Anda di halaman 1dari 21

PENGERTIAN SOSIOLOGI AGAMA

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Agama

Dosen Pengampu:
Dr. H. Zulfi Mubaraq, M.Ag.
Kelompok 1:
1. Muhammad Umair (18130048)
2. Khussanah Adri Utami (18130060)
3. Mohamad Bahrul Muzaki (18130115)

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2020
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 3

A. Latar Belakang .............................................................................................. 3


B. Rumusan Masalah......................................................................................... 3
C. Tujuan Pembahasan...................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 4
A. Pengertian Sosiologi ...................................................................................... 4
1. Sosiologi Secara Etimologi....................................................................... 4
2. Sosiologi Secara Terminologi .................................................................. 5
a. Auguste Comte ................................................................................... 5
b. Emile Durkheim ................................................................................. 5
c. Max Weber......................................................................................... 5
d. Pitirim Sorokim ................................................................................. 5
e. S. Soemardjan dan S. Soemardi......................................................... 6
f. Soerjono Soekanto.............................................................................. 6
g. Astrid S. Susanto ................................................................................ 6
h. Mayor Polak....................................................................................... 6
B. Pengertian Agama ......................................................................................... 7
1. Agama Secara Etimologi ......................................................................... 7
2. Agama Secara Terminologi ..................................................................... 8
a. Agama Sebagai Kepercayaan............................................................. 8
b. Agama Sebagai Identitas.................................................................... 9
c. Agama Sebagai Jalan Hidup ............................................................ 10
C. Pengertian Sosiologi Agama ........................................................................ 12
BAB III ANALISIS DAN DISKUSI ....................................................................... 17

BAB IV KESIMPULAN......................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 21

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama adalah satu dari sekian aspek yang penting dalam kehidupan masyarakat yang
perlu dipelajari oleh para antropolog ataupun para ilmuwan social lainnya. Dalam kehidupan
masyarakat, agama ada karena sifat ketauhidan masyarakat tersebut. Karena itulah agama
sangat perlu dipelajari dan dihayati oleh manusia dikarenakan kebutuhan manusia terhadap
Sang Pencipta.
Dalam agama dapat ditemui ungkapan materi dan budaya dalam tabiat manusia di suatu
system nilai, moral, kajian, etika, agama, dan pada khususnya agama islam yang merupakan
kebutuhan hidup di masyarakat Indonesia karena Islam adalah agama mayoritas. Karena
itulah, kajian agama-agama Islam, Budha, dan Hindu tidak berbatas pada konsep saja.
Namun, juga teori dan aspek-aspek kehidupan manusia serta hukumnya yang perlu
diketahui dan direnungi untuk diamalkan dalam kehidupan manusia.
Banyak ide keagamaan dan konsep keagamaan itu tidak dipaksa oleh hal-hal yang
bersifat fisik tapi juga bersifat rohani. Oleh karenanya agama merupakan instansi ajaran
yang menyajikan lapangan ekspresi serta implikasi yang dapat diterima baik dalam hukum
ataupun undang-undang yang telah dibuat oleh masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Sosiologi secara etimologi?
2. Apa pengertian Sosiologi secara terminologi?
3. Apa pengertian agama secara etimologi?
4. Apa pengertian agama secara terminologi?
5. Apa pengertian Sosiologi Agama?
C. Tujuan Pembahasan
1. Memahami pengertian Sosiologi secara etimologi
2. Memahami pengertian Sosiologi secara terminologi
3. Memahami pengertian agama secara etimologi
4. Memahami pengertian agama secara terminologi
5. Memahami pengertian Sosiologi Agama

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosiologi
1. Pengertian Sosiologi Secara Etimologis
Istilah sosiologi dikemukakan pertama kali oleh seorang filsuf dari Perancis yang
bernama Auguste Marie Francois Savier Comte, atau terkenal dengan sebutan Auguste
Comte pada tahun (1798-1857), dalam bukunya “Course de Philosophie Positive”.
Karena jasanya maka Auguste Comte disebut sebagai Bapak Sosiologi, dimana
sosiologi berasal dari kata latin socius yang berarti teman atau sesama dan kata logos
dari bahasa Yunani yang artinya ilmu. Jadi pada awalnya sosiologi berarti ilmu tentang
teman (masyarakat)1. Definisi bukanlah suatu hal yang pasti dan statis, karena setiap
orang dapat memberikan arti lain dan berbeda pada satu hal yang sama. Sosiologi pun
tidak dapat hanya dimaknai dari satu arah. Bagaimana cara seseorang mendefinisikan
sosiologi, dapat menjelaskan kecenderungannya berada pada paradigma mana ia saat
itu 2. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang pergaulan hidup
antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan
kelompok. Dengan demikian terdapat dua unsur pokok dalam sosiologi, yaitu manusia
dan hubungan sosial (masyarakat). Terdapat berbagai pendapat tentang kedudukan
individu dan masyarakat ini. Di satu pihak ada yang berpendapat bahwa individu lebih
dominan daripada masyarakat, tetapi di pihak lain berpendapat bahwa masyarakat lebih
dominan daripada individu. Sementara itu terdapat pendapat yang mengambil posisi
tengah yang mengatakan bahwa antara individu dan masyarakat terjadi proses saling
mempengauhi. Sejumlah kritik diajukan kepada sosiologi, yaitu 1) sosiologi adalah ilmu
yang sulit, 2) sosiologi hanya merupakan kumpulan dari berbagai kajian ilmu sosial
lainnya, dan 3) tidak ada lapangan yang khusus bagi sosiologi karena objeknya telah
banyak digarap oleh ilmu-ilmu sosial lainnya. 3

1
Agus Sudarsono dan Agustina Tri Wijayanti, Pengantar Sosiologi (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Yogyakarta, 2016), hal. 5.
2
Agus Machfud Fauzi, Sosiologi Agama (Surabaya: Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri
Surabaya, 2017), hal. 2.
3
Muhammad Fajar Pramono, Sosiologi Agama dalam Konteks Indonesia (Ponorogo: UNIDA GONTOR PRESS,
2017), hal. 13.

