Anda di halaman 1dari 13

TUGAS SOSIOLOGI KONFLIK

LEWIS A. COSER: KONFLIK REALISTIK & KONFLIK NON REALISTIK

DISUSUN OLEH :
1. TRISNA INSANI (E1S020076)
2. JAELITA PEBRIANDI (E1S020030)
3. RISKA LUCKY ANUGRAH (E1S020061)
4. ROHIN NOVIA MAYDI PUTRI (E1S020064)
5. MUHAMMAD HALDI (E1S019057)

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS MATARAM

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan nikmat iman,nikmat
islam,nikmat kesehatan, dan juga selalu memberikan keberkahan dan rahmat kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul “Lewis A.
Coser: Konflik Realistik & Konflik Non Realistik”. Tak lupa juga shalawat serta salam yang
selalu tercurahkan dalam setiap doa kepada junjungan kita, yakni Rasulullah SAW. yang
mana telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang
seperti sekarang ini.

Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Dr. Syafruddin, M.Si , selaku dosen
pengampu mata kuliah Sosiologi Konflik yang telah membimbing kami dalam pengerjaan
tugas makalah ini. kami juga ucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang selalu
setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kesalahan atau jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi terciptanya kesempurnaan. Dan kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi semua mahasiswa dan mahasiswi,
sehingga mampu menambah pengetahuan di hari yang akan datang.

Mataram, 14 oktober 2021

Penyusun
ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

1.1 Historisasi Tokoh Penggagas ........................................................................ 1

1.2 Konteks Sosial Latar Teori ............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 4

2.1 Asumsi Dasar Teori ...................................................................................... 4

2.2 Contoh Kasus ............................................................................................... 6

2.3 Analisis Kasus Hubungan dengan Teori ....................................................... 8

BAB III PENUTUP......................................................................................................... 9

3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 9

3.2 Saran ............................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. HISTORISASI TOKOH PENGGAGAS
Lewis A. Coser lahir di kota Berlin, tahun 1913. Setelah perang dunia II,
Lewis A. Coser mengajar di Universitas Chicago. Lewis A. Coser mendapat gelar
Ph.D dari Universitas Columbia pada tahun 1968. Selain itu gelar guru besar
Coser didapat dari Universitas Bramdeis dan di universitas inipula Coser banyak
berkiprah di dunia Sosiologi. Pada tahun 1975, Coser terpilih menjadi Presiden
American Sosiologycal Assosiation (ASA). Karya Coser yang sangat fenomenal
adalah The Functions of Social Conflict.
Coser mengutip dan mengembangkan gagasan George Simmel untuk
kemudian dikembangkan menjadi penjelasan-penjelasan tentang konflik yang
menarik. Coser mengkritik dengan cara menghubungkan berbagai gagasan
Simmel dengan perkembangan fakta atau fenomena yang terjadi jauh ketika
Simmel masih hidup. Ia juga mengkritisi dan membandingkannya dengan
gagasan sosiolog-sosiolog klasik. Menambahkan dengan gagasan seperti
dinyatakan ahli psikologi seperti Sigmund Freud. Hal yang menarik dari Coser
adalah bahwa ia sangat disiplin dalam satu tema. Coser benar-benar concert pada
tema-tema konflik, baik konflik di tingkat eksternal maupun internal. Coser mampu
mengurai konflik dari sisi luar sampai sisi dalam. Selain sebagai sosiolog yang
mengkritisi tradisi sebelumnya, Coser pernah menulis buku sejarah Partai
Komunis di Amerika dan ia aktif sebagai kolumnis beberapa jurnal.
Tulisan Coser yang paling terkenal adalah Greedy Institutions (Institusi
Tamak) yang di dalam buku tersebut Coser menyatakan bahwa karakter
kehidupan modern saat ini sudah bermuka “tidak pandang bulu” yang terdistribusi,
tersegmentasi, dan teralienasi. Masyarakat yang seperti inilah yang membatasi
kebebasan manusia. Maka dari itu, Coser tertarik dengan “jaringan konflik” atau
kesetiaan yang terpotong yang dapat mengikat sebuah masyarakat dan
menggerakan perjuangan serta konfrontasi. Dalam buku The Function of Social
Conflict, Coser menyatakan bahwa ilmuwan sosiologi harus memberikan
perhatian kuat pada konflik sebab sebagai bagian masyarakat, konflik sangat

