Anda di halaman 1dari 66

MAKALAH SOSIOLOGI

BAB I KONFLIK SOSIAL, KEKERASAN, DAN UPAYA


PENYELESAIANNYA

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 1A DAN 1B

KELAS XI IPS 3
SMA NEGERI 1 BENGKAYANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
ANGGOTA-ANGGOTA KELOMPOK 1A
1. Ketua :
2. Sekretaris :
3. Notulen :
4. Moderator :
5. Penyaji 1 :
6. Penyaji 2 :
7. Penyaji 3 :
8. Penyaji 4 :
9. Penyaji 5 :
10. Penyaji 6 :
11. Penyaji 7 :
12. Penyaji 8 :
13. Penyaji 9 :
14. Penyaji 10 :
15. Penyaji 11 :
16. Penyaji 12 :

ANGGOTA-ANGGOTA KELOMPOK 1B :
1. Ketua : Cassandra Putri
2. Sekretaris : Emmanuela Garcia Nazarethi Hutagaol
3. Notulen : Mellda Marccela F
4. Moderator : Qodri Akbar Firmansyah
5. Penyaji 1 : Emmanuela Garcia Nazarethi Hutagaol
6. Penyaji 2 : Nayla Rahmadani
7. Penyaji 3 : Flavianus Tri Arjuna Sera
8. Penyaji 4 : Mellda Marccela F
9. Penyaji 5 : Putri Salma Andini
10. Penyaji 6 : Yosepha Sarita Yungka
11. Penyaji 7 : Fernando Carlos
12. Penyaji 8 : Cassandra Putri
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.


Atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah
Sosiologi yang berjudul “Konflik Sosial, Kekerasan, dan Upaya
Penyelesaiannya” dengan tepat waktu.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kami yang
sebesar-besarnya kepada guru pembimbing kami yaitu Ibu Erma
Lestari S.Sos yang telah mempercayakan kami untuk mendiskusikan
tentang materi ini, serta mau membimbing kami dalam pembuatan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan dalam membantu dan menyusun makalah ini dari awal
hingga akhir. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kami khususnya dan kepada para pembaca umumnya.

Bengkayang, April 2023

Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................iii
Daftar Isi..........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................2
C. Tujuan..............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Konflik Sosial...................................................................3
1. Pengertian Kelompok Sosial........................................3
2. Syarat Kelompok Sosial...............................................4
3. Ciri-Ciri Kelompok Sosial...........................................5
4. Pembentukan Kelompok Sosial...................................6
5. Tinjauan Sosiologi dalam Mengkaji Kelompok
Sosial...........................................................................11
B. Kekerasan........................................................................12
1. Definisi Kekerasan......................................................12
2. Syarat Terjadinya Kekerasan......................................28
3. Faktor Penyebab Kekerasan........................................
4. Karakteristik Kekerasan..............................................
5. Bentuk-Bentuk Kekerasan..........................................
6. Teori Tentang Kekerasan............................................
7. Upaya Mengatasi Kekerasan......................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.....................................................................33
B. Saran...............................................................................33
DAFTAR PUSTAKA....................................................................34

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konflik sosial adalah pertentangan antar anggota
masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan. Konflik
berasal dari kata kerja latin "configere". Artinya saling memukul.
Sedangkan, kekerasan merupakan tindakan agresi dan
pelanggaran (penyiksaan, pemukulan, pemerkosaan, dan lain-
lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan
penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas tertentu
tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan.
Kekerasan dan konflik yang berkepanjangan bukan hanya
akan menimbulkan kerugian nyawa dan ancaman disintegrasi
bangsa, tetapi melahirkan manusia yang kehilangan masa depan,
yakni keluarga para pengungsi dan anak-anak mereka.
Pernyataan tersebut mengambarkan bahwa posisi subjek sebagai
survivor konflik mengalami banyak tekanan. Penderitaan para
survivor tidak berhenti sampai konflik tersebut terjadi, namun
juga keadaan selama di pengungsian sekaligus karena masih
adanya ancaman dari penyerang yang bisa berujung pada
kekerasan.
Upaya tersebut dapat dilakukan salah satunya yaitu dengan
membangun komunikasi yang efektif kepada anak, tentunya
diawali dari satuan terkecil dari masyarakat yakni keluarga.
Sejalan dengan Dweck yang mengatakan bahwa pola pikir mulai
dibentuk sejak masa kanak-kanak seiring dengan interaksi anak
dengan orang tua, guru, dan pelatih, baik yang memiliki pola
tetap maupun berkembang.

Lahirnya persepsi dan sikap yang dibangun dengan


pemuatan materi dalam komunikasi yang sesuai dengan 4 kondisi
empirik, yang sedang dihadapi oleh anak dan sedang dalam
perkembangan mental, merupakan mekanisme yang secara
sistematis membangun integrasi sosial diatas nilai-nilai demokrasi
dengan mengedepankan keberagaman dalam kebersamaan
(unity and diversity).
Kondisi ini akan memungkinkan lahirnya generasi yang
secara mentalitas senantiasa berorientasi positif terhadap diri
dan orang lain sehingga dapat menjadi mekanisme kontrol dalam
proses pencegahan konflik yang berkelanjutan.
Komunikasi pertama yang dilakukan anak adalah komunikasi
dalam lingkungan keluarga, termasuk di dalamnya adalah
komunikasi antara anak dan ibu. Komunikasi ibu-anak merupakan
proses pengiriman dan penerimaan pesan antara ibu dan anak
yang berlangsung secara tatap muka dan dua arah (interpersonal)
dan disertai adanya niat atau intense dari kedua belah pihak.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan konflik sosial?
b. Bagaimana bentuk dari kekerasan?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui arti dari konflik sosial.
b. Untuk mengetahui bentuk dalam kekerasan.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

A. KONFLIK SOSIAL
1. Definisi Konflik Sosial
Masyarakat mempunyai dua wajah yaitu konflik dan
konsensus. Dalam hal ini masyarakat merupakan arena konflik
dan integrasi yang senantiasa berlangsung. Oleh karena itu,
konflik dan integrasi sosial merupakan gejala yang selalu
mengisi setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong
timbulnya konflik dan integrasi adalah adanya persamaan dan
perbedaan kepentingan sosial.
Konflik merupakan gejala sosial yang bersifat inheren
dalam masyarakat Secara etimologis, konflik berasal dari
bahasa Latin yaitu con yang memiliki arti bersama dan fliger
yang memiliki pengertian benturan atau tabrakan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konflik adalah
percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Adapun kamus
sosiologi mendefinisikan konflik sebagai proses pencapaian
tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan tanpa
memperhatikan norma dan nilai yang berlaku.
Dean G. Pruit dan Jeffrey Rubin mengangkat pendapat
Webster bahwa istilah conflict di dalam bahasa aslinya berarti
perkelahian, peperangan, atau perjuangan yaitu berupa
konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Tokoh lain, Alo Liliweri
merumuskan konflik sebagai bentuk pertentangan alamiah
yang dihasilkan oleh individu atau kelompok karena mereka
yang terlibat memiliki perbedaan sikap, kepercayaan, nilai,
atau kebutuhan.

Berikut definisi konflik menurut para ahli.


a. Soerjono Soekanto
Konflik adalah suatu proses sosial individu atau kelompok
yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan
menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman
dan/atau kekerasan.

b. Kartono
Konflik merupakan proses sosial yang bersifat antagonistik
dan terkadang tidak bisa diserasikan karena dua belah pihak
yang berkonflik memiliki tujuan, sikap, dan struktur nilai
yang berbeda yang tecermin dalam berbagai bentuk
perilaku perlawanan, baik yang halus, terkontrol,
tersembunyi, tidak langsung, terkamuflase, maupun yang
terbuka dalam bentuk tindakan kekerasan.

c. Nimran
Konflik sebagai kondisi yang dipersepsikan pihak tertentu,
baik individu, kelompok, mau- pun lainnya yang merasakan
ketidaksesuaian tujuan dan peluang.

d. Robbins
Konflik sebagai proses yang berawal dari satu pihak
menganggap pihak lain secara negatif memengaruhi sesuatu
yang menjadi kepedulian pihak pertama.

e. Robert M.Z. Lawang


Konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status,
atau kekuasaan. Tujuan mereka berkonflik tidak hanya
memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan
saingannya.
Definisi konflik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
konflik dalam arti negatif dan konflik dalam arti positif. Konflik
dalam arti negatif berhubungan dengan emosi yang tanpa
kontrol, demonstrasi, kekerasan, penghancuran, huru-hara,
dan pemogokan. Menurut pandangan tradisional, konflik
bersifat negatif karena terdapat alasan bahwa dengan adanya
konflik, solidaritas sosial dalam kelompok menjadi rusak
sehingga dapat menimbulkan perpecahan. Konflik tidak boleh
dibiarkan berlarut-larut sehingga terjadi disharmonisasi sosial.
Konflik juga dianggap sebagai sumber malapetaka bagi
manusia. Oleh karena itu, konflik merupakan sesuatu yang
harus dihindari karena konflik merupakan sesuatu yang
negatif.
Adapun konflik dalam arti positif disebut juga persaingan
sehat, pihak-pihak yang bersaing secara sadar bersikap sportif
untuk mencapai suatu tujuan. Sebagai contoh, semua atlet
dituntut untuk sportif dalam bertanding. Pandangan modern
berpendapat bahwa konflik bersifat positif karena dengan
adanya konflik dalam suatu masyarakat, maka akan terjadi
dinamika dalam kehidupan. Selain itu, dengan adanya konflik
akan memberi makna kepada setiap individu atau kelompok
untuk berintrospeksi tentang sesuatu yang diyakini.
Terdapat pula pandangan netral konflik yang
menyatakan bahwa konflik sebagai ciri khas dari tingkah laku
manusia yang hidup sebagai built in element, yaitu konflik
berasal dari perbedaan masing-masing individu atau kelompok.
Sebagai contoh, adanya perbedaan aneka tujuan, kompetisi,
atau persaingan. Dengan demikian, pandangan netral
menganggap konflik mempunyai nilai sosial.
2. Faktor Penyebab Konflik
Konflik merupakan sebuah proses interaksi sosial yang
bersifat disosiatif akibat adanya sejumlah perbedaan yang
melatarbelakangi kehidupan bersama dalam masyarakat.
Apabila perbedaan-perbedaan itu tidak dinetralisasi oleh
masing-masing individu atau kelompok masyarakatnya, akan
timbul situasi konflik yang mengganggu stabilitas kehidupan
bersama.
Berikut beberapa faktor penyebab konflik yang terjadi di
masyarakat.
a. Perbedaan Antarindividu
Perbedaan antarindividu merupakan perbedaan yang
menyangkut perasaan, pendirian, pendapat, atau ide yang
berkaitan dengan harga diri, kebanggaan, dan identitas
seseorang. Sebagai contoh, dalam sebuah ruangan kantor
ada karyawan yang terbiasa bekerja sambil mendengarkan
musik dengan suara yang keras, tetapi karyawan lain lebih
menyukal bekerja dengan suasana yang tenang sehingga
kebisingan merupakan hal yang mengganggu konsentrasi
dalam bekerja.

