Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TEORI SISTEM DUNIA

Dosen Pengampu : Irfan, S.Pd, M.Si

DISUSUN OLEH :Kelompok V

Anggota: 1. Evi Tamala

2. Ros Diana

3. Siti aisa

4. Ziaq Arya kasiwa

5. Rani kurniati

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

UNIVERSITAS NGGUSUWARU

TAHUN AJARAN 2023-2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan

hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini tepat waktu. Dalam makalah ini

kami membahas materi tentang TEORI SISTEM DUNIA.

Makalah ini di buat untuk memper dalam pemahaman mata kuliah Pengantar Pendidikan yang

sangat di perlukan dalam materi perkuliahan demi mendapatkan pemahaman maksimal dalam

melakukan kegiatan dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa untuk

memenuhi tugas pembuatan makalah bilangan bulat. Penulis menyadari bahwa penulis tidak

dapat menyusun makalah ini tanpa adanya bantuan, dan dukungan dari teman-teman.

Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kata

sempurnah. Oleh karena itu penulis akan dengan senang hati menerima saran maupun kritik yang

sifatnya membangun untuk perbaikan selanjutnya.

Akhir kata penulis mohon maaf apabila ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini,

semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Bima. November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................................... 1

B. RUMUSAN MASALAH ....................................................................................................................... 2

C. TUJUAN ................................................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Apa Pengertian Teori Sistem Dunia ........................................................................... 3


B. Bagaimana Sejarah Teori Sistem Dunia ..................................................................... 3
C. Bagaimana Teori Sistem Dunia .................................................................................. 7
D. Bagaimana Perbandingan Teori Dependensi dengan Teori Sistem Dunia ................. 9

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ...................................................................................................................................... 11

B. SARAN ................................................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori Sistem Dunia pertama kali muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970 dengan
penggagas pertamanya yakni Immanuel Wallerstein. Teori ini muncul akibat dari banyaknya
kritik terhadap dua teori sebelumnya yang membahas mengenai Dunia Ketiga, yakni Teori
Modernisasi dan Teori Depedensi. Wallerstein sependapat dengan kaum Marxis dalam
pentingnya menentukan, mendasari faktor-faktor ekonomi dan dominasinya atas faktor-faktor
ideologis dalam politik global. Ekonomi merupakan penyebab utama dikotomi dari antara
pemilik modal dan tenaga kerja. Wallerstein mempercayai bahwa akibat dari pembangunan
negara yang tidak seimbang membuat negara-negara di dunia terbagi menjadi tiga kelompok,
yakni Wilayah Pusat, Wilayah semi-pinggiran, dan Wilayah Pinggiran. Perbedaan dari ketiga
kelompok ini adalah pada kekuatan ekonominya. Wilayah Pusat merupakan negara-negara yang
perekonomiannya sangat kuat dan Wilayah Pinggiran merupakan negara-negara yang
tereksploitasi oleh negara-negara Wilayah Pusat. Wallerstein percaya bahwa negara-negara
wilayah pinggiran bisa naik tingkat ke wilayah semi pinggiran bahkan naik ke wilayah pusat
apabila keberhasilan negara pinggiran melaksanakan salah satu kombinasi dari strategi
pembangunan yaitu strategi menangkap dan memanfaatkan peluang, strategi promosi dengan
undangan dan strategi berdiri diatas kaki sendiri. Namun, Teori Sistem Dunia menuai banyak
kritikan dari sosiolog pada masanya. Hal ini dikarenakan teori ini hanya melihat perspektif
sistem dunia yang menyajikan gemerlapnya konsep sistem dunia, seakan-akan merupakan
sesuatu yang rill dan materiil. Konsep sistem dunia merupakan konsep yang membantu para
peneliti untuk menguji dinamika global dunia. Jika memang demikian, ketika konsep tersebut
dipaksakan untuk diwujudkan dalam bentuk materiilnya, maka yang terjadi kemudian justru
konsep sistem dunia tidak akan lagi produktif. Dengan begitu, akan mengganggu peneliti dalam
merumuskan pertanyaan- pertanyaan penelitiannya. Sedangkan di sisi lain, perspektif ini telah
hampir meninggalkan spesifikasi sejarah perkembangan pada tingkat nasional. Menurut Zeitlin,
pokok perhatian Wallerstein selalu dicurahkan pada “totalitas” yang justru menghalangi untuk
terlibat dalam “analisa sejarah yang konkret dan spesifikasi dari satu masyarakat tertentu.