1
penting dan mendesak untuk dijelaskan. Karya-karya lainnya antara lain adalah;
Partai Komunis Amerika: A Critical History (1957), Men of Ideas (1965), Continues
in the Study of Sosial Conflict (1967), Master of Sosiological Thought (1971) dan
beberapa buku lainnya disamping sebagai editor maupun distributor publikasi.
Coser meninggal pada tanggal 8 Juli 2003, di Cambridge, Massachusetts dalam
usia 89 tahun.

B. KONTEKS SOSIAL LATAR TEORI


Fenomena sosial dalam masyarakat banyak ragamnya kadang kala
fenomena sosial berkembang menjadi suatu masalah sosial akibat perbedaan
cara pandang mengenai Fenomena tersebut. Dalam menyelesaikan masalah
sosial dibutuhkan suatu teori untuk menyelesaikannya. Teori- teori tersebut lahir
dari pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam kehidupan sehari- hari. Karena
setiap individu mengalami pengalaman yang berbeda maka teori yang muncul
juga akan berbeda pula antara satu individu dengan individu lainnya.
Salah satu teori sosiologi yang berpengaruh di Amerika pada tahun 1950-
an adalah “teori struktural fungsional.” Teori ini menekankan proses-proses sosial
yang didasarkan pada konsensus nilai dan memandang masyarakat dari sisi
solidaritas, integrasi, dan keseimbangan. Namun, para Sosiolog menganggap
teori ini sebagai salah satu teori yang menutup mata terhadap konflik yang selalu
melekat dalam setiap masyarakat. Dalam hal ini, teori fungsional struktural tidak
melihat realitas bahwa masyarakat sesungguhnya dipenuhi oleh berbagai
ketegangan dan selalu berpotensi untuk melakukan konflik. Teori fungsional
cenderung melihat masyarakat berada dalam suatu posisi yang aman, damai,
tentram, bersatu tanpa adanya konflik di antara mereka.
Coser memulainya dengan mendefinisikan konflik sosial sebagai suatu
perjuangan terhadap nilai dan pengakuan terhadap status yang langka, kemudian
kekuasaan dan sumber-sumber pertentangan dinetralisir atau dilangsungkan,
atau dieliminir saingan-saingannya. Dengan definisi semacam ini hal-hal yang
esensial tidak perlu dipertentangkan. Tetapi ini berarti bahwa perhatian terhadap
pernyataannya dan implikasinya merupakan suatu permasalahan yang lain,sebab

