Anda di halaman 1dari 36

KUMPULAN ARTIKEL

1) PENGERTIAN, KONSEP, SERTA TUJUAN ILMU SOSIAL  BUDAYA DASAR


2) PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA:  PENGERTIAN SERTA FAKTOR-FAKTOR
PENYEBABNYA
3) TEORI-TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI-TEORI TENTANG INTERAKSI SOSIAL
4) HIRARKHI KEBUTUHAN MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN KEMUNCULAN 
BUDAYA
5) SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA (MEKANIS-ORGANIS, GEMEINSCHAFT-
GESSELSCHAFT, PAGUYUBAN-PATEMBAYAN)

Disusun sebagai tugas terstruktur Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar
(ISBD)

Dosen Pengampu:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:
Nama : I Ketut Devananda Wicaksana
NIM : K1A020025
Prodi/Kelas : Farmasi/A

i
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MATARAM
2021

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii

BAB I : ILMU SOSIAL  BUDAYA DASAR................................................................4

A. Pengertian .................................................................................................4
B. Konsep ......................................................................................................5
C. Tujuan .......................................................................................................6

BAB II : PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA .....................................................7

A. Pengertian ..................................................................................................7
B. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Sosial Dan Budaya ...........................11

BAB III : TEORI-TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI-TEORI TENTANG


INTERAKSI SOSIAL ..................................................................................13
A. Teori-Teori Kebudayaan ............................................................................113
B. Teori-Teori Tentang Iteraksi Sosial ...........................................................16

BAB IV : HIRARKHI KEBUTUHAN MANUSIA DAN KAITANNYA


DENGAN KEMUNCULAN BUDAYA ...................................................... 20
A. Kebutuhan Fisiologis.................................................................................. 20
B. Kebutuhan Akan rasa Aman....................................................................... 21
C. Kebutuhan Akan Rasa Memiliki Dan Kasih Sayang.................................. 21
D. Kebutuhan Akan Penghargaan.................................................................... 22
E. Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri............................................................... 22

ii
BAB V : SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA ............................................ 23
A. Pengertian Solidaritas Sosial........................................................................ 23
B. Bentuk-Bentuk Solidaritas Sosial................................................................ 24
C. Kajian Kelopok Sosial................................................................................. 26
D. Kajian Masyarakat Pedesaan........................................................................ 30
E. Kajian Interaksi Sosial ................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 35

iii
BAB I
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

A. Pengertian
Pada umumnya Ilmu Budaya Dasar adalah suatu ilmu yangmempelajari sebuah
dasar dasar kebudayaan, namun jika untukmengingat terlalu sulit bisa di ambil intinya
saja agar tidak terlalumembebani pikiran otak. Budaya memang merupakan salah satu
jiwa dari nilai nilai yang ada di dalam masyarakat. Jadi pengertiankebudayaan adalah
merupakan jalan atau arah didalam bertindakdan berfikir untuk memenuhi kebutuhan
hidup baik jasmanimaupun rohani.

Ilmu sosial budaya dasar merupakan sebagai integarasidari ISD dan IBD yang
memberikan dasar-dasar pengetahuan sosial dan konsep-konsep budaya kepada
mahasiswa sehinggan mampu mengkaji masalah social, kemanusian, dan budaya.
Pendekatan Ilmu sosial budaya dasar juga merupakan akan memperluas pandangan
bahwa masalah social, kemanusian, dan budaya dapat didekati dari berbagai sudut
pandang. Dengan wawasan sehingga mampu mengkaji sebuah masalah kemasyarakat
yang lebih kompleks,demikian pula dengan solusi pemecahannya.

Ilmu Sosial dan Budaya Dasar adalah cabang ilmu pengetahuan yang merupakan
integrasi dari dua ilmu lainnya, yaitu ilmu sosial yang juga merupakan sosiologi (sosio:
sosial, logos: ilmu) dan ilmu budaya yang merupakan salah satu cabang dari ilmu
sosial. Pengertian lebih lanjut tentang ilmu sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang
menggunakan berbagai disiplin ilmu untuk menanggapi masalah-masalah sosial,
sedangkan ilmu budaya adalah ilmu yang termasuk dalam pengetahuan budaya,
mengkaji masalah kemanusiaan dan budaya.

Secara umum dapat dikatakan ilmu sosial budaya dasar merupakan pengetahuan
yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang
konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah sosial manusia
dan kebudayaan. Istilah ilmu sosial budaya dasar dikembangkan pertama kali di
Indonesia sebagai pengganti istilah basic humanitiesm yang berasal dari istilah Bahasa
Inggris “the Humanities”.

Adapun istilah humanities itu sendiri berasal dari bahasa latin humanus yang artinya
manusia, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari the humanities diandaikan
seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan
mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi,
lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the humanities
berkaitan dengan nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya.

4
Agar manusia menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu the humanities
disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya yang lain sebagai manusia itu
sendiri.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang asal mula ilmu sosial dan budaya dasar, perlu
diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan. Prof Dr.Harsya Bactiar mengemukakan
bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu; Ilmu-
ilmu Alamiah (natural scince). Ilmu-ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-
keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan
metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hukum yang berlaku mengenai
keteraturanketeraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil
analisis ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi.

Ilmu-ilmu sosial (social scince). Ilmu-ilmu social bertujuan untuk mengkaji


keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji
hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu alamiah. Tetapi hasil
pengkajian ini lebih bersifat kualitatif, sebab hal ini menyangkut pola perilaku dan
tingkah laku manusia di masyarakat yang cenderung berubah-ubah. Pengetahuan
budaya (the humanities) bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan-
kenyataan yang bersifat manusiawi.

B. Konsep
llmu Sosial cenderung dipahami dalam pengertian yang sempit dari pada dipahami dalam
pengertian yang luas, dalam pengertian yang sempit ini llmu Sosial diidentikkan dengan
Sosiologi sedangkan dalam pengertian yang luas llmu Sosial meliputi llmu Sosiologi, llmu
Antropologi dan tlmu politik.

llmu sosial mencakup konsep-konsep yang lebih luas yang terbagi ke dalam pembidangan
ilmu yang ada sekarang, seperti llmu Sosiologi, llmu Antropologi dan Ilmu Politik. Konsep-
konsep yang digunaka dalam setiap 3 bidang ilmu tersebut merupakan konsep-konsep dalam
llmu Sosial. Menurut Suparlan (1986), disiplin ilmu pengetahuanyang tergolong sebagai ilmu-
ilmu sosial mempunyai ruang lingkup studi mengenai berbagai aspek yangberkaitan dengan
masalah-masalah sosial untuk dapat memahami secara mendalam mengenai hakekat
masyarakat dan kebudayaan manusia. Yangmembedakan antara satu disiplin dengan disiplin
lainnya adalah penekanan perhatian dari masing-masing disiplin mengenai aspek-aspek
tertentu dan cara-cara tertentu dalam pendekatannya untuk melihat, menganalisis dan
memahami masalah-masa lah yang menjadi ruang lingkup perhatiannya.

Kemudian dalam masing-masing disiplin terdapat keanekaragaman dalam melihat dan


mempelajari masyarakat manusia. Keragaman ini terwujud karena para ahli dari disiplin ilmu
pengetahuan yang bersangkutan telah menggunakan perspektif yang berbeda-beda dalam

5
melihat dan mempelajari masyarakat manusia, dan juga para ahli dari disiplin ilmu
pengetahuan yang sama tersebut telah menekankan perhatian mengenai aspek-aspek dan
masalah-masalah yang tidak sama, yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan yangmenjadi
perhatian studinya.

llmu Budaya dalam perkembangannya juga mengalami sudut pandang yang sempit dan
luas, dalam pandangan yang sempit llmu Budaya dianggap sebagai bagian dari Sosiologi
sedangkan dalam pandangan yang luas llmu Budaya dianggap sebagai bagian dari llmu sosial
dengan penamaan llmu Antropologi. Seharusnya llmu Budaya dipahami dalam arti yang luas
bukan dalam arti yang sempit, namun masyarakat cenderung menyederharnakan llmu Budaya
ini sebagai bagian dari sosiologi, sehingga sering kali pembelajaran Sosiologi sudah dianggap
perwakilan atau sama dengan pembelajaran llmu Budaya. llmu Budaya lebih detil dan jelas
dalam membahas budaya dibandingkan llmu Sosiologi yang walaupun ada juga memba_ has
beberapa konsep budaya tetapi tidak terlalu detil, misalnya konsep kebudayaan.