1
Dengan selalu menegaskan bahwa perspektif ini ‘riil’, telah mengaburkan hubungan sosial yang
konkret
yang mendasari apa yang disebut ‘sistem dunia ekonomi kapitalis’ dan telah menggerakkan serta
menumbuhkan perkembangan sejarah yang sebaliknya”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Teori Sistem Dunia ?
2. Bagaimana Sejarah Teori Sistem Dunia ?
3. Bagaimana Teori Sistem Dunia ?
4. Bagaimana Perbandingan Teori Dependensi dengan Teori Sistem Dunia ?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui penyebab munculnya teori sistem dunia
2. Untuk mengetahui perbedaan teori sistem dunia dan teori depedensi
3. Untuk mengetahui tanggapan dari para ahli mengenai teori sistem dunia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Sistem Dunia

Teori Sistem Dunia merupakan teori yang menjelaskan bahwa negara-negara di dunia
terbagi menjadi 3 kutub (tri kutub) yaitu Inti, Semipinggiran dan pinggiran, memiliki dinamika
dan mempunyai kesempatan untuk merubah kondisi negara berdasarkan pengelolaan negara
yang matang

B.Sejarah Teori Sistem Dunia

Sejak Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang memiliki kekuatan dominan di
dunia, ilmu sosialnya pun mulai mendalami persoalan pembangunan pada Dunia ketiga. Hal ini
kemudian memunculkan ajaran modernisasi (the modernization school), yang mendominasi pada
bidang kajian permasalahan sekitar tahun 1950-an. Namun, kegagalan program-program
modernisasi di Amerika Serikat pada tahun 1960 membuat lahirnya teori Neo-Marxis. Ajaran ini
memberikan kritik tajam pada ajaran modernisasi dan mengatakan bahwa ajaran modernisasi
sebagai rasionalisasi imperialisme. Dari Amerika latin ajaran dependensi kemudian menyebar
dan berkembang pesat di Amerika Serikat, hal ini terjadi karena waktu penyebarannya juga
bertepatan dengan sentimen anti perang di kalangan mahasiswa dan di sekitar kampus-kampus.
Suasana perang dingin antara kedua perspektifB pembangunan yang bertentangan ini membawa
dampak positif berupa lahirnya pemikiran kritis dan wawasan alternatif yang muncul sekitar
tahun 1970. Pada pertengahan tahun 1970, setelah perdebatan dan perang sudah tidak lagi
bersifat emosional dan berbau ideologis antara kedua perspektif pembangunan tersebut lahir lah
ajaran baru sekelompok pemikir pembangunan yang dipimpin oleh Immanuel Wallerstein
muncul dengan gagasan barunya yang radikal. Banyak peristiwa sejarah di dalam tata ekonomi-
kapitalis dunia (TEKD) ini yang tidak dapat dijelaskan oleh kedua perspektif pembangunan yang
telah mapan secara memuaskan, khususnya teori dependensi, baik yang klasik maupun temporer.
Dalam menganalisa persoalan-persoalan krisis yang muncul dalam tata ekonomi dunia pada dua
dekade terakhir, Wallerstein dan pengikutnya kemudian mengembangkan perspektif
pembangunan baru yang disebut sebagai perspektif sistem dunia (the world-system perspective),
atau bisa juga disebut sebagai ajaran sistem ekonomi-kapitalis dunia (the world capitalist-

3
economy school). Menurut Kaye, perspektif yang dirumuskan Wallerstein ini lahir dengan cara
mengambil intisari dan menyerap pola pikir dari dua tradisi pemikiran terdahulu, yakni pola pikir
pembangunan Negara Dunia Ketiga Neo-Marxis dan ajaran “Annales” Perancis. Wallerstain
memulai karirnya sebagai ahli tentang afrika yang mengkaji persoalan pembangunan negara-
negara di Afrika setelah memperoleh kemerdekaannya. Oleh karena itu pada tahapan awal
perumusan pemikiran teori sistem dunia, Wallerstein banyak dipengaruhi oleh tradisi kajian
persoalan pembangunan Neo-Marxis. Menurut Wallerstain, sistem dunia kapitalis dibagi
kedalam tiga jenis, yaitu negara pusat (core), setengah pinggiran (semi- periphery) dan negara
pinggiran (periphery). Perbedaan ketiga jenis negara ini terletak pada kekuatan ekonomi dan
politik dari masing-masing kelompok negara tersebut.

C. Teori Sistem Dunia

Teori sistem dunia secara konsep hierarki wilayah dunia terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
Wilayah “Pusat” (center) yang maju atau dominan, “Semi Pinggiran” (semi periphery) setengah
maju, dan “Pinggiran” (periphery) yang ketergantungan dan terbelakang (Wallerstein 1974: 66-
94). Adanya keberagaman dan status masing-masing wilayah dalam teori sistem dunia,
menggambarkan derajat penetrasi kekuatan kapitalis. Mengenai klasifikasi dari ketiga wilayah
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut menurut Wallerstein. 1. Wilayah Pusat Dalam
pandangan Wallerstein, wilayah “pusat” atau metropolis merupakan negara atau kota utama
dunia yang selama ini menjadi pusat bisnis, keuangan, teknologi, dan perdagangan internasional,
yang mana mengendalikan bahkan mengontrol seluruh rangkaian perekonomian berlandaskan
sistem kapitalis. Negara di wilayah “pusat” mengambil keuntungan paling banyak, karena
kelompok ini dapat memanipulasikan sistem dunia sampai batas-batas tertentu. Negara ini
mempunyai karakteristik upah yang relatif tinggi, teknologi maju dan campuran produksi yang
beragam. Negara di wilayah “pusat” merupakan negara yang mendominasi ekonomi dunia
kapitalis dengan masyarakat yang maju serta mempunyai pemerintah dan struktur militer yang
paling kuat. Secara ekonomi maupun politik, wilayah ‘pusat” atau metropolis menimbulkan
adanya keterbelakangan pada wilayah “pinggiran”. Sebagai bukti hubungan antara “pusat” dan
“pinggiran” bercorak eksploitatif, yang ditandai adanya aliran surplus ke negara-negara “pusat”.
Dengan kata lain, kemajuan yang dicapai di wilayah-wilayah pusat secara bersamaan justru
menciptakan kemiskinan serta ketimpangan di negara-negara pinggiran. Negara-negara
pinggiran terjebak dalam siklus atau pusaran keterbelakangan.