4
2. Pengertian Sosiologi secara Terminologi
Berikut merupakan pengertian sosiologi menurut para ahli:
a. Auguste Comte
Sosiologi merupakan studi positif tentang hukum dasar dari gejala sosial yang
di dalamnya dibedakan menjadi sosiologi statis dan dinamis. Menurut Comte, yang
dimaksud dengan sosiologi statis adalah ilmu dalam bidang sosiologi yang
memfokuskan perhatian pada pusat-pusat hukum statis yang menjadi dasar adanya
masyarakat. Hal yang dipelajari di sini adalah mengapa masyarakat ada,
perkumpulan seperti apa yang ada di masyarakat, dan apa yang melatarbelakangi
terciptanya kehidupan bermasyarakat. Masih menurut Comte, yang dimaksud
dengan sosiologi dinamis adalah ilmu dalam bidang sosiologi yang menfokuskan
perhatian pada pusat perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan. Hal yang
dipelajari di sini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kehidupan
masyarakat, apa saja yang telah diciptakan oleh masyarakat, serta hal apa saja yang
telah dilalui oleh manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang ia jalani.
b. Emile Durkheim
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta sosial. Fakta sosial
merupakan cara-cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada di luar
individu dan mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Contoh
mengenai fakta sosial yang diberikan Emile Durkheim adalah hukum, moral,
kepercayaan, adat istiadat, tata cara berpakaian, dan kaudah ekonomi. Di mana
fakta-fakta sosial tersebut mengendalikan dan dapat memaksa individu karena jika
melanggarnya akan dikenakan sanksi oleh masyarakat.
c. Max Weber
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tindakan sosial. Tindakan sosial
adalah tindakan yang memiliki arti subjektif bagi individu dan diarahkan pada
perilaku orang lain.
d. Pitirim Sorokim
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari:
1) Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gekala-gejala
sosial (misalnya antara ekonomi dengan agama, hukum dengan ekonomi dan
sebagainya).
2) Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dan gejala-gejala
nonsosial (misalnya gejala geografis, biologis dan sebagainya).
5
3) Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.
e. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosisal dan proses sosial
termasuk perubahan sosial. Menurut S. Soemardjan dan S. Soemardi, struktru sosial
merupakan keseluruhan jalinan antara unsur – unsur sosial yang pokok, yaitu kaidaj-
kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok sosial, serta
lapisan sosial. Sedangkan proses sosial adalah pengaruhtimbal balik antara erbagai
segi kehidupan.
f. Soerjono Soekanto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi kemasyarakatan
yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan
masyarakat.
g. Astrid S. Susanto
Sosiologi tidak sekedar mempelajari berbagai hubungan yang terjadi dalam
masyarakat, tetapi mempelajari gejala-gejala dalam masyarakat yang terjadi
berulang-ulang.
h. Mayor Polak
Sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai
keseluruhan, yaitu antar hubungan dengan kelompok, kelompok dengan kelompok,
baik formal maupun materiil, baik statis maupun dinamis.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah ilmu yang
membahas tentang masyarakat serta proses yang timbul dari hubungan sosial dalam
masyarakat, dimana hubungan sosial diwujudkan dalam struktur sosial yang
merupakan keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-
kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok sosial, serta
lapisan sosial.
Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Empiris
Sosiologi didasarkan pada hasil observasi atau pengamatan terhadap kenyataan
dan akal sehat sehingga hasilnya tidak bersifat spekulatif atau menduga-duga.
b. Teoritis
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang selalu berusaha untuk menyusun
abstraksi dan hasil-hasil observasi atau pengamatan. Abstraksimerupakan

6
kseimpulan logis yang bertujuan menjelaskan hubungan sebab akibat, sehingga
menjadi sebuah teori.
c. Kumulatif
Sosiologi disusun berdasarkan teori-teori yang sudah ada. Teori-teori tersebut
lantas diperbaiki, diperluas, serta diperdalam.
d. Non Etis
Sosiologi mengkaji fakta sosial secara apa adanya. Yakni sosiologi tidak
mempermasalahkan baik ataupun buruknya fakta, akan tetapi menjelaskan fakta
secara analisis atau penyelidikan melalui suatu peristiwa. 4
B. Pengertian Agama
1. Pengertian Agama secara Etimologi
Agama menurut KBBI berarti ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. 5
Religi diambil dari kata religion yang berarti "keadaan hidup yang terikat oleh
sumpah monastik," yang diadaptasi dari kata religiun yang berarti "perilaku yang
menunjukkan kepercayaan pada kekuatan ilahi," menurut agama Anglo -Prancis,
sedangkan menurut Agama Prancis Kuno berarti "kesalehan, pengabdian; komunitas
religius.” Kata religiun diambil dari bahasa Latin religionem yang berarti
"menghormati apa yang sakral, menghormati para dewa; kesadaran, rasa hak,
kewajiban moral; takut akan dewa; pelayanan ilahi, ketaatan beragama; agama, iman,
cara ibadah, kultus; kesucian, kekudusan.”
Menurut Cicero berasal dari kata relegere yang berarti "melalui lagi" (dalam
membaca atau berpikir), dari kata re yang berarti “lagi” dan legere yang berarti
"membaca". Namun, etimologi yang populer di kalangan orang-orang kuno
setelahnya (Servius, Lactantius, Augustine) dan banyak penulis modern sekarang
yaitu "mengikat dengan cepat" yang diambil dari kata religare, melalui gagasan
tentang agama yang mengartikannya sebagai "menempatkan kewajiban pada," atau
"ikatan antara manusia dan dewa." Asal usul lain yang mungkin adalah berasal dari
kata religiens yang berarti "berhati-hati", kebalikan dari negligens. Dalam bahasa
Inggris, makna "sistem iman tertentu" dicatat sejak sekitar tahun 1300 -an; rasa