2
dengan pernyataan itu menunjukan bahwa Coser telah menggunakan istilah yang
problematis dan samar-samar, tidak kritis serta menggunakannnya dalam asumsi-
asumsi fungsionalisme. Perhatian Coser berkaitan dengan fungsi dan
disfungsinya konflik sosial. Jadi dapat dikatakan bahwa konsekuensi konflik bukan
mengarah pada kemerosotan melainkan peningkatan, adaptasi dan penyesuaian
baik dalam hubungan sosial yang spesifik maupun pada kelompk secara
keseluruhan.
Melihat gejala konflik yang kerap kali terjadi dalam struktur sosial
masyarakat, para ahli sosiologi menyumbangkan berbagai gagasan atau ide-ide
untuk memecahkan aneka konflik yang ada dalam masyarakat, Salah satunya
Lewis A. Coser. Lewis A. Coser, seorang ahli sosioligi terkenal dari Amerika justru
mempunyai pandangan lain terhadap konflik. Coser berpendapat bahwa konflik
justru memiliki “fungsionalitas” positif dalam masyarakat.
Coser menyatakan bahwa konflik sosial seringkali diabaikan oleh para
sosiolog, karena mayoritas cenderung menekankan konflik pada sisi negatif yang
telah meremehkan tatanan, stabilitas, dan persatuan atau dengan kata lain
menggambarkan keadaan yang terpecah-belah. Coser ingin memperbaikinya
dengan menekankan konflik pada sisi positif yakni bagaimana konflik itu dapat
memberi sumbangan terhadap ketahanan dan adaptasi kelompok, interaksi, dan
sistem sosial. Coser menafsirkannya dengan menyatakan bahwa konflik itu
bersifat fungsional (baik) dan bersifat disfungsional (buruk) bagi hubungan-
hubungan dan struktur-struktur yang tidak terangkum dalam sistem sosial sebagai
suatu keseluruhan.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. ASUMSI DASAR TEORI
Simmel menyatakan bahwa konflik disebabkan oleh benturan kepentingan
yang memuat sebuah elemen pembatasan sejauh perjuangan hanya menjadi alat
mencapai hasil. Jika hasil yang diinginkan dapat dicapai sama baiknya dengan
alat lain, maka dalam beberapa contoh, konflik hanyalah satu dari bebrapa pilihan
fungsional. Sisi menarik pandangan sosiologis Coser adalah kesetiaan atas kajian
konflik yang bisa di jelaskannya pada dua hal penting.
1) Konflik dapat mengikat masyarakat secara bersama-sama
2) Konflik dapat menggerakkan perjuangan dan konfrontasi.
Coser berbeda dari beberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua
perspektif yang berbeda yaitu teori kaum fungsional structural versus teori konflik,
maka Coser mengemukakan asumsinya bahwa dengan kombinasi maka kedua
teori itu akan menjadi lebih kuat ketimbang masing-masing berdiri sendiri. Pada
sisi lain dalam pemikiran teori konflik, Coser melihat konflik sebagai mekanisme
perubahan sosial dan penyesuaian, dapat memberi peran positif, atau fungsi
positif, dalam masyarakat.
Tetapi ada bebrapa kasus dimana konflik muncul sendiri dari pengaruh agresif
yang terjadi karena ada pernyataan yang tidak ada konsekuensi pentingnya
terhadap suatu objek. Dari pandangan tersebut, Coser membagi konflik sebagai
berikut:

1) Konflik realistik
Konflik Realistis, bersumber dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan
khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari prasangka kemungkinan
keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap
mengecewakan. . Selanjutnya menurut coser, konflik realistis, akan berhenti
jika pelaku dapat menemukan cara-cara alternatif yang sama-sama
memuaskan untuk mencapai tujuannya. Dalam konflik realistik, terdapat
alternatif fungsional terkait dengan cara, dan sebaliknya, pada konflik non-

4
realistik hanya terdapat alternatif fungsional terkait dengan sasaran.
Contohnya para karyawan yang mogok kerja supaya tuntutan mereka berupa
kenaikan upah atau gaji ditingkatkan.
Menurut coser, Konflik realistik memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu sebagai
berikut:
a. Konflik muncul dari frustasi atas tuntutan khusus dalam hubungan dan dari
perkiraan keuntungan anggota dan yang diarahkan pada objek frustasi. Di
samping itu, konflik merupakan keinginan untuk mendapatkan sesuatu.
b. Konflik merupakan alat untuk mendapatkan hasil-hasil tertentu. Langkah-
langkah untuk mencapai hasil ini jelas disetujui oleh kebudayaan mereka.
Dengan kata lain, konflik realistis sebenarnya mengejar: power, status yang
langka, resources (sumber daya), dan nilai-nilai.
c. Konflik akan berhenti jika aktor dapat menemukan pengganti yang sejajar
dan memuaskan untuk mendapatkan hasil akhir.
d. Konflik realistik terdapat pilihan-pilihan fungsional sebagai alat untuk
mencapai tujuan.

2) Konflik non-realistik
Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan bersumber dari tujuan- tujuan
saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan,
paling tidak dari keliru satu pihak. Selanjutnya Coser ( 1964: 50) mengatakan
bahwa konflik non- realistik muncul karena adanya kebutuhan untuk
melepasan ketegangan agresif pada satu atau lebih orang-orang yang
berinteraksi, bersifat kurang stabil. Agresivitas yang mendasar dapat dengan
mudah dialihkan ke saluran-saluran lain, karena agresivitas tidak terkait
langsung dengan obyek, yang menjadi sasaran karena kecelakaan situasional.
Agresivitas cenderung memanifestasikan diri dengan caca-cara berbeda jika
sasaran tertentu tidak lagi tersedia.
Coser menjelaskan dalam warga yang buta huruf pembalasan dendam
biasanya menempuh ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain-lain. Sebagaimana
halnya warga maju memperagakan pengkambinghitaman sebagai pengganti