Wilayah atau negara “pusat” terdapat, Washington, New York (USA), London (Inggris), Paris
(Perancis), Berlin (Jerman), Tokyo (Jepang), Brussel (Belgia), Amsterdam (Belanda) serta
negara-negara Eropa Barat maju lainnya. Wilayah-wilayah ini menjadi penyangga sekaligus
simbol tegaknya sistem kapitalis global, yang mendominasi sebagian besar aktivitas perdagangan
dunia. Negara-negara pusat ini merupakan aktor utama yang menggerakkan perubahan-
perubahan dunia, termasuk menentukan nasib negara-negara yang sedang membangun. Menurut
Wallerstein, sekitar tahun 1450 sampai tahun 1750 merupakan waktu yang penting karena

4
menjadi awal lahirnya tata ekonomi kapitalis dunia. Siklus yang terjadi pada waktu itu
melahirkan gejala adanya ketimpangan dari berbagai daerah di Eropa. Wallerstein kemudian
menguji akibat yang ditimbulkan oleh tata ekonomi kapitalis dunia tersebut terhadap tiga daerah
geografis, yaitu “pusat”, “semi-pinggiran”, dan “pinggiran”. Untuk mengatasi permasalahan
ketimpangan akibat menurunnya permintaan dan keuntungan, daerah sentral menyediakan dua
kebijakan ekonomi. Kebijakan yang pertama adalah mengurangi biaya, khususnya biaya
produksi yang dapat dilakukan dengan meningkatkan pengambilan nilai lebih yang dihasilkan
oleh tenaga kerja. Kebijakan kedua adalah dengan meningkatkan pangsa pasar (salah satu
indikator dalam mengukur keberhasilan suatu perusahaan) yang dapat dilakukan dengan
melakukan penjualan dibawah harga pasar, melakukan kebijakan monopoli, dan atau mencoba
mengambil manfaat dari kebangkrutan pesaing. Namun dalam pelaksanaannya tentu saja ada
yang tidak berhasil dengan menggunakan kebijakan tersebut. Wallerstein juga melihat adanya
kesempatan untuk timbulnya konsentrasi modal yang tidak hanya terjadi pada tingkat
perusahaan, tetapi juga terjadi pada skala dunia, karena adanya tata ekonomi kapitalis dunia.
Beberapa negara sentral seperti Belanda, Inggris, dan Perancis mencoba menjalankan kebijakan
penurunan biaya produksi dengan meningkatkan teknologi produksi tekstil dan gandum.
Akibatnya produk yang melimpah dari negara sentral di Eropa Barat ini menggeser hasil
produksi dari negara-negara Eropa Timur dan Eropa Selatan. Hal ini menyebabkan negara
pinggiran harus menanggung kerugian dan beban biaya akibat negara sentral yang
menumbuhkan konsentrasi modal. Kolonialisme juga dapat dilakukan oleh negara sentral untuk
melaksanakan konsentrasi modal. Penurunan ekonomi yang terjadi pada awal abad ke- 17
menjadikan negara sentral di Eropa Timur dan Eropa Utara mencoba menciptakan dan
menguasai wilayah baru untuk melakukan eksplorasi kemungkinan keuntungan ekonomis dari
wilayah tersebut. Namun negara sentral tidak hanya berusaha dan bersaing untuk