4
Agus Sudarsono dan Agustina Tri Wijayanti, Op. Cit., 6-8.
5
https://kbbi.web.id/agama. Diakses pada tanggal 04 September 2020 pada pukul 11:28

7
"pengakuan dan kesetiaan dalam cara hidup (dianggap sebagai hak yang adil) kepada
kekuatan atau kekuasaan yang lebih tinggi dan tak terlihat" berasal dari tahun 1530-
an.
Oleh karena itu, untuk mempertahankan bahwa tidak ada perbedaan dalam
masalah agama di antara bentuk-bentuk yang tidak sama satu sama lain, serta tidak
ada pertentangan, maka akhirnya mengarah kepada penolakan terhadap semua agama
baik dalam teori maupun praktik. Dan ini adalah hal yang sama dengan ateisme,
namun mungkin berbeda namanya. [Paus Leo XIII, Immortale Dei, 1885]6
2. Pengertian Agama secara Terminologi
Walaupun terdapat hak asasi manusia yang menyatakan bahwa seluruh manusia
memiliki kebebasan untuk memilih agama apa untuk dipeluk, namun tidak ada yang
secara pasti mendefinisikan secara jelas mengenai agama, dikarenakan juga agama
merupakan hal yang sangat rumit untuk didefinisikan sehingga banyak muncul
perdebatan mengenai ini. Banyak juga yang mempertanyakan apakah agama itu bisa
didefinisikan atau tidak. Telah banyak penelitian-penelitian ilmiah yang
mempublikasikan mengenai definisi agama, namun tetap saja hingga saat ini
perdebatan mengenai agama masih terus berlanjut. 7 Menurut Max Weber, agama
tidak bisa didefinisikan secara “apa itu agama”, namun hanya bisa mendapatkan
kesimpulan dari penelitiannya.8
Untuk memahami definisi agama maka perlu diketahui ada tiga aspek yang
berbeda dalam agama, yaitu agama sebagai kepercayaan, agama sebagai identitas,
dan agama sebagai jalan hidup. Perlu diketahui pula bahwa kombinasi dari tiga aspek
di atas dapat terjadi, atau beberapa aspek lain yang tidak disebutkan disini sebenarnya
ada, namun tiga aspek ini yang lebih sering digunakan. 9
a. Agama Sebagai Kepercayaan

Agama sebagai kepercayaan mengandung hal-hal yang dianut oleh orang


seperti kepercayaan kepada Tuhan, kebenaran, dan takdir. Agama kepercayaan
biasanya menekankan pada suatu hal, seperti rukun iman dalam agam Islam,
kebijaksanaan Sutra Teratai dalam agama Buddha, dan perpindahan jiwa, karma,

6
https://www.etymonline.com/search?q=religion. Diakses pada tanggal 04 September 2020 pada pukul 11:52
7
Thomas A. Idinopulos and Brian Courtney Wilson, eds. What is religion: origins, definitions, and explanations.
Vol. 81. Brill, 1998. Hal. 141-142
8 Max Weber. The sociology of religion. Beacon Press, 1993. Hal. 1
9
T. Jeremy Gunn. "The complexity of religion and the definition of religion in international law." Harv. Hum.
Rts. J. 16 (2003): 189. Hal. 200.

8
dharma dalam agama Hindu. Agama seperti ini juga menekankan pentingnya
setiap individu untuk memahami ajarannya dengan benar, sehingga dibutuhkan
pemimpin atau pembesar dalam agamanya yang juga sekalian menyampaikan
agamanya kepada orang-orang lain. Bagaimanapun agama ini dibawa oleh
seseorang atau suatu kelompok, biasanya akan menunjukkan kebenaran dalam
ajaran agamanya. Manusia menganut agama dikarenakan kepercayaannya
terhadap kebenaran atas ajaran yang diajarkan sehingga terkadang ada beberapa
orang yang berpindah agama dikarenakan keyakinannya terhadap agama yang
tidak lengkap atau tidak benar dan banyak juga yang melakukan penyelewengan
atas yang diajarkan dari agamanya.

b. Agama Sebagai Identitas


Agama sebagai identitas menganut suatu agama dikarenakan hubungannya
dengan sebuah kelompok. Maksudnya, orang menganut agama dikarenakan
keluarga, ras, etnis, atau bahkan kewarganegarannya. Mereka mempercayai
bahwa agama dianut sejak lahir, bukan melalui pembelajaran atau ibadah yang
membuat mereka masuk suatu agama. Pendefinisian seperti ini lebih menekankan
pada budaya, sejarah, etnis, dan tradisi dibandingkan ajaran atau doktrin
sebagaimana agama sebagai kepercayaan.
Seseorang dapat menganggap dirinya Muslim dikarenakan ia orang Arab,
walaupun misalnya ia tidak pernah ke masjid selama 10 tahun dan tidak bisa
membaca Al-Qur’an. Mereka biasanya tidak menjalankan kewajiban dalam
agamanya namun membela agamanya apabila diserang atau dikritisi oleh
penganut agama lain. Di Indonesia juga banyak yang seperti ini, istilahnya “islam
KTP” dikarenakan mereka lahir dalam keluarga Islam dan mengaku orang Islam
namun tidak menjalani ajarannya. Tidak selalu yang beranggapan seperti ini yang
menganut kepercayaan semacam ini, banyak yang menganggap bahwa orang
Cina beragama Konghucu atau orang Arab beragama Islam walaupun pada
kenyataannya banyak juga orang Cina yang beragama Islam dan orang Arab yang
beragama Kristen.
Orang yang menganut agama dengan cara seperti ini biasanya lebih
cenderung menyebabkan kericuhan dikarenakan mereka menyerang penganut
agama lain bukan dikarenakan ketidaksetujuannya terhadap ajaran agama lain
tersebut, namun dikarenakan penganut agama lain tersebut dianggap sebagai

