Disusun Oleh:
Muh. Alief Fahry E031191014
Rahmatia E031191024
Anita Kartika Bazighoh E031191052
Junianti Camelia Sonna E031191054
A. Annisa Lutfiah Rimaisya E031191056
Fauzan E031191072
Andi Annisa Hermansyah E031191073
Feby Awaliyah E031201025
Dinaara Febrilda Aqilah E031201031
Nur Alif E031201034
Muh. Fathan Halim E031201050
Fahrum Rya Syam E031201053
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa karena telah memberikan nikmat
berupa kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing pada mata kuliah yang telah membimbing dalam perkuliahan
meskipun perkuliahan masih dilakukan secara daring hingga saat ini. Selain untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah Hubungan antar Kelompok dan Konflik, makalah
yang berisi pembahasan mengenai pemikiran salah satu tokoh dalam teori konflik,
yakni Lowes Coser ini juga memberikan penjelasan mengenai biografi, latar
belakang pemikiran, hingga bagaimana konflik dilihat menurut asumsinya. Selain
itu, pemikirannya mengenai konflik juga digambarkan dengan contoh berupa
fenomena terkait. Dengan demikian, penulis berharap penulisan ini dapat memberi
pemahaman mendalam terhadap para pembaca terkait pemikiran tokoh tersebut.
Penulis
Kelompok 4
DAFTAR ISI
C. Tujuan ........................................................................................................................ 5
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 13
B. Saran ........................................................................................................................ 13
A. Latar Belakang
Sosiologi sebagai disiplin ilmu tak bisa lepas dari kajian mengenai pola perilaku
manusia dalam bermasyarakat. Sosiologi juga begitu lekat hubungannya dengan
proses-proses sosial yang terjadi dalam masyarakat. Dalam ilmu sosiologi, kita tidak
hanya berbicara mengenai bagaimana seorang individiu berinteraksi dengan individu
lain ataupun bagaimana individu berinteraksi dengan kelompok, melainkan juga
terkait bagaimana kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat saling
berinteraksi. Dalam proses tersebut, akan terjadi berbagai dinamika dalam suatu
hubungan antarkelompok yang ada. Konflik dapat dilihat sebagai salah satu bentuk
dinamika dalam hubungan antarkelompok yang disebabkan oleh berbagai macam
faktor. Konflik merupakan salah satu teori dalam sosiologi yang identik dengan
adanya sikap oposisi atau berseberangan antara masing-masing pihak yang sedang
berkonflik. Teori konflik dapat dilihat sebagai suatu perkembangan yang terjadi
terkait dengan, setidaknya bagian, fungsionalisme struktural dan merupakan hasil
dari banyaknya kritik yang didiskusikan sebelumnya (Ritzer, 2012).
Konflik merupakan hal yang wajar terjadi karena merupakan bagian dari suatu
sistem sosial. Konflik atau perselisihan yang terjadi dalam masyarakat, seringkali
dianggap sebagai suatu masalah yang sangat kompleks, di mana kedua belah pihak
yang sedang berselisih tidak mampu menciptakan suatu perdamaian, baik dalam
relasi maupun dalam kehidupan sosial lainnya. Melihat gejala konflik yang kerap
kali terjadi dalam struktur sosial masyarakat, para ahli sosiologi menyumbangkan
berbagai gagasan atau ide-ide untuk memecahkan beragam konflik yang ada dalam
masyarakat. Salah satu tokoh yang membahas mengenai konflik ialah Lewis A.
Coser, seorang ahli sosioligi terkenal dari Amerika yang memiliki pandangan
berbeda terhadap konflik. Coser berpendapat bahwa konflik justru memiliki
“fungsionalitas” positif dalam masyarakat (Rofiah, 2016).
Untuk memahami lebih dalam mengenai pemikiran-pemikiran Lewis A. Coser
mengenai teori konflik, kita perlu mengetahui seluk-beluk pemikirannya mengenai
konflik, juga disertai dengan gambaran nyata mengenai teorinya dalam kehidupan
bermasyarakat. Oleh karena itu, makalah ini disusun guna memperoleh pemahaman
yang lebih mendalam dan menyeluruh terkait Lewis A. Coser, mulai dari riwayat
hidup, latar belakang pemikiran dan bagaiamana pandangannya dalam melihat suatu
konflik, hingga gambaran mengenai fenomena dalam kehidupan bermasyarakat yang
dikaitkan dengan hasil pemikirannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik
pokok rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana riwayat hidup Lewis A. Coser?
2. Bagaimana pemikiran dan teori Lewis A. Coser mengenai konflik?
3. Bagaimana teori konflik Lewis A. Coser bila dikaitkan dengan fenomena
dalam kehidupan bermasyarakat?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini ialah
untuk:
1. Mengetahui riwayat hidup Lewis A. Coser.
2. Mengetahui pemikiran dan teori Lewis A. Coser mengenai konflik.
3. Mengetahui teori konflik Lewis A. Coser bila dikatikan dengan fenomena
yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
C. Contoh Kasus
Berdasarkan hasil pemikiran dan teori konflik fungsional sosial Lewis A. Coser,
maka dapat dijelaskan beberapa hal terkait dengan pemikirannya jika dikaitkan
dengan fenomena yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu
contohnya dapat dilihat dalam dinamika hubungan antara Muhammadiyah dan NU.
