Anda di halaman 1dari 15

BUM DESA PONGGOK, KLATEN, Dari

Tradisi “Padusan” ke Usaha Desa 6,2


Milyar
Harian Kompas (24/8/16) telah mengulas potensi Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo,
Kabupaten Klaten. Secara khusus tulisan ini dapat melengkapi apa yang telah dilakukan
oleh Pemerintah Desa Ponggok untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Desa melalui
BUM Desa (Badan Usaha Milik Desa).

M. Zaini Mustakim, TA Madya Komunikasi Sosial (2016), Konsultan Nasional Pengendalian


Pembangunan Desa (KN-PPD) Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
(P3MD) Kementerian Desa PDTT

Desa Ponggok menjadi basis penghidupan kurang lebih 2.036 orang (penduduk) atau 609
Kepala Keluarga (KK). Dengan luas wilayah 77,2255 Ha yang terbagi menjadi 4 dukuh yakni
dukuh Umbulsari, Kiringan, Ponggok, Jeblogan, dan terdiri atas 6 RW dan 12 RT.

Wilayah Kabupaten Klaten sebagian besar berada pada kaki Gunung Merapi. Tak heran,
hamparan desa memiliki sumber air yang kaya. Setidaknya terdapat 174 sumber mata air,
termasuk diantaranya berada di Desa Ponggok.
Desa Ponggok sebelumnya adalah “desa miskin” di Kabupaten Klaten. Hingga pada tahun
2001 pendapatan Desa hanya 14 Juta per tahun dari hasil sewa tanah kas Desa. Kondisi ini
berbeda setelah pada tahun 2002 terdapat investasi masuk ke Desa dari PT Tirta Investama
Aqua (Danone Aqua Indonesia).

Dengan masuknya investasi dari Aqua Group tersebut Desa mendapatkan kompensasi 1
rupiah perliter untuk dana Pembangunan Desa. Sejak saat itu pendapatan Desa Ponggok
naik sekitar 200 juta pertahun. Situasi tersebut berlangsung hingga 2008.

Pada tahun 2009 PT Tirta Investama Aqua dan Pemerintah Desa Ponggok melakukan MoU
ulang dengan kesepakatan menaikkan kompensasi 1,25 rupiah perliter dan 40 persen
pekerja PT Tirta Investama Aqua berasal dari masyarakat Desa Ponggok. Hasil kerja sama
Desa dan pihak perusahaan berkontribusi pada penyerapan tenaga kerja. Perubahan
kesepakatan tersebut tak lepas dari tangan dingin Junaedhi Mulyono, sosok kepala Desa
Ponggok yang terpilih pada tahun 2006.

Semakin banyaknya pendapatan Desa dari hasil kerjasama tersebut ternyata tidak
menyilaukan masyarakat terutama pemerintah Desa Ponggok. Mereka meyakini suatu saat
kerjasama tersebut pasti akan berakhir. Desa harus siap tidak mendapatkan penghasilan
lagi dari kerjasama itu.

Kesadaran tersebut yang menuntun Kepala Desa Junaedhi Mulyono mencari cara
bagaimana menghasilkan dana dengan memanfaatkan potensi Desa. Studi banding ke Bali
dilakukan untuk melihat bagaimana Desa bertradisi Bali dapat mengelola potensi
wisatanya. Hasil studi banding selanjutnya menginspirasi Desa untuk menggali sumber
daya Desa sendiri hingga pada tahun 2009, BUM Desa Tirta Mandiri resmi didirikan.

Awal pendirian BUM Desa bagi pemerintah Desa terutama Kepala Desa Junaedhi Mulyono
bukan perkara gampang. Ide usaha pemanfaatan Umbul sebagai sarana pariwisata
dianggap “aneh dan gila”. Umbul atau sumber mata air Ponggok sebelumnya hanya
digunakan untuk kebutuhan domestik rumah tangga, pertanian, perikanan masyarakat.
Selain pada saat tertentu ramai dikunjungi masyarakat Desa, seperti saat upacara tradisi
“Padusan” atau mandi di sumber mata air jelang puasa ramadhan.