dilaksanakan ketika ekonomi dunia sedang berkembang, disbanding ketika ekonomi dunia
sedang mengalami kelesuan seperti yang diperlukan untuk strategi pertama. Terakhir, pergeseran
posisi Negara pinggiran menjadi Negara semi – pinggiran dapat dilakukan dengan melalui
kebijaksanaan terdiri atas kaki sendiri. Sebagai contohnya Tanzania sebagai Negara secara hati-
hati melaksanakan strategi ini, dan ternyata secara imbang dapat mencapai kestabilan politik dan
pembangunan ekonomi. 3. Wilayah Pinggiran Wilayah pinggiran atau disebut juga wilayah
periferi adalah negara-negara yang memiliki status ekonomi terbelakang, memiliki tingkat
kemiskinan yang cukup besar, kualitas sumberdaya manusia yang rendah, tata pemerintahan
yang buruk serta tatanan sosial yang rapuh. Wilayah pinggiran yang berisikan negara dengan
kekuatan ekonomi yang lemah bergantung pada negara di wilayah sentral dalam hal modal.
Pemerintahan yang buruk menjadikan wilayah pinggiran dikendalikan oleh negara – negara lain
terutama negara diwilayah sentral. Terciptanya sistem hierarki didasarkan pada kekuatan
ekonomi dan politik diwilayah masing – masing. Keberadaan masing – masing wilayah
menggambarkan derajat penetrasi kekuatan kapitalis yang berbeda. Secara ekonomi maupun
politik, wilayah sentral yang metropolis telah menciptakan keterbelakangan diwilayah pinggiran.
Negara-negara diwilayah pinggiran merupakan pemasok bahan mentah untuk keperluan industri
ke negara inti dan bergantung pada praktik kerja yang koersif, sekaligus tempat pemasaran
produk-produk industri negara-negara maju. Dalam mata rantai perdagangan ekonomi dunia,
negara-negara pinggiran senantiasa bergantung kepada negara- negara maju, dan mereka tidak
bisa lepas dari sistem yang ada. Alih-alih negara-negara pinggiran bisa mengejar ketertinggalan
dari negara-negara maju, mereka justru makin larut dalam sistem tersebut dan ikut memperdalam

5
pengaruh sistem ekonomi kapitalis di wilayahnya. Keberadaan dan status masing-masing
wilayah menggambarkan derajat penetrasi kekuatan kapitalis. Secara ekonomi maupun politik,
wilayah pusat yang metropolis menciptakan keterbelakangan di wilayah-wilayah pinggiran.
Hubungan antara pusat dan pinggiran bercorak eksploitatif, yang ditandai adanya aliran surplus
ke negara-negara pusat. Dengan kata lain, kemajuan yang dicapai di wilayah-wilayah pusat
secara bersamaan justru menciptakan kemiskinan serta ketimpangan di negara-negara pinggiran.
Negara-negara pinggiran terjebak dalam siklus atau pusaran keterbelakangan. Adanya hierarki
tersebut menunjukkan wujudnya tingkat kemampuan masing-masing negara yang berbeda-beda.
Pada negara pinggiran segmen ekomoni dunia yang diarahkan secara ekstensif oleh pusat atau
sentral untuk mengambil surplus. Adanya hubungan ekonomi yang erat antara

pusat atau sentral dan pinggiran hubungan tersebut merupakan salah satu dominasi pusat
terhadap pinggiran. Hal tersebut membuat pinggiran tergantung kepada wilayah pusat atau
sentral secara ekonomi. Wilayah pinggiran mempunyai karakteristik yang berlawanan dengan
karakteristik wilayah sentral atau pusat pada wilayah pinggiran mempunyai perkembangan
ekonomi yang lambat, mempunyai tingkat kemajuan teknologi yang paling rendah pula serta
mempunyai pemerintahan dan unit-unit militer yang lemah pula. Dalam mata rantai perdagangan
ekonomi dunia, negara-negara pinggiran senantiasa bergantung kepada negara- negara maju, dan
mereka tidak bisa lepas dari sistem yang ada. Hubungan antara pusat dan pinggiran bercorak
eksploitatif, yang ditandai adanya aliran surplus ke negara-negara pusat. Teoritisi sistem dunia
mengungkapkan bahwa, kemajuan-kemajuan yang dicapai di wilayah- wilayah pusat secara
bersamaan justru menciptakan kemiskinan serta ketimpangan di negara- negara pinggiran.
Secara historis negara – negara diwilayah pinggiran merupakan negara bekas jajahan pada masa
kolonial. Dalam masa kolonial tersebut negara pinggian menjadi pemasok bahan baku murah dan
sebagai penopang perekonomian negara yg menjajahnya. Kondisi pada masa kolonial terus
berlanjut hingga abad ke 20, ketika negara – negara bekas jajahan mengalami kemerdekaan dan
berdaulat secara politik. Meskipun mengalami kemerdekaan, namun secara keseluruhan terutama
dalam hal ekonomi negara – negara tersebut tidak dapat melepaskan diri pasa sistem yang sudah
ada dan mapan. Dengan meningkatnya perekonomian dan berkembangnya ilmu pengetahuan,
teknomolgi dan informatikan membuat sistem yang sudah ada semakin masuk dan merujam
negara – negara pinggiran hingga keberbagai sisi kehidupan masyarakat dalam bentuk
globlalisasi. Globalisasi memberikan pijakan yang kuat bagi negara

 negara diwilayah sentral serta mengkukuhkan sistem dunia. Negara – negara sentral
dengan keunguulan disetiap bidangnya secara terus – menerus mengkukuhkan
supremasinya atas negara pinggiran tanpa harus takut terhadap tantangan serius pada
negara pinggiran. Sementara itu negara – negara diwilayah pinggiran menjadi sasaran
dari negara sentral dan semakin jauh tertinggal dalam berbagai bidang. Kecepatan
perubahan yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan
menjadikan negara pinggiran tidak berdaya, meskipun begitu bukan berarti negara
pinggiran tidak melakukan sebuah pembangunan, pembangunan tetap terjadi hanya saja
dengan perkembangan yang jauh dibawah negara sentral. Menurut Wallerstein negara-
negara dapat naik atau turun kelas yang ditentukan oleh dinamika sistem dunia. Misalnya
perubahan status negara pinggiran menuju semi pinggiran ditentukan oleh keberhasilan
negara pinggiran melaksanakan salah satu kombinasi dari