llmu Budaya sampai saat ini berkembang pesat dalam kajiannya dari konsep-konsep klasik
sampai yang modern. Adapun konsep-konsep klasik dan modern itu sebagai berikut:

Pertama, Suku. Suku ini diartikan pengelompokan individu dalam suatu daerah tertentu,
yang letak daerahnya terpencil dan dipedalaman. Pengelompokan individu ini menunjukkan
simbol-simbol tertentu yang mengisyaratkan suku-suku tertentu.
Kedua, defusi. Defusi diartikan dengan penyebaran budaya dari satu daerah ke daerah
lainnya.penyebaran budaya ini ditandai dengan adanya bagunan atau simbol tertentu yang
ada di daerah tertentu.
Ketiga, artefak. Artefak diartikan dengan peninggalan-peninggalan purbakala yang berupa
benda-benda kuno, seperti candi, alat memasak, perahu dan sebagainya. pengkajian artefak
ini sudah sejak lama dilakukan sampai sekarang.
Keempat, religi. Religi diartikan dengan kepercayaan ter_ hadap sesuatu yang magis
sehingga menciptakan tindakan Perkembangan ISBD dan tata cara tertentu dalam
kepercayaan tersebut, misalnya fenomena sesajen dan sebagainya.
Kelima, Kekerabatan. Kekerabatan diartikan dengan hubungan antar individu dengan
individu yang lainnya sehingga membentuk kelompok keluarga tertentu, misalnya kepala
keluarga yang disebut dengannama tertentu sesuai kebiasaannya.
Keenam, mitos. Mitos diartikan dengan cerita-cerita kuno yang dipercaya memiliki kaitan
dengan keberadaan masyarakat tersebut. Cerita-cerita kuno itu acapkali dikenal dengan
sebutan legenda atau dongeng.
Ketuiuh, perubahan budaya, Perubahan budaya diartikan dengan perkembangan nilai-nilai
di masyarakat yang menunjukkan perbedaan dengan yang sebelumnya. perubahan budaya
kadangkala disamakan dengan perubahan nilai atau pergeseran nilai.

C. Tujuan

6
Adapun tujuan dari ilmu sosial budaya ini adalah sebagai berikut:
 Tujuan Umum :
1. Pengembangan kepribadian manusia sebagai makhluk sosialdan makhluk budaya.
2.Kemampuan menanggapi secara kritis dan berwawasan luasmasalah sosial budaya
dan masalah lingkungan sosialbudaya.
3. Kemampuan menyelesaikan secara halus, aktif, dan manusiawimasalah-masalah
tersebut.Manusia makhluk budaya (homo humanus) artinya manusiaitu makhluk
ciptaan tuhan yang paling sempurna karenasejaklahir sudah dibekali dengan unsur
akal (ratio), rasa(sense) dan karsa ( will,wish).
 Tujuan Khusus :
1.Mempertajam kepekaan terhadap sosial budaya danlingkungan social budaya
terutama untuk kepentinganprofesi.
2.Memperluas pandangan tentang masalah sosial budaya danmasalah kemanusiaan
serta mengembangkan kemampuandaya kritis terhadap kedua masalah tersebut.

7
BAB II
PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA

A. Pengertian Sosial Dan Budaya


Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan
rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta, budhayah yaitu bentuk
jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya
berasal dari kata culture, dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur, dalam
bahasa Latin, berasal dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan,
menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani).
Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya
dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Berikut pengertian budaya
atau kebudayaan dari beberapa ahli:
1) E. B. Tyior, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
2) R. Linton, kebudayaa dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang
dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana unsur pembentuknya
didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
3) Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, milik diri manusia dengan belajar,
4) Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, mengatakan bah- wa kebudayaan
adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
5) Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan
oleh manusia.
Dengan demikian,kebudayaanataubudayamenyangkut keseluruhan aspek kehidupan
manusia baik material maupun non-material. Sebagi- an besar ahli yang mengartikan
kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan
euolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan
berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.
Beberapa ilmuan seperti Talleot Parson (Sosiolog) dan al Kroeber (Antroprolog)
menganjurkan untuk membedakan wujud kebudayaan secara tajam sebagai suatu
sistem. Di mana wujud kebudayaan itu adalah sebagal suatu rangkaian tindakan dan
aktivitas manusia yang berpola. Demikian pula JJ. Honigmann dalam bukunya The
World of Man (1959) membagi budaya dalam tiga wujud, yaitu: ideas, activities, and
artifact. Sejalan dengan pikiran para ahli tersebut, Koentjaraningrat mengemukakan
bahwa kebudayaan itu dibagi atau digolongkan dalam tiga wujud, yaitu:

8
1. Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
dan peraturan.
Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat
diraba, dipegang, ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat
di mana kebudayaan yang ber- sangkutan itu hidup. Kebudayaan ideal ini disebut pula
tata kelakuan, hal ini menunjukkan bahwa budaya ideal mempunyai fungsi menga- tur,
mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia
dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebucdayaan ideal ini dapat disebut adat atau
adat istiadat, yang sekarang banyak disimpan dalam arsip, tape, dan komputer.
Kesimpulannya, budaya ideal ini adalah merupakan perwujudan dan kebudayaan
yang bersifat abstrak.
2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta rindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat.
Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan
berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan
didokumentasikan karena dalam sistem Sosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia
yang berinteraksi dan berbubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam
masyarakat. Lebih jelasnya tampak dalam bentuk perilaku dan bahasa pada saat mereka
berinteraksi dalam pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat. Kesimpulannya, sistem
sosial ini merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat konkret, dalam bentuk
perilaku dan bahasa.
3) Wujud kebudayam sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud yang
terakhir ini disebut pula k budayaan fisik. Dimana Wijud budaya ini hampir seluruhnya
merupakan hasil fisik (aktivitas perbuntan, dan karya semun manusia dalam
masyerakat). Sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat
diraba, dilihat, dan difoto yang berwujud besar ataupun kecil.
Contohnya. Candi Borobudur (besur), lauin batik, dan lancing baju (kecil), teknik
hangunan misalnya, cara pembitatan tembok dengan fondasinumah yang berbeda
bergantung pada kondisi, Kesimpulanya, kebudayaan fisik ini merupakan perwujudan
kebudayaan yang bersifat konkret, dalam bentuk materi/artefak.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal- hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia, dalam bahasa inggris kebudayaan disebut culture yang berasal
dari kata latin colere yaitu mengolah atau mengerjakan dapat diartikan juga sebagai mengolah
tanah atau bertani, kata culture juga kadang sering diterjemahkan sebagai “Kultur” dalam
bahasa Indonesia.
Pengertian Sosial adalah Kata sosial berasal dari bahasa latin yaitu 'socius' yang
berarti segala sesuatuyang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan bersama
(Salim, 2002). Sudarno (dalam Salim, 2002) menekankan pengertian sosial pada
strukturnya, yaitu suatu tatanan dari hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat yang
menempatkan pihak-pihak tertentu (individu, keluarga, kelompok, kelas) didalam