5
ketidakmampuan melawan golongan yang seharusnya dijadikan lawan
mereka.
Konflik ini sekalipun melibatkan dua orang atau lebih dan tidak diakhiri
dengan permusuhan dari lawan, namun ada keinginan untuk membebaskan
ketegangan setidak-tidaknya pada salah satu dari mereka. Dibandingkan
dengan konflik realistik, konflik non realistik kurang stabil. Pilihan-pilihan
fungsional bukan sebagai alat tetapi objek itu sendiri. Kepentingan yang
berbeda bersatu dengan kenginan untuk melakukan aksi permusuhan yang
sebenarnya merupakan konflik realistis. Namun tidak sedikit elemen non
realistik bercampur dengan perjuangan yang dilakukan bersama-sama atau
medorong adanya peran tertentu.

B. CONTOH KASUS
Contoh kasus yang sekarang lagi hangat-hangatnya yaitu tentang omnibus
law. Dimana istilah omnibus law pertama kali muncul dalam pidato pertama joko
widodo setelah dilantik sebagai presiden ri untuk kedua kalinya. Dalam pidatonya,
jokowi menyinggung sebuah konsep hukum perundang-undangan yang di sebut
omnibus law. Yang dimana Dewan Perwakilan Rakyat telah mengetok palu tanda
disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang.
Pengesahan RUU Cipta Kerja paripurna ke-7 masa persidangan l 2020/2021di
kompleks parlemen, senayan , jakarta.
Pengesahan RUU Cipta Kerja ini bersamaan dengan penutupan masa
sidang pertama yang dipercepat dari yang direncanakan, pada 8 Oktober 2020
menjadi 5 Oktober. Di sisi lain, pengesahan tersebut mendapat penolakan dari
berbagai elemen masyarakat. Hal itu yang menyebabkan Omnibus Law UU Cipta
Kerja, dinilai akan membawa dampak buruk bagi tenaga kerja atau buruh. Konsep
omnibus law yang dikemukakan oleh presiden jokowi banyak berkaitan dengan
bidang kerja pemerintah di sektor ekonomi. Pada 21 januari 2020 ada dua
omnibus law yang di ajukan pemerintah, yaitu cipta kerja dan perpajakan.
Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam
Omnibus law RUU Cipta Kerja. Sementara itu, UU Cipta Kerja, yang baru saja di

6
sahkan, terdiri atas 15 bab dan 174 pasal di dalamnya mengatur berbagai hal,
mulai dari ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup. Dan dari beberapa UU Cipta
Kerja yang di sahkan terdapat dampak buruk bagi para buruh. Dimana ada
beberapa pasal-pasal bermasalah dan kontraversial dalam bab IV tentang
ketenagakerjaan UU cipta kerja. Diantaranya adalah:
1. Kontrak tanpa batas (pasal 59)
UU cipta kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja
waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
2. Hari libur di pangkas (pasal 79)
Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang
sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan, di pangkas pasal 79 ayat (2) huruf
(b) mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk
enam hari kerja dalam satu pekan.
3. Aturan soal pengupahan diganti (pasal 88)
UU Cipta kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja. Dimana
pasal 88 ayat (3) yang tercantum dalam bab ketenagakerjaan hanya menyebut
tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU
ketenagakerjaan. Tujuh kebijakan itu yakni upah minimum, struktur dan skala
upah, upah kerja lembur, upah tidak masuk kerja/tidak melakukan pekerjaan karna
alasan tertentu, bentuk dan cara pembayaran upah, hal-hal yang dapat
diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau
pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
4. Sanksi tidak bayar upah dihapus (pasal 91)
Aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarakan upah
sesuai ketentuan di hapus lewat UU Cipta kerja.
5. Hak memohon PHK dihapus (pasal 169)
UU Cipta kerja menghapus hak kerja / buruh mengajukan permohonan
pemutusan hubungan kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan.