b. Perbedaan Kepentingan
Setiap individu ataupun kelompok sering memiliki
kepentingan yang berbeda dengan atau kelompok lainnya.
Semua itu bergantung pada kebutuhan-kebutuhan
hidupnya. Perbedaan kepentingan ini menyangkut
kepentingan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Sebagai
contoh, seorang pengusaha menghendaki adanya
penghematan dalam biaya suatu produksi sehingga dengan
terpaksa harus melakukan rasionalisasi pegawai. Namun,
para pegawai yang terkena rasionalisasi merasa hak-haknya
diabaikan sehingga perbedaan kepentingan tersebut
menimbulkan suatu konflik.

c. Perbedaan Agama
Agama sebenamya bukan merupakan pencetus
utama terjadinya suatu konflik sosial Hal ini karena masing-
masing umat tidak pernah mempertentangkan akidah dan
keyakinan agama masing-masing. Adapun yang sering
terjadi adalah konflik agama yare merupakan muara atau
dampak negatif dan konflik yang terjadi sebelumnya.
Sebagai contoh konflik Poso dan Ambon. Semula
konflik ini berawal dari konflik etnik akibat primordialisme,
etnocentrisme, dan kesenjangan sosial yang akhirnya
merembes pada sentimen keagamaan. Sentimen
keagamaan memang sangat rentan terhadap isu-isu yang
berbau sara.

d. Perbedaan Kebudayaan
Kepribadian seseorang dibentuk dalam
lingkungan keluarga dan masyarakat. Tidak semua
masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang
sama. Suatu hal yang d anggap baik oleh suatu masyarakat
belum tentu sama dengan yang dianggap baik ole
masyarakat lain.
Sebagai contoh, seseorang yang dibesarkan dalam
lingkungan keluarg dan masyarakat yang menjunjung tinggi
nilai-nilai tradisional bertemu dengan seseorang yang
dibesarkan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat yang
menjunjung tingg nilai-nilai modem, maka akan terdapat
perbedaan-perbedaan nilai yang dianut oleh keduabelah
pihak sehingga dapat menimbulkan konflik.
e. Perbedaan Etnik
Setiap etnik tertentu memiliki kepribadian yang
melatarbelakangi kebudayaannya. Setiap kebudayaan
memiliki sistem nilai dan norma sosial yang mungkin
berbeda dengan kebudayaan lainnya. Dalam masyarakat
yang multikultural, sering terjadi pergesekan sistem nilai
dan norma sosial antara etnik yang satu dan etnik yang
lainnya.
Ditambah dengan fenomena primordialisme dan
etnosentrisme yang tumbuh pada masing-masing etnik,
maka akan tumbuh pertentangan-pertentangan yang
memicu terjadinya konflik sosial. Sebagai contoh, dalam
merekrut pegawai, masing-masing pemerintah daerah akan
memprioritaskan etniknya sendiri, padahal di daerah
tersebut terdapat etnik lain.

f. Perbedaan Ras
Walaupun ras tidak ada kaitannya dengan etnik, agama,
ataupun ideologi kenegaraan, dalam kasus-kasus tertentu
sering terjadi konflik rasial. Konflik rasial didasari oleh
paham rasialisme atau diskriminasi ras. Di Indonesia, konflik
ras terjadi akibat adanya kecemburuan sosial terhadap ras
tertentu yang minoritas, tetapi memiliki akses ekonomi yang
besar dan kuat.

g. Perubahan Sosial Budaya yang Terlalu Cepat


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) yang kalah cepat seperti yang sedang terjadi pada era
globalisasi sekarang ini, mengakibatkan terjadinya per-
ubahan sosial budaya yang juga terlalu cepat. Perubahan
tersebut terlihat pada fenomena- fenomena seperti berikut.
1) Cultural lag, adalah ketertinggalan sistem nilai dan norma
sosial. Tidak mampu mengikuti perkembangan iptek,
terutama di bidang materi.
2) Cultural shock atau keguncangan budaya, terutama
terjadi di kalangan generasi muda
3) Westernisasi budaya atau budaya kebarat-baratan,
terutama terjadi di kalangan generasi muda.
4) Cultural lost, adalah hilangnya beberapa unsur sosial
budaya tradisional, seperti kegotongroyongan,
kesetiakawanan sosial, hilangnya beberapa unsur
teknologi tradisional yang masih layak pakai, dan lain-lain.
5) Konsumerisme, adalah pemakaian barang-barang
konsumsi terutama barang-barang mewah s secara
berlebihan.
Fenomena-fenomena tersebut tidak hanya terjadi
di lingkungan masyarakat kota,tetapi juga sering terjadi
pada masyarakat desa. Akibatnya, sering terjadi konflik
sosial terutama antara generasi muda dan generasi tua.
Selain sebab-sebab konflik tersebut, berikut
beberapa pendapat para ahli mengenal faktor penyebab
konflik sosial.
a. Ibnu Khaldun
Menurut Ibnu Khaldun, dinamika konflik dalam sejarah
manusia sesungguhnya ditentukan oleh keberadaan
kelompok sosial, berbasis pada identitas, golongan, etnik,
ataupun tribal. Kolompok sosial pada struktur sosial mana
pun memberi kontribusi terhadap berbagai konflik. Hal
tersebut dipengaruhi oleh sifat asal dan nafsu manusia
yang mirip dengan hewan inilah yang mampu mendorong
berbagai kelompok sosial menciptakan beragam gerakan
untuk memenangi (to win) dan menguasai (to rule).

b. Max Weber
Max Weber berpendapat bahwa penyebab konflik sosial
adalah stratifikasi sosial. Untuk memperoleh posisi yang
lebih tinggi dalam pelapisan sosial, tak jarang individu
harus berkonflik dengan individu atau kelompok lain yang
juga menginginkan posisi tersebut.

c. Karl Marx
Karl Marx mengemukakan bahwa konflik merupakan
bentuk perjuangan revolusioner kelas proletariat atau
buruh untuk mencapai perubahan sosial yang diharapkan,
yaitu tercipta masyarakat tanpa kelas (classless society).
Konflik terjadi karena kaum buruh tidak tahan lagi terus-
menerus dieksploitasi oleh kaum borjuis atau pemilik alat-
alat produksi.
Para buruh akhirnya tak bisa bersabar lagi
membiarkan dirinya dieksploitasi jam kerja yang panjang
dan upah murah, hingga akhirnya melakukan perlawanan.
Marx meramalkan, perjuangan revolusioner tadi akan
dimenangkan oleh buruh yang lantas mengakhiri dominasi
kaum borjuis.

3. Karakteristik Konflik
Konflik sebagai suatu proses sosial yang oposisional
(oppositional process) memiliki beberapa karakteristik. Berikut
beberapa karakteristik konflik.
a. Tidak Selamanya Berdampak Negatif
Konflik tidak selalu harus dihindari karena tidak selamanya
berdampak negatif. Berbagai konflik ringan dan terkendali
(dikenal dan ditanggulangi) dapat berpengaruh positif bagi
individu ataupun kelompok yang terlibat di dalamnya.

b. Potensi Perbedaan Dapat Dikurangi


Konflik adalah suatu akibat yang tidak mungkin dihindarkan
dari interaksi sosial, tetapi dapat diatasi dengan mengurangi
potensi perbedaan. Dalam interaksi sosial, individu bertemu
dengan banyak individu lainnya. Masing-masing individu
pasti memiliki keinginan, kebutuhan, perasaan, ataupun
pendirian yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat menjadi
penyebab konflik. Menurut Anda, apa yang dapat dilakukan
untuk mengurangi potensi perbedaan yang mungkin
memicu konflik? Salah satunya adalah melalui upaya
mencari persamaan dan berpegang pada persamaan
tersebut. Persamaan yang mempersatukan anggota-anggota
masyarakat, antara lain keinginan bersama untuk
mempertahankan eksistensi masyarakat atau mencapai
tujuan tertentu.

c. Bersifat Inheren
Konflik bersifat inheren atau merupakan bagian tak
terpisahkan dari keberadaan suatu masyarakat. Tidak ada
satu masyarakat pun yang bisa mencegah dan menghindari
konflik sosial sepenuhnya. Itulah sebabnya yang terpenting
adalah mengelola konflik. Konfilk harus dikelola dengan baik
karena konflik memiliki sejumlah aspek positif. Dengan
menerapkan strategi pengelolaan yang tepat, konflik
mewujud menjadi sumber energi perubahan dan inovasi
positif.
d. Dilatarbelakangi oleh Perbedaan Ciri
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa
oleh individu dalam suatu interaksi sosial. Dengan perkataan
lain, konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan
masyarakat. Oleh sebab itu, penanganan konflik seharusnya
diawali dengan ditokopou pilipili hubungan sosial yang
luhur, seperti toleransi dan pluralisme. Nilai-nilai tersebut
merupakan wujud dan keadaban, dalam artian bahwa
masing-masing pribadi atau kelompok pada suatu
lingkungan interaksi sosial yang lebih luas, memiliki
kesediaan memandang yang lain dengan penghargaan,
tanpa saling memaksakan kehendak, pendapat, atau
pandangan sendiri

e. Bertentangan dengan Integrasi


Kontak bertentangan dengan integrasi (kesatupaduan).
Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di
masyarakat Konflik yang terkontrol akan menghasilkan
integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat
menciptakan konflik

f. Dapat Menciptakan Perubahan


Konflik dapat memberikan kontribusi untuk menciptakan
perubahan dalam masyarakat. Konflik merupakan kekuatan
demi mencapai kemajuan. Konflik mampu mendorong
perubahan dalam suatu organisasi sehingga pimpinan yang
tidak cakap akan digantikan oleh pimpinan baru yang lebih
terampil
4. Sifat-Sifat Konflik
Setelah Anda mengetahui penyebab konflik, sekarang kita
bahas sifat-sifatnya. Berikut sifat-sifat konflik.
a. Konflik laten. Konflik dimulai ketika kondisi pencetus konflik
ada.
b. Konflik yang dikenal. Orang atau kelompok mulai
mengetahui bahwa konflik benar-benar ada.
c. Konflik yang dirasakan. Setiap orang dari anggota kelompok
sudah merasakan perasaan yang kurang enak dalam
kelompok.
d. Konflik manifes. Semua pihak yang terlibat dalam konflik
menyadari untung dan ruginya adanya konflik.
e. Konflik lanjutan. Setelah penyelesaian konflik dilakukan,
maka biasanya masih terjadi bekas-bekas adanya konflik.