9
posisi-posisi sosial tertentu berdasarkan suatu sistem nilai dan norma yang berlaku pada
suatu masyarakat pada waktu tertentu.
Winandi (dalam Ibrahim, 2003) mendefenisikan struktur sosial sebagai seperangkat
unsur yang mempunyai ciri tertentu dan seperangkat hubungan diantara unsur-unsur
tertentu. Dapat disimpulkan bahwa sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan
masyarakat yang lahir, tumbuh, dan berkembangan dalam kehidupan bersama.
Secara khusus kata sosial maksudnya adalah hal-hal mengenai berbagai kejadian
dalam masyarakat yaitu persekutuan manusia, dan selanjutnya dengan pengertian itu
untuk dapat berusaha mendatangkan perbaikan dalam kehidupan bersama (Shadily,
1993:1-2).
Dengan kata lain menurut Hassan Shadily, sosiologi adalah ilmu masyarakat atau
ilmu kemasyarakatan yang mempelajari manusia sebagai anggota golongan atau
masyarakatnya (tidak sebagai individu yang terlepas dari golongan atau
masyarakatnya), dengan ikatan-ikatan adat, kebiasaan, kepercayaan, atau agamanya,
tingkah laku serta keseniannya atau yang disebut kebudayaan yang meliputi segala segi
kehidupannya (1993:2).
Pembentukan struktur sosial, dan terjadinya proses sosial dan kemudian adanya
perubahan-perubahan sosial tidak lepas dari adanya aktivitas interaksi sosial yang
menjadi salah satu ruang lingkup sosiologi. Interaksi sosial merupakan suatu hubungan
dimana terjadi proses saling pengaruh mempengaruhi antara para individu, antara
individu dengan kelompok, maupun antara kelompok (Soekanto, 2003:423).
Menurut Soerjono Soekanto (Soekanto, 1992:471), sosiologi komunikasi
merupakan kekhususan sosiologi dalam mempelajari interaksi sosial yaitu suatu
hubungan atau komunikasi yang menimbulkan proses saling pengaruh- memengaruhi
atara para individu, individu dengan kelompok maupun antarkelompok. Menurut
Soekanto, Sosiologi komunikasi juga ada kaitannya dengan public speaking, yaitu
bagaimana seseorang berbicara kepada public.
Secara komprehensif Sosiologi Komunikasi mempelajari tentang interaksi sosial
dengan segala aspek yang berhubungan dengan interaksi tersebut seperti bagaimana
interaksi (komunikasi) itu dilakukan dengan menggunakan media, bagaimana efek
media sebagai akibat dari interaksi tersebut, sampai dengan bagaimana perubahan-
perubahan sosial di masyarakat yang didorong oleh efek media berkembang serta
konsekuensi sosial macam apa yang ditanggung masyarakat sebagai akibat dari
perubahan yang didorong oleh media massa itu.
Komunikasi massa menurut McQuail (1994:6) adalah komunikasi komunikasi yang
berlangsung pada tingkat masyarakat luas. Pada tingkat ini komunikasi dilakukan
dengan menggunakan media massa. Selanjutnya McQuailmengatakan ciri-ciri utama
komunikasi massa, sumbernya adalah organisasi formal pengirimnya adalah
professional, pesannya beragam dan dapat diperkirakan, pesan diproses dan
distandarisasikan, pesan sebagai produk yang memiliki nilai jual dan makna simbolik,

10
hubungan antara komunikan dan komunikator berlangsung satu arah bersifat
impersonal, non-moral, dan kalkulatif.
Dengan demikian, lingkup komunikasi massa menyangkut sumber pemberitaan,
pesan komunikasi, hubungan omunikan dan komunikator, dan dampak pemberitaan
terhadap masyarakat (Bungin, 2007:31).

B. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Sosial Dan Budaya


Sebagaimana diketahui bahwa kebudayaan mengalami perkem- bangan (dinamis)
seiring dengan perkembangan manusia itu sendiri, karenanya tidak ada kebudayaan
yang bersifat statis. Dengan demikian, kebudayaan akan mengalami perubahan. Ada
lima faktor yang menjadi penyebab perubahan kebudayaan, yaitu:
a. Perubahan lingkungan alam.
b. Perubahan yang disebabkan adanya kontak dengan suatu kelompok lain,
c. Perubahan karena adanya penemuan (discovery).
d. Perubahan yang terjadi karena suatu masyarakat atau bangsa mengadopsi beberapa
elemen kebudayaan material yang telah dikembangkan oleh bangsa lain di tempat lain
e. Perubahan yang terjadi karena suatu bangsa memodifikasi cara hidupnya dengan
mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru, atau karena perubahan dalam
pandangan hidup dan konsepsinya tentang realitas.
Namun, perubahan kebudayaan sebagai hasil cipta, karsa, dan rasa manusia adalah
tentu saja perubahan yang memberi nilai manfaat bagi manusia dan kemanusiaan,
bukan sebaliknya, yaitu yang akan memus- nahkan manusia sebagai pencipta
kebudayann tersebut.
Interkorerasi dah interaksi sosial masyarakat mendorong perkem- bangan berpikir
dan reaksi emosional para anggotanya. Hal ini mendorong masyarakat untuk
mengadakan berbagai perubahan. Perkembangan kualitas dan kuantitas anggota
masyarakat mendorong perubahan sosial.
Prof. Dr. Soerjono Soekanto menyebutkan adanya fuktor intern dan ekstern yang
menyebabkan perubahan sosial dalam masyarakat, yaitu:
a. Faktor Intern
a. Bertambahnya dan berkurangnya penduduk Bertambah dan berkurangnya
penduduk yang sangat cepat di pulau Jawa menyebabkan terjadinya perubahan dalam
struktur masyarakat. Berkurangnya penduduk mungkin dapat disebabkan karena
perpindahan penduduk dari desa ke kota, atau dari satu duerah ke daerah lain, misalnya
transmigrasi.
b. Adanya penemuan-penemuan baru yang meliputi berbagai proses, seperti berikut
ini: 1. Discovery, penemuan unsur kebudayaan baru. 2. Invention, pengembangan dari
discovery. 3. Inovasi, proses pembaruan.
c. Konflik dalam masyarakat Konflik (pertentangan) yang dimaksud adalah koflik
antara individu · dalam masyarakat, antarkelompok dan lain-lainnya.

11
d. Pemberontakan dalam tubuh masyarakat Misalnya: Revolusi Indonesia 17
Agustus 1945 mengubah struktur pemerintahan kolonial menjadi pemerintah nasional
dan berbagai perubahan struktur yang mengikutinya.
b. Faktor Ekstern
a. faktor alam yang ada di sekitar masyarakat yang berubah
b. pengaruh kebudayaan lain dengan melalui adanya kontak kebudayaan antara dua
masyarakat atau lebih yang memiliki ke- budayaan yang berbeda.

Modernisasi juga mempengaruhi perubahan, Modernisasi dimulai di Italia abad ke-


15 dan tersebar ke sebaglan besar ke dunia Barat dalam lima abad berikutnya. Kini
gejala modernisasi telah menjalar pengaruhnya ke seluruh dunia. Manifesto proses
modernisasi pertama kali terlihat di Inggris dengan meletusnya revolusi industri pada
abad ke-18, yang mengubah cara produksi tradisional ke modern.
Modernisasi masyarakat adalah suatu proses transformasl yang mengubah:
• Di bidang ekonomi, modernisasi berarti tumbuhnya kompleks industri yang besar, di
mana produksi barang konsumsi dan sarana dibuat secara massal.
• Di bidang politik, dikatakan bahwa ekonomi yang modern memerlukan ada
masyarakat nasional dengan integrasi yang baik.
Modernisasi menimbulkan pembaruan dalam kehidupan. Oleh karena itu,
modernisasi sangat diharapkan berlangsungnya oleh masyarakat. Bahkan bagi
pemerintah merupakan suatu proses yang sedang diusahakan secara terarah,
Modernisasi menurut Cyril Edwin Black yaitu rangkaian perubahan cara hidup manusia
yang kompleks dan saling berhubungan, merupakan bagian pengalaman yang universal
dan yang dalam banyak kesenspatan merupakan harapan bagi kesejahteraan manusia.
Menurut Koentjaraningrat, modernisasi merupakan usaha penyesuaian hidup
dengan konstelasi dunia sekarang ini. Hal itu berarti bahwa untuk mencapai tingkat
moderm harus berpedoman kepada dunia sekitar yang mengalami kemajuan.
Modernisasi yang telah dilandasi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak
hanya bersifat fisik material saja, melainkan lebih jauh daripada itu. yaitu dengan
dilandasi oleh sikap mental yang mendalam. Manusia yang telah mengalami
modernisasi, terungkap pada sikap mentalnya yang maju, berpikir rasional, berjiwa
wiraswasta, bero- rientasi ke masa depan, dan Seterusnya.
Menurut Schorri (1980-.), modernisasi adalah proses ponerapan ilmu pengetahuan
dan teknologi ke dalarri semua segi kehidupan manusia dengan tingkat yang berbeda-
beda tetapi tujuan utamanya untuk mencari taraf hidup yang lebih baik dan nyaman
dalam arti yang seluas-luasnya, sepanjang masibh dapat diterima oleh masyarakat yang
bersangkutan.
Smith (1973), modernisasi adalah proses yang dilandasi dengan seperangkat
rencana dan kebijaksanaan yang disadari untuk mengubah masyarakat ke arah
kehidupan masyarakat yang kontemporer yang menurut penilaian lebih maju dalam
derajat kehormatan tertentu.