Lambat laun masyarakat Desa Ponggok yakin BUM Desa yang memiliki unit usaha
pengelolaan Umbul Ponggok tersebut mampu mengembangkan kapasitas dan akhirnya
kesejahteraan bagi Desa. Dukungan pun semakin mengalir deras.
Masyarakat Desa akhirnya menitipkan saham pada BUM Desa tersebut. Tiap rumah tangga
membeli saham 5 juta rupiah dan tiap kelembagaan Desa termasuk RT dan RW
berinvestasi 100 juta rupiah. Kini, Pendapatan BUM Desa pada tahun 2015 sebesar 6,2
Milyar per tahun dan mampu memberikan sumbangan kepada Pendapatan Asli Desa
(PADesa) sebesar 810 Juta. Kedepan, tahun 2016 BUM Desa Tirta Mandiri menargetkan
keuntungan 9 Milyar per tahun atau 500 juta per bulan.

Menurut penuturan Yani Setiadi, Sekretaris Desa Ponggok, sekarang ini BUM Desa telah
memberikan bagi hasil usaha antara 10 sampai dengan 15 persen. Tiap rumah tangga
mendapatkan pembagian 500 ribu rupiah, RT dan RW mendapatkan 10 juta rupiah,
disesuiakan dengan saham yang dimiliki.

Lebih dari itu, Desa ini telah bertransformasi menjadi Desa mandiri yang memiliki visi
terhadap perbaikan kualitas hidup masyarakatnya melalui pelayanan kesehatan dan
pendidikan. Pemerintah Desa Ponggok bekerjasama dengan BPJS untuk memberikan
jaminan kesehatan gratis, seluruh iuran bulanan dibayar oleh Desa. Desa juga
menyediakan bantuan lauk pauk sebesar 300 ribu kepada warga miskin dan jompo.

Perhatian terhadap pendidikan masyarakat Desa, dibuktikan oleh Pemerintah Desa dengan
program “satu rumah satu sarjana”. Setiap mahasiswa dari Desa ini diberikan beasiswa
sebesar 300 ribu rupiah perbulan sampai selesai.

Inspirasi dari Desa Ponggok untuk desa lainnya di sekujur pulau Jawa dan Nusantara,
tertuju pada aspek pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa. Tak mudah
untuk mendampingi BUM Desa semata-mata sebagai institusi bisnis, tapi BUM Desa
sekaligus institusi pemberdayaan masyarakat Desa berbasis tradisi.***

http://jarkomdesa.id/2016/08/28/bum-desa-ponggok-klaten-dari-tradisi-padusan-ke-usaha-desa-62-
milyar/

Potensi Pembentukan BUM DESA,


Sumber Air Panas Desa Wagir Lor,
Ngebel, Ponorogo
Ferry Khoirul Imam, Pengurus Cabang, Perkumpulan Jarkom Desa, Ponorogo, Jatim, 2016-
2021, Biro Administrasi Pemerintahan Desa

Desa Wagir Lor adalah salah satu Desa di Kecamatan Ngebel Kabupaten Ponorogo. Sebuah
daerah yang selama ini dikenal sebagai ikon pariwisata ponorogo, dengan keberadaan
telaga Ngebel dan alam pegunungan yang alami.

Sebagai sebuah desa pegunungan, Desa Wagir Lor memang memiliki potensi alam yang
tidak sedikit. Telaga Ngebel sendiri secara geografis dimiliki oleh 4 (empat) Desa yang
salah satunya adalah Desa Wagir Lor. Sampai dengan perkebunan buah-buahan yang
memiliki kekhasan tersendiri.

Salah satu kekayaan alam yang dimiliki desa Wagir Lor adalah adanya Sumber Air Panas,
yang warga setempat menyebutnya Pandusan. 

Disebut demikian karena warga sekitar percaya, siapapun orang yang mandi ( adus)  di
sumber air ini bisa terhindar berbagi macam penyakit kulit, pandusan (jawa : tempat
mandi).Kepercayaan ini tidak hanya dimiliki oleh warga desa Wagir Lor akan tetapi sudah
menjadi kepercayaan umum semua warga desa di Kecamatan Ngebel maupun kecamatan
sebelahnya.  Sumber air ini tidak pernah sepi dari pengunjung.
Tirto Husodo, Desa Wagir Lor, Ponorogo

Potensi yang sedemikian besar ini tentu saja mengundang Pemerintah Desa Wagir Lor
untuk mengelolanya sehingga berdaya guna untuk peningkatan Pendapatan Asli Desa.

Ketika pada tahun 2011, dalam rangka menunjang perkembangan Industri pariwisata,
Dinas Pariwisata mendorong terbentuknya kelompok sadar wisata (POKDARWIS).