5. Proses Terjadinya Konflik


Bagaimana suatu konflik dapat terjadi? Konflik terjadi
melalui sebuah proses, tidak terjadi secara tiba-tiba.
Berikut pendapat Robbins tentang lima tahap
terjadinya konflik.
a. Oposisi atau ketidakcocokan potensial, yaitu adanya kondisi
yang menciptakan kesempatan untuk munculnya konflik.
Kondisi tersebut dapat muncul karena komunikasi, struktur,
dan variabel pribadi. Komunikasi yang buruk dapat
menghalangi kolaborasi dan merangsang kesalahan
pemahaman. Struktur meliputi ukuran, derajat spesialisasi
dalam tugas yang diberikan kepada anggota kelompok,
kejelasan yurisdiksi, kecocokan anggota tujuan, gaya
kepemimpinan, sister imbalan, serta derajat ketergantungan
antara kelompok dan kelompok. Variabel pribadi dapat
mengawali sebuah konflik. Hal itu bisa sangat sepele, seperti
tidak menyukai suara, pakaian, atau kacamatanya.

b. Kognisi dan personalisasi, yaitu persepsi dari salah satu


pihak atau masing-masing pihak terhadap konflik yang
sedang dihadapi. Persepsi akan berlanjut pada tingkat
terasakan, yaitu pelibatan emosional dalam suatu konflik.
Pelibatan inilah yang akan menciptakan kecemasan,
ketegangan, frustrasi, dan permusuhan.

c. Maksud, yaitu keputusan untuk bertindak dalam suatu cara


tertentu dari pihak-pihak yang berkonflik. Hal ini akan
terwujud dalam perilaku.
d. Perilaku, mencakup pernyataan, tindakan, dan reaksi yang
dibuat untuk menghancurkan lain, fisik yang agresif,
ancaman dan ultimatum, serangan verbal yang tegas,
pertanyaan atau tantangan terang-terangan terhadap pihak
lain, serta ketidaksepakatan atau salah paham kecil.
e. Hasil, yaitu jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang
berkonflik dan menghasilkan konsekuensi. Hasil bisa
fungsional dalam arti konflik menghasilkan suatu perbaikan
kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi
kinerja kelompok oleh pihak-pihak yang berkonflik.

6. Teori Konflik
Tahukah Anda, kapan teori kontik pertama kali muncul? Teori
konflik muncul pada abad ke-18 dan ke-10 sebagai respons dan
lahirnya dual revolution, yaitu demokratisasi dan
industrialisasi. Selain itu, teon konflik adalah alternatif dan
ketidakpuasan terhadap analisis fungsionalisme struktural
Talcott Parsons dan Robert K. Merton yang menilai masyarakat
denga. paham konsensus dan integralistiknya. Perspektif
konflik dapat dilacak melalui pemikiran tokoh-tokoh klasik,
seport Thomas Hobbes (1588-1679). Karl Marx (1818-1883),
George Simmel (1858- 1918), dan Max Weber (1864-1920)
Keempat tokoh tersebut memberikan kontribusi besar
terhadap perkembangan analisis konflik kontemporer.

a. Thomas Hobbes (1588-1679)


Thomas Hobbes adalah orang yang paling
berpengaruh dalam mengembangkan paham materialisme.
Menurutnya, semua makhluk hidup terbentuk dari substansi
materi saja. Adapun kesadaran dan roh manusia timbul
karena adanya pergerakan partikel-partikel dalam otak.
Paham materialisme menganggap sifat dasar
manusia adalah semata-mata untuk memenuhi kepentingan
egonya. Oleh karena itu, Hobbes mengatakan manusia
merupakan serigala bagi manusia lainnya (homo homini
lupus atau all against all). Oleh karena itu, kehidupan
masyarakat diwarnai dengan pola relasi dominasi dan
penindasan.

b. Karl Marx (1818-1883)


Karl Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang kelas
masyarakat dan per- juangannya. Pendapat ini didasarkan
pada kondisi masyarakat abad ke-19 di Eropa. Masyarakat
masa itu, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas
pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kelas borjuis
melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem
produksi kapitalis. Ketegangan antara kelas borjuis dan
proletar mendorong terbentuknya gerakan sosial besar
yaitu revolusi.
Ciri menonjol dari Marx adalah pemikirannya sangat
radikal dan ia melihat bahwa perubahan sosial harus
menyeluruh dan total, cepat dan kohesif, atau kekerasan
secara tiba-tiba. Menurut pandangan Marx, kaum borjuis
pada masa itu tidak punya unsur-unsur positif yang bisa
dipertahankan. Kaum borjuis hanya melakukan penindasan
terhadap kaum buruh dalam rangka memperbesar
modalnya.

C. George Simmel (1858-1918)


Seorang sosiolog fungsionalis Jerman, George Simmel
menunjukkan bahwa konflik merupakan salah satu bentuk
interaksi sosial yang mendasar, berkaitan dengan sikap
bekerja sama dalam masyarakat. Simmel melihat
karakteristik kelompok tertentu membentuk struktur
interaksi dan asosiasi. Menurut Simmel, ketika suatu
kelompok bekerja, akan muncul sifat menegaskan dari pihak
lain yang merupakan insting manusia, contohnya
persaingan. Insting tersebut menghasilkan konflik.

d. Max Weber (1864-1920)


Dalam karya-karyanya, Max Weber mencoba
membuktikan bahwa sebab akibat dalam sejarah tak
selamanya didasarkan atas motif-motif ekonomi belaka.
Max Weber tidak sepakat dengan konsepsi Marx tentang
determinasi ekonomi. Ia menciptakan teori tindakan yang
mengklasifikasi tindakan individu ke dalam empat tipe yaitu
sebagai berikut.
1) Zwecrational, berkaitan dengan means and ends, yaitu
tujuan-tujuan (ends) dicapai menggunakan alat atau cara
(means), penghitungan yang tepat, dan bersifat
matematis.
2) Wertrational, adalah tindakan nilai, orientasi tindakan itu
tidak berdasarkan pada alat atau caranya, tetapi pada
nilai atau moralitas.
3) Afektif individu didominasi oleh sisi emosional.
4) Tradisional adalah tindakan pada suatu kebiasaan yang
dijunjung tinggi sebagai sistem nilai yang diwariskan dan
dipelihara bersama.
Menurut Weber, stratifikasi tidak hanya dibentuk oleh
ekonomi, tetapi juga prestige (status) dan power
(kekuasaan/politik). Konflik muncul dalam wilayah politik,
seperti partai politik. Di dalam kelompok inilah, perebutan
wewenang terjadi. Pemikiran Weber banyak memengaruhi
Ralf Dahrendorf. Menurut Dahrendorf, masyarakat
mempunyai dua wajah, yaitu konflik dan konsensus. Oleh
karena itu, menurutnya teori sosiologi dibagi menjadi teori
konflik dan teori konsensus.
Pada perkembangan selanjutnya, bermunculan
beragam teori lain yang mencoba mengenai konflik dan
berbagai sudut pandang Teori tersebut antara lain sebagai
berikut.

a. Teori Kebutuhan Manusia


Teori Kebutuhan manusia berasumsi bahwa konflik
yang berakar dalam (deep-rooted) disebabkan oleh tidak
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar manusia.
Banyaknya warga miskin yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokok memang rawan me. nimbulkan konflik
sosial. Masyarakat yang sedang frustrasi terimpit berbagai
kesulitan ekonomi sangat mudah tersulut emosinya
sehingga tindak konflik bersifat horizontal sering tidak
terelakkan.
Dalam hal ini, setiap perilaku kelompok termasuk
perilaku kekerasan yang dimungkinkan berasal dari perilaku
emosional individual. Agresivitas seseorang lantas dapat
menyebabkan timbulnya kekerasan oleh individu secara
mandiri ataupun bersama orang lain. Penyelesaian konflik
dapat dilakukan dengan membantu pihak-pihak yang
berkonflik untuk mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhannya.

b. Teori Identitas
Menurut teori identitas, konflik disebabkan oleh
ancaman terhadap identitas kelompok yang sering berakar
pada hilangnya sesuatu (misalnya tanah ulayat, hak-hak
adat, dan tergerusnya nilai-nilai budaya) atau penderitaan di
masa lalu.
Tindakan pemerintah atau pengusaha yang mengambil
alih tanah ulayat milik masyarakat adat secara paksa, telah
berulang kali mengakibatkan terjadinya konflik di berbagai
wilayah. Penyelesaian konflik dapat dengan merumuskan
kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas
pokok semua pihak.

c. Teori Hubungan Masyarakat


Teori hubungan masyarakat berasumsi bahwa konflik
disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi,
ketidakpercayaan, dan permusuhan antara kelompok
berbeda dalam masyarakat. Perbedaan tersebut umumnya
menyangkut suku, agama, ras, antargolongan, ataupun
ideologi politik. Maka, penyelesaian konfliknya dengan cara
meningkatkan komunikasi dan toleransi

d. Teori Permainan
Menurut teori permainan, konflik sama halnya dengan
permainan, yaitu dua pihak atau lebih menggunakan taktik
atau strategi tertentu untuk mengalahkan pihak lawan.
Menurut Joseph P. Folger dan Marshal S, Poole, teori
permainan memiliki sejumlah asumsi sebagal berikut.
1) Struktur konflik dibentuk oleh berbagai pilihan yang
tersedia dalam jumlah terbatas. 2) Para pihak mengetahui
imbalan (reward) yang akan diperoleh dari pilihan
tertentu.
3) Para pihak mengetahui pilihan yang dibuat oleh pihak
lainnya.
4) Para pihak menentukan taktik dan strategi dalam konflik
untuk memperoleh imbalan dengan mempertimbangkan
keadaan serta kekuatan pihak lawan.

e. Teori Kesalahan Pemahaman Antarbudaya


Teori kesalahan pemahaman antarbudaya melihat konflik
sebagai suatu proses yang disebabkan oleh adanya
ketidakcocokan dalam cara-cara berkomunikasi di antara
berbagai ragam budaya dalam masyarakat. Ketidakcocokan
tersebut dapat menimbulkan kesalahan pemahaman,
prasangka, bahkan perbenturan yang mengarah pada
konflik. Untuk menanggulanginya perlu diupayakan untuk
memperluas wawasan, mengurangi stereotip negatif, dan
meningkatkan efektivitas komunikasi antarbudaya.

f. Teori Psikodinamika
Menurut teori psikodinamika, konflik muncul akibat adanya
ketidaksesuaian antara ide (dorongan) dalam diri individu
dan nilai-nilai atau keadaan di masyarakatnya. Sebagai
contoh, individu memiliki dorongan untuk mewujudkan
kesejahteraan, tetapi keadaan dalam masyarakat justru
menghambat pencapaian dorongan tersebut. Ini dapat
mengakibatkan timbulnya konflik.

g. Teori Negosiasi Prinsip


Teori negosiasi prinsip menjelaskan bahwa konflik
adakalanya disebabkan oleh posis yang tidak selaras dan
perbedaan pandangan tentang konflik antara pihak-pihak
yang terlibat di dalamnya. Untuk menyelesaikan konflik
diperlukan dialog serta perundingan untuk kepentingan
bersama sehingga tercapai kesepakatan yang dapat diterima
oleh semua pihak.