9
suatu kelompok lain dan dianggap sebagai ancaman terhadap identitasnya.
Seperti contohnya Nazi yang menganggap rendah orang Yahudi dikarenakan ras
yang berbeda maka terjadilah kejahatan genosida besar-besaran terhadap kaum
Yahudi. Agama sebagai identitas suka dianggap sebagai penyebab terjadinya
diskriminasi dan penganiayaan agama di dunia ini. 10
c. Agama Sebagai Jalan Hidup
Aspek yang ketiga ini berbeda dari dua aspek sebelumnya namun dapat
memiliki hubungan dengan salah satu dari kedua aspek tersebut di dalam
pemikiran yang religius, yaitu agama sebagai jalan hidup. Pada aspek ini, agama
dikaitkan dengan perbuatan, ritual, dan tradisi yang dapat membuat penganut
agama menjadi berbeda dengan agama yang lainnya. Sebagai contoh, larangan
dalam memakan babi, perintah untuk menunaikan sholat lima waktu, dan sunat
untuk laki-laki merupakan hal yang khusus dalam agama Islam sehingga
membuatnya menjadi berbeda dengan agama yang lain. Orang yang menjadikan
agama sebagai jalan hidupnya akan melakukan semua kewajiban yang diperintah
dan menjauhi semua larangan yang diturunkan, ini yang membuat seseorang
berbeda dengan orang lain yang menganut agama lain. Sebagai contoh lagi,
seseorang yang menganut agama Islam namun tidak pernah sholat atau mengaji
maka secara penglihatan ia tidak memiliki perbedaan yang jelas dengan penganut
agama lain.
Menjadikan agama sebagai jalan hidup sulit bagi beberapa orang sehingga
tidak sedikit juga yang tidak menjalankannya. Namun, bagi beberapa orang lain
agama adalah jalan hidupnya sehingga mereka akan tetap menjalankannya
walaupun membutuhkan usaha lebih untuk menjalaninya. Agama pada aspek ini
sangat berpengaruh terhadap aktivitas keseharian manusia.

Dalam memahami agama sebagai jalan hidup, banyak yang masih salah
menafsirkannya. Sebagai contoh, teroris kerap dicap sebagai Muslim yang terlalu
menjalani agama sebagai jalan hidupnya hingga melakukan bom bunuh diri.
Padahal, setiap agama seharusnya mengajarkan yang baik dan sesuai norma
dikarenakan agama pada hakikatnya sebagai jalan hidup. Contohnya, dalam
Islam dijelaskan bahwa agama ditemukan dalam kesucian. Mereka yang paham

10
T. Jeremy Gunn. "The complexity of religion and the definition of religion in international law." Harv. Hum.
Rts. J. 16 (2003): 189. Hal. 203-204

10
mengenai hal ini akan memahami bahwa yang dibutuhkan bukan sekedar suci
secara fisik, namun dalam hati dan pikiran sehingga dapat mengalihkan diri dari
rencana jahat. 11

Definisi mengenai agama yang lain adalah menurut Geertz, ia mendefinisikannya


sebagai sistem simbol yang ada untuk menciptakan perasaan dan motivasi yang kuat,
mudah menyebar, dan tidak mudah hilang dalam diri seseorang dengan cara membentuk
konsepsi tentang sebuah tatanan umum eksistensi dan melekatkan konsepsi ini kepada
pancaran-pancaran faktual, dan pada akhirnya perasaan dan motivasi ini akan terlihat
sebagai suatu realitas yang unik. Agama adalah sistem makna yang berlabuh di alam suci;
pemahaman, suasana hati, dan motivasi yang diatur oleh sistem ini tampak nyata dan
memiliki legitimasi yang unik. Tatanan dalam kosmos dan tatanan dalam dunia sosial
memperkuat satu sama lain dengan `` otoritas yang dipinjam '' dari yang lain (Geertz,
1973: 90) dan memberi manusia pandangan dunia yang koheren, berlabuh dalam
legitimasi sakral dan diresapi dengan rasa praktis faktisitas.12

Agama adalah sumber makna hakiki, yang menyatukan beragam elemen sosial dan
budaya, dan berpotensi memberikan solidaritas dan identitas. Pendapat Durkheim
tentang esensi agama dalam semangat sosial dari anggota masyarakat yang berkumpul
bergema dengan jelas. Selanjutnya, definisi kerja mereka tentang agama berfungsi dan
dapat diterapkan secara luas. Agama dapat dikenal karena fungsinya dan kemampuannya
memberikan makna tertinggi - jika tidak selalu tertib - dalam menghadapi potensi
kekacauan psikis dan gangguan sosial. Kekacauan dan gangguan yang dilihat sebagai
ancaman utama bagi kehidupan sosial manusia sekali lagi memiliki resonansi
fungsionalis.

Agama mengatur hubungan antara manusia dan yang ilahi, serta di antara manusia
itu sendiri. Politik, dalam rumusannya yang terkenal, adalah tentang '' distribusi nilai
otoritatif '' - pada intinya, organisasi kekuasaan dan hak istimewa masyarakat. Dengan
demikian, agama dan politik adalah sistem organisasi dan otoritas, dan terkait erat di
tingkat budaya.