12
BAB III
TEORI-TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI-TEORI TENTANG INTERAKSI
SOSIAL

A. Teori-Teori Kebudayaan
Budaya sebagai Sistem Adaptif. Satu perkembangan penting dari teori kultural
beraliran evolusionari yakni pemikiran yang menjembatani antara kajian-kajian tentang
evolusi makhluk hominid seperti Australopithecus dan Pithecanthropus serta kajian-
kajian tentang kehidupan sosial mahkluk manusia .
Pandangan yang lebih jelas tentang “ pola bentuk biologis tubuh manusia ” adalah “
open ended ”, dan mengakui cara penyempurnaan dan pnyesuaiannya melalui proses
pembelajaran kultural ( cultural learning ) memungkinkan manusia untuk membentuk
dan mengembangkan kehidupan dalam lingkungan tertentu. Penerapan satu model
evolusionari seleksi alam atas dasar biologis terhadap bangunan kultural ternyata
mendorong ahli-ahli sosiologi dan antropologi terus mengelaborari tentang “cara”,
bagaimana komuniti manusia mengembangkan pola-pola kultural tertentu dalam
kehidupan masyarakat.
Pentingnya keterkaitan antara komponen biologis dan komponen kultural dalam
tingkah laku manusia, mendorong kajian-kajian tentang agresi, teritorialitas, peranan-
peranan jenis kelamin (gender), ekspresi wajah, seksualitas, dan ranah-ranah lainnya di
mana kultural dan biologis saling berhubungan menjadi kajian tersendiri dan signifikan.
Paling tidak ada dua pokok pikiran penting:
1. Setiap pemikiran bahwa apa bila mempelajari lapisan konvensi kultural, maka
pada akhirnya akan menemukan primal man dan keadaan manusia yang konvensional,
primitif dan narrow outlook. Satu pelapisan budaya dan masyarakat yang sederhana.
2. Pemikiran determinisme ekologis maupun determinisme kultural yang eksterm
sekarang dapat didukung oleh kepercayaan dann ideologi, tetapi belum didukung
berdasarkan ilmu pengetahuan yang luas dan bijaksana. Yang perlu ditelusuri adalah
bagaimana garis acuan biologis ditransformasikan dan dikembangkan ke dalam pola-
pola kultural dalam masyarakat.
Dari sudut pandang teori budaya, perkembangan penting telah muncul dari
pendekatan evolusioner terhadap budaya sebagai sistem adaptif. Artinya transformasi
social dalam masyarakat juga melibatkan komponen turunan yakni konsep penyesuaian
dan adaptasi ( adjustment dan adaptation ) Hal tersebut didasarkan pada :

13
1. Budaya adalah sistem-sistem dari pola-pola tingkah laku individual yang
diturunkan secara sosial di dalam kehidupan masyarakat, dan berkerja menghubungkan
komunitas manusia dengan lingkungan ekologi mereka. Dalam cara hidup ini
termasuklah teknoligi dan bentuk organisasi ekonomi, pola-pola menetap, bentuk
pengelompokan sosial dam pengelompokan politik, kepercayaan dan praktek
keagamaan dan seterusnya.
2. Bila budaya dipandang secara luas sebagai sistem tingkah laku bersama
membentuk masyarakat, yang khas dari suatu penduduk, satu penyambung dan
penyelaras kondisikondisi badanniah manusia, maka perbedaan pandangan mengenai
budaya sebagai pola-pola dari ( pattern –of ) atau pola-pola untuk ( pattern – for )
3adalah mekanisme tindakan selanjutnya. Artinya budaya adaptif merupakan semua
cara yang bentuk-bentuknya tidak langsung berada di bawah kontrol genetic yang
berkerja untuk menyesuaikan individu-individu dan kelompok ke dalam komuniti
lingkungan mereka.
3. Konsep budaya dalam masyarakat sesungguhnya turun jadi pola tingkah laku
yang terikat kepada kelompok-kelompok tertentu yaitu menjadi adat-istiadat ( customs)
atau cara kehidupan ( way of life ) manusia.
4. Perubahan budaya dalam masyarakat sesungguhnya adalah sesutau proses
adaptasi dan maksudnya sama dengan seleksi alam.. Artinya secara luas bahwa
masyarakat adalah individu-individu yang berbuat dan bertindak, harus menjalankan
satu hubungan adaptif dengan lingkungannya dalam rangka untuk tetap dapat hidup.
Meskipun manusia dapat melakukan adaptasi ini secara prinsipil melalui alat budaya,
namun prosesnya dipandu oleh aturan-aturan seperti seleksi alam seperti yang mengatur
adaptasi biologis.
5. Budaya sebagai sistem adaptif, maka budaya berubah ke arah keseimbangan
ekosistem , namun bila keseimbangan itu diganggu oleh perubahan lingkungan,
kependudukan, teknologi atau perubahan sistemik yang lainnya, maka perubahan yang
terjadi sebagai penyesuaian lebih lanjut akan muncul melalui sistem kebudayaan.
Karena itu, mekanisme umpan balik dalam sistem kebudayaan mungkin berkerja
negatif ( self correction dan keseimbangan ) atau secara positif ( ketidakseimbangan dan
perubahan arah).
6. Teknologi, ekonomi dan elemen organisasi sosial yang terikat langsung dengan
produksi adalh bidang pokok budaya yang paling bersifat adaptif. Perubahan umumnya
dimulai dan dari kondisi dan keadaan tersebut berkembang. Namun, terdapat cara kerja
yang berbeda . Ekonomi dan korelasi sosialnya sebagai faktor utama, dan sistem
ideasional seperti agama, kepercayaan, adat-istiadat, dan ideologi lainnya
( epiphenomenal ) sebagai faktor yang kedua.
7. Komponen-komponen ideasional dari sistem kultural bisa memiliki konsekueansi
adaptif dalam mengontrol penduduk, membantu mata pencarian hidup, menjaga
ekosistem dan lainlainnya. Analisis dapat saja dibangun melalui praktek-praktek
keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, atau sector lain dari satu kompleks

14
kebudayaan. Sebab, akan menampilkan hubungan-hubungan fungsional dengan
kategori tingkah laku bersama dalam struktrur sosialnya.
Menurut Featherstone4, ada tiga konteks kebudayaan yang perlu diperhatikan dalam
hubungannya dengan masyarakat dan tindakan bersama antara lain :
1. Produksi kebudayaan, kebudayaan diproduksi atau diciptakan berdasarkan
konsumen. Jika konsumen penuh, maka muncul kebudayaan baru. Jika konsumen
semakin tertarik, muncul pula budaya inovasi. Kebudayaan dalam masyarakat sebagai
ciptaan manusia sendiri akan melebar ke bidang yang lainnya.
2. Sosio genesis kebudayaan, kebudayaan akan terikat oleh lingkup atau daya
jangkau yang mengitarinya (boundary). Lingkup sosial akan menciptakan produk
budaya yang lain, karena di antara unsur sosial budaya tersebut merasa saling terkait.
Bahkan, di antara unsur saling ada ketergantungan kepentingan. Umpamanya sebuah
pasar , didekatnya akan muncul terminal, atau ketika berdiri suatu kampus universitas,
didekatnya akan segera muncul kost-kostan. Hal ini semua terjadi karena ada kontak
kepentingan yang tidak tertulis. Kekuatan sosial ini merupakan suatu bentuk stimulin
dan respon terhadap simbol-simbol budaya yang mengarah pada tindakan sosial dan
struktur sosial . Sebab sangat besar pengaruhnya terhadap outhenticity budaya.
Umpamanya ketika seseorang mengunjungi suatu kkomunitas tertentu di lain daerah,
maka ada stimulus yang kepada si pengunjung untuk dikatakan otentik dengan cara
membeli kekhasan budaya setempat.
3. Psicho genesis kebudayaan, artinya suatu kebudayaan dapat muncul dari
dorongan jiwa manusia. Karena itu muncul budaya-budaya lembut yang sarat dengan
nilai dan lelaku spiritual. Budaya semacam ini merupakan tuntutan alamiah ( sunnatulah
) dari naluri manusia itu sendiri. Tidak jarang kebudayaan lembut seperti ini jauh dari
pengaruh materialisme, melainkan pada kepuasan bathiniyah.
Dengan kata lain budaya sesungguhnya sangat adaptif, artinya meneliti budaya
harus berpegang pada konteks ruang dan waktu. Budaya dikatakan “ adaptif ”, sebab
budaya bukan harga mati dan benda mati, namun budaya adalah sesuatu yang dipelajari
dan tidak terbatas terhadap apa yang dilakukan oleh orang saja. Budaya sesungguhnya
proses dari refleksi pemikiran dari manusia yang bertindak dan berinteraksi dengan
manusia lainnya. Budaya bersifat adaptif karena kebudayaan adalah hasil belajar, bukan
warisan biologis. Proses penerusan budaya dari generasi ke generasi selanjutnya adalah
sebuah proses enkulturasi. Di samping itu , budaya adalah kesatuan integrative,
kebudayaan tidak berdiri-sendirisendiri, melainkan sebuah rangkaian paket makna dan
simbol.
Untuk dapat menerapkan pengetahuan mengenai “bagaimana identitas budaya
dimainkan perananya dan dikembangkan ”, terhadap tingkah laku orang lain, maka
harus dimulai dengan memahami karateristik identitas budaya. Mary Jane Collier
menawarkan sebuah perspektif komunikasi identitas budaya dan antar budaya antara
lain :