6
kedudukan ekonomi itu secara nyata menjadikan teori sistem dunia memiliki relevansi yang kuat
dalam kajian geografi, khususnya geografi politik. Sepertimana dikemukakan oleh Taylor (2010:
38) argumentasi sistem dunia berpijak pada dimensi politis “keruangan” dalam
mengklasifikasikan kedudukan suatu negara terkait penetrasi dan ketergantungannya pada sistem
tersebut. Apabila melihat kebelakang pada revolusi Perancis yang terjadi pada tahun 1789,
menjadi tonggak penting bagi lahirnya sistem dunia. Revolusi tersebut mencetuskan gagasan
liberalisme, yakni seperangkat nilai-nilai yang mengusung kesetaraan dan kebebasan individu
dalam kehidupan umum, khususnya politik. Aspek terpenting dalam ideologi liberalisme ini
adalah diakuinya otoritas individu pada tingkatan yang melebihi masa-masa sebelumnya. Namun
demikian, nilai-nilai liberalisme barulah dapat diterapkan pada masyarakat Eropa, dan belum
menyebar secara luas. Penyebaran nilai-nilai tersebut secara merata ke seluruh dunia hanyalah
terjadi setelah kolonialisme Barat mengukuhkan atau menancapkan pengaruhnya secara merata
di seluruh dunia pada akhir abad ke 19. Melalui kolonialisme bukannya pengaruh politik dan
ideologi saja yang ditanamkan tetapi juga sistem ekonomi yang melekat di dalamnya. Keadaan
ini menciptakan geokultur baru, yakni geokultur liberal ke seluruh dunia. Pada tahap ini,
wilayah-wilayah di luar negara-negara Barat (penjajah) kemudian terintegrasi ke dalam sistem
dunia, yakni sistem kapitalis. Akibatnya, wilayah-wilayah pinggiran menjadi sumber pemasok
bahan-bahan mentah yang murah dan sekaligus menjadi penopang ekonomi negara penjajahnya.
Kondisi tersebut terus berlanjut sehingga abad ke 20, ketika negara-negara jajahan mengalami
kemerdekaan. Meskipun setelah itu banyak negara-negara baru lahir dan berdaulat secara politik,
namun secara keseluruhan mereka tidak bisa melepaskan ikatannya dengan sistem dunia yang
sudah terbentuk dengan mapan itu. Bahkan belakangan dengan semakin majunya ekonomi dan
pesatnya perkembangan sains dan teknologi, serta informasi, penetrasi sistem kapitalis itu
semakin jauh menghunjam dan menyebar ke segala ceruk kehidupan masyarakat dalam bentuk
lahirnya globalisasi. Dengan kata lain, globalisasi telah memperkuat kedudukan sistem dunia.
Dalam pembahasan ini Wallerstein menolak dengan tegas pandangan dominan bahwa tata
ekonomi dunia yang dicirikan oleh kapitalisme global merupakan produk pasca Perang Dunia II.
Sistem dunia justru berkembang jauh sebelumnya, yakni 500 tahun yang lalu semenjak Eropa
mengalami kebangkitan (Wallerstein 1984: 12-13). Pandangan Wallerstein dalam konteks ini,
dari sebagian beberapa tokoh kemudian memperoleh pembenaran dari para pakar sosiologi dan
globalisasi yang kemudian mencetuskan pandangannya tentang tahapan-tahapan globalisasi yang
memiliki akar jauh ke

belakang seperti: Roland Robertson, Paul Kennedy, Paul Hirst, Grahame Thompson, Richard
Falk, John Cavanagh, dan lain-lain. Dalam pandangan para teoritisi ini, globalisasi bukanlah
semata-mata merupakan wujud integrasi bidang ekonomi, perdagangan, keuangan, dan modal
saja, tetapi juga mengandung dimensi akumulasi kekayaan di tangan sekelompok negara- negara
kaya dan juga perusahaan-perusahaan multinasional untuk terus melipatkan gandakan
kekayaannya. Cakupan kegiatan politik ekonomi dan sosial menjadi mendunia dan interaksi
antar negara dan masyarakat di banyak wilayah semakin meningkat. Pasar telah menjadi
mekanisme terpenting yang menentukan hubungan-hubungan domestik maupun internasional
(Gilpin & Gilpin 2002: 6). Dengan demikian, globalisasi memberikan pijakan yang semakin
kukuh bagi wujudnya sistem dunia modern dan berurat akarnya ideologi kapitalisme liberalisme.
Negara- negara pusat melalui keunggulan yang dimilikinya di segala bidang dapat secara terus
menerus mengukuhkan supremasinya tanpa harus menghadapi tantangan serius dari negara-

7
negara pinggiran. Sementara negara-negara pinggiran akan secara terus menerus menjadi mangsa
negara-negara maju, dan semakin jauh tertinggal di segala bidang.