11Al-Haj Maulana Faza-Ul-Karim. The Revival of Religious Learnings. (Lahore: Kazi Publications). Hal. 148
12
Mark D. Jacobs and Nancy Weiss Hanrahan, eds. The Blackwell companion to the sociology of culture.
Blackwell Publishing, 2005. Hal. 97

11
Dalam mendefinisikan agama, para sosiolog berbeda perspektif antara lain:
Pertama, agama sebagai sesuatu yang tidak akan memberikan penilaian lagi mengenai
sumber atau fungsinya yaitu agama sebagai kepercayaan terhadap adanya wujud-wujud
spiritual. Namun ketidakpuasan dikemukakan terhadap definisi ini atas dasar bahwa
definisi itu terlalu bercorak intelektualis, tidak mengacu, dan tidak mengacu kepada
emosi-emosi khidmat dan hormat yang secara khusus berbicara kepercayaan. Kedua,
agama merupakan ekspresi suatu bentuk ketergantungan pada kekuatan spiritual dari diri
individu. Ekspresi penting dari ketergantungan ini adalah peribadatan dan kewajiban
sosial. Ketiga, agama dalah sistem yang integral dari berbagai kepercayaan dan
peribadatan yang berkaitan dengan benda-benda sakral, benda-benda terpisah dan
terlarang. Definisi ini lebih menekan ciri kolektif atau sosial pada agama. Namun tidak
di ulas lebih lanjut mengenai kata sakral sehingga gagasan ini kabur. Keempat, agama
adalah sistem kepercayaan dan peribadatan yang digunakan berbagai bangsa dalam
perjuangan mereka mengatasi persoalan-persoalan tertinggi dalam kehidupan. Agama
merupakan sikap keengganan untuk menyerah pada kematian, frustasi dan untuk
menumbuhkan rasa permusuhan dan perlawanan terhadap pemutusan ikatan
kemanusiaan. Definisi ini lebih cenderung kepada definisi fungsional dari pada definisi
atau subtantif. Kelima, agama adalah suatu yang berkaitan dengan yang tertinggi.
Keenam, agama adalah sistem lambang yang berfungsi menegakkan berbagai perasaan
dan motivasi yang kuat, berjangkauan luas abadi pada manusia dengan merumuskan
berbagai konsep tentang keteraturan umum eksistensi dan dengan menyelubungi
konsepsi-konsepsi ini dengan sejenis penampakan secara faktual sehingga perasaan dan
motivasi tersebut secara unik tampak realistik. Ketujuh, agama dalah sistem kepercayaan
yang hadir pada saat wujud-wujud bukan manusia dipuja-puja dengan cara manusia.
Kegiatan-kegiatan keagamaan tidak praktik pemujaan saja, namun semua prilaku yang
ada kaitannya dengan eksistensi wujud-wujud tersebut.13

C. Pengertian Sosiologi Agama


Sosiologi seringkali dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari tentang
kemasyarakatan atau kependudukan. Lebih kompleksnya sosiologi mempunyai banyak
sekali definisi dari tokoh-tokoh yang sering dijumpai diberbagai buku-buku pengantar
sosiologi. Sosiologi sendiri terdiri dari dua kata yaitu socius dan logos. Socius yang
berarti masyarakat, social dan logos mempunyai arti ilmu. Maka, makna sederhananya

13
Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama (Malang: UIN- MALIKI Press, 2010). Hal. 5

12
ilmu kependudukan14. Sedangkan agama, pengertian agama dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia ialah system yang terpadu dan terdiri atas praktik dan kepercayaan
yang memiliki hubungan dengan suatu hal yang bersifat suci atau sacral.

Manusia sebagai umat beragama harus berusaha semaksimal mungkin untuk


terus menerus meningkatkan keimanannya melalui kegiatan keagamaan seperti
beribadah untuk mencapai rohani yang sempurna kesuciannya. Manusia sendiri
memiliki kemampuan yang terbatas, karena keterbatasannya itulah yang menjadikan
manusia yakin bahwa ada sesuatu yang luar biasa yang tentu saja berasal dari sumber
yang maha luarbiasa juga, dan sumber yang luar biasa itulah yang memiliki berbagai
macam penyebutan sesuai dengan Bahasa manusianya itu sendiri. Misalnya, Tuhan,
Dewa, Syang-ti, Kami-Sama, dan masih banyak yang lainnya. Adapula yang hanya
menyebutkan sifat-Nya saja seperti halnya Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng, Gusti
Pengeran dan lain-lainnya. Dalam keyakinan ini lah manusia pada akhir mencari cara
untuk mendekatkan diri dengan cara menghambakan diri dengan menerima segala
kepastian yang menimpa diri beserta sekitarnya dan meyakini bahwa semua yang
terjadi berasal dari Tuhan, dan menaati segala ketetapan maupun aturan dan hukum
serta lainnya dan meyakini pula bahwa itu semua berasal dari Tuhan. Dengan
demikianlah manusia memperoleh keterangan dengan jelas bahwa agama ialah
penghambaan manusia kepada Tuhannya atau Yang Maha Kuasa. Dalam pengertian
ini, agama terdapat 3 unsur yaitu manusia, penghambaan dan juga Tuhan. Maka dengan
suatu paham ataupun ajaran yang mendapati ketiga unsur pokok pengertian inilah dapat
disebut dengan agama15.