15
1. Perspepsi diri: proses pengakuan diri (avowal) dan pemberian (ascription seperti :
stereotype ) orang lain
2. Cara mengekspresikan identitas: melalui symbol inti, label, norma
3. Bentuk-bentuk identitas: individual, relasional dan komunal
4. Kualitas identitas: tahan, lama dan dinamis
5. Komponen kognitif, efektif, dan perilaku dari identitas
6. Tingkat isi dan hubungan interpretasi
7. Perbedaan-perbedaaan kekhasan dan intensitas.

B. Teori-Teori Intraksi Sosial


Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara individu
satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau
sebaliknya, sehingga terdapat hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut
dapat terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau
kelompok dengan kelompok. Adapun Basrowi (20015) mengemukakan interaksi sosial
adalah hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan
kelompok, maupun orang dengan kelompok manusia. Bentuknya tidak hanya bersifat
kerjasama, tetapi juga berbentuk tindakan, persaingan, pertikaian dan sejenisnya.
Menurut Partowisastro (2003) interaksi sosial ialah relasi sosial yang berfungsi
menjalin berbagai jenis relasi sosial yang dinamis, baik relasi itu berbentuk antar
individu, kelompok dengan kelompok, atau individu dengan kelompok. Soekanto
(2002) mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
yang dinamis, yang meliputi hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-
kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Menurut
Sarwono dan Meinarno (2009) interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang
saling mempengaruhi antara individu dengan individu lain, individu dengan kelompok,
dan kelompok dengan kelompok lain.
Gerungan (2006) secara lebih mendalam menyatakan interaksi sosial adalah proses
individu satu dapat menyesuaikan diri secara autoplastis kepada individu yang lain,
dimana dirinya dipengaruhi oleh diri yang lain. Individu yang satu dapat juga
menyesuaikan diri secara aloplastis dengan individu lain, dimana individu yang lain
itulah yang dipengaruhi oleh dirinya yang pertama.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa interaksi
sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki perilaku yang berlangsung antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.

16
Aspek-Aspek Interaksi Sosial, Louis (Toneka, 2000) mengemukakan interaksi
sosial dapat berlangsung apabila memiliki beberapa aspek berikut : a) adanya suatu
dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini dan akan datang, yang menentukan
sifat dan aksi yang sedang berlangsung; b) adanya jumlah perilaku lebih dari seseorang;
c) adanya tujuan tertentu, tujuan ini harus sama dengan yang dipikirkan oleh pengamat.
Soekanto (2002) mengemukakan aspek interaksi sosial yaitu :
a. Aspek kontak sosial, merupakan peristiwa terjadinya hubungan sosial antara individu
satu dengan lain. Kontak yang terjadi tidak hanya fisik tapi juga secara simbolik seperti
senyum, jabat tangan. Kontak sosial dapat positif atau 9 negatif. Kontak sosial negatif
mengarah pada suatu pertentangan sedangkan kontak sosial positif mengarah pada kerja
sama.
b. Aspek komunikasi. Komunikasi adalah menyampaikan informasi, ide, konsepsi,
pengetahuan dan perbuatan kepada sesamanya secara timbal balik sebagai penyampai
atau komunikator maupun penerima atau komunikan. Tujuan utama komunikasi adalah
menciptakan pengertian bersama dengan maksud untuk mempengaruhi pikiran atau
tingkah laku seseorang menuju ke arah positif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek interaksi sosial
yang digunakan sebagai skala interaksi sosial yaitu kontak sosial dan komunikasi,
dengan alasan kedua aspek sudah mencakup unsur-unsur dalam interaksi sosial serta
dianggap dapat mewakili teori-teori yang lain.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial Interaksi sosial secara umum
dapat dipengaruhi oleh perkembangan konsep diri dalam seseorang, terkhusus lagi
dalam hal individu memandang positif atau negatif terhadap dirinya, sehingga ada yang
menjadi pemalu atau sebaliknya dan akibatnya kepada masalah hubungan interaksi
sosialnya. Menurut Monks dkk (2002) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
interaksi sosial yaitu :
a. Jenis kelamin. Kecenderungan laki-laki untuk berinteraksi dengan teman
sebaya/sejawat lebih besar daripada perempuan.
b. Kepribadian ekstrovert. Orang-orang ekstrovert lebih komformitas daripada introvert.
c. Besar kelompok. Pengaruh kelompok menjadi makin besar bila besarnya kelompok
semakin bertambah.
d. Keinginan untuk mempunyai status. Adanya dorongan untuk memiliki status inilah
yang menyebabkan seseorang berinteraksi dengan sejawatnya, individu akan
menemukan kekuatan dalam mempertahankan dirinya di dalam perebutan tempat atau
status terlebih di dalam suatu pekerjaan.
e. Interaksi orang tua. Suasana rumah yang tidak menyenangkan dan tekanan dari orang
tua menjadi dorongan individu dalam berinteraksi dengan teman sejawatnya.
f. Pendidikan. Pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam mendorong
individu untuk interaksi, karena orang yang berpendidikan tinggi mempunyai wawasan
pengetahuan yang luas, yang mendukung dalam pergaulannya.

17
Menurut Gerungan (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi
sosial yaitu :
a. Imitasi, mempunyai peran yang penting dalam proses interaksi. Salah satu segi positif
dari imitasi adalah dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah dan nilai-nilai
yang berlaku. Tetapi imitasi juga dapat menyebabkan hal-hal negatif, misalnya yang
ditirunya adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dan mematikan daya kreasi
seseorang.
b. Sugesti, hal ini terjadi apabila individu memberikan suatu pandangan atau sikap yang
berasal dari dirinya yang kemudian diterima pihak lain. Berlangsungnya sugesti bisa
terjadi pada pihak penerima yang sedang dalam 11 keadaan labil emosinya sehingga
menghambat daya pikirnya secara rasional. Biasanya orang yang memberi sugesti orang
yang berwibawa atau mungkin yang sifatnya otoriter.
c. Identifikasi, sifatnya lebih mendalam karena kepribadian individu dapat terbentuk
atas dasar proses identifikasi. Proses ini dapat berlangsung dengan sendirinya ataupun
disengaja sebab individu memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses
kehidupannya.
d. Simpati, merupakan suatu proses dimana individu merasa tertarik pada pihak lain.
Didalam proses ini perasaan individu memegang peranan penting walaupun dorongan
utama pada simpati adalah keinginan untuk kerjasama.
Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi interaksi sosial yaitu intensitas bertemu dengan orang lain, jenis
kelamin, kepribadian ekstrovert, besar kelompok, keinginan untuk memperoleh status,
interaksi dengan orang tua, pendidikan, imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati.
Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial, Interaksi sosial yang terjadi antara orang
perorangan atau orang dengan kelompok mempunyai hubungan timbal balik dan dapat
tercipta oleh adanya kontak sosial dan komunikasi yang menimbulkan berbagai bentuk
interaksi sosial. Sarwono dan Meinarno (2009) mengemukakan bentuk-bentuk interaksi
sosial itu meliputi :
a. Kerjasama, adalah suatu kegiatan yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai
suatu tujuan dan ada unsur saling membantu satu sama lain.
b. Persaingan, yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk
meniru atau melebihi apa yang dilakukan atau dimiliki oleh orang lain.
c. Konflik, merupakan suatu ketegangan yang terjadi antara dua orang atau lebih karena
ada perbedaan cara pemecahan suatu masalah.
d. Akomodasi, suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk mengurangi ketegangan,
perbedaan, dan meredakan pertentangan dengan melakukan kompromi sehingga terjadi
suatu kesepakatan dengan pihak lain yang bersangkutan. Akomodasi ini memiliki
berbagai bentuk, yaitu : (1) Coercion, merupakan bentuk akomodasi yang prosesnya
dilakukan secara paksaan, terjadi bila individu yang satu lemah dibandingkan dengan
individu yang lain dalam suatu perselisihan; (2) Compromise, yaitu pengurangan
tuntutan dari pihak-pihak yang terlibat pertentangan agar tercapai suatu penyelesaian;

