PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa prasejarah atau praaksara merupakan masa kehidupan manusia sebelum
mengenal tulisan. Pada masa ini, kehidupan manusia masih sangat primitif. Namun,
manusia pada masa ini tetaplah makhluk hidup. Mereka hidup, bergerak, dinamis,
berpikir, bahkan memiliki berbagai kebutuhan seperti halnya kita. Perbedaannya,
mereka masih sangat primitif sehingga dengan segala keterbatasannya mereka
melakukan segala aktivitas dengan sangat sederhana.
Zaman praaksara sering juga disebut sebagai zaman prasejarah atau zaman
nirleka. Nir artinya tidak dan leka artinya tulisan. Jadi kesimpulannya, pada zaman
ini manusia masih belum mengenal tulisan. Batas antara zaman prasejarah dan
zaman sejarah adalah dengan ditemukannya tulisan dalam kebudayaan manusia.
Dimulainya zaman sejarah pada setiap bangsa itu berbeda-beda, hal itu
tergantung dari tingkat peradaban masing-masing bangsa. Bangsa yang pertama kali
menggunakan tulisan dalam kebudayaan mereka adalah bangsa sumeria. Sekitar
3000 tahun sebelum masehi, mereka terbukti telah membuat ukiran diatas tanah liat,
yang dipercaya berisikan simbol-simbol yang merepresentasikan angka-angka.
Berdasarkan penemuan-penemuan hasil kebudayaannya yang memiliki
karakteristik yang berbeda antara satu masa dengan yang lainnya, maka corak
kehidupan masyarakat praaksara (prasejarah) menurut para ahli sejarah dapat dibagi
menjadi tiga masa, yaitu :
a. Masa berburu dan mengumpulkan makanan, pada masa ini ditemukan peralatan-
peralatan yang berhubungan dengan kegiatan berburu dan terbuat dari batu.
b. Masa bercocok tanam, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang
digunakan sebagai alat bercocok tanam (pertanian) yang sederhana (masih
terbuat dari batu).
c. Masa perundagian, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang telah
menggunakan bahan dasar logam.
·
BAB II
PEMBAHASAN
2. Bercocok Tanam
Kelompok-kelompok kecil pada masa bercocok tanam makin bertambah besar,
karena masyarakat telah mulai menetap dan hidup lebih teratur. Kelompok-kelompok
perkampungan tumbuh menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih besar misalnya klan,
marga dan sebagainya yang menjadi dasar masyarakat Indonesia sekarang.
Kehidupan masyarakat menjadi semakin kompleks setelah mereka tidak saja tinggal
di goa-goa, tetapi juga memanfaatkan lahan-lahan terbuka sebagai tempat tinggal.
Dengan bertempat tinggal menetap mereka mempunyai kesempatan yang lebih
banyak untuk mengembangkan teknologi pembuatan alat dari batu. Perubahan cara
hidup dari mengembara ke menetap akhirnya berpengaruh terhadap aspek-aspek
kehidupan lainnya. Cara hidup berburu dan meramu secara berangsur-angsur mulai
ditinggalkan. Mereka memasuki tahapan baru yaitu bercocok tanam ini merupakan
peristiwa penting dalam sejarah perkembangan dan peradaban manusia.
Dengan penemuan-penemuan baru, mereka dapat menguasai alam, terutama
yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup mereka. Beragam jenis
tumbuhan mulai dibudidayakan dan bermacam- macam binatang mulai dijinakkan.
Dengan perkembangannya cara bercocok tanam dan bertani, berarti banyak hal yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut yang tidak mungkin dapat dipenuhi
sendiri. Kondisi inilah yang kemudian mendorong munculnya kelompok-kelompok
spesialis atau undagi, misalnya kelompok ahli pembuatan rumah, pembuatan
gerabah, dan pembuatan alat-alat logam.
Pada tahapan berikutnya, kegiatan pertanian membutuhkan satu organisasi yang
lebih luas yang berfungsi untuk mengelola dan mengatur kegiatan pertanian tersebut.
Dari organisasi itu kemudian menumbuhkan organisasi masyarakat yang
bersifat chiefdoms atau masyarakat yang sudah berkepemimpinan. Dalam masyarakat
yang demikian itu sudah dapat dibedakan antara pemimpin dan yang dipimpin.
Pengakuan terhadap pemimpin tidak sekadar karena faktor keturunan, tetapi juga
dianggap mempunyai kekuatan yang lebih dan berkedudukan tinggi. Para pemimpin
tersebut sesudah meninggal arwahnya tetap dihormati karena kelebihan yang
dimilikinya itu.
Untuk menghormati sang arwah, dibangunlah tempat-tempat pemujaan seperti
tampak pada peninggalan-peninggalan punden berundak. Selain dapat menunjukan
tempat pemujaan arwah, keberadaan punden berundak juga dapat menjadi bukti
adanya masyarakat yang sudah berkepemimpinan. Punden berundak merupakan
bangunan tempat melakukan upacara bersama. Dalam melaksanakan upacara itu,
juga dipimpin oleh seorang pemimpin yang disegani oleh masyarakatnya.