Seperti yang kita ketahui dari pengertian diatas, sosiologi agama berarti ilmu
mengenai hubungan di dalam masyarakat beragama dan kehidupan social pendidikan 16
Setiap agama memiliki kebenarannya masing-masing. Keyakinan tentang yang benar
itu didasarkan pada Tuhan sebagai satu-satunya hal yang menjadi sumber kebenaran.
Dalam tatanan sosiologis, klaim kebenaran berubah menjadi symbol agama yang dapat
dipahami secara subjektif, personal oleh para pemeluk masing-masing agama.
Karenanya ia tidak lagi utuh dan absolut, Adanya pluralitas manusia menyebabkan
wajah kebenaran itu tampil beda saat akan dimaknakan atau dibahasakan. Sebab,

14 Fauzi, Op. Cit., 1.


15
Radiansyah, Sosiologi Pendidikan Agama, (Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2015), Hal.2
16Ibid, Hal.3

13
perbedaan ini tidak dapat dilepaskan begitu saja dari berbagai macam refenrensi dan
latar belakang yang diambil orang yang akan meyakininya sebagai konsepsi ideal turun
kebentuk-bentuk normative yang memiliki sifat kultural17.

Agama yang ditampilkan atau diperlihatkan sebagai spritualitas, pemujaan dan


aktivitas rohaniah tentunya akan bersebrangan dengan teori-teori sosiologi yang
terutamanya adalah aliran positivis dimana aliran ini mengutamakan kriteria ilmiah dan
empiris dalam menilai suatu fenomena. Saat kedua ilmu ini bertemu menjadi suatu ilmu
yang dinamakan sosiologi agama, sebagai keilmuan, selain empiris dan ilmiah sosiologi
bisa dikatakan bersifat debatable (dapat diperdebatkan) dan dialektik. Sosiologi pun
memiliki paradigma dan juga perspektif yang jamak atau banyak. Jika saja satu
paradigma mempertentangkan atau memperdebatkan sosiologi dengan agama, maka
ada paradigma lain yang akan bisan menerimanya. Perdebatan mengenai mengapa
kajian mengenai agama dapat diukur dengan ilmiah dapat terjadi, salah satu
pernyebabnya adalah karena agama lebih cenderung “memiliki sifat intelektual dan
emosional serta ia juga lebih bersifat individualistic” (James dalam Ghazali, 2011: 3).

Kemudian, agama bisa menjadi bahan penting dalam kajian-kajian keilmuan


social seperti teologi, antropologi, dan sosiologi. Kajian agama dalam teologi tentu saja
menjadi hal yang sangat amat wajar, dikarenakan kajian pokoknya adalah agama.
Antropologi sebagai ilmu yang dikenal mempelajari tentang sejarah atau peninggalan
kebudayaan juga tidak akan melewatkan agama sebagai bagian dari peradaban manusia
dan tujuh unsur kebudayaan. Kita tahu bahwa sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari
tentang masyarakat, tentu akan memiliki keterlibatan dengan agama karena seperti
yang dikatakan oleh Durkheim, “sumber agama adalah masyarakat itu sendiri”.

Agama juga menjadi penting dalam keilmuan dalam sosiologi. Bahkan didapati
ada satu konsentrasi khusus yaitu sosiologi agama. Namun, sebelumnya sebagai sesame
ilmu yang dikatakan memiliki hubungan erat dengan masyarakat, perlulah kita ketahui
walaupun sedikit mengenai perbedaan antara antropologi dan sosiologi agama.
Perbedaan terbesarnya adalah pada wilayah kajian atau pembahasan. Antropologi
agama memiliki wilayah kajian agama sebagai bagian dari unsur budaya atau
kebudayaan beserta manusia. Sedangkan, apabila sosiologi agama lebih menekankan
pembahasannya tentang wilayah agama (sebagai bagian dari realitas social yang

17
Fauzi, Op. Cit., Hal.

14
berhubungan dengan masyarakat) termasuk beberapa nilai dan norma yang ada
didalamnya.

Sosiologi agama muncul sebagai bagian dari sosiologi yang membahas tentang
agama. Agama yang dalam paradigma fakta social terletak dalam suatu struktur sebagai
bagian dari norma-norma kehidupan masyarakat, yaitu norma agama. Meskipun kita
tahu bahwa paradigma ini cenderung menolak bahwa agama yang epifenomena
bersanding dengan sosiologi yang kita tahu bersifat empiris, namun tidak bisa
dipungkiri bahwa mereka sama-sama mengakui agama menjadi bagian dari realitas
social. Alasan mengapa paradigma ini cenderung menolak bahwa agama itu empiris
ialah karena agama lebih bersifat emosional dan berasal dati sesuatu yang dianggao
tidak nyata atau konkret. Paradigma inilah yang kemudia menemukan bagian dari
agama yang berkaitan dengan masyarakat yaitu penerapan konkret nilai-nilai dari
Tuhan(Ghazali,2011). Para antroplog menyebut ini sebagai kepercayaan 18.

Seorang tokoh sosiologi, Joachim Wach merumuskan bahwa sosiologi agama


ini secara luas sebagai studi tentang “interelasi” atau hubungan dari agama dan
masyarakat beserta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi diantara mereka 19. Para
sosiolog menganggap bahwa dorongan, gagasan dan kelembagaan agama dapat
mempengaruhi dan juga sebaliknya dipengaruhi oleh kekuatan -kekuatan social,
organisasi dam stratifikasi social adalah tepat. Seorang sosiolog agama memiliki tugas
meneliti mengenai bagaimana tata cara masyarakat, kebudayaan dan pribadi
mempengaruhi agama, fungsi-fungsi ibadah untuk masyarakat, tipologi yang berasal
dari lembaga-lembaga keagamaan dan tanggapan tentang agama terhadap tata duniawi,
secara langsung maupun tidak langsung antara system-sistem religious dan
kemasyarakatan termasuk bidang penelitian dari sosiologi agama 20.