Sebuah lembaga (atau kelompok “Partisipatif”) yang beranggotakan masyarakat yang


memiliki kepedulian terhadap industri pariwisata, dan diharapkan kelompok ini menjadi
pelopor akan hadirnya kondisi “sadar wisata” di setiap lapisan masyarakat. POKDARWIS
Desa Wagir Lor inilah yang sekarang mengelola sumber air panas di desa Wagir Lor, yang
setelah dikapitalisasi diberikan nama “Tirto Husodo”.

Tirto Husodo, Desa Wagir Lor, Ponorogo

 
Sama seperti pada program-program pemerintah yang berbasis masyarakat yang lain,
Pokdarwis ini hadir dengan mengedepankan masyarakat sebagai actor
pembangunan(community driven development-CDD). Pokdarwis ini, seperti kata Sutoro
Eko, telah memberikan seribu satu manfaat tetapi juga mendatangkan sejuta kerugian.

CDD tepat pada jamannya ketika desa berbentuk pemerintahan semu, tetapi sekarang
karena UU Desa sudah mendudukkan desa dengan benar sebagaihybrid antara self
governing community  dan  local self government, maka CDD harus  berakhir. CDD
digantikan de ngan VDD”  ( Sutoro Eko, Desa Membangun Indonesia).

Sesuai dengan prinsip Undang Undang Desa “desa membangun”, maka model


pembangunan yang digerakkan masyarakat (community driven development–CDD)
seharusnya berubah menjadi pembangunan yang digerakkan oleh desa (village driven
development–VDD).

Dengan semangat dan tradisi “berdesa” pengelolaan Sumber daya alam yang ada di desa
harus dikelola oleh “desa”. Dalam kaitannya dengan potensi alam, dengan semangat
berdesa ini, desa diharapkan menjadi penggerak ekonomi local untuk tujuan kesejateraan
masyarakat. Karenanya Undang Undang Desa memberikan perhatian Khusus terhadap
Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) sebagai penggerak ekonomi lokal.

Tirto Husodo, Ponorogo

Dalam konteks sumber air panas Desa Wagir Lor, sudah terlihat upaya desa untuk
memanfaatkan potensi desanya itu dengan melakukan kapitalisasi terhadap assetnya yang
tidur. Jika ingin diselaraskan dengan semangat undang-undang desa, apa yang telah
dimulaiPokdarwis  seharusnya menjadi pemicu lahirnya BUM Desa.

Setidaknya ada beberapa langkah teknis untuk langkah transformasi dari pokdarwis ke
Bumdesa. Pertama,Desa Wagir Lor membentuk BUM Desa dengan menyertakan modal desa,
adapun modal pengelolaan yang telah dikeluarkan oleh Pokdarwis berikutnya dijadikan
sebagai penyertaan di dalam BUM Desa.

Alternatif lainnya, Desa wagir Lor membentuk BUM Desa dengan menggali  potensi desa
yang lain (seperti kemungkinan diwujudkannya pasar wisata). Pengelolaan sumber air
panas menjadi salah satu Unit usaha BUM Desa (tentu saja harus ada modal BUM Desa di
sana). Dengan pola kerja sama yang sama sama menguntungkan antara Pokdarwis sebagai
pendahulu dan BUM Desa sebagai pemegang mandat pemilik sah potensi alam tersebut,
masyarakat, dan Desa. Kesemuanya itu tentu saja harus diputuskan melalui
mekanisme Musyawarah Desa,  dan sangat tergantung pada prakarsa Desa untuk
melaksanakan spirit UU Desa.***

http://jarkomdesa.id/2016/08/24/potensi-pembentukan-bum-desa-sumber-air-panas-desa-wagir-lor-
ngebel-ponorogo/

Nana Suryana: BUM Desa Bersama


“Danar Garut”, Melampaui Batas Desa

Nana Suryana, Anggota Tim Subdit Analisa Kebijakan Ekonomi Kawasan Perdesaan, di
Ditjen Pemb. Kawasan Perdesaan, Kemendesa, untuk Penyusunan Naskah Pokok Pikiran,
Rapermendesa BUM DESA & BUM DESA BERSAMA, dan panduan pelaksanaan.

Catatan Perjalanan ke BUM Desa Bersama “Danar Garut”,  Melampaui Batas Desa
Nana Suryana

“Unik, menarik dan prospektif”. Kata tersebut cukup mengilustrasikan posisi BUM Desa
Bersama “Danar Garut” dalam percaturan sosil-bisnis di Kabupaten Garut, Jawa Barat. BUM
Desa Bersama Danar Garut terasa unik sebagai bentuk usaha kolektif desa hasil
penggabungan 12 BUM Desa se-Kecamatan Leles yang digerakkan oleh aksi kolektif
pemerintah desa dan masyarakat desa dalam skema kerjasama antar-Desa.