D. Perbandingan Teori Dependensi dengan Teori Sistem Dunia

Elemen Perbandingan Teori Dependensi Perspektif Sistem Dunia Unit Analisa Negara - Bangsa
Sistem Dunia Metode Kajian Historis – Struktural masa jaya dan surut negara- bangsa

Dinamika sejarah Sistem Dunia : kecenderungan sekuler dan irama perpustakaan (siklus)
Struktur Teori Dwi – Kutub sentral dan pinggiran

Tri kutub– sentral, semi pinggiran dan pinggiran Arah Pembangunan Deterministik
ketergantungan selalu merugikan

Kemungkinan mobilitas naik dan turun

Arena kajian Negara Pinggiran Negara pinggiran, semi pinggiran, sentral dan sistem ekonomi
dunia.

Penjelasan: Unit Analisa

itu negara miskin selalu mendapatkan pendapatan yang tidak cukup. Mereka harus mengekspor
barang dengan terpaksa membayar lebih besar untuk mengimpor barang siap dari negara-negara
maju. Pendekatan tradisional neo-klasik tidak pernah melihat isu kemiskinan, sebaliknya
pendekatan tradisional neo-klasik mrngatakan bahwa negara miskin terlalu lambat untuk
mengubah perekonomian mereka dengan mempelajari teknik-teknik ekonomi modern yang akan
mengurangi kemiskinan mereka.

▪Perspektif Sistem Dunia ( Dinamika Sejarah sistem dunia : kecenderungan sekuler dan irama
perpustakaan {siklus}).

Mempelajari dinamika tentang sejarah sistem ekonomi dunia. Wallerstein berpendapat bahwa
sistem ekonomi kapitalis ini berkembang karena adanya kecenderungan sekularnya yang
meliputi proses pencaplokan komersialisasi agraria, industrialisasi dan proletarianisasi. Dalam
hal yang bersamaan, sistem ekonomi dunia juga memiliki irama perpustakaan, yakni irama
ekspansi dan stagnasi yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan permintaan dan penawaran
barang dunia. Misalnya ketika terjadi penawaran melebihi permintaan, ketika suatu kondisi yang
terlalu banyak barang di pasar dunia namun sedikit konsumen yang membeli barang-barang
tersebut, maka pabrik yang memproduksi barang tersebut akan tutup dengan terpaksa dan
memberhentikan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di pabrik tersebut. Dalam situasi
tersebut dianggap sistem ekonomi dunia mengalami stagnasi ekonomi. Dalam situasi tersebut
pengaruh negara sentral terhadap negara pinggiran. Negara pinggiran mmempunyai kesempatan
untuk membangun usaha percepatan pembangunan dan ketinggalannya. Setelah melewati fase
penurunan, negara sentral kembali bangkit dan menanam kembali cengkraman kukunya terhadap
negara pinggiran. Masa jaya pasti akan mengalami pasang surut, tidak lama kemudian negara
sentral mengalami kelebihan produksi. Hal tersebut harusnya dapat menyadarkan kedua negara

8
tersebut untuk lebih waspada terhadao adaanya masa peralihan. Kemungkinan akan terjadi
perubahan posisi yang disebut dengan model dinamik sistem ekonomi dunia, karena disetiap
masa terjadinya perputaran maka setiap negara akan mengalaminya dan selalu terlibat dalam
proses transformasi untuk bergerak menuju posisi semi-pinggiran, sentral atau jauh terpelanting
pada posisi pinggiran.

Struktur Teori

▪Teori Dependensi (Dwi Kutub – Sentral dan Pinggiran) Teori Dependensi menggunakan
struktur teori yang sederhana disebut dengan dua kutub (dwi kutub) yaitu sentral dan pinggiran.
Teori ini memandang hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga (pinggiran) dengan negara
sentral (negara barat). Pada intinya, model-model ketergantungan (dependensi) memandang
negara dunia ketiga (pinggiran) sebagai korban kekakuan berbagai factor kelembagaan, politik,
ekonomi, baik itu skala domestic maupun skala internasional. Dimana negara dunia ketiga
(pingiran) telah terjebak kedalam perangkap ketergantungan (depedensi) dominasi negara-negara
adidaya (sentral), hal itu seperti negara-negara sentral akan selaku mengekploitasi / menindas
negara dunia ketiga / negara-negara pinggiran dengan berusaha menjaga aliran surplus ekonomi
dari negara pinggiran ke negara sentral. Menurut Michael P. Todaro, sepanjang kurun waktu
1970- an model-model ketergantungan internasional mendapat dukungan yang cukup besar dan
pengaruh akademiknya sempat meluas dikalangan intelektual negara duni ketiga.