Salah satu tokoh sosiolog yang lain yaitu H. Goddijn-W.Goddijn menyatakan


bahwa sosiologi agama adalah bagian dari sosiologi umum yang mempelajari ilmu
budaya empiris, profan dan positif yang menuju kepada pengetahuan umum, yang
jernih dan pasti dari struktur, fungsi, serta gejala dan perubahan kelompok keagamaan.
Hal ini penting untuk kepentingan agama tersebut dan masyarakat. Sosiologi agama
ialah studi hubungan signifikan dan kadang-kadang subtil antara agama dengan

18 Ibid, hal 4.
19
Mubaraq, Op. Cit., 6.
20 Ibid, Hal 7

15
struktur-struktur sosial. Dan antar agama dengan proses social. Banyak yang terckaup
usaha dalam mengembangkan dan mencari konsep yang dikira lebih tepat
menyesuaikan dengan maksud untuk lebih memahami fenomena agama yang amat
sangat banyak itu. Agama sendiri merupakan dorongan bagi pengembangan bahan
pemikiran manusia agar menjadi lebih faham atas diri, perilaku pikiran dan perasaanya,
serta hubungannya dengan manusia yang lainnya yang dijumpai dalam masyarakat.
Karena agama terkait dengan kebutuhan, perasaan dan aspirasi manusia yang paling
dalam, itu dikarenakan agama menyangkut beberapa aspek keadaan manusia yang
sangatlah esensial dan karena itu makna serta fungsi dari kedua hal tersebut masih tetap
tak terselami oleh kita, maka untuk prospek lanjut dari studi ini dan penelitian di bidang
ini nanti akan berupa isu yang paling menarik dan tantangan yang menggairahkan atau
menantang bagi mereka-mereka yang tetap memiliki minat untuk melanjutkan studi
tentang manusia

Sosiologi agama tidak hanya mengkhususkan diri pada kebenaran atau


kenyataan pada supra empiris dimana agama itu bersandar. Ia memiliki hubungan
dengan efeknya dalam pengalaman historis manusia dan didalam perkembangan
masyarakat. Meskipun menggunakan pendekatan naturalistis sebagai ketentuan
metodologis tapi ini sama sekali tidak akan memberikan penilaian pada masalah
keyakinan itu 21.

21
Mubaraq, Op. Cit., 8.

16
BAB III
ANALISIS DAN DISKUSI

Sosiologi adalah salah satu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang masyarakat
diantaranya adalah keteraturan hidup yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat. Sosiologi mempelajari hubungan timbal balik antara individu dengan individu
dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Setiap masyarakat memiliki pola
interaksi yang berbeda-beda. Bahkan yang menarik lagi setiap masyarkat memiliki identitas
diri yang dijunjung dan dipertahankan. Masyarakat berkembang seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan yang mereka terima. Penemuan-penemuan beru ilmu pengetahuan di segala
bidang keilmuan memberikan pengaruh terhadap perubahan segala spek kehidupa n di
masyarakat. Sebagai contoh, Revolusi Industri yang terjadi di Inggris dan meluas ke negara-
negara Eropa, telah memberikan perubahan struktur sosial dan pembentukan Lembaga-
lembaga baru di negara Eropa. Revolusi Industri di Eropa berpengaruh terhadap bangsa Asia,
karena melahirkan imperialisme dan kolonialisme di beberapa negara Asia dan Afrika.
Masyarakat yang dapat mengikuti perubahan baik yang disebabkan oleh masyarakat atau
perubahan dari luar, akan berkembang dengan baik. Tetapi apabila masyarakat tidak dapat
menerima atau tidak siap menerima perubahan sosial akan mengalami masalah -masalah sosial,
seperti konflik kekerasan, peperangan, ketidakteraturan sosial dan lain sebagainya.

Agama adalah sesuatu hal yang tertinggi, dengan agama manusia menyerahkan hal-hal
yang berada di luar batas mereka, seperti berdoa kepada Tuhan dan menerima takdir. Manusia
memiliki keinginan yang kuat dalam hidupnya dan cenderung untuk melegalkan segala cara
demi mendapatkannya namun dengan aturan yang telah ditetapkan dalam agama maka hal
tersebut dapat dihindari, dalam hal ini agama dapat dikatakan sebagai peraturan. Agama juga
menunjukkan bahwa manusia bukanlah yang terkuat, melainkan Tuhan yang mereka gunakan
untuk sandaran dan permohonan ketika seseorang merasa sudah mencapai batasnya, yang mana
ini menunjukkan agama sebagai pertolongan. Perasaan merupakan ciri-ciri manusia sebagai
makhluk sosial dan agama hanya bisa dirasakan dengan perasaan, agama tidak kasat oleh mata
dan bahkan tidak jarang yang meragukan akan kebenarannya namun banyak yang
menganggapnya ada dikarenakan atas dasar kepercayaan manusia, sebagai contoh juga agama
dikenal dengan berbau sakral dan spiritual yang biasanya bertentangan dengan akal manusia
sehingga hanya bisa didapati melalui kepercayaan. Agama juga memberikan seseorang
motivasi untuk tetap bertahan dan tidak menyerah yang membuat manusia juga