h. Teori Proses Konflik


Teori proses konflik menjelaskan adanya sejumlah tahapan
dalam proses perkembangan konflik, yaitu sebagai berikut.
1) Sistem sosial (masyarakat) terdiri dari unsur atau
kelompok-kelompok yang saling berhubungan satu sama
lain.
2) Di dalam kelompok-kelompok itu terdapat
ketidakseimbangan pembagian kekuasaan atau sumber
penghasilan.
3) Kelompok yang tidak berkuasa atau tidak mendapat
bagian dari sumber penghasilan mulai mempertanyakan
keadaan.
4) Pertanyaan-pertanyaan mengenal keadaan akhimya
membawa pada kesadaran bahwa mereka harus
memperjuangkan perubahan alokasi kekuasaan dan
sumber penghasilan.
5) Kesadaran tersebut membuat mereka mudah terpancing
untuk meluapkan kemarahan.
6) Kemarahan sering diluapkan dengan cara-cara yang tidak
terorganisasi.
7) Luapan kemarahan menyebabkan meningkatnya
ketegangan.
8) Meningkatnya ketegangan mendorong kelompok-
kelompok ini mengorganisasikan diri guna menantang
kelompok yang berkuasa.
9) Akhirnya, konflik terbuka pun pecah antara kelompok
yang berkuasa dan kelompok yang tidak berkuasa.

i. Teori Transformasi Konflik


Teori transformasi konflik menganggap bahwa konflik
disebabkan oleh ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang
muncul sebagai masalah sosial, budaya, dan ekonomi. Tanpa
bermaksud mengesampingkan faktor lainnya, isu
ketidakadilan ekonomi seperti adanya pembatasan peluang
untuk melakukan aktivitas ekonomi dan aturan-aturan yang
diskriminatif, besar kemungkinannya dapat menyebabkan
konflik sosial.
Penyelesaian konflik dapat diupayakan melalui
pembenahan sistem agar memberi kesempatan yang sama
kepada seluruh warga masyarakat serta memberdayakan
kelompok-kelompok rentan, seperti warga miskin dan kaum
minoritas.

j. Teori Sistem
Menurut Ludwig von Bertalanffy, konflik dalam sistem atau
masyarakat disebabkan oleh hal-hal berikut.
1) Perbedaan pendapat mengenai tujuan sistem atau
masyarakat.
2) Benturan fungsi dan tugas antarsubsistem atau bagian-
bagian dalam masyarakat.
3) Perebutan sumber daya antarsubsistem atau bagian-
bagian dalam masyarakat.
4) Persaingan antarsubsistem atau bagian-bagian untuk
memperebutkan kepemimpinan.
5) Perbedaan latar belakang budaya.

7. Bentuk-Bentuk Konflik
Berdasarkan sejumlah kriteria, konflik sosial dapat
dibedakan atas beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut.
a. Berdasarkan Hubungannya dengan Tujuan Organisasi
1) Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung tujuan
organisasi. Konflik ini bersifat konstruktif. Contoh: konflik
antaranggota suatu organisasi politik tentang pencalonan
bupati dan wakil bupati.
2) Konflik disfungsional adalah konflik yang menghambat
tercapainya tujuan organisasi dan sifatnya destruktif.
b. Berdasarkan Hubungannya dengan Posisi Pelaku Konflik
1) Konflik vertikal adalah konflik antartingkatan kelas atau
antara atasan dan bawahan Contoh konflik antara buruh dan
manajer dalam suatu perusahaan.
2) Konflik horizontal adalah konflik yang terjadi antarindividu
atau kelompok yang sekelas atau sederajat. Contoh konflik
antarumat beragama yang terjadi di Poso
3) Konflik diagonal adalah konflik yang terjadi karena
ketidakadilan alokasi sumber daya keseluruh organisasi yang
menimbulkan pertentangan secara ekstrem dari bagian-bagian
yang membutuhkan sumber daya tersebut. Contoh: konflik
antara sebuah PT bersama segenap jajarannya dan pemerintah
daerah yang didukung rakyat.
c. Berdasarkan Hubungannya dengan Struktur Organisasi
1) Konflik hierarki adalah konflik dari berbagai tingkatan
(posisi) yang ada dalam suatu organisasi. Contoh: konflik
antara presiden direktur dan dewan komisaris dalam suatu
perusahaan.
2) Konflik lini staf adalah konflik antara lini dan staf yang ada
dalam organisasi. Hal tersebut terjadi karena pegawai staf yang
secara formal tidak lagi mempunyai kekuasaan atas pegawai
lini karena tidak dalam satu garis komando, sementara
pegawai staf merasa posisinya lebih baik daripada pegawai lini.
Contoh: konflik antara petugas tata usaha sekolah dan pesuruh
sekolah.
3) Konflik formal-informal adalah konflik antara kelompok
formal dalam suatu organisasi dan kelompok informal yang
berkaitan dengan organisasi tersebut.
d. Berdasarkan Hubungannya dengan Konsentrasi Aktivitas
Manusia dalam Masyarakat
1) Konflik ekonomi adalah konflik yang disebabkan oleh adanya
perebutan sumber daya ekonomi dari pihak yang berkonflik.
Contoh: konflik antarperusahaan rokok yang berusaha
merebut pasar dengan iklan-iklan yang gencar.
2) Konflik politik adalah konflik yang dipicu oleh adanya
kepentingan politik dari pihak-pihak yang berkonflik. Contoh:
konflik antarparpol berebut massa dalam berkampanye.
3) Konflik budaya adalah konflik yang disebabkan oleh adanya
perbedaan kepentingan budaya dari pihak yang berkonflik.
Contoh: konflik antarsuku mengenai sistem kekerabatan.
4) Konflik pertahanan adalah konflik yang dipicu oleh adanya
perebutan hegemoni pihak-pihak yang berkonflik. Contoh:
konflik antara Israel-Palestina serta konflik antara Korea Utara-
Korea Selatan.
5) Konflik antarumat beragama adalah konflik yang dipicu oleh
adanya sentimen agama. Contoh: konflik di Ambon atau konflik
Perang Salib.
e. Berdasarkan Hubungannya dengan Pelaku
1) Konflik intrapribadi (konflik di dalam diri sendiri) adalah
konflik yang terjadi dalam diri seseorang sebagai akibat
perbedaan atau kesenjangan antara kemauan dan
kemampuannya untuk melakukan keinginannya. Konflik ini
dibagi menjadi dua, yaitu konflik afektif, yang menyangkut
emosional, seperti stres, menurunnya produktivitas, atau
menurunnya rasa kepuasan; dan konflik kognitif, yang
menyangkut intelektual yaitu seseorang yang secara
intelektual mampu, tetapi berbenturan dengan ke- terbatasan
waktu, biaya, dan tenaga sehingga harus menerima kegagalan.
2) Konflik antarpribadi adalah apabila terjadi pertentangan
antara dua individu yang disebabkan oleh perbedaan persepsi,
orientasi, atau kedudukan. Konflik ini biasanya menimbulkan
like and dislike (rasa suka dan tidak suka) dalam hubungan
antarindividu.

3) Konflik dalam kelompok adalah konflik yang terjadi dalam


suatu kelompok karena keputusan kelompok bertentangan
dengan keinginan satu atau dua individu dalam kelompok
tersebut.
4) Konflik di dalam organisasi adalah konflik yang dapat
diindikasikan apabila suatu konflik telah mengarah ke dalam
seluruh fungsi di dalam organisasi tersebut. Contoh: konflik
antara manajer dan stafnya (bersifat vertikal) atau konflik
antarpegawai dalam organisasi itu (bersifat horizontal).
5) Konflik antarorganisasi adalah konflik antarkelompok yang
mempunyal badan hukum yang biasanya berhubungan dengan
masalah bisnis dan politik. Contoh: konflik antar- badan usaha
atau konflik antarparpol.
4. Berdasarkan Kecepatan Reaksi Berdasarkan kecepatan
reaksi (speed of reaction) yang diberikan para pihak atas
ketidaksepahaman yang terbentuk, konflik terdiri dari sebagai
berikut.
1) Gerakan sosial damal (peaceful collective action), berupa
aksi pertentangan yang dapat berlangsung dalam bentuk aksi
korektif (berupaya menyampaikan tuntutan tertulis atau
petisi), pemogokan (mogok makan atau mogok bekerja), atau
aksi lainnya (aksi teatrikat atau aksi tutup mulut). Bila tidak
mendapat tanggapan yang memuas- kan, aksi damai dapat
dimungkinkan berkembang menjadi aksi membuat gangguan
umum (strikes and civil disorders) berwujud demonstrasi
ataupun huru-hara..
2) Demonstrasi (demonstrations) atau protes bersama
(protest gatherings), adalah kegiatan yang mengekspresikan
ketidaksepahaman suatu kelompok atas isu-isu tertentu.
Demonstrasi biasanya masih bersifat lokal dan sporadis, tetapi
tidak tertutup kemungkinan dapat meluas.
3) Kerusuhan dan huru-hara (riots), adalah peningkatan derajat
kekerasan (degree of violance) dari sekadar demonstrasi.
Kerusuhan berlangsung sebagal aksi massal atas suatu
keresahan umum. Oleh karena disertai dengan aksi massa yang
cenderung tidak terkendall, maka huru-hara sering
menimbulkan kerusakan ataupun korban luka (bahkan
kematian).
4) Pemberontakan (rebellions), adalah konflik sosial
berkepanjangan yang biasanya digagas dan direncanakan lebih
konstruktif serta terorganisasikan dengan baik.
Pemberontakan bisa menyangkut perjuangan dan kedaulatan
atas suatu wilayah ataupun mempertahankan teritorial
(termasuk eksistensi ideologi tertentu).

5) Aksi radikalisme-revolusioner (revolutions), adalah gerakan


pertentangan yang menginginkan perubahan sosial secara
cepat atas suatu keadaan tertentu dalam masyarakat.
6) Perang adalah bentuk konflik bersenjata antarnegara yang
sangat tidak dikehendaki oleh masyarakat Internasional karena
dampaknya sangat luas, bahkan tak jarang mengakibatkan
tragedi kemanusiaan.