18
(3) Arbitration, adalah suatu penyelesaian pertentangan dengan menghadirkan individu
lain yang lebih tinggi kedudukannya untuk membantu menyelesaikan suatu
perselisihan; (4) Meditation, yaitu penengah yang berfungsi hanya sebagai mediator,
tapi tidak berwenang untuk memberi keputusan penyelesaian; (5) Conciliation, yaitu
suatu usaha mempertumakan pihak yang berselisih agar tercapai persetujuan bersama.
Conciliation sifatnya lebih lunak bila dibandingkan dengan Coercion; (6) Tolerantion,
atau sering pula dinamakan tolerantion – participation, yaitu suatu bentuk akomodsi
tanpa persetujuan formal, terkadang timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan;
(7) Stalemate, merupakan suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan
karena mempunyai kekuatan seimbang berhenti 13 pada suatu titik tertentu dalam
melakukan pertentangan; dan (8) Adjudication, yaitu penyelesaian sengketa di
pengadilan. Bentuk-bentuk interaksi tersebut akan timbul tergantung dari stimulus yang
diberikan pada seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Partowisastro (2003) mengemukakan pendapat tentang bentuk-bentuk interaksi
sosial itu pada dasarnya terbagi dalam dua proses, yaitu :
a. Proses-proses asosiasi; yang terbagi menjadi :
1) Akomodasi, merupakan suatu proses penyesuaian aktivitasaktivitas seseorang atau
kelompok yang berlawanan menjadi sejalan. Akomodasi itu ada beberapa metode,
antara lain : pendesakan, kompromis, peradilan, toleransi, konversi, sublimasi, dan
rasionalisasi. 2) Assimilasi, yaitu suatu proses yang memiliki ciri pembentukan
persamaan sikap, pandangan, kebiasaan, pikiran dan tindakan sehingga seseorang atau
kelompok itu cenderung menjadi satu, mempunyai perhatian dan tujuantujuan yang
sama. 3) Akulturasi, dari segi teori kebudayaan merupakan suatu aspek dari perubahan
kebudayaan. Akulturasi itu sebagai proses dwiarah, bahwa dua masyarakat mengadakan
kontak dan saling memodifikasikan kebudayaan masingmasing sampai tingkatan
tertentu.
b. Proses-proses dissosiasi; yang terbagi menjadi :
1) Kompetisi, merupakan suatu persaingan yang terjadi antara perorangan atau
kelompok dalam mencapai dan mendapatkan suatu tujuan tertentu.
2) Kontraversi, merupakan suatu perbedaan-perbedaan pandangan, ide dan tujuan yang
terjadi pada satu orang atau lebih sehingga menimbulkan pertentangan.
3) Konflik, yaitu suatu ketegangan yang terjadi perorangan atau kelompok dikarenakan
adanya perbedaan pandangan tentang suatu masalah maupun penyelesaiannya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa interaksi sosial itu
memiliki berbagai bentuk antara lain : kerjasama, persaingan, konflik, assimilasi,
akulturasi dan akomodasi.

19
BAB IV
HIRARKHI KEBUTUHAN MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN
KEMUNCULAN BUDAYA

Konsep hierarki kebutuhan dasar ini bermula ketika Maslow melakukan observasi
terhadap perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya, didapatkan kesimpulan bahwa
beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan dengan kebutuhan yang lain.
Contohnya jika individu merasa haus, maka individu akan cenderung untuk mencoba
memuaskan dahaga. Individu dapat hidup tanpa makanan selama berminggu-minggu.
Tetapi tanpa air, individu hanya dapat hidup selama beberapa hari saja karena
kebutuhan akan air lebih kuat daripada kebutuhan akan makan.
Kebutuhan-kebutuhan ini sering disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan
dasar yang digambarkan sebagai sebuah hierarki atau tangga yang menggambarkan
tingkat kebutuhan. Terdapat lima tingkat kebutuhan dasar, yaitu: kebutuhan fisiologis,
kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan
akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri Maslow memberi hipotesis
bahwa setelah individu memuaskan kebutuhan pada tingkat paling bawah, individu
akan memuaskan kebutuhan pada tingkat yang berikutnya. Jika pada tingkat tertinggi
tetapi kebutuhan dasar tidak terpuaskan, maka individu dapat kembali pada tingkat
kebutuhan yang sebelumnya. Menurut Maslow, pemuasan berbagai kebutuhan tersebut
didorong oleh dua kekuatan yakni motivasi kekurangan (deficiency motivation) dan
motivasi perkembangan (growth motivation). Motivasi kekurangan bertujuan untuk
mengatasi masalah ketegangan manusia karena berbagai kekurangan yang ada.
Sedangkan motivasi pertumbuhan didasarkan atas kapasitas setiap manusia untuk
tumbuh dan berkembang. Kapasitas tersebut merupakan pembawaan dari setiap
manusia.
a. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)

20
Kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis yakni
kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik. Kebutuhan-kebutuhan itu
seperti kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, tidur dan oksigen
(sandang, pangan, papan). Kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah potensi paling dasar
dan besar bagi semua pemenuhan kebutuhan di atasnya. Manusia yang lapar akan selalu
termotivasi untuk makan, bukan untuk mencari teman atau dihargai.Manusia akan
mengabaikan atau menekan dulu semua kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologisnya
itu terpuaskan. Di masyarakat yang sudah mapan, kebutuhan untuk memuaskan rasa
lapar adalah sebuah gaya hidup. Mereka biasanya sudah memiliki cukup makanan,
tetapi ketika mereka berkata lapar maka yang sebenarnya mereka pikirkan adalah
citarasa makanan yang hendak dipilih, bukan rasa lapar yang dirasakannya.Seseorang
yang sungguh-sungguh lapar tidak akan terlalu peduli dengan rasa, bau, temperatur
ataupun tekstur makanan.
Kebutuhan fisiologis berbeda dari kebutuhan-kebutuhan lain dalam dua hal.
Pertama, kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang bisa terpuaskan
sepenuhnya atau minimal bisa diatasi. Manusia dapat merasakan cukup dalam aktivitas
makan sehingga pada titik ini, daya penggerak untuk makan akan hilang. Bagi
seseorang yang baru saja menyelesaikan sebuah santapan besar, dan kemudian
membayangkan sebuah makanan lagi sudah cukup untuk membuatnya mual. Kedua,
yang khas dalam kebutuhan fisiologis adalah hakikat pengulangannya. Setelah manusia
makan, mereka akhirnya akan menjadi lapar lagi dan akan terus menerus mencari
makanan dan air lagi. Sementara kebutuhan di tingkatan yang lebih tinggi tidak terus
menerus muncul. Sebagai contoh, seseorang yang minimal terpenuhi sebagian
kebutuhan mereka untuk dicintai dan dihargai akan tetap merasa yakin bahwa mereka
dapat mempertahankan pemenuhan terhadap kebutuhan tersebut tanpa harus mencari-
carinya lagi.
b. Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety/Security Needs)
Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncullah apa
yang disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan-
kebutuhan akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa aman fisik, stabilitas,
ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya mengancam seperti
kriminalitas, perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana
alam. Serta kebutuhan secara psikis yang mengancam kondisi kejiwaan seperti tidak
diejek, tidak direndahkan, tidak stres, dan lain sebagainya. Kebutuhan akan rasa aman
berbeda dari kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara total.
Manusia tidak pernah dapat dilindungi sepenuhnya dari ancaman-ancaman meteor,
kebakaran, banjir atau perilaku berbahaya orang lain.
Menurut Maslow, orang-orang yang tidak aman akan bertingkah laku sama seperti
anak-anak yang tidak aman.Mereka akan bertingkah laku seakan-akan selalu dalam
keadaan terancam besar. Seseorang yang tidak aman memiliki kebutuhan akan