Menarik, dimana proses pendiriannya melalui lika-liku yang cukup rumit, aspiratif, dan
demokratif. Prospektif, BUM Desa Bersama Danar Garut hadir untuk meningkatkan
perekonomian Desa, mewadahi para pelaku ekonomi Desa dalam usaha bersama,
mengoptimalkan aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa, dan memotong
mata rantai perdagangan yang tidak sehat dan tidak berpihak pada masyarakat Desa.

Bukan perkara sulit untuk mengunjungi BUM Desa Bersama “Danar Garut”. Terletak di
samping kiri ruas jalan raya utama Leles nomor 27 Pendopo Kecamatan Leles yang
menghubungkan Kota Bandung dengan Tarogong, sebagai pusat pemerintahan Kabupaten
Garut. Jarak 202 Km dari Jakarta dapat ditempuh dengan kendaraan selama 4 jam atau
menggunakan kereta api selama 3 jam dengan pemberhentian di Stasiun Leles. Posisi
strategis tersebut cukup memudahkan BUM Desa Bersama Danar Garut untuk
mengembangkan akses pemasaran, baik ke pasar seputar priangan timur, pasar induk
Gede Bage Bandung, atau ke Jakarta sekalipun.

Latar Belakang Pendirian

Cikal bakal berdirinya BUM Desa Bersama Danar Garut tidak terlepas dari mulai
beroperasinya PT Changshin Reksa Jaya di Desa Ciburial. Kehadiran pabrik sepatu asal
Korea tersebut selain banyak menyerap tenaga kerja asal desa, juga menghasilkan residu
berupa limbah pabrik yang bernilai ekonomis. Apalagi kapasitas produksi limbah yang
dihasilkan cukup banyak. Hal itu menarik perhatian beberapa BUM Desa untuk ambil
bagian dalam proses pengelolaan limbah tersebut. Masyarakat desa juga tergerak untuk
mendorong pemerintah Desa agar melakukan negosiasi dan bekerjasama dengan
perusahaan untuk mengelola limbah oleh BUM Desa.

Gayung bersambut. Inisiatif kerjasama disambut baik oleh PT Changsin. Secara prinsip,
perusahaan antusias menerima tawaran pemerintah Desa untuk menginisiasi dan menjalin
kerjasama dalam pengelolaan limbah pabrik. Persoalan muncul, dimana perusahaan
mengalami kebingungan mesti menjalin kerjasama dengan BUM Desa, karena di kecamatan
Leles ada 12 BUM Desa yang mengajukan permohonan kerjasama. Imbas dari persoalan
tersebut menimbulkan perdebatan sesama BUM Desa. Dua belas BUM Desa saling berebut
lapak dan merasa yang paling berhak menjalin kerjasama. Apalagi campur tangan pihak
ketiga maupun pelaku ekonomi lain semakin memperkeruh suasana.
Menurut Kabid Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat BPMPD Kabupaten Garut, Drs.
Asep Ajun W, M.Si, bila hal tersebut terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan bakal
menimbulkan pergesekan antar BUM Desa. Untuk mencegah ha tersebut, BPMPD
Kabupaten Garut menginisiasi diadakannya rapat dengan mengundang seluruh kepala desa
se-Kecamatan Leles, yang merupakan ex officio komisaris BUM Desa.

Dengan difasilitasi Camat Leles, musyawarah dilakukan pada hari kamis, 11 September
2014, di aula kecamatan Leles, yang dihadiri oleh H. Asep Basir (Kepala Desa Sukarame),
Drs. Dede Hernawan (Kepala Desa Haruman), H. Tatang Tanurudin (Kepala Desa Leles),
Asep Rahmat (Kepala Desa Margaluyu), Asep Nandang (Kepala Desa Cangkuang), Endang
Koswara (Pjs. Kepala Desa Salamnunggal), Edje Supriatna (Kepala Desa Ciburial), Ato
(Kepala Desa Jangkurang), Asep Tatang (Pjs. Kepala Desa Dano), Engkuy Suherman (Kepala
Desa Kandang Mukti), Cecep Jaya Koswara (Kepala Desa Cipancar), dan Rahmat (Kepala
Desa Lembang). Sementara dari unsur pemerintahan dihadiri oleh Drs. H. Teddi Iskandar,
M.Si (Kepala Badan BPMPD Garut), Asep Adjun W (Kabid PUEM), Alit Darman (Kasubid LKM-
PUEM), Dra. Hj. Rusmanah, M.Si (Camat Leles), Lili Solihin (Kasi PMD), dan Endang Koswara
(Kasi Perintahan).