g. Berdasarkan Isu-isu yang Diusung


Berikut bentuk-bentuk konflik sosial berdasarkan isu-isu yang
diusung.
1) Konflik antarkelas sosial (social class conflict), sebagaimana
terjadi antara kelas buruh melawan kelas majikan dalam
konflik hubungan industrial atau kelas tuan tanah melawan
kelas buruh tani dalam konflik pertanahan.
2) Konflik moda produksi dalam perekonomian (modes of
production conflict), yang berlangsung antara kelompok pelaku
ekonomi berskala kecil melawan pengusaha bermodal besar,
misalnya antara pedagang tradisional dan pengusaha
perbelanjaan modern.
3) Konflik sumber daya alam dan lingkungan (natural resources
conflict), adalah konflik sosial yang berpusat pada sengketa
penguasaan sumber daya alam (tanah atau air). Sebagai
contoh, kelompok masyarakat adat memperjuangkan hak-hak
penguasaan tanah adat melawan perusahaan swasta atau
kelompok sosial lain yang juga mengaku sebagai pemiliknya.
4) Konflik ras (ethnics and racial conflict), yang mengusung
perbedaan warna kulit dan atribut rasial lainnya.
5) Konflik antarpemeluk agama (religious conflict), yang
berlangsung karena masing-masing pihak tidak mampu
mengembangkan sikap toleran dan saling menghargai
keyakinan satu sama lain
6) Kontik sektarian (sectarian conflich, adalah konflik yang
dipicu oleh perbeda pantangan atau ideologi yang dianut
antarpihak Konflik akan semakin memperta perbedaan
pandangan antarmazhab/aliran (sering terjadi pada ideologi
yang sama
7) Konflik politik (political conflict, yang berlangsung dalam
dinamika olah kekua (power exercise) Konflik politik sering
terjadi karena upaya merebut dan mempertahankan
kekuasaan
8) Konflik gender (gender conflict, adalah konflik yang
berlangsung antara penganut pandangan berbeda dengan
basis perbedaan jenis kelamin. Para pihak mengusung
kepentingan-kepentingan (politik, kekuasaan, ekonomi, serta
per sosial) yang berbeda dan saling berbenturan antara dua
kelompok jenis ketame Sebagai contoh, konflik antara pihak
yang menginginkan perempuan lebih banyak berkiprah dalam
perpolitikan/perekonomian dan pihak yang menganggap
perempuan seharusnya tetap mempertahankan peran
tradisional sebagai penguru rumah tangga.
9) Konflik antarkomunis (communal conflict), yang bisa
disebabkan oleh berbagai fakto seperti eksistensi identitas
budaya komunitas ataupun faktor sumber daya kehidu an
(sources of sustenance). Konflik komunal sering bisa
berkembang menjadi konflik teritorial jika pada identitas
kelompok melekat juga identitas kawasan
10) Konflik teritorial (territorial conflict), adalah konflik sosial
yang dilancarkan de komunitas atau masyarakat lokal untuk
mempertahankan kawasan tempat mereka membina
kehidupan selama ini. Konflik teritorial sering dijumpai di
kawasan kawasan hak pengusahaan hutan (HPH), komunitas
adat/lokal merasa terancam sumber kehidupan dan identitas
sosiobudayanya manakala pengusaha pemilik HP menebangi
pepohonan serta hutan tempat mereka selama ini bernaung
dan membina kehidupan.
11) Konflik dua negara (interstate conflict), adalah konflik yang
berlangsung antara dua negara dengan kepentingan, ideologi,
dan sistem ekonomi yang berbeda serta saling berbenturan.
Dalam kecenderungan global interstate conflict bisa
berkembang. baik menjadi regional conflict atau konflik
antarkawasan maupun negara-negara yang bersekutu
sebagaimana terjadi pada era Perang Dingin (Blok Uni Soviet
dengan Blok Amerika Serikat).

Selain bentuk-bentuk konflik tersebut, para ahli juga


mengemukakan beberapa bentuk konflik. Berikut bentuk-
bentuk konflik menurut para ahli.
a. Kurt Lewin
Berikut tiga macam konflik yang dialami oleh manusia
menurut Kurt Lewin.

1) Konflik Positif-Positif
Konflik positif-positif terjadi apabila seorang individu
menghadapi dua keinginan atau tujuan yang sama-sama
menarik, tetapi harus dipilih satu di antaranya. Sebagai contoh,
dalam waktu yang sama seorang individu mendapat tawaran
pekerjaan yang sama- sama menarik, maka ia harus
menentukan satu pilihan setelah mempertimbangkan dari
beberapa aspek. Bagan konflik positif-positif seperti terlihat
pada gambar berikut.

2) Konflik Negatif-Negatif
Konflik negatif-negatif terjadi apabila pada saat yang
bersamaan seseorang dihadap- kan pada dua yang sama-sama
tidak menarik atau sama-sama tidak diinginkan Ketika
menghadapi situasi semacam ini, individu mendapat dorongan
yang kuat untuk lari dari masalah dengan cara melakukan hal
lain. Sebagai contoh, Tino sebagai siswa lulusan SMA disuruh
ayahnya untuk memilih bekerja atau melanjutkan ke
perguruan tinggi, padahal Tino tidak menyukai dua pilihan
tersebut. Apabila Tino dipaksa untuk bekerja, kemungkinan ia
akan menjadi pekerja yang suka membolos atau bekerja
dengan seenaknya, sedangkan kalau dipaksa kuliah, mungkin
Tino akan sering membolos juga. Bagan konda negatif-negut
per terminat pada gambar beri

3) Konflik Positif-Negatif
Konflik positif-negatif berjadi apabila pada saat yang sama
vidavidu dihadapkan pada pilihan yang bertolak belakang
antara pilihan yang menarik/menyenangkan dan pihak yang
menyusahkan menyedihkan Sebagai contoh, Pak Wawan suka
minuman manis, tetapi ia mempunyal penyakit diabetes.
Namun, konflik tersebu dapat diatasi dengan cara Pak Wawan
mengonsumsi gula rendah kalori sehingga tidak perlu khawatir
dengan gula darahanya dan tetap bisa merasakan manis.
Bagan konflik positif negatif seperti terlihat pada gambar
berikut.

b. Lewis A. Coser
Lewis A. Coner membedakan konflik berdasarkan bentuk dan
tempat terjadinya konflik
1) Konflik Berdasarkan Bentuk Berdasarkan bentuknya, kita
mengenal konta realistis dan konflik nonrealistis.
a. Konflik Realistis
Konflik realistis adalah konflik yang berasal dan kekecewaan
individu atau kelompok atas tuntutan-tuntutan ataupun
perkiraan-perkiraan keuntungan yang terjadi dalam hubungan-
hubungan sosial Sebagai contoh, beberapa orang karyawan
melakukan aksi mogok kana karena tidak sepakat dengan
kebijakan yang telah dibuat oleh perusahaan.
b. Konflik Nonrealistis
Konflik nonrealistis adalah konflik yang bukan berasal dari
tujuan-tujuan saingan yang bertentangan, tetapi dari
kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari
salah satu pihak. Sebagai contoh, penggunaan jasa ilmu gaib
atau dukun dalam usaha untuk membalas dendam atas
perlakuan yang membuat seseorang turun pangkat pada suatu
perusahaan
2) Konflik Berdasarkan Tempat Terjadinya
Berdasarkan tempat terjadinya, kita mengenal konflik in-group
dan konflik out-group.
a) Konflik In-group
Konflik in-group adalah konflik yang terjadi dalam kelompok
atau masyarakat sendiri, sampai misalnya pertentangan karena
permasalahan di dalam masyarakat itu sendiri menimbulkan
pertentangan dan permusuhan antaranggota dalam
masyarakat itu.
b) Konflik Out-group.
Konflik out-group adalah konflik yang terjadi antara suatu
kelompok atau masyarakat dan suatu kelompok atau
masyarakat lain, misalnya konflik yang terjadi antara
masyarakat desa A dan masyarakat desa B.
c. Ralf Dahrendorf
Ralf Dahrendorf mengatakan bahwa konflik dapat dibedakan
atas empat macam yaitu sebagai berikut
1) Konflik antara atau yang terjadi dalam peranan sosial, atau
disebut dengan konflik peran. Konflik peran adalah suatu
keadaan individu menghadapi harapan-harapan yang
berlawanan dari bermacam-macam peranan yang dimilikinya.
2) Konflik antara kelompok-kelompok sosial.
3) Konflik antara kelompok-kelompok yang terorganisasi dan
tidak terorganisasi.

4) Konflik antara satuan nasional, seperti antarpartai politik,


antamegara, atau organisasi Internasional
: Mayor Polak

Berkut empat bentuk konto al menurut Mayor Pol

1) Konflik Antarkelompok

Kon antarkalompok melibatkan kelompok kelompok yang


memiliki kepentingan berbeda

2) Kentia Intern datam Kelompok

Kontlik intemmelibatkan anggota-anggota dalam satu


kelompok, lazimnya disebabkan oleh perebutan pengaruh atau
kekuasaan perbedaan cara dalam mencapai tujuan atau
ketidaksamaan pendapat mengenal beragam isu terkait
keberadaan kelompok

3) Konflik Antarindividu

Konik antarindividu melibatkan individu-individu yang memiliki


tatar belakang (ras suku agama dan status, kebutuhan,
ataupun kepentingan berbeda. Konflik dapat mempertahankan
hak dan kekayaan

juga terjadi karena upaya 4) Konflik Intern Individu

Konfix item individu berwujud pergulatan bain dalam din


individu mengenai cita- cita Konik ini dapat terjadi kata
individu dihadapkan pada kenyataan bahwa cita citanya
temyata ditentang oleh orang tua atau keluarga terdekat, atau
saat individu menyadari kenyataan bahwa keadaan sda
memungkinkannya mencapai cita-cita yang dinginkan

e. James A.F. Stoner dan Charles Wankel Berikut tiga bentuk


konflik sosial menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel

1) Konflik Intrapersonal

Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya


sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang
memiliki dus keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus
Berikut tiga bentuk konta intrapersonal

Konflik pendekatan-pendekatan (approach to approach


conflict), adalah bila seorang individu menghadapi dua
keinginan atau tujuan yang sama-sama menank, tetapi harus
dipilih satu di antaranya Cordoh: seorang lulusan SMA harus
memilih salah satu antara dua perguruan tinggi negeri yang
diminatinya dan berkualitas setara

b) Konflik pendekatan-penghindaran (approach to avoidance


conflict), adalah konflik yang terjadi jika individu memilio
perasaan positif dan negatif terhadap satu objek. Contoh:
Invan berniat berkunjung ke rumah Sita. Namun, la khawatir

Sita akan menolak sehingga akhimya irvan mengurungkan niat

c) Konflik penghindaran-penghindaran (avoidance to avoidance


conflict), adalah timbul bila pada saat bersamaan seseorang
dihadapkan pada dua alternatif yang sama-sama tidak
diinginkannya. Contoh: Andika harus memilih apakah hendak
menjual mobil kesayangannya untuk mendaftarkan din ke
sekolah pilot atau mempertahankan mobilnya, tetapi tidak
dapat membiayai pendaftaran sekolah pilot

2) Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal adalah pertentangan antara seseorang
dan orang lain akibat perbedaan kepentingan atau keinginan.
Hal ini sering terjadi antara dua orang yang

berbeda status, peranan, bidang kerja, dan lain-lain. 3) Konflik


Antarindividu dan Kelompok

Hal ini sering berhubungan dengan cara individo menghadapi


tekanan tekanan untuk mencapai konformitas yang ditekankan
kepada mereka oleh kelompok sosial atau masyarakatnya.
[20.18, 29/5/2023] Stevani: 1. Simon Fisher

Berkut empat bentuk konflik sosial menurut Simon Fisher 1)


Tanpa Konflik Tanpa Aontia menggambarkan situasi yang
reland stabil, hubungan-hubungan antar

kelompok bisa saling memenuhi dan bertunguung damai


Dalam hal ini tidak berarti

bahwa kontlik sama sekat tidak tad, tetapi ada beberapa


kemungkinan yang mendukung situas tanpa konik antara lain
sebagai berikut a) Masyarakat mampu menciptakan struktur
sosial yang bersifat mencegah ter

jadinya kontis dan kekerasan b) Sifat budaya yang


memungkinkan anggota masyarakat menjauhi permusuhan
dan kekerasan
2) Konflik Laten

Kont laten adalah suatu keadaan yang di dalamnya terdapat


banyak persoalan.

afat tersembunyi dan perlu changkat ke permukaan agar bisa


ditangani. Kehidupan

masyarakat yang tampak stabil dan harmonis bukan


menipakan jaminan bahwa di dalam masyarakat tidak terdapat
permusuhan atau pertentangan. Bisa jadi di balik stabilitas
keharmonisan, serta pertamalan, justru tersimpan konflik
saten yang tinggal menunggu waktu saja untuk pecah menjadi
kondlik terbuka Kontik terbuka merupakan situasi ketika konta
sosial telah muncul ko permukaan.

