakat tetapi demo ini tidak di gubris oleh pemerintahan dan tidak sergap untuk segera
mengambil langkah yang tepat (keputusan dan tindakan) dalam menyelesaikan permasalahan
tersebut. Isi dari demonstransi kala itu tentunya juga menuntut agar PKI di bubarkan, memburuknya
ekonomi serta sistem politik Indonesia. Dalam semua tuntutan dari aksi para demonstran yang
paling menonjol ialah  penurunan harga sembako dikarenakan terpuruknya ekonomi Indonesia saat
itu.

Soeharto memenuhi tuntutan tersebut dan Soeharto mengeluarkan SURAT PERINTAH SEBELAS
MARET. Ir Soekarno memerintahkan Soeharto agar menerima dan mengambil tindakan yang tepat
guna mengambil langkah yang memberikan keamanan dan keteritaban Indonesia.

Tuntutan mahasiswa direspon oleh Team Pelaksana Musyawarah Exponen Angkatan ’45. Berita
Antara 14 Januari 1966 memberitakan bahwa Team tersebut telah mengemukakan pandangannya,
bahwa tuntutan para mahasiswa akhir-akhir ini melalui demonstrasi-demonstrasi perlu mendapat
sambutan baik atas dasar factor-faktor obyektif serta situasi kongrit dewasa ini. Tuntutan
mahasiswa yang tercermin dalam demonstrasi terus-menerus setiap hari dan dipimpin oleh
Kesatuan Aksi Mahsiswa Indonesia (KAMI) berpokok pada soal pembubaran PKI dan ormas-
ormasnya, retooling Kabinet Dwikora dan penurunan kenaikan tarif-harga.

 
Berlokasi di Bandung hari kamis tanggal 13 Januari 1966 terjadi demonstrasi yang diikuti kurang
lebih 2.000 mahasiswa dan pelajar untuk menuntut penurunan harga dan pembubaran PKI.
Awalnya demonstrasi tersebut nyaris tidak terkendali, akhirnya pihak keamanan dapat
membubarkan demonstrasi mahasiswa dan pelajar itu. Dalam demonstrasi tersebut mahasiswa
dan pelajar meneriakan yel-yel “turunkan harga”, “kita tidak perlu monumen-monumen lagi”, “kita
perlu industri”, “hancurkan gestapu”, “bubarkan PKI”.

Tindak lanjut dari demonstrasi mahasiswa  maka Presidium Pusat KAMI telah menginstruksikan
mahasiswa Indonesia khususnya yang berada di Jakarta dan yang bernaung di bawah panji KAMI
untuk mempertinggi kewaspadaan dan jangan bertindak sendiri-sendiri. Instruksi itu diberikan
berhubung dengan terjadinya insiden antara unsur-unsur Front Marhaenis dengan mahasiswa-
mahasiswa dari kalangan KAMI ketika mereka sedang mendengar amanat Presiden/ Pemimpin
Besar Revolusi Bung Karno di Istana Merdeka. Insiden Istana Merdeka ini telah membawa korban,
beberapa orang mahasiswi terpaksa diangkut ke rumah sakit karena terluka.

Anda mungkin juga menyukai