Nana Suryana (jaket hitam), diskusi bersama Kaban, Kadis, Camat, Kades dan Pengurus
BUM DESA BERSAMA LELES GARUT (Agustus, 2016)

Musyawarah berlangsung alot, penuh perdebatan dan argumen untuk menemukan bentuk
dan formulasi yang pas dalam mewadahi aspirasi pelembagaan usaha ekonomi antar desa
tersebut. Akhirnya lewat permusyawaratan mufakat, semuanya sepakat untuk membentuk
Forum BUMDES se-Kecamatan Leles. Berdasarkan pasal 4 naskah Perjanjian Kerjasama
Kepala Desa se-Kecamatan Leles, ruang lingkup kerjasama yang dilakukan Forum BUM
Desa se-Kecamatan Leles adalah melakukan kontrak kerja dengan pihak ketiga, untuk
mengelola semua jenis limbah pabrik sepatu PT Changsin Reksa Jaya dan usaha lain yang
menguntungkan semua pihak.

Berdasarkan hasil kesepakatan tersebut, lalu Camat Leles mengirim surat dengan nomor
500/423-Kec/2014 ke Pemerintah Kabupaten Garut pertanggal 15 September 2014, agar
Forum BUM Desa se-Kecamatan Leles di terbitkan Surat Keputusannya. Atas saran BPMPD
Garut, penamaan Forum BUM Desa dinilai tidak sesuai dengan spirit UU No. 6/2014
tentang Desa, sehingga perlu diganti menjadi BUM Desa Bersama. Terkait dengan
penerbitan surat keputusan, dengan merujuk pada pasal 143 ayat 5 PP 43/2014, camat
atas nama bupati/walikota memfasilitasi pelaksanaan kerjasama antar desa ataupun
kerjasama desa dengan pihak ketiga, sehingga penerbitan Surat Keputusan pengurus BUM
Desa Bersama kecamatan Leles diterbitkan dengan Keputusan Camat Leles tentang
pengurus kerjasama BUM Desa se-Kecamatan Leles, dengan susunan kepengurusan
sebagai berikut:

Ketua : H. Asep Basir (Kepala Desa Sukarame)


Sekretaris : Drs. Dede Hernawan (Kepala Desa Haruman)
Bendahara : H. Tatang Tanurudin (Kepala Desa Leles)
Anggota : Asep Rahmat (Kepala Desa Margaluyu)
Asep Nandang (Kepala Desa Cangkuang)
Endang Koswara (Pjs. Kepala Desa Salamnunggal)
Edje Supriatna (Kepala Desa Ciburial)
Engkuy Suherman (Kepala Desa Kandang Mukti)
Cecep Jaya Koswara (Kepala Desa Cipancar)
Rahmat (Kepala Desa Lembang)
Ato (Kepala Desa Jangkurang)
Asep Tatang (Pjs. Kepala Desa Dano)

Pengelolaan BUM Desa Bersama


Menurut penuturan Asep Basir (kepala Desa Sukarame), pembentukan BUM Desa Bersama
Danar Garut dimaksudkan untuk mendirikan badan usaha desa yang bergerak dalam
bidang ekonomi untuk memberi pelayanan kepada masyarakat, menggerakkan
perekonomian desa dan memberikan konstribusi terhadap pendapatan asli desa.
Sementara tujuan pembentukan BUM Desa Bersama adalah untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Desa, berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi desa,
memperluas pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, termasuk membuka
kesempatan berusaha dan menyediakan lapangan kerja bagi warga desa (Pasal 2 Anggaran
Dasar BUM Desa Bersama Danar Garut).

Lebih jauh Asep Basir memaparkan bahwa setelah pengurus kerjasama BUM Desa se-
Kecamatan Leles terbentuk, langkah selanjutnya adalah menyusun AD/ART, menentukan
unit usaha, dan memilih tim pengelola BUM Desa Bersama. Dalam Anggaran Dasar BUM
Desa Bersama Danar Garut pasal 4, bidang usaha yang dilakukan oleh BUM Desa Bersama
Danar Garut meliputi :