Pada masa itu ada kemungkinan sudah terbentuk desa-desa kecil. Pada mulanya
hanya bentuk rumah agak kecil dan berdenah melingkar dengan atap daun-daunan.
Kemudian rumah seperti itu berkembang dengan bentuk yang lebih besar yang
dibangun di atas tiang penyangga. Rumah besar ini bentuknya persegi panjang,
dihuni oleh beberapa keluarga inti. Di bawah tiang penyangga rumah digunakan
untuk memelihara ternak. Apabila musim panen tiba mereka berpindah sementara di
dekat ladang-ladang dengan membangun rumah atau gubuk- gubuk darurat.
Binatang-binatang piaraan mereka juga dibawa.
Tidak menutup kemungkinan pada masa itu, mereka sudah menggunakan
bahasa untuk komunikasi. Para ahli menduga bahwa pada masa bercocok tanam
menetap ini, mereka sudah menggunakan bahasa Melayu-Polenesia atau rumpun
bahasa Austronesia. Pada masa bercocok tanam mulai muncul kelompok-kelompok
profesi, hubungan perdagangan, dan adanya kontak-kontak budaya yang
menyebabkan kegiatan masyarakat semakin kompleks. Situasi semacam itu tidak
saja telah menunjukkan adanya pelapisan masyarakat menurut kehlian dan
pekerjaannya, tapi juga mendorong perkembangan teknologi yang mereka kuasai.
3. Masa Perundagian
Pada masa perundagian, masyarakat telah hidup di desa-desa di daerah
pegunungan, dataran rendah dan tepi pantai. Susunan masyarakatnya makin teratur
dan terpimpin. Masyarakat dipimpin oleh ketua adat yang merangkap sebagai kapala
daerah. Ketua adat dipilih oleh masyarakat, yaitu orang tua yang banyak pengetahuan
dan pengalamannya mengenai adat dan berwibawa terhadap masyarakat. Kepala
daerah yang besar wibawanya kemudian membawahi kepala-kepala daerah lainnya
dan makin besar kekuasaannya. Ia bertindak seperti seorang raja dan itulah
permulaan timbulnya raja-raja di Indonesia.
Untuk menaikkan derajat dalam masyarakat, orang berusaha membuat jasa
sebanyak-banyaknya, biasanya dengan melakukan hal-hal atau perbuatan-perbuatan
luar biasa dan memperlihatkan keberaniannya sehingga mendapatkan kepercayaan
untuk memperoleh kedudukan sebagai pemimpin. Misalkan dalam perburuan
binatang buas sepert harimau. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kebiasaan
masyarakat pada masa perundagian yang sering melakukan upacara khusus dalam
acara penguburan mayat para pemimpin mereka, menunjukan bahwa masyarakat
pada waktu itu telah memiliki norma-norma dalam kehidupan, terutama sikap
menghargai kepemimpinan seseorang. Walau dapat kita dipastikan bahwa
masyarakat pada masa itu didasarkan atas gotong royong, namun telah berkembang
norma-norma yang mengatur hubungan antara lain yang dipimpin dan yang
memimpin.
Adanya norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat pada masa
perundagian menunjukan bahwa pada masa ini terdapat hasil-hasil kebudayaan
berupa norma-norma. Bila dilihat dari hasil kebudayaan yang berwujud peraturan.
Pada masa perundagian masyarakat telah mengenal suatu peraturan yang harus
ditaati oleh semuanya. Salah satunya adalah peraturan dalam penguburan mayat
di tempayan. Penguburan dalam tempayan ini hanya dilakukan terhadap orang-orang
yang berkedudukan penting dalam masyarakat. Selain itu, terdapat juga aturan dalam
penggunaan harta kekayaan. Penguasaan dan pengambilan sumber penghidupan
diatur menurut tata tertib dan kebiasaan masyarakat. Pemakaian barang-barang
dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari didasarkan atas sifat magis dari
barang-barang tersebut.
Pada masa perundagian, manusia purba sangat taat kepada adat diantaranya adat
gotong-royong, tolong menolong, sambat-sinambat. Kebiasaan hidup berkelompok
berkembang menjadi lebih luas dalam kehidupan masyarakat desa secara bergotong
royong. Gotong royong merupakan kewajiban bagi setiap anggota masyarakat. Hal
ini dapat di lihat dalam pembuatan alat-alat, dimana semuanya dilakukan secara
bergotong royong.
2. Kebudayaan Mesolithikum,
atau kebudayaan jaman batu madya. Hasil peninggalan kebudayaan adalah
ditemukannya kebudayaan Kjokkenmoddinger dan kebudayaan abris sous
roche. Kjokkenmoddinger merupakan sampah dapur yang berupa tumpukan kulit
kerang, yang di dalamnya ditemukan kapak genggam/pebble dan kapak
pendek. Abris sous roche, merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di gua-gua,
ditemukan peralatan dari batu yang sudah diasah, serta peralatan dati tulang dan
tanduk. Banyak ditemukan di daerah Bojonegoro, Sulawesi Selatan, serta Besuki.