▪Perspektif Sistem Dunia (Tri Kutub – Sentral, semi-pinggiran dan pinggiran) Dalam perspektif
sistem teori yang unik sering disebut dengan model tiga kutub (tri-kutub) yaitu sentral, semi-
pinggiran, dan pinggiran. Negara sentral merupakan negara kapitalis dominan yang
mengekploitasi negara pinggiran dalan hal tenaga kerja dan bahan- bahan mentah. Negara sentral
paling di untuntungkan dalam sistem ekonomi kapitalis. Sebagian besar negara di Eropa Barat
merupakan kawasan sentral pertama. Negara Semi- Pinggiran bisa dikatakan negara sentral yang
mengalami penurunan atau negara pinggiran yang berusaha meningkatkan posisi dalam sistem
ekonomi dunia. Contoh negara sentral menjadi semi-pinggiran adalah Portugal dan Spanyol dan
negara lainnya ialah salah satunya Italia. Negara ini gagal mendominasi perdagangan
internasional dan dengan demikian tidak mendapat keuntungan pada tingkat yang sama seperti
negara sentral. Negara Pinggiran bergantung pada negara sentral dalam hal modal, karakteristik
negara pinggiran ditunjukkan dengan industrinya yang masih terbelakang pinggiran tidak
memiliki pemerinta pusat yang kuat atau dikendalikan oleh negara-negara lain, bahan baku
diekspor ke negara sentral dan bergantung pada praktik kerja yang koersif. Negara sental
mengambil sebagian besar surplus modal yang dihasilkan oleh negara pinggiraan nelalui
hubungan perdangan yang tidak adil. Negara di Eropa Timur (Polandia) dan Amerika Latin
menunjukkan karakteristik negara pinggiran. Di Polandia, raja ehilangan kekuatan untuk menjadi
eksportir utama gandum keseluruh Eropa. Model tiga pelapisan ini memberikan kesempatan
kepada

Perspektif sistem dunia memiliki arena kajian yang lebih luas. Dalam perspektif sistem dunia
tidak hanya memfokuskan / mempelajari negara terbelakang (negara pinggiran), tetapi juga
mempelajari negara-negara maju, negara sosialus dan juga memberikam perhatian pada
perkembangan lebih jauh (kenderungan sekuler dan irama perputaran) serta kemungkinan
disintegrasi dan kehancuran sistem ekonomi kapitalis dunia.

9
E. Kritik Sistem Dunia Pada pertengahan 1970, para pengkritik menuduh bahwa perspektif
sistem dunia menyajikan gemerlapnya konsep sistem dunia, seakan-akan merupakan sesuatu
yang rill dan materiil. Konsep sistem dunia merupakan konsep yang membantu para peneliti
untuk menguji dinamika global dunia. Jika memang demikian, ketika konsep tersebut dipaksakan
untuk diwujudkan dalam bentuk materiilnya, maka yang terjadi kemudian justru konsep sistem
dunia tidak akan lagi produktif. Dengan begitu, akan mengganggu peneliti dalam merumuskan
pertanyaan-pertanyaan penelitiannya. Sedangkan di sisi lain, perspektif ini telah hampir
meninggalkan spesifikasi sejarah perkembangan pada tingkat nasional. Menurut Zeitlin, pokok
perhatian Wallerstein selalu dicurahkan pada “totalitas” yang justru menghalangi untuk terlibat
dalam “analisa sejarah yang konkret dan spesifikasi dari satu masyarakat tertentu. Dengan selalu
menegaskan bahwa perspektif ini ‘riil’, telah mengaburkan hubungan sosial yang konkret yang
mendasari apa yang disebut ‘sistem dunia ekonomi kapitalis’ dan telah menggerakkan serta
menumbuhkan perkembangan sejarah yang sebaliknya”. Menurut Zeitlin, perspektif sistem dunia
tidak akan mampu menjawab pertanyaan kritis tertentu, seperti mengenai konfigurasi sejarah
tertentu atas hubungan kelas sosial dari satu formasi sosial tertentu yang berpengaruh terhadap
perkembangan internal masyarakat tersebut. Mereka pun tidak akan mampu memberikan
penjelasan mengenai asal usul lahirnya konfigurasi kelas sosial, bentuk gerakan yang dipilih oleh
kelas sosial tertentu, serta akibat yang ditimbulkan selanjutnya. Bagi Zeitlin, alasan perspektif
sistem dunia tak mampu menjawab pertanyaan di atas adalah karena perspektif ini lebih memilih
menggunakan analisa stratifikasi dan meninggalkan analisa kelas. Sehubungan dengan alasan di
atas, bahwa perspektif sistem dunia terlalu condong mengunggulkan analisa stratifikasi, dan
meninggalkan analisa kelas, akibatnya Walletstein sering dijuluki sebagai “sirkulasionis”. Para
pengkritik, termasuk Zeitlin mengatakan bahwa teori sistem dunia hanya lebih memperhatikan
hubungan mengenai pertukaran distribusi