1. Pemberdayaan lembaga keuangan mikro (UED-SP) yang telah ada di Desa;


2. Pasar Desa;
3. Penyaluran Sembako;
4. Pelayanan Jasa, antara lain simpan pinjam, perkreditan, angkutan darat dan air,
listrik Desa, dan lain sejenis;
5. Perdagangan umum, antara lain hasil pertanian, pertambangan, Perikanan, industri
kecil dan kerajinan rakyat;
6. Kegiatan perekonomian lainnya yang sesuai potensi Desa dan mampu
meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat antara lain wisata Desa
7. Hasil pertanian dalam arti luas yang meliputi hasil bumi, pertanian, tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan agro bisnis dan lain-lain;
8. Industri kecil dan kerajinan rakyat;
9. Jasa Wisata dan Pengembangan keahlian lainnya melalui pelatihan-pelatihan
10. Usaha lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Hasil wawancara dengan H. Asep Basir (Komisaris BUM Desa Bersama), sebagai modal awal
dalam mengoptimalkan pelembagaan BUM Desa Bersama berasal dari kekayaan Pemerintah
Desa yang dialokasikan pada BUM Desa Bersama sebagai penyertaan modal dari kekayaan
Desa yang disisihkan dari APBDesa dan kekayaan lain yang dimiliki oleh Pemerintah Desa.
Sementara untuk menjalankan roda organisasi, BUM Desa Bersama mengangkat badan
pengelola yang melaksanakan kebijakan dan teknis pengelolaan BUM Desa Bersama. sesuai
dengan AD/ART yang telah ditetapkan.

Adapun kepengurusan Badan Pengelola BUM Desa Bersama Danar Garut sebagaimana
tercantum dalam AD/ART terdiri dari :
a. Seorang Direktur
b. Paling banyak 3 orang Manajer;
c. Chief Accounting atau General Administrasi;
d. Kepala Unit disesuaikan dengan kebutuhan;
e. Staff masing-masing unit disesuaikan dengan kebutuhan;
f. Bidang pelaksana teknis unit usaha (free line).

Sampai tahun 2016, jumlah karyawan BUM Desa Bersama sebanyak 12 orang. Mereka
digaji sesuai standar upah minimum regional (UMR) Garut. Masa jabatan badan pengelola
BUM Desa Bersama selama lima tahun dan dapat diangkat kembali hanya untuk satu kali
masa jabatan dalam kedudukan yang sama. Dalam penyelenggaraan tugasnya, badan
pengelola bertanggung jawab kepada dewan komisaris BUM Desa Bersama dan masyarakat
melalui musyawarah yang dilakukan secara periodik.

Kerjasama BUM Desa Bersama


Untuk mengembangkan jaringan bisnis, BUM Desa Bersama “Danar Garut” melakukan
kerjasama dengan pelaku usaha ekonomi lainnya. Kerjasama dengan PT Changshin Reksa
Jaya, selain pengelolaan limbah industri, juga dalam pengadaan barang/jasa untuk bahan
baku catering. Bahan baku yang disediakan BUM Desa Bersama terdiri dari beras, ikan,
daging, buah, sayuran, dan keringan/grasories. Bahan-bahan itu berasal dari petani atau
peternak yang dibeli BUM Desa di tiap-tiap desa, dengan spesifikasi setiap desa
menyediakan satu jenis barang. Misal, beras disediakan oleh BUM Desa Margaluyu, ikan
disediakan BUM Desa Cangkuang, daging oleh BUM Desa Jelangkung, sementara buah dan
sayuran oleh BUM Desa Sukarame.

Dalam hal ini, BUM Desa Bersama Danar Garut menjalankan usaha bersama (holding)
sebagai induk dari unit usaha BUM Desa yang menjalankan usaha perantara (brokering).

Menurut Drs. Asep Ajun W, M.Si, dengan difasilitasi BPMPD Garut, saat ini BUM Desa
Bersama Danar Garut sedang mencoba menjalin kerjasama dengan PT. Bank Pembangunan
Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk, Cabang Garut, untuk pemanfaatan layanan perbankan
laku pandai dan jasa keuangan lainnya. Dalam kerjasama ini, Bank BJB bersedia
mendukung pelaksanaan operasional, bisnis dan pengembangan teknis sistem layanan
keagenan bank (branchless banking) dan layanan jasa keuangan perbankan ke seluruh
desa. Sementara BUM Desa Bersama diminta untuk mengimplementasikan layanan dari
Bank BJB melalui pemanfaatan fasilitas, SDM, dan jaringan kerjasama yang dimiliki.