Depag RI (dalam Rofiah, 2016) menjelaskan bahwa dalam teorinya, Coser
memadukan dua teori, yakni teori fungsional struktural dan teori konflik. Alasannya
ialah bahwa kedua teori ini mengandung kebenaran tetapi tidak mampu menjelaskan
kenyataan sosial secara menyeluruh, karena nyatanya masyarakat itu dapat sesekali
terlibut konflik, juga sesekali terlibat kesepakatan.
Rofiah (2016) menjelaskan bahwa hal tersebut juga terjadi dalam hubungan
antara Muhammadiyah dan NU di Indonesia yang mana konflik antara
Muhammadiyah dan NU tidak terjadi terus menerus, juga tidak pula terjadi secara
serempak di mana-mana, melainkan secara sporadis. Hubungan antara
Muhammadiyah dan NU tidak selalu harmonis, kadang bermesraan, namun kadang
pula terjadi konflik. Jika dipolakan, hubungan antara Muhammadiyah dan NU dapat
dibagi dalam tiga pola hubungan, yakni konfrontatif teologis pada 1912-1985,
harmonis semu pada 1986-2000, serta konfrontatif politik, pada 2000-2001. Setelah
tahun 2001 sampai sekarang, hubungan antara Muhammadiyah dan NU cenderung
harmonis. Selanjutnya, Coser menyatakan konflik dalam masyarakat itu tidak
selamanya disfungsional tetapi bisa fungsional. Salah satu fungsi konflik menurut
Coser ialah bahwa konflik merupakan suatu rangsangan atau stimulus utama untuk
mencapai adanya perubahan sosial. Sejatinya perseteruan antara Muhammadiyah dan
NU, baik yang terjadi pada aras paham keagamaan maupun aras kultural dan politik,
dapat memberi penguatan bagi proses kemajemukan Islam di tanah air, serta dapat
pula menumbuhkan kesadaran pluralisme dan pemikiran yang terbuka.
Jadi, dapat dipahami bahwa konflik yang terjadi antara Muhammadiyah dan NU
dapat mendorong terjadinya perubahan sosial, yakni tertanamnya kesadaran
pluralisme dan meningkatnya rasa toleransi dan terbuka terhadap orang lain. Dilihat
dari jenisnya, maka konflik yang terjadi antara Muhammadiyah dan NU adalah
konflik non-realistis, dikarenakan cenderung bersifat ideologis. Konflik yang non-
realistis ini cenderung lebih sulit untuk menemukan solusinya atau sulit mencapai
konsensus dan perdamaian. Penyelesaian konflik antara Muhammadiyah dan NU
terus dilakukan. Namun, perbedaan dan konflik yang terjadi antara keduanya tidak
mungkin sepenuhnya bisa dihilangkan secara radikal. Kini, siapapun tidak akan
menyangkal bahwa dalam rentang satu dasawarsa terakhir ini, ada semacam
akulturasi antara Muhammadiyah dan NU dan secara kultural tidak ada lagi sekat
antara Muhammadiyah dan NU. Transformasi NU Muhammadiyah terjadi nyaris di
semua lini kehidupan sosial. NU merambah hingga ke segmen-segmen masyarakat
di perkotaan, sama seperti Muhammadiyah memasuki ranah-ranah di perdesaan.
Disparitas praktek ritual keagamaan yang selama ini menjadi ciri pembeda antara
keduanya pun mulai luntur. Hal ini tampak pada fenomena tahlilan, tarawih, shalat
Ied, dan sejenisnya. Kegiatan intelektual maupun sosial yang melibatkan kedua belah
pihak inilah yang oleh Coser sebut sebagai katup penyelamat (savety valve) yang
dapat memperbaiki hubungan antara NU dan Muhammadiyah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori konflik menurut perspektif Coser merupakan sebuah sistem sosial yang
bersifat fungsional. Menurut Coser, konflik yang terjadi dalam masyarakat tidak
semata-mata menunjukkan fungsi negatif. Tetapi, konflik dapat pula menimbulkan
dampak yang positif bagi berlangsungnya tatanan masyarakat. Bagi Coser, konflik
merupakan salah satu bentuk interaksi dan tidak perlu diingkari keberadaannya.
Coser bemaksud, bahwa konflik tidak harus merusakkan atau bersifat disfungsional
bagi sistem yang bersangkutan. Karena konflik bisa juga menimbulkan suatu
konsekuensi yang bersifat positif.
B. Saran
Dari yang telah kita ulas pada makalah ini, penulis berharap para pembaca dapat
memahami dengan baik maksud dari pandangan Coser dengan konflik
fungsionalnya. Minimal kita dapat bersama-sama menyepakati bahwa konflik yang
terjadi tidaklah selalu bersifat negatif, melainkan konflik juga bersifat positif dalam
hal mempersatukan berbagai kepentingan sosial didalamnya. Karena konflik yang
terjadi dalam masyarakat, baik secara individu dengan individu, atau kelompok
dengan kelompok, serta individu dengan kelompok merupakan salah satu cara dalam
mempersatukan elemen masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Depag RI. 2003. Konflik Etno Religius Indonesia Kontemporer, Jakarta: Depag RI.