3) Konflik Terbuka

berakar dalam (deep rooted), dan sangat nyata sehingga


diperlukan berbagai

tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai


dampaknya. Pada situasi

konfik terbuka, biasanya akan bermunculan keterlibatan


sejumlah besar pihak dan
funtutan-tuntutan yang tersebar luas dengan cepat Konflik di
permukaan umumnya tidak berakar dalam dan muncul hanya,
karena

4) Konflik di Permukaan,

B. KEKERASAN

Konflik sosial dianggap perlu untuk mendorong proses perubahan


sosial dalam masyarakat. Konflik sosial yang bersifat konstruktif
tentu bersifat membangun dan mendorong masyarakat menjadi
lebih dinamis. Sebaliknya, konflik sosial yang bersifat destruktif
bersifat merusak. Kekerasan merupakan contoh konflik sosial
destruktif. Hal ini menunjukkan bahwa konflik sosial dan kekerasan
merupakan kondisi yang berbeda.

1. Definisi Kekerasan

Secara etimologis, kekerasan merupakan terjemahan


dari kata violence, berasal dari bahasa Latin yaitu violentia yang
berarti force (kekerasan). Sementara itu secara terminologi
kekerasan (violent) didefinisikan sebagai perilaku pihak yang
terlibat konflik yang bisa melukai lawan konfliknya untuk
memenangkan konflik. Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kekerasan didefinisikan sebagai perbuatan seseorang
atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya
orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang
lain.
Secara umum, kekerasan dapat didefinisikan sebagai
perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang
menyebabkan cedera atau hilangnya nyawa seseorang atau
dapat menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.
Adapun secara sosiologis, kekerasan dapat terjadi di saat
individu atau kelompok yang melakukan interaksi sosial
mengabaikan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku di
masyarakat dalam mencapai tujuan masing- masing.

Dengan diabaikannya norma dan nilai sosial tersebut,


maka akan terjadi tindakan-tindakan tidak rasional yang akan
menimbulkan kerugian di pihak lain, tetapi dapat
menguntungkan diri sendiri.

Berikut beberapa pendapat para ahli tentang definisi


kekerasan.

a. Thomas Hobbes
Kekerasan merupakan sesuatu yang alamiah dalam manusia.
Dia percaya bahwa manusia adalah makhluk yang dikuasai
oleh dorongan-dorongan irasional, anarkis, saling ini, serta
benci sehingga menjadi jahat, buas, kasar, dan berpikir
pendek. Hobbes mengatakan bahwa manusia adalah serigala
bagi manusia lain (homo homini lupus). Oleh karena itu,
kekerasan adalah sifat alami manusia. Dalam ketatanegaraan,
sikap kekerasan digunakan untuk menjadikan warga takut dan
tunduk kepada pemerintah.

b. Stuart dan Sundeen


Perilaku kekerasan atau tindak kekerasan merupakan
ungkapan perasaan marah dan bermusuhan yang
mengakibatkan hilangnya kontrol din individu bisa berperilaku
menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat
membahayakan din sendin, orang lain, dan lingkungan.

c. J.J. Rousseau
Pada dasarnya manusia itu polos mencintai diri secara

spontan, dan tidak egois. Peradaban serta kebudayaan lah


yang menjadikan manusia kehilangan sifat aslinya. Manusia
menjadi kasar dan kejam terhadap orang lain. Dengan kata
lain, kekerasan yang dilakukan bukan merupakan sifat murni
manusia.
d. Soerjono Soekanto
Kekerasan (violence) adalah penggunaan kekuatan fisik secara
paksa terhadap orang atau benda. Adapun kekerasan sosial
adalah kekerasan yang dilakukan terhadap orang dan barang,
karena orang dan barang tersebut termasuk dalam kategori
sosial tertentu.

e. Abdul Munir Mulkan


Kekerasan adalah tindakan fisik yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang untuk melukai, merusak, atau
menghancurkan orang lain atau harta benda dan segala
fasilitas kehidupan yang merupakan bagian dari orang lain
tersebut.

2. Syarat Terjadinya Kekerasan

Kekerasan sering menjadi hasil dari suatu konflik sosial yang


tidak terkendali. Bagaimanakah prosesnya hingga suatu konflik
sosial dapat berkembang menjadi kekerasan? NJ. Smelser
mengemukakan lima prasyarat atau determinan yang secara
bertahap terpenuhi hingga konflik berlanjut menjadi perilaku
kekerasan manusia yaitu sebagai berikut.

a. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan


(social condusiveness) yang disebabkan oleh struktur sosial
tertentu, seperti tidak adanya sistem tanggung jawab yang
jelas dalam masyarakat, tidak tersedianya saluran untuk
mengungkapkan kejengkelan-kejengkelan, dan adanya sarana
untuk saling berkomunikasi antara mereka yang memiliki
kejengkelan serupa.

b. Kegusaran atau tekanan sosial (social strain), adalah kondisi


yang timbul karena sejumlah besar anggota masyarakat
(kelompok besar atau massa) merasa bahwa banyak nilai dan
norma yang sudah dilanggar, tetapi tanpa ganjaran sanksi
setimpal.

c. Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas


(generalized hostile belief) terhadap suatu sasaran tertentu,
seperti pemerintah atau kelompok tertentu yang memiliki
kedekatan dengan pemerintah.

d. Mobilisasi massa untuk beraksi (mobilization for action),


adalah adanya tindakan nyata massa mengorganisasikan diri
untuk bertindak.

e. Kontrol sosial (social control) gagal. Ini berkaitan dengan


kemampuan aparat keamanan dan petugas lainnya untuk
mengendalikan situasi serta menghambat kerusuhan.
Semakin banyak massa yang terlibat dalam kerusuhan, maka
semakin besar kemungkinan terjadinya kegagalan kontrol
sosial aparat sehingga kekerasan pun benar-benar tidak
terkendali lagi.
3. Faktor Penyebab Kekerasan

Kekerasan tidak sama dengan konflik karena tidak semua


konflik akan menimbulkan tindak kekerasan, Kekerasan
merupakan gejala yang muncul sebagai salah satu efek dari
adanya proses sosial yang biasanya ditandai oleh perusakan dan
perkelahian. Berikut dua hal yang menjadi acuan konsep
kekerasan.
a. Kekerasan merupakan suatu tindakan untuk menyakiti orang
lain sehingga menyebabkan luka-luka atau mengalami
kesakitan.
b. Kekerasan yang merujuk pada penggunaan kekuatan fisik yang
tidak lazim dalam suatu kebudayaan

Kekerasan tidak dibenarkan oleh nilai dan norma yang


berlaku, tetapi hal tersebut kerap terjadi. Adapun faktor-faktor
penyebabnya yaitu sebagai berikut.

a. Adanya prasangka buruk kepada pihak lain.


b. Individu tidak dapat mengendalikan emosinya.
c. Lahirnya permasalahan yang memancing permusuhan
d. Kontrol sosial sudah tidak berfungsi untuk mengendalikan
persaingan yang terjadi.
e. Adanya keinginan manusia untuk mendapatkan prestasi.

4. Karakteristik Kekerasan
Ketika membahas mengenai karakteristik kekerasan, perlu
dilakukan pembedaan atas kekerasan yang dilakukan individu
dan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang

a. Karakteristik Kekerasan oleh Individu


1) Kekerasan selalu mengakibatkan timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran.

2) Kekerasan dapat berakibat trauma psikologis yang


membekas dan memengaruhi kepribadian individu.
3) Sebagian besar tindak kekerasan dilakukan oleh individu
yang pernah mengalami tindak kekerasan atau terbiasa
melihat perilaku kekerasan Contoh: anak yang biasa
menerima hukuman berwujud kekerasan sejak kecil akan
tumbuh dengan anggapan bahwa kekerasan merupakan hal
lazim. Kelak la sangat mungkin melakukan kekerasan
kepada anak-anaknya atau orang lain.

4) Tayangan bercorak kekerasan di televisi kerap juga


mendorong individu melakukan peniruan (imitasi)
kekerasan.

5) Kekerasan dapat muncul sebagai tuapan frustrasi yang


diakibatkan oleh terhambat atau tercegahnya upaya
mencapai tujuan tertentu. Contoh: seorang pelajar yang
gagal meraih kelulusan dalam ujian nasional sangat
mungkin menjadi frustrasi dan melakukan tindakan
bemuansa kekerasan, seperti menyakiti dirinya sendiri atau
menyerang orang lain.

6) Provokasi verbal atau fisik juga dapat memicu individu


melakukan kekerasan. Contoh: ejekan bemuansa ras atau
etnik yang ditujukan kepada seseorang bisa mendorong-
nya melakukan tindak kekerasan sebagai balasan.

7) Konsumsi minuman beralkohol sering pula menjadi


penyebab tindak kekerasan oleh individu. Hasil penelitian
Murdoch, Pihl, dan Ross di 14 negara menemukan pola
bahwa perilaku kriminal termasuk kekerasan, dilakukan
oleh pelaku saat berada dalam pengaruh minuman
beralkohol
b. Karakteristik Kekerasan oleh Kelompok
1) Pada kelompok sosial teratur (yang dapat dijelaskan
struktur, norma, dan perannya), kekerasan sering
disebabkan oleh upaya memperjuangkan serta
memenangkan kepentingan tertentu.
2) Pada kelompok sosial tidak teratur (yang tidak dapat
dijelaskan struktur, norma, dan perannya), misalnya
kerumunan, kekerasan dapat muncul secara spontan
Gustave le Bon berpendapat bahwa ketika berada dalam
kerumunan, kepribadian individu akan digantikan oleh
kepribadian massa yang bersifat abstrak. Kepribadian massa
tersebut menjadi pangkal tolak bagi individu untuk
berperilaku agresif, kurang rasional, menuruti sentimen,
serta mudah dipengaruhi
3) Kekerasan adakalanya muncul sebagai wujud kegagalan
menghargai dan menghormati keberagaman. Kekerasan
timbul karena kelompok-kelompok tertentu sulit menerima
keberagaman. Mereka ini akibat keterbatasan pemahaman
cenderung menganggap bahwa orang yang berbeda (ras,
suku, agama, dan golongan) harus dimusuhi. Mereka sulit
menerima kebenaran dari keberagaman sebab menganggap
dirinya sebagai pemilik tunggal kebenaran. Hal inilah yang

sering menimbulkan tindak kekerasan.