21
keteraturan dan stabilitas secara berlebihan serta akan berusaha keras menghindari hal-
hal yang bersifat asing dan yang tidak diharapkannya.
c. Kebutuhan Akan Rasa Memiliki Dan Kasih Sayang (Social Needs)
Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka
muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-dimiliki. Kebutuhan-
kebutuhan ini meliputi dorongan untuk dibutuhkan oleh orang lain agar ia dianggap
sebagai warga komunitas sosialnya. Bentuk akan pemenuhan kebutuhan ini seperti
bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada
keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima
cinta. Seseorang yang kebutuhan cintanya sudah relatif terpenuhi sejak kanak-kanak
tidak akan merasa panik saat menolak cinta. Ia akan memiliki keyakinan besar bahwa
dirinya akan diterima orang-orang yang memang penting bagi dirinya. Ketika ada orang
lain menolak dirinya, ia tidak akan merasa hancur. Bagi Maslow, cinta menyangkut
suatu hubungan sehat dan penuh kasih mesra antara dua orang, termasuk sikap saling
percaya. Sering kali cinta menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut jika
kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahannya. Maslow juga mengatakan bahwa
kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang memberi dan cinta yang menerima. Kita harus
memahami cinta, harus mampu mengajarkannya, menciptakannya dan meramalkannya.

d. Kebutuhan Akan Penghargaan (Esteem Needs)


Setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, selanjutnya manusia akan bebas
untuk mengejar kebutuhan egonya atas keinginan untuk berprestasi dan memiliki
prestise. Maslow menemukan bahwa setiap orang yang memiliki dua kategori mengenai
kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan
yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status,
ketenaran, kemuliaan, pengakuan,perhatian, reputasi, apresiasi, dan martabat.
Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan harga diri termasuk perasaan, keyakinan,
kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian dan kebebasan. Sekali manusia dapat
memenuhi kebutuhan untuk dihargai, mereka sudah siap untuk memasuki gerbang
aktualisasi diri, kebutuhan tertinggi yang ditemukan Maslow.
e. Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri (Self-actualization Needs)
Tingkatan terakhir dari kebutuhan dasar Maslow adalah aktualisasi diri, yaitu
kebutuhan untuk membuktikan dan menunjukan dirinya kepada orang lain. Pada tahap
ini, seseorang mengembangkan semaksimal mungkin segala potensi yang dimilikinya.
Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan,
tetapi melibatkan keinginan yang terus menerus untuk memenuhi potensi. Maslow
melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuh
kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya. Awalnya Maslow
berasumsi bahwa kebutuhan untuk aktualisasi diri langsung muncul setelah kebutuhan
untuk dihargai terpenuhi Akan tetapi selama tahun 1960-an, ia menyadari bahwa

22
banyak anak muda memiliki pemenuhan yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan
lebih rendah seperti reputasi dan harga diri, tetapi mereka belum juga bisa mencapai
aktualisasi diri.

BAB V
SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA

A. Pengertian Solidaritas Sosial


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kata solidaritas adalah, sifat
(perasaan) solider, sifat satu rasa (senasip), perasaan setia kawan yang pada suatu
kelompok anggota wajib memilikinya (Depdiknas, 2007:1082). Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia arti kata sosial adalah berkenaan dengan masyarakat, perlu adanya
komunikasi dalam usaha menunjang pembangunan, suka memperhatikan kepentingan
umum (Depdiknas, 2007:1085).
Pembagian kerja memiliki implikasi yang sangat besar terhadap struktur
masyarakat. Durkheim sangat tertarik dengan perubahan cara di mana solidaritas sosial
terbentuk, dengan kata lain perubahan cara-cara masyarakat bertahan dan bagaimana
anggotanya melihat diri mereka sebagai bagian yang utuh. Untuk menyimpulkan
perbedaan ini, Durkheim membagi dua tipe solidaritas mekanis dan organis.
Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena
seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat ini terjadi karena mereka
terlibat aktivitas dan juga tipe pekerjaan yang sama dan memiliki tanggung jawab yang
sama. Sebaliknya, masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organis bertahan bersama
justru karena adanya perbedaan yang ada didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang
memilki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda-beda (George Ritzer dan Douglas
J. Goodman, 2008: 90-91).

23
Durkheim berpendapat bahwa masyarakat primitif memiliki kesadaran kolektif yang
lebih kuat yaitu pemahaman norma dan kepercayaan bersama. Peningkatan pembagian
kerja menyebabkan menyusutnya kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif lebih terlihat
dalam masyarakat yang ditopang oleh solidaritas mekanik daripada masyarakat yang
ditopang oleh solidaritas organik. Masyarakat modern lebih mungkin bertahan dengan
pembagian kerja dan membutuhkan fungsi-fungsi yang yang dimiliki orang lain
daripada bertahan pada kesadaran kolektif. Oleh karena itu meskipun masyarakat
organik memiliki kesadaran kolektif, namun dia adalah bentuk lemah yang tidak
memungkinkan terjadinya perubahan individual (George Ritzer dan Douglas J.
Goodman, 2008: 92).
Masyarakat yang dibentuk oleh solidaritas mekanik, kesadaran kolektif
melingkupi seluruh masyarakat dan seluruh anggotanya, dia sangat diyakini, sangat
mendarah daging, dan isinya sangat bersifat religious. Sementara dalam masyarakat
yang memiliki solidaritas organik, kesadaran kolektif dibatasi pada sebagian kelompok,
tidak dirasakan terlalu mengikat, kurang mendarah daging, dan isinya hanya
kepentingan individu yang lebih tinggi dari pedoman moral (George Ritzer dan Douglas
J. Goodman, 2008: 91-92). Masyarakat yang menganut solidaritas mekanik, yang
diutamakan adalah perilaku dan sikap. Perbedaan tidak dibenarkan. Menurut Durkheim,
seluruh anggota masyarakat diikat oleh kesadaran kolektif, hati nurani kolektif yaitu
suatu kesadaran bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan
kelompok, dan bersifat ekstrim serta memaksa (Kamanto Sunarto, 2004: 128).
Solidaritas organik merupakan bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat
kompleks, yaitu masyarakat yang mengenal pembagian kerja yang rinci dan
dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian. Setiap anggota menjalankan
peran yang berbeda, dan saling ketergantungan seperti pada hubungan antara organisme
biologis. Bisa dikatakan bahwa pada solidaritas organik ini menyebabkan masyarakat
yang ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya, karena adanya saling
ketergantungan ini maka ketidakhadiran pemegang peran tertentu akan mengakibatkan
gangguan pada sistem kerja dan kelangsungan hidup masyarakat. Keadaan masyarakat
dengan solidaritas organik ini, ikatan utama yang mempersatukan masyarakat bukan
lagi kesadaran kolektif melainkan kesepakatan yang terjalin diantara berbagai
kelompok profesi (Kamanto Sunarto, 2004: 128).
Uraian diatas menggambarkan tentang konsep solidaritas dari sosiolog Emile
Durkheim. Secara garis besar peneliti akan menggunakan konsep yang telah
dirumuskan oleh Durkheim ini sebagai dasar pemikiran dalam melakukan penelitian
tentang bentuk solidaritas di Desa Melikan. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa
solidaritas sosial menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok di masyarakat
berdasarkan pada kuatnya ikatan perasaan dan kepercayaan yang dianut bersama yang
diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menunjuk pada kekompakan
untuk berbagi dan saling meringankan beban pekerjaan satu sama lain. Peneliti juga