BUM Desa Bersama juga menjalin kerjasama dengan perusahaan BUMN yakni PT. Pegadaian
(Persero) Cabang Garut. Menurut direktur BUM Desa Bersama, dalam kerja sama dengan
Pegadaian sudah membuka tabungan emas masuk rekening dan merekrut ibu-ibu sistim
arisan dari produk Pegadaian yang sudah diluncukan dan mempromosikan jenis mikronya
simpan pinjam.

Bazar Murah, Media Stabilitas Harga

Menurut Dewi Kania, S.Par (Manajer BUM Desa Bersama), setiap pekan BUM Desa Bersama
Danar Garut selalu mengadakan bazar pasar murah ke setiap Desa se-Kecamatan Leles.
Produk yang dijual dalam bazar murah tersebut antara lain minyak goreng kemasan, beras,
gula pasir, pakaian, tepung terigu, telor dan kebutuhan pokok lainnya dengan harga di
bawah pasar, karena ada perbedaan sekitar Rp 1.000,- hingga Rp 2.000,- lebih murah dari
harga di luar bazaar. Tentu saja kehadiran pasar murah ini disambut antusias oleh warga,
karena semua kebutuhan pokok tersedia dan harganya juga murah. Sebagai contoh,
minyak goreng kemasan 2 liter, jika di pasar dijual dengan seharga Rp. 23.000,-, maka di
bazar dijual Rp 21.000,-. Telor di pasar Rp. 20.000/kilogram di bazar murah hanya Rp.
18.000/kilogram. Dalam bazar tersebut, BUM Desa Bersama melibatkan BUM Desa dan
ibu-ibu kader PKK Desa setempat, dengan harapan terjalin komunikasi yang harmonis
dengan BUM Desa dalam memasok semua kebutuhan bahan pokok untuk masyarakat.

Kepala Desa Margaluyu dalam hal ini sebagai Komisaris BUM Desa Saluyu Jaya, Asep
Rachmat, mengatakan bahwa adanya bazar pasar murah yang di prakasai oleh BUM Desa
Bersama sangat membantu masyarakat Desa margaluyu dan sekitarnya, karena yang dijual
selain harganya murah juga beragam, mulai dari produk olahan rumah tangga, pakaian,
minyak goreng, beras, gula pasir, terigu dan kebutuhan rumah tangga lainnya. “Kami
sangat berterima kasih pada BUM Desa Bersama, diharapkan jangan sampai cukup di sini,
terus melakukan kerjasama secara berkesinabungan guna meningkatkan ketahanan
pangan rumah tangga dan meringankan beban pengeluaran masyarakat Desa Margaluyu
kususnya dan umumnya masyarakat Kecamatan Leles,” tutur Asep Rachmat.

Direktur BUM Desa Bersama, Haris Barja Hadiman, S.Hum menyatakan bahwa selain di
desa-desa se-Kecamatan Leles, bazar pasar murah juga dilaksanakan di beberapa Desa di
luar kecamatan Leles, seperti di Kecamatan Leuwigoong (Desa Tambak dan Desa Leuwi
Goong), Kecamatan Selaawi (Desa Cigawir), Kecamatan Kadungora (Desa Cisaat),
Kecamatan Tarogong Kaler (Desa Jayaraga), dan Kecamatan Bayongbong (Desa Cikedokan).

Unit Usaha Lain

Selain usaha pasar murah, BUM Desa Bersama Danar Garut juga menjalankan bisnis usaha
air minum yang memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. BUM Desa Bersama
berhasil mengolah air mineral kesehatan atau dikenal dengan terapi air minum kesehatan
dengan brand merk “BUMDes”. Selain murah, air mineral tersebut memiliki daya kesehatan
yang bisa mengeluarkan semua racun dari dalam tubuh. Air kesehatan ini diharapkan bisa
memasyarakat sekaligus mengangkat perekonomian masyarakat. BUM Desa Bersama juga
menjalankan usaha jasa pelayanan kepada warga berupa supply gas elpiji 3 kg dengan
harga yang terjangkau oleh masyarakat.

Dalam pengembangan ekonomi kreatif, BUM Desa Bersama juga mengambil peran sebagai
brokering, untuk memasarkan produk yang dihasilkan masyarakat desa, terutama di
tempat wisata Candi dan situ cangkuang di Desa Cangkuang. Di obyek wisata tersebut,
BUM Desa Bersama ikut andil memasarkan produk makanan/kerajinan khas masing-
masing desa.