Kjokkenmoddinger
3. Kebudayaan Neolithikum
Merupakan hasil kebudayaan jaman batu baru, dengan pembuatan yang lebih
sempurna, serta lebih halus dan disesuaian dengan fungsinya. Alat pada masa ini
digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Alat yang terkenal dari masa ini adalah
kapak persegi dan belinug persegi. Kapak persegi mirip dengan cangkul, digunakan
untuk kegiatan persawahan dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kapak lonjong
adalah alat dari batu yang diasah dan berbentuk lonjong seperti bulat telur. Daerah
penemuannya di Indonesia timur, seperti Minahasa dan Papua.
Kapak lonjong dan Kapak persegi
Kapak Lonjong
4. Kebudayaan Logam
disebut juga hasil kebudayaan dari masa perundagian. Disebut sebagai masa
perundagian karena manusia sudah mulai mengenal dan menguasai teknologi tahap
awal, dengan mulai mengembangkan ketrampilan pertukangan untuk membuat
peralatan yang sesuai kebutuhan hidup.Pada masa itu sudah dikenal peralatan yang
terbuat dari perunggu dan besi. Berikut ini merupakan peninggalan dari masa
perundagian:
peralatan dari besi,yang berupa beliung, cangkul, mata pisau, mata tombak
dan sabit
Gerabah, yakni peralatan yang terbuat dari tanah liat,
Pakaian, merupakan pakaian yang terbuat dari kulit kayu,
Perhiasan, berupa gelang dan kalung, baik yang terbuat dari batu dan kerang,
maupun yang terbuat dari perunggu,
Nekara, merupakan tambur yang berbentuk seperti dandang terbalik,
digunakan dalam upacara pemujaan, sehingga alat ini di anggap suci. Banyak
ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa, Pulau Selayar, Pulau Roti.
Kapak perunggu atau juga disebut kapak corong atau kapak sepatu.
Kapak Perunggu
Nekara
Menhir
Punden Berundak
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa prasejarah atau praaksara merupakan masa kehidupan manusia sebelum
mengenal tulisan. Pada masa ini, kehidupan manusia masih sangat primitif. Namun,
manusia pada masa ini tetaplah makhluk hidup. Mereka hidup, bergerak, dinamis,
berpikir, bahkan memiliki berbagai kebutuhan seperti halnya kita. Perbedaannya,
mereka masih sangat primitif sehingga dengan segala keterbatasannya mereka
melakukan segala aktivitas dengan sangat sederhana.
Zaman praaksara sering juga disebut sebagai zaman prasejarah atau zaman
nirleka. Nir artinya tidak dan leka artinya tulisan. Jadi kesimpulannya, pada zaman
ini manusia masih belum mengenal tulisan. Batas antara zaman prasejarah dan
zaman sejarah adalah dengan ditemukannya tulisan dalam kebudayaan manusia.
Perkembangan corak kehidupan dan peralatan yang digunakan manusia purba
dibagi menjadi 3 tahap :
1. Masa Berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjutan
Corak kehidupan :
· Bertempat tinggal di gua – gua ( setengah menetap )
· Sudah mengenal api
· Sudah mengenal bertanam sederhana
Peralataan yang digunakan :
· Kapak berimbas
· Kapak penetak
· Kapak genggam
· Peralatan serpih
· Peralatan dari tulang
B. Saran
Kita Harus Bersyukur Karena kita tidak perlu bersusah keras lagi untuk mencari
makanan kini kita tinggal membeli apa yang kita inginkan .
DAFTAR PUSTAKA
http://widhisejarahblog.blogspot.com/2013/10/masa-pra-aksara-di-indonesia.html
http://sejarahkelasx.blogspot.com/2013/09/corak-kehidupan-masyarakat-
prasejarah.html
http://sejarahkelasx.blogspot.com/2014/06/indonesia-zaman-praaksara-awal.html
KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Corak Kehidupan Manusia Di Masa Praaksara.................................................2
1. Berburu dan Mengumpulkan Makanan.............................................................2
2. Bercocok Tanam................................................................................................3
3. Perundagian.......................................................................................................5
B. Hasil Kebudayaan Zaman Pra Aksara.................................................................6
1. Hasil Kebudayaan Paleolithikum........................................................................6
2. Kebudayaan Mesolithikum..................................................................................7
3. Kebudayaan Neolithikum....................................................................................8
4. Kebudayaan Logam.............................................................................................9
5. Kebudayaan Megalithikum...............................................................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................13
B. Saran................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15
MAKALAH
CORAK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN HASIL-HASIL
BUDAYA MANUSIA PADA MASA PRAAKSARA
INDONESIA
Disusun oleh :
Widia Meidi Rahmadanti
Wulan Efriliyani
Andini Oktavia
Melda Amelia
Reni Sri Anggraeni
Kelas : X TB 2