17
menganggapnya sebagai jalan hidup. Banyak definisi mengenai agama, namun dari segala
macam penjelasan dapat disimpulkan bahwa agama membawa segala macam kebaikan kepada
manusia maka bisa disebut sebagai jalan hidup. Seluruh agama seharusnya mengajarkan
kebaikan, mulai dari perlakuan kepada diri sendiri dan orang lain. Namun, sangat disayangkan
bahwa banyak yang menganggap agama sebagai identitas dan kewajiban sehingga tidak sedikit
yang melanggar aturan-aturan agama, banyak juga yang mempelajari agama sampai dan
berkoar-koar mengenai agama tetapi tidak mengamalkannya untuk diri sendiri hingga akhirnya
tidak sedikit yang menyalahkan agama sebagai penyebab kerusakan. Sebagai contoh, teroris
yang berteriak Islam dan terlihat sangat Islami maka dianggap bahwa ia terjerumus dalam
agama. Padahal, agama seharusnya mengajarkan dan mewajibkan kebaikan. Dari sini dapat
diketahui bahwa teroris tersebut hanya mempelajari sebagian hal dalam agama Islam dan tidak
menerapkannya dengan baik, sedangkan yang kita tahu bahwa agama Islam dibawa oleh Nabi
Muhammad dan sudah sepatutnya beliau yang lemah lembut itu dijadikan sebagai panutan.
Agama adalah jalan hidup, jadi apabila ada yang melakukan penyelewengan berkedok agama
maka bisa dipastikan bahwa orang tersebut bukan orang yang agamis. Agama mengatur
kehidupan manusia secara menyeluruh sehingga pasti agama memerintahkan kepada kebaikan
dikarenakan juga peran agama sebagai jalan hidup manusia yang berlaku pada keseharian
manusia di setiap saat dan dimanapun.

Sosiologi agama berarti ilmu yang membahas mengenai hubungan di dalam masyarakat
beragama dan kehidupan social pendidikan. Setiap agama memiliki kebenarannya masing-
masing dan juga keyakinan tentang yang hal benar itu didasarkan pada Tuhan sebagai satu-
satunya zat yang menjadi sumber kebenaran. Sosiologi agama termasuk salah satu bagian dari
sosiologi yang membahas tentang agama, namun ia berbeda dengan antropologi. Jika
antropologi membahas tentang wilayah kajian agama sebagai bagian dari unsur bud aya atau
kebudayaan beserta manusia maka sosiologi agama lebih menekankan untuk membahas
tentang wilayah agama (sebagai bagian dari realitas social yang berhubungan dengan
masyarakat) termasuk beberapa nilai dan norma yang ada didalamnya. Agama yang dalam
paradigma fakta social yang terletak dalam suatu struktur sebagai bagian dari norma -norma
kehidupan masyarakat, yaitu norma agama. Meskipun kita tahu bahwa paradigma ini
cenderung menolak bahwa agama yang epifenomena bersanding dengan sosiologi yang kita
tahu bersifat empiris, namun tidak bisa dipungkiri bahwa mereka sama-sama mengakui agama
menjadi bagian dari realitas social. Alasan mengapa paradigma ini cenderung menolak bahwa

18
agama itu empiris ialah karena agama lebih bersifat emosional dan berasal dati sesuatu yang
dianggap tidak nyata atau konkret.

19
BAB IV
KESIMPULAN

Sosiologi berasal dari kata latin socius yang berarti teman atau sesama dan kata logos
dari bahasa Yunani yang artinya ilmu. Sosiologi adalah ilmu yang membahas tentang
masyarakat serta proses yang timbul dari hubungan sosial dalam masyarakat, dimana hubungan
sosial diwujudkan dalam struktur sosial yang merupakan keseluruhan jalinan antara unsur-
unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga
sosial, kelompok sosial, serta lapisan sosial. Agama berarti ajaran, sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya . Agama adalah
sistem kepercayaan yang hadir pada saat wujud-wujud bukan manusia dipuja-puja dengan cara
manusia. Kegiatan-kegiatan keagamaan tidak praktik pemujaan saja, namun semua prilaku
yang ada kaitannya dengan eksistensi wujud-wujud tersebut. Sosiologi agama adalah bagian
dari sosiologi umum yang mempelajari ilmu budaya empiris, profan dan positif yang menuju
kepada pengetahuan umum, yang jernih dan pasti dari struktur, fungsi, serta gejala dan
perubahan kelompok keagamaan. Hal ini penting untuk kepentingan agam a tersebut dan
masyarakat. Sosiologi agama ialah studi hubungan signifikan dan kadang-kadang subtil antara
agama dengan struktur-struktur sosial dan antar agama dengan proses sosial.

20
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Machfudz Agus. 2017. Sosiologi Agama. Surabaya: Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum,
Universitas Negeri Surabaya.
Gunn, T. J. 2003. The complexity of religion and the definition of religion in international law.
Harv. Hum. Rts. J., 16, 189.

Idinopulos, T. A., & Wilson, B. C. (Eds.). 1998. What is religion: origins, definitions, and
explanations (Vol. 81). Brill.

Jacobs, M. D., and Hanrahan N. W., eds. 2005. The Blackwell Companion to the Sociology of
Culture.
Mubaraq, Zulfi. 2010. Sosiologi Agama. Malang: UIN Maliki Press

Pramono, Muhammad Fajar. 2017. Sosiologi Agama dalam Konteks Indonesia. Ponorogo:
UNIDA GONTOR Press

Radiansyah. 2015. Sosiologi Pendidikan Agama. Banjarmasin: IAIN Antasari Press

Sudarsono, Agus dan Agustina Tri Wijayanti. 2016. Pengantar Sosiologi. Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta.
Weber, M. 1993. The sociology of religion. Beacon Press.

Etymonline.com. “religion”. Diakses pada 04 September 2020, dari


https://www.etymonline.com/search?q=religion.

Faza-Ul-Karim, A. M., The Revival of Religious Learnings. Kazi Publications.

Kbbi.web.id. “Arti kata agama”. Diakses pada 04 September 2020, dari


https://kbbi.web.id/agama.

21

Anda mungkin juga menyukai