Sebagai contoh, desa margaluyu memasarkan makanan khas garut, seperti ranginang.
Desa leles memasarkan kerajinan replika domba garut. Desa sukarame memasarkan air
minum dalam kemasan, kue burayot, dan kue jambu. Desa Dano memasarkan kerajinan
tas. Desa Lembang memasarkan tempe. Desa kandang mukti memasarkan tahu. Desa
cangkuang sendiri memasarkan kerupuk khas.

Potensi Pengembangan BUM Desa Bersama

Berdasarkan perhitungan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (tahun 2014) yang
disesuaikan dengan registrasi mutasi penduduk, jumlah penduduk Kecamatan Leles
tercatat sebanyak 79.927 jiwa, terdiri dari 40.328 laki-laki dan 39.599 perempuan, yang
didominasi oleh etnis Sunda. Rata-rata mata pencaharian penduduk mayoritas sebagai
petani, dengan komoditas potensial yang dihasilkan meliputi pertanian (cabe besar, kubis,
tomat, sirsak, nangka, alpokat, pepaya), peternakan (ternak besar = 7200, unggas =
83.850), kehutanan (kayu pinus, kayu rimba, getah pinus), perkebunan (akar wangi,
cengkeh, kapok randu, tembakau), perikanan (produksi: 548,84 ton), dan pertambangan
(pasir, tanah urug, batu belah). Potensi itu didukung ketersediaan lahan yang mencapai
7.351 Ha, terdiri dari perkampungan (18 Ha), persawahan (16 Ha), perkebunan (14 Ha),
tegalan (41 Ha), hutan (9 Ha), perairan darat (2 Ha) dan lainnya (1 Ha), tersebar di 12 desa
(Desa Sukarame, Desa Haruman, Desa Leles, Desa Margaluyu, Desa Cangkuang, Desa
Salamnunggal, Desa Ciburial, Desa Kandang Mukti, Desa Cipancar, Desa Lembang, Desa
Jangkurang, dan Desa Dano).

Dengan melihat potensi sumber daya alam yang melimpah, kualitas dan kuantitas sumber
daya manusia yang ada, BUM Desa Bersama Danar Garut sangat potensial untuk
dikembangan sebagai sentral kegiatan ekonomi desa, terutama dalam bidang pertanian,
perdagangan dan pariwisata. Dalam bidang pertanian, menurut Asep Basir (Komisaris BUM
Desa Bersama), rencananya BUM Desa Bersama akan melakukan gerakan menanam
singkong dengan memanfaatkan tanah carik yang kosong milik 12 desa. Gerakan ini
merupakan strategi desa untuk mempertahankan kedaulatan pangan warga desa dan
menambah pendapatan masyarakat desa.

Di sektor perdagangan, disamping mengintensifkan bazar murah untuk penjualan


sembako dan gas, BUM Desa Bersama juga berencana mendirikan BUMDESMart sebagai
arena distribusi perdagangan barang yang dihasilkan oleh masyarakat desa. Rencana ini
dinilai sangat tepat dalam memutus mata rantai perdagangan yang terlalu panjang dan
tidak sehat, disamping sebagai arena ekspansi pasar atas produk lokal desa.

Memadukan desa wisata dan produk unggulan desa merupakan langkah strategis untuk
meningkatkan taraf perekonomian masyarakat. Hal ini sudah dibuktikan oleh BUM Desa
Bersama Danar Garut untuk memasarkan produk lokal yang mengandalkan potensi dan
keindahan alam wisata Situ dan Candi Cangkuang untuk menarik wisatawan. Pada tahun
2014, Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Obyek Wisata Candi Cangkuang mencapai 109.427
orang wisatawan nusantara dan 1.032 wisatawan mancanegara, dengan omset mencapai
angka 85.300.000 rupiah.

Pada dasarnya kegiatan ekonomi di desa sangat potensial untuk menarik wisatawan dari
luar. Ketika produk unggulan sukses dikembangkan menjadi sentra perekonomian, maka
secara otomatis akan memunculkan kegiatan ekonomi sebagai efek terusan yang akan
didapatkan. Wisatawan butuh minum, oleh-oleh, souvenir, penginapan, pemandu wisata,
transportasi, atraksi, dan kebutuhan wisata lainnya. Masyarakat desa dapat membuka
usaha kuliner, homestay, industri kerajinan rakyat, jasa pemandu, jasa antar-jemput,
industri pakaian lokal, jasa atraksi wisata, juga menggerakan sektor pertanian,
perkebunan, peternakan, dan lainnya.***

http://jarkomdesa.id/2016/08/14/nana-suryana-bum-desa-bersama-danar-garut-melampaui-batas-
desa/

Anda mungkin juga menyukai