4) Kekerasan oleh kelompok selalu mengakibatkan dampak
yang lebih luas, seperti kerusakan harta benda, jatuhnya
korban luka ataupun kehilangan nyawa, hingga
berkembangnya perasaan dendam dan kebencian
antarkelompok sosial.
5) Kekerasan dapat menimbulkan keretakan hubungan
antarkelompok yang mengancam keutuhan masyarakat.

5. Bentuk-Bentuk Kekerasan

Kekerasan merupakan tindakan agresi yang melanggar


norma dan nilai sosial. Jika dikelompokkan, ada dua bentuk
kekerasan yaitu sebagai berikut.
a. Kekerasan langsung (direct violence), adalah suatu bentuk
kekerasan dengan sengaja.
b. Kekerasan tidak langsung (indirect violence), adalah suatu
bentuk kekerasan yang mengurangi hak asasi manusia.

Kekerasan dapat berlangsung secara terbuka (overt)


ataupun tertutup (cover), baik menyerang (offensive) maupun
bertahan (deffensive). Berdasarkan hal tersebut, kekerasan
dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu sebagai berikut.
a. Kekerasan terbuka, adalah kekerasan yang dapat dilihat
seperti perkelahian.

b. Kekerasan tertutup, adalah kekerasan tersembunyi atau tidak


dilakukan langsung, seperti perilaku mengancam.

c. Kekerasan agresif, adalah kekerasan yang dilakukan tidak


untuk perlindungan, tetapi untuk mendapatkan sesuatu

d. Kekerasan defensif, adalah kekerasan yang dilakukan sebagai


tindakan perlindungan diri.

Adapun berdasarkan bentuknya, kekerasan dapat


digolongkan menjadi kekerasan fisik, psikologis, dan struktural

a. Kekerasan fisik, adalah kekerasan nyata yang dapat dilihat dan


dirasakan oleh tubuh. Wujud kekerasan fisik berupa
penghilangan kesehatan atau kemampuan normal tubuh,
sampai pada penghilangan nyawa seseorang. Contoh:
penganiayaan dan pemukulan.

b. Kekerasan psikologis, adalah kekerasan yang memiliki sasaran


pada rohani atau jiwa sehingga dapat mengurangi, bahkan
menghilangkan kemampuan normal jiwa. Contoh:
kebohongan, indoktrinasi, ancaman, dan tekanan.
c. Kekerasan struktural, adalah kekerasan yang dilakukan oleh
individu atau kelompok menggunakan sistem, hukum,
ekonomi, atau tata kebiasaan yang ada di masyarakat Oleh
karena itu, kekerasan ini sulit untuk dikenali. Kekerasan
struktural yang terjadi menimbulkan ketimpangan-
ketimpangan pada sumber daya, pendidikan, pendapatan,
kepandaian, keadilan, serta

wewenang untuk mengambil keputusan. Situasi ini dapat


memengaruhi fisik dan jiwa seseorang Biasanya negaralah
yang bertanggung jawab untuk mengatur kekerasan struktural
karena hanya negara yang memiliki kewenangan serta
kewajiban resmi untuk mendorong pembentukan atau
perubahan struktural dalam masyarakat.

Para ahli memberikan beragam pendapat mengenai


bentuk-bentuk kekerasan. Berikut berbagai pendapat tentang
bentuk-bentuk kekerasan yang dikemukakan oleh para ahli.

a. Robert F. Litke
Berikut dua bentuk kekerasan menurut Robert F. Litke.
1) Kekerasan personal, adalah kekerasan yang dilakukan
oleh individu (pribadi) dan berwujud dalam dimensi fisik
ataupun psikologis. Kekerasan fisik dapat berupa
tindakan mencederal atau melukai. Adapun kekerasan
psikologis bisa muncul dalam bentuk ancaman atau
pembunuhan karakter.

2) Kekerasan institusional, adalah kekerasan yang


terlembaga atau dilakukan oleh lembaga tertentu. Aksi
fisik dapat muncul dalam bentuk kerusuhan, terorisme,
dan perang. Adapun aksi psikologis muncul berbentuk
perbudakan, rasisme, dan seksisme.

b. Johan Galtung
Berikut tiga bentuk kekerasan menurut Johan Gattung

1) Kekerasan Struktural
Galtung berpendapat bahwa ketidakadian
yang diciptakan oleh suatu sistem hingga menyebabkan
manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar
(basic needs) merupakan konsep kekerasan struktural.
Kekerasan ini dapat mewujud sebagai rasa
tidak aman karena tekanan lembaga-lembaga militer
yang dilandasi oleh kebijakan politik otoriter,
pengangguran akibat sistem ekonomi yang tidak
berfungsi dengan baik dan kurang mampu menyerap
sumber daya manusia di lingkungannya. Banyaknya
anak-anak yang kelaparan, menderita busung lapar,
bahkan meninggal karena gizi buruk juga merupakan
konsep kekerasan struktural.

2) Kekerasan Kultural
Kekerasan kultural adalah aspek-aspek dari
kebudayaan, ruang simbolis dan keberadaan masyarakat
manusia (dicontohkan oleh agama dan ideologi, bahasa
dan seni, serta ilmu pengetahuan empiris dan formal)
yang bisa digunakan untuk melegitimasi atau
membenarkan kekerasan struktural dan langsung.

Kekerasan kultural merupakan hasil konstruksi


masyarakat. Satu etnik membenci etnik lain karena
adanya prasangka atau asumsi negatif tertentu yang di-
konstruksikan secara sosial. Sebagai contoh, etnik A
diasumsikan sebagai etnik yang serakah, dominan, dan
munafik. Asumsi ini lantas dijadikan pembenaran untuk
melakukan kekerasan terhadap warga etnik A.

3) Kekerasan Langsung
Kekerasan langsung dapat berwujud tindakan intimidasi
hingga menyebabkan ketakutan dan trauma psikis,
mencederai, melukai, hingga mengakibatkan kematian
pihak lain. Kekerasan langsung dapat dilakukan oleh satu
individu pada individu lain, kelompok terhadap
kelompok lain, atau kelompok terhadap individu.

6. Teori tentang Kekerasan


Untuk memperjelas pemahaman kita tentang kekerasan, perlu
kita bahas teori-teori tentang kekerasan. Berikut teori-teori
tentang kekerasan.
a. Teori Faktor Individual
Menurut teon faktor individual, konflik dan kekerasan selalu
berawal dan tindakan per- seorangan atau individual Perilaku
kekerasan adalah agresivitas yang dilakukan oleh individu
atau kelompok, baik secara spontan maupun direncanakan.
MacPhail mengatakan bahwa kerusuhan yang melibatkan
banyak orang sebenarnya dipicu oleh orang-orang tertentu
saja. Perilaku individual itulah yang akan memengaruhi pihak
lain untuk melakukan hal serupa. Oleh sebab itu, teori ini
meyakini bahwa tidak semua orang dalam sebuah kelompok
perusuh adalah pelaku

b. Teori Faktor Kelompok (Identitas Sosial)


Setiap individu akan bergabung dengan individu lain
untuk membentuk kelompok. Kelompok ini akan
mengedepankan identitas berdasarkan persamaan ras,

agama, atau etnik.


Pada saat berinteraksi, setiap kelompok akan
membawa identitasnya masing- masing. Hal inilah yang dapat
memicu benturan antara identitas kelompok yang berbeda.
Kondisi ini sering menjadi penyebab munculnya kekerasan.
Berdasarkan pandangan itu, maka muncullah teori faktor
kelompok Menurut teori ini, identitas kelompok sering
dijadikan alasan pemicu kekerasan dan konflik.
Jika kita melihat realitas kehidupan, pengelompokan
atas dasar agama, suku, dan organisasi yang diikuti sering
terjadi. Oleh sebab itu, seseorang akan selektif memilih
identitas sosialnya. Hal inilah yang akan memunculkan apa
yang dinamakan in-group dan out-group Setiap kelompok
akan menganggap kelompoknya yang paling benar.
Sedangkan kelompok lain dianggap salah (in-group
favouritism bias).

c. Teori Dinamika Kelompok (Deprivasi Relatif)

Teori dinamika kelompok menyatakan kekerasan timbul


karena adanya deprives (perasaan telah diperlakukan tidak
adi) relatif yang terjadi dalam kelompok atau masyarakat
Deprivasi relatif merupakan perasaan bahwa seseorang atau
sekelomp orang tidak mendapatkan sebagaimana seharusnya
didapatkan. Kondisi tu terjadi karena perubahan yang terjadi
dalam masyarakat tidak mampu ditanggapi dengan sembang
oleh sistem sosial dan masyarakatnya. Hal inilah yang dapat
memacu pergolakan sosial yang berujung pada kekerasan.

d. Teori Kerusuhan Massa

Teori ini memperkuat teori deprivasi relative. Pada teori ini


diungkapkan tahapan-tahapan munculnya kekerasan.
Penggagas teori ini adalah NJ. Smelser Menurutnya, ada lima
tahapan yang menyertai munculnya kekerasan yaitu sebagai
berikut.
1) Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan
atau kekerasan akibat struktur sosial tertentu, seperti tidak
adanya saluran yang jelas dalam masyarakat, tidak adanya
media untuk mengungkapkan aspirasi-aspirasi, dan tidak
adanya komunikasi antarmasyarakat

2) Kejengkelan atau tekanan sosial, adalah kondisi karena


sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa banyak
nilai-nilai dan norma yang sudah dilanggar

3) Berkembangnya prasangka kebencian yang meluas


terhadap suatu sasaran tertentu. Sasaran kebencian ini
berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa tertentu
yang mengawali atau memicu suatu kerusuhan.

4) Mobilisasi massa untuk beraksi, adalah adanya tindakan


nyata dari massa dan mengorganisasikan diri mereka untuk
bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi
yang memungkinkan pecahnya kekerasan massa. Sasaran
aksi ini bisa ditunjukkan kepada pihak yang memicu
kerusuhan atau di sisi lain dapat dilampiaskan pada objek
lain yang tidak ada hubungannya dengan pihak lawan
tersebut.