barang-barang yang terjadi dipasar dibandingkan terhadap analisanya pada kelas dan konflik
kelas yang terjadi. Teori sistem dunia dinilai perhatiannya atau fokusnya tidak memadai pada
hubungan yang terjadi antar kelas sosial. Kaum-kaum marxis membahas mengenai persoalan
yang terjadi, menurut kaum marxis yang jadi persoalan bukanlah tentang pembagian kerja secara
internasional pusat pinggiran tetapi persoalan mengenai hubungan antar kelas yang terjadi di
dalam masyarakatnya tersebut. Bergesen berpendapat bahwa adanya suatu kekuatan dan
kelemahan diantara dua pihak tersebut. Bergesen menyatakan pula bahwa hubungan yang terjadi
antara pusat dan pinggiran bukan hanya sebagai suatu pertukaran yang timpang, tetapi juga
hubungan kelas yang terjadi pada tingkat global. Bergesen menjelaskan juga bahwa hubungan
yang terjadi antara hubungan pusat pinggiran sangat penting dan bukan hanya tertuju pada
hubungan pertukaran saja seperti apa yang sudah dinyatakan oleh Wallerstein, tetapi juga lebih
penting juga sebagai hubungan ketergantungan mengenai kekuasaan yaitu mengenai hubungan
yang berkaitan antar kelas.

10
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan
Teori Sistem Dunia pertama kali muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970 gagasan
Immanuel Wallerstein. Teori Sistem Dunia merupakan teori yang menjelaskan bahwa negara-
negara di dunia terbagi menjadi 3 kutub (tri kutub) yaitu Wilayah “Pusat” (center) yang maju
atau dominan, “Semi Pinggiran” (semi periphery) setengah maju, dan “Pinggiran” (periphery)
dimana masing - masing memiliki dinamika dan kesempatan untuk merubah kondisi negara
berdasarkan pengelolaan negara yg matang. Perbedaan ketiga jenis ini terletak pada kekuatan
ekonomi dan politik dari masing-masing kelompok negara tersebut.
Globalisasi memberikan pijakan yang kukuh bagi wujudnya sistem dunia modern dan
berurat akarnya ideologi kapitalisme liberalisme. Negara-negara pusat melalui segala bidang
dapat secara terus menerus mengukuhkan supremasinya tanpa harus menghadapi tantangan
serius dari negara-negara pinggiran. Sementara negara-negara pinggiran akan secara terus
menerus menjadi mangsa negara-negara maju, dan semakin jauh tertinggal di segala bidang.
Perbandingan antara teori dependensi dan perspektif sistem dunia yaitu teori dependensi
memiliki unit analisa berasal dari tingkat nasional, metode kajian fokus pada historis-struktural
masa jaya dan surut bangsa-bangsa, struktur teori yang sederhana disebut dengan dua kutub yaitu
sentral dan pinggiran, arah dan masa depan pembangunan dianggap kaku dan deterministik, dan
arena kajian fokus pada permasalahan keterbelakangan dan pembangunan negara pinggiran.
Sedangkan persepektif sistem dunia memiliki unit analisa berasal dari sistem dunia itu sendiri,
metode kajian mempelajari dinamika sejarah system ekonomi dunia, struktur ekonomi disebut
model tiga kutub yaitu sentral, semipinggiran, dan pinggiran, arah dan masa depan pembangunan
teori sistem dunia bersifat fleksibel adanya peluang perubahan status baik menaik maupun
menurun, dan arena kajian mempelajari negara-negara maju, negara sosialis dan juga
memberikam perhatian pada perkembangan lebih jauh) serta kemungkinan disintegrasi dan
kehancuran sistem ekonomi kapitalis dunia
B. Kritik dan Saran
Perspektif sistem dunia terlalu condong mengunggulkan analisa stratifikasi justru
meninggalkan analisa kelas dan persoalan mengenai hubungan antar kelas yang terjadi di dalam
masyarakatnya tersebut.

11
DAFTAR PUSTAKA

Suwarsono dan Alvin Y.S.O. 2006. Perubahan Sosial dan Pembangunan. LP3ES. Jakarta
Siswanto Daim. Teori Sistem Dunia (World System Theory)
https://www.academia.edu/6708759/Teori_Sistem_Dunia_World_Sistem_Theory
Diakses pada tanggal 3 Mei 2019 pukul 14.47
Heywood, Endrew. 2017. Politik Global. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maiwan, M. (n.d.). GEOGRAFI, GEOPOLITIK, DAN GLOBALISASI:SUATU ANALISA
TERHADAP TEORI SISTEM DUNIA IMMANUEL WALLERSTEIN. Jurnal FIS UNJ.
Setiadi, Hafid. 2009. KONSEP PUSAT-PINGGIRAN : SEBUAH TINJAUAN TEORITIS.
Jurnal FMIPA UI

12

Anda mungkin juga menyukai