7
C. DISKUSI KASUS
Dalam kasus yang telah dipaparkan diatas, memiliki keterkaitan dengan
teori konflik dari lewis A. Coser. Yang mana kasus diatas termasuk dalam konflik
yang bersifat realistik. Mengapa demikian, karna memang konflik yang terjadi
disebabkan oleh kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah atas tuntutan-
tuntutan khusus yang tidak sesuai, maka demonstrasi yang dilakukan masyarakat
tidak lain bertujuan menuntut untuk tidak ditetapkannya undang-undang cipta kerja
tersebut. Masyarakat merasa dari beberapa UU Cipta Kerja yang di sahkan
terdapat dampak buruk yang didalam beberapa pasal-pasalnya dianggap
bermasalah dan kontraversial.
Dengan demikian di dalam kajian teori konflik Lewis A. Coser. Konflik ini
memberikan dampak positif, sesuai dengan yang kami jelaskan sebelumnya
demonstrasi yang dilakukan oleh kaum buruh, mahasiswa dan elemen-elemen
masyarakat. Masyarakat menyampaikan aspirasi agar tidak disahkannya UU
Cipta Kerja yang dirasa menguntungkan sebelah pihak yang tak lain
penguasa/pembisnis dalam dunia kerja. Yang kemudian masyarakat meminta
agar di tetapkan UU Ketenakerjaan yang sesuai dan juga yang saling
menguntungkan pada sesama. Dari kasus ini bisa berdampak positif bagi negeri
ini dan menjadi acuan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena sosial yang
terjadi dalam masyarakat. Fenomena sosial dalam masyarakat banyak ragamnya
kadang kala fenomena sosial berkembang menjadi suatu masalah sosial akibat
perbedaan cara pandang mengenai Fenomena tersebut. Dalam menyelesaikan
masalah sosial dibutuhkan suatu teori untuk menyelesaikannya.
Salah satunya konflik yang terjadi di Indonesia sekarang ini adalah konflik
keputusan pemerintah dalam kebijakan UU Cipta Kerja yang secara sepihak dan
dirasa bisa merugikan masyarakat sesuai dengan teori konflik realistis. Yang di
dalamnya kita ketahui bahwa konflik terjadi bersifat realistis ini diakibatkan oleh
adanya rasa kekecewaan terhadap apa yang sudah menjadi keputusan
pemerintah. Dengan teori coser, teori fungsional yang berhubungan dengan
konflik realistik ini masyarakat berharap bahwa pemerintah meetapkan UU
Ketenakerjaan yang sesuai dan juga yang saling menguntungkan pada sesama.
Dari kasus ini bisa berdampak positif bagi negeri ini dan menjadi acuan bagi
pemerintah dalam mengambil kebijakan bahwa konflik tidah hanya berdampak
negatif saja tetapi bisa berdampak positif seperti yang dilakukan para mahasiswa,
kaum buruh dan elemen masyarakat.

B. SARAN
Berdasarkan teori coser dan studi kasus yang ada adalah bagaimana
semua yang berada pada suatu negara seperti pemerintah, aparatur-aparatur
negara, pengusaha, sampai masyarakat harus memiliki hak dan kewajiban yang
sesuai dengan sila-sila pancasila terutama sila untuk kasus diatas adalah sila ke-
5: keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, dimana rakyat berhak
mendapatkan kesejahteraan. Pemerintah juga harus mempertimbangkan segala
sesuatu sesuai dengan apa yang menjadi hak dan kewajiban sebagai warga
negara. Untuk mencapai suatu kondisi negara yang dikatakan baik, pemerintah
dan masyarakat harus saling bekerjasama dengan baik dalam keikutsertaan
masyarakat dan pemerintah dalam membuat dan melaksanakan undang-
undang.

9
REFERENSI

Lewis A. Coser, Social conflict and the theory of social change, the british journalof
sociology is curenntly published by the london schol of economic and political
science. The british journal of sociology, vol. 8, no. 3. 1957. (Diakses pada kamis
tanggal 1 oktober, 2020.)

Compas.com: lutfia ayu azanella, tsarina maharani. (Diakses pada sabtu tanggal
3 oktober 2020)

10

Anda mungkin juga menyukai