5) Kontrol sosial, adalah kemampuan aparat keamanan dan


petugas untuk mengendalikan situasi dan menghambat
kerusuhan. Semakin kuat kontrol sosial, semakin kecil
kemungkinan untuk terjadi kerusuhan.
e. Teori Disorganisasi Sosial

Teori disorganisasi sosial memandang perubahan sosial dapat


menimbulkan keretakan sosial, Meskipun demikian,
perubahan sosial tidak mungkin dihindari Bagi kaum
konservatif, perubahan sosial dianggap sebagai disorganisasi
sosial, sedangkan kaum reformis memandang perubahan
sosial sebagai reorganisasi sosial.

f. Teori Ideologi

Teori ideologi dikemukakan oleh TR Gurr. Menurut


pendapatnya, kekerasan dipengaruhi oleh ideologi Jika kita
melihat kekerasan yang sangat besar terjadi, mungkin saja hal
itu disebabkan oleh sekelompok kecil orang yang memiliki
ideologi berbeda. Tidak jarang hal itu kita saksikan di media
massa, cara perbedaan ideologi memunculkan kekerasan 9.

g. Teori Konflik Realistik

Teori konflik realistik dikemukakan oleh Sherit. Teori ini


mengatakan bahwa konflik kelompok disebabkan oleh
perebutan berbagai sumber (resources). Seperti yang kita

ketahui bahwa sumber ekonomi dan kekuasaan memang


terbatas atau langka. Oleh karena keterbatasannya, maka
setiap individu atau kelompok akan bersaing untuk
mendapatkan atau menguasainya. Persaingan yang terjadi
akan memunculkan salah satu pihak sebagai pemenang dan
pihak lain yang kalah. Akibat persaingan yang bersifat win-
lose orientation, tidak jarang berujung pada perilaku
kekerasan. Selain itu, perilaku kekerasan dapat terjadi karena
pertentangan nilai dan keyakinan di antara mereka.

h. Teori Frustasi-Agresi
Teori frustasi-agresi dikemukakan oleh Dollard. Teori ini
mengatakan bahwa frustasi terjadi karena terhalangnya suatu
tujuan dan akan menyebabkan agresi, yaitu intensi untuk
menyakiti orang lain. Ilustrasi yang dapat menggambarkan
teori ini adalah sebuah tim sepak bola yang merasa dirugikan
oleh wasit (kondisi frustasi) akan melakukan pemukulan
kepada wasit yang bersangkutan (perilaku agresi).

i. Teori Cultural Lag


Teori cultural lag dikemukakan oleh Wiliam Ogburn
sebagai modifikasi dari teori perubahan sosial. Cultural lag
adalah perbedaan taraf kemajuan antara berbagai bagian dalam
kebudayaan, atau ketertinggalan antara unsur kebudayaan
materiel dan nonmaterial. Penyebab timbulnya cultural lag
yaitu sebagai berikut.
1) Kurangnya penemuan baru dalam sektor yang harus
menyesuaikan dengan perkembangan sosial.
2) Adanya hambatan terhadap perkembangan pada umumnya.

3) Heterogenitas atau keberagaman sikap masyarakat, yaitu


kesiapan dalam menerima perubahan,
4) Kurangnya kontrak dengan budaya materiel masyarakat
lain.
Tidak sinkronnya perkembangan suatu kebudayaan, ada
aspek yang berkembang dan ada aspek yang jauh tertinggal
dapat menimbulkan masalah sosial. Aspek yang berkembang
sangat cepat umumnya berkaitan dengan budaya materiel atau
teknologi, sedangkan aspek yang tertinggal berhubungan
dengan kebudayaan nonmaterial.

7. Upaya Mengatasi Kekerasan


Berikut upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan
menanggulangi kekerasan.
a. Memperkuat Pengendalian Sosial
Dalam hal ini, pengendalian sosial dapat
dimaknai sebagai berbagai cara yang digunakan masyarakat
untuk menertibkan anggotanya yang melakukan
penyimpangan, termasuk tindak kekerasan.
Pengendalian sosial dapat dilakukan melalui hal-
hal berikut.
1) Pengawasan, adalah upaya mengawasi perilaku anggota
masyarakat demi mencegah terjadinya tindak kekerasan. Ini
dapat dilakukan oleh warga masyarakat ataupun apparat
penegak hukum.
2) Penindakan, adalah pengenaan sanksi atau hukuman kepada
pelaku tindak kekerasan, Tujuan penindakan adalah
memberi contoh kepada warga masyarakat agar tidak

meniru tindakan perilaku kekerasan dan mengurangi


kemungkinan pengulangan tindak kekerasan oleh pelaku.

b. Mengembangkan Budaya Meminta dan Memberi Maaf


Jika seseorang melakukan perbuatan yang tidak
menyenangkan kepada orang lain, kemungkinan orang
tersebut akan membalas dengan tindak kekerasan. Namun,
bagaimana jika pelaku langsung meminta maaf? Tentunya
tindak kekerasan dapat dicegah. Untuk itu, jika dikembangkan
budaya untuk segera meminta maaf ketika menyadari
kekeliruan dan memberi maaf tanpa menyimpan dendam.

c. Menerapkan Prinsip-Prinsip Antikekerasan


Berdasarkan konsep satyagraha yang
dikemukakan oleh Mahatma Gandhi, harus diupayakan untuk
menerapkan prinsip-prinsip antikekerasan dalam menghadapi
situasi konflik. Prinsip antikekerasan dilaksanakan melalui
strategi membangun hubungan erat, kerja sama, dan
pendekatan pribadi terhadap lawan konflik.
Asumsinya bahwa tindakan antikekerasan akan
menimbulkan tanggapan serupa. Dengan demikian, konflik
tidak akan mengarah pada kekerasan massa. Perlu diingat pula
ucapan Mahatma Gandhi yang dikutip oleh Presiden AS,
Ronald Reagen, dalam sebuah pidato di hadapan Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tanggal 25 September 1984, “Semua
masalah bisa diselesaikan secara damai jika pihak yang
bermusuhan saling berbicara atas nama cinta dan kebenaran.
Sepanjang sejarah, ungkapan cinta dan kebenaran selalu
menang.”

d. Memberikan Pendidikan Perdamaian kepada Generasi


Muda
Menurut Cawagas dan Swee-Hin, sangat penting untuk
memberikan Pendidikan perdamaian kepada generasi muda
untuk membekali mereka dengan kemampuan yang
dibutuhkan dalam penanggulangan dan penyeesaian konflik
ataupun tindak kekerasan. Pendidikan perdamaian tersebut
meliputi hal-hal sebagai berikut.
1) Membongkar dan menyingkirkan budaya kekerasan.
2) Hidup dengan rasa keadilan dan kepedulian.
3) Mempromosikan hak asasi manusia dan tanggung jawab
sosial terhadap sesama.
4) Hidup dalam harmoni dengan lingkungan alam (bumi).
5) Membangun budaya menghormati solidaritas dan
rekonsiliasi.
6) Terus mengembangkan inner peace, yaitu prinsip damai
dalam diri sehingga mampu menciptakan kedamaian di
masyarakat.

e. Mengawasi Tayangan Televisi


Untuk mencegah kekerasan, kiranya sungguh tepat jika
stasiun televisi memperbanyak tayangan yang menampilkan
semangat menolong dan tidak mengeksploitasi adegan
kekerasan. Orang tua pun perlu mendampingi anak-anaknya
saat menyaksikan televisi agar dapat memberikan bimbingan
atau penjelasan mengenai suatu tayangan.

f. Memastikan Terpenuhinya Kebutuhan Anggota


Masyarakat
Frustasi yang mengarah pada tindak kekerasan, salah satunya
disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
dasar anggota masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah
seharusnya mampu menyediakan lebih banyak lapangan
pekerjaan dan memastikan terpenuhinya kebutuhan fisik dasar
(pangan, sandang, dan perumahan) dari anggota masyarakat.
Anggota-anggota masyarakat pun dapat memberdayakan diri
untuk membantu menciptakan lapangan pekerjaan melalui
kewirausahaan mandiri.
g. Meningkatkan Dialog dan Komunikasi Intensif
Antarkelompok dalam Masyarakat
Dialog dan komunikasi intensif dapat menjadi sarana untuk
menumbuhkan sikap saling menerima serta menghargai
antarkelompok berbeda. Dialog dan komunikasi intensif juga
mampu mengembangkan kesediaan memandang yang lain
dengan penghargaan, tanpa saling memaksakan kehendak,
pendapat, atau pandangan sendiri. Jika kekerasan telah terjadi,
dialog pun sangat bermakna untuk mengeratkan kembali
jalinan hubungan antarkelompok.

h. Mendampingi Korban Kekerasan


Untuk mengatasi trauma psikologis yang membekas dan
memengaruhi kepribadian individu, perlu diberikan
pendampingan terhadap korban tindak kekerasan.
Pendampingan dibutuhkan untuk menumbuhkan kesadaran
bahwa korban mengalami kekerasan bukan karena
kesalahannya dan mengembalikan kepercayaan diri korban

i. Menyediakan Katarsis
Katarsis adalah sarana yang dapat digunakan menyalurkan
atau menurunkan rasa marah ataupun kebencian sehingga

tidak mewujud menjadi tindak kekerasan. Katarsis bisa berupa


kegiatan yang menguras tenaga (pertandingan olahraga atau
kegiatan fisik positif lainnya) ataupun arena untuk bersantai
(taman kota atau fasilitas publik lain yang mudah diakses).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konflik lebih mengarah pada pertikaian yang dilakukan oleh
dua pihak atau lebih. Jadi dapat kita artikan bahwa konflik adalah
suatu proses interaksi sosial untuk mencapai tujuan dengan cara
menyingkirkan lawan atau pihak lain. Sementara kekerasan
mengarah pada dorongan nafsu untuk menghancurkan pihak yang
lemah dan tak berdaya. Kekerasan dapat menjadi faktor yang
menyebabkan kekerasan begitu pula sebaliknya, kekerasan dapat
menjadi faktor yang menyebabkan konflik.
Kedua hal ini tentunya dapat menimbulkan dampak negatif
bagi generasi muda. Oleh sebab itu, diperlukannya kontrol dari
orang tua. Jangan sampai anak terpengaruh hal negatif karena
pergaulan bebas tersebut dan agar tidak terjadi lagi tawuran
antarpelajar yg disebabkan oleh konflik yang berujung pada
kekerasan dan mengalami kerugian baik bagi diri sendiri maupun
orang lain.

B. Saran
Dari kesimpulan diatas, diharapkan pembaca dapat
memahami arti penting dari konflik dan kekerasan serta paham
bagaimana upaya penyelesaian dari konflik dan kekerasan, yang di
mana konflik dan kekerasan sangat berdampak buruk bagi
kehidupan bermasyarakat. Edukasi terhdap anak sangat diperlukan
agar hal yang tidak diinginkan tidak terjadi untuk kedepannya.

DAFTAR PUSAKA

Handoyono,ego,ddk 2007. Studi Masyarakat Indonesia, Semarang;


fakultas ilmu sosial Universitas Negeri segarang.

Hastadewi,Yuli. 2000. Keluarga. Medan Yayasan PKPA.

Herimanto dan Winarno. 2010. Ilmu sosial & Budaya Dasar. Jakarta:
Bumi Aksara

Khoriyah, Siti 2014. Sosiologi 2. Solo: Tiga serangkai pustaka


mandiri.

Mardimin , Johanes 1996. Kritis proses pembangunan di Indonesia.


Yogyakarta: Kanisius
Maryati,Kun Dan Juju Suryawati 2014. Sosiologi kelompok
peminatan ilmu ilmu sosial untuk SMA/MA kelas XI Jakarta: Esis
Erlangga.

Latar belakang terjadinya pengelompokan sosial


https://blog.unnes.ac.id/alim17/2015/12/23/materi-sosiologi-sma-
kelas-xi-pembentukan-kelompok-sosial/

34

Anda mungkin juga menyukai