24
menyimpulkan bahwa bentuk solidaritas sosial terbagi menjadi dua, yaitu solidaritas
mekanik dan organik. Solidaritas mekanik mempunyai ciri pokok yaitu: Sifat
individualitas yang rendah, belum ada pembagian kerja yang jelas, dan hanya ada di
dalam masyarakat pedesaan. Sementara solidaritas organik mempunyai ciri pokok
yaitu: Kesadaran kolektif lemah, sudah ada pembagian kerja yang jelas, dan dapat
terlihat di dalam masyarakat modern atau komplek. Peneliti menggunakan konsep ini
untuk meneliti tentang bentuk solidaritas sosial yang ada di desa wisata Melikan, dan
untuk melihat kecenderungan bentuk solidaritas seperti apakah yang ada di desa wisata
Melikan.
B. Bentuk-Bentuk Solidaritas Sosial
a. Gotong-Royong
Bentuk solidaritas yang banyak kita temui di masyarakat misalnya adalah `gotong-
royong. Menurut Hasan Shadily (1993: 205), gotong-royong adalah rasa dan pertalian
kesosialan yang sangat teguh dan terpelihara. Gotong-royong lebih banyak dilakukan di
desa daripada di kota di antara anggota-anggota golongan itu sendiri. Kolektivitas
terlihat dalam ikatan gotong-royong yang menjadi adat masyarakat desa. Gotong-
royong menjadi bentuk solidaritas yang sangat umum dan eksistensinya di masyarakat
juga masih sangat terlihat hingga sekarang, bahkan Negara Indonesia ini di kenal
sebagai bangsa yang mempunyai jiwa gotong-royong yang tinggi. Gotongroyong masih
sangat dirasakan manfaatnya, walaupun kita telah mengalami perkembangan jaman,
yang memaksa mengubah pola pikir manusia menjadi pola pikir yang lebih egois,
namun pada kenyataanya manusia memang tidak akan pernah bisa untuk hidup sendiri
dan selalu membutuhkan bantuan dari orang lain untuk kelangsungan hidupnya di
masyarakat.
b. Kerjasama
Selain gotong-royong yang merupakan bentuk dari solidaritas sosial adalah
kerjasama. Menurut Hasan Shadily (1993: 143-145), kerjasama adalah proses terakhir
dalam penggabungan. Proses ini menunjukan suatu golongan kelompok dalam hidup
dan geraknya sebagai suatu badan dengan golongan kelompok yang lain yang
digabungkan itu. Kerjasama merupakan penggabungan antara individu dengan individu
lain, atau kelompok dengan kelompok lain sehingga bisa mewujudkan suatu hasil yang
dapat dinikmati bersama. Setelah tercapainya penggabungan itu barulah kelompok itu
dapat bergerak sebagai suatu badan sosial. Sehingga kerjasama itu diharapkan
memberikan suatu manfaat bagi anggota kelompok yang mengikutinya dan tujuan
utama dari bekerjasama bisa dirasakan oleh anggota kelompok yang mengikutinya.
Kerjasama timbul karena adanya orientasi orang-perseorangan terhadap
kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan out-group-
nya). Kerjasama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya dari luar yang
mengancam atau ada tindakan-tindakan yang menyingung secara tradisional atau

25
institusional yang telah tertanam didalam kelompok (Soerjono Soekanto, 2006: 66).
Ada lima bentuk kerjasama yaitu sebagai berikut:
1) Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.
2) Bergaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara
dua organisasi atau lebih.
3) Kooptasi, yaitu proses suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan
dalam suatu organisasi.
4) Koalisi, yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang
sama.
5) Joint venture, yaitu kerjasama dalam pengusahaan proyek tertentu (Soerjono Soekanto,
2006: 68).
Kesimpulanya, bila seseorang atau sekelompok orang memiliki musuh atau lawan
yang sama maka perasaan solidaritas di antara mereka juga akan semakin kuat dan
kompak, jadi intensitas kerjasama di antara mereka juga lebih tinggi, dikarenakan
persamaan tujuan yang ada diantara mereka. Kerjasama dapat bersifat agresif apabila
kelompok dalam jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai perasaan
tidak puas karena keinginankeinginan pokoknya tidak dapat terpenuhi karena adanya
rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu. Keadaan tersebut menjadi
lebih tajam lagi apabila kelompok demikian merasa tersinggung atau dirugikan sistem
kepercayaan atau dalam salah satu bidang sensitif kebudayaan (Soerjono Soekanto,
2006: 101). Peneliti juga akan menggunakan konsep teori tentang kerjasama ini untuk
mengetahui tentang bentuk solidaritas sosial yang ada di Desa Melikan, dikarenakan
kerjasama merupakan bentuk paling umum dari solidaritas sosial.
C. Kajian Kelompok Sosial
a. Pengertian Kelompok Sosial
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, memiliki naluri untuk hidup dengan
orang lain. Naluri manusia untuk hidup dengan orang lain disebut gregariuosness
sehingga manusia juga juga disebut sebagai social animal. Sejak dilahirkan manusia
mempunyai dua hasrat pokok yaitu:
a. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya yaitu
masyarakat.
b. Keinginan untuk menjadi satu dengan alam di sekelilingnya (Soerjono Soekanto,
2006: 101).
Kelompok sosial merupakan salah satu perwujudan dari interaksi sosial atau
kehidupan bersama, atau dengan kata lain bahwa pergaulan hidup atau interaksi
manusia itu perwujudanya ada di dalam kelompok-kelompok sosial (Soleman Taneko,
1984: 48). Kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang
hidup bersama. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbal balik yang
saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong. Syarat
terbentuknya kelompok sosial adalah:

26
a. Adanya kesadaran setiap anggota kelompok bahwa dia merupakan bagian dari
kelompok yang bersangkutan .
b. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota lainya.
c. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan antara mereka menjadi
erat, yang dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang
sama, ideologi politik yang sama, dan lain-lain. Faktor mempunyai musuh yang sama
juga dapat pula menjadi faktor pengikat atau pemersatu.
d. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku
e. Bersistem dan berproses (Soerjono Soekanto, 2006: 101)
Suatu kelompok sosial cenderung mempunyai sifat yang tidak statis atau
berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, baik dalam aktivitas maupun
bentuknya. Suatu aspek yang menarik dari kelompok sosial tersebut adalah bagaimana
cara mengendalikan anggota-anggotanya. Para sosiolog akan tertarik oleh cara-cara
kelompok sosial tersebut dalam mengatur tindakan anggota-anggotanya agar tercapai
tata tertib di dalam kelompok. Hal yang agaknya penting adalah kelompok sosial
tersebut merupakan kekuatankekuatan sosial berhubungan, berkembang, mengalami
disorganisasi, memegang peranan, dan sebagainya (Soerjono Soekanto, 2006: 102-103).
b. Ciri-Ciri Kelompok Sosial
Ciri-ciri kelompok sosial menurut Muzafer Sherif dalam buku Slamet Santoso
(2004: 37) adalah sebagai berikut:
a. Adanya dorongan/motif yang sama pada setiap individu sehingga terjadi interaksi
sosial sesamanya dan tertuju pada tujuan yang sama.
b. Adanya reaksi dan kecakapan yang berbeda di antara individu satu dengan yang lain
akibat terjadinya interaksi sosial.
c. Adanya pembentukan dan penegasan struktur kelompok yang jelas, terdiri dari
peranan dan kedudukan yang berkembang dengan sendirinya dalam rangka mencapai
tujuan bersama.
d. Adanya penegasan dan pengetahuan norma-norma pedoman tingkah laku anggota
kelompok yang mengatur interaksi dan kegiatan anggota kelompok dalam merealisasi
tujuan kelompok.
Ciri-ciri kelompok sosial menurut Georg Simmel adalah sebagai berikut:
a. Besar kecilnya jumlah anggota kelompok sosial.
b. Derajat interaksi sosial dalam kelompok sosial.
c. Kepentingan dan wilayah.
d. Berlangsungnya suatu kepentingan.
e. Derajat organisasi (Slamet Santoso, 2004: 37).
c. Tipe-Tipe Kelompok Sosial

27
Tipe-tipe kelompok sosial dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian atas
dasar berbagai ukuran atau kriteria. Menurut Simmel dalam buku Soerjono Soekanto
(2006: 104), klasifikasi tipe-tipe kelompok sosial berdasarkan ukuran besar kecilnya
jumlah anggota kelompok, bagaimana individu mempengaruhi kelompoknya serta
interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Ukuran lain yang diambil untuk menentukan
tipe-tipe kelompok sosial adalah derajat interaksi sosial dalam kelompok tersebut.
Unsur kepentingan dan juga wilayah, serta berlangsungnya suatu kepentingan yang ada
didalam masyarakat. Tipe-tipe kelompok sosial yang ada di masyarakat antara lain:
a. In-group dan Out-group
W.G. Sumner dalam buku Soerjono Soekanto (2006: 108), membagi kelompok
sosial menjadi dua yaitu In-group dan out-group. In-group adalah kelompok sosial
dimana individu mengidentifikasikan dirinya didalam suatu kelompok atau golongan,
sedangkan out-group adalah kelompok sosial yang diartikan individu sebagai lawan dari
in-groupnya. Sikap out-group selalu ditandai oleh kelainan yang berwujud antagonisme
dan antipati. Perasaan ingroup dan out-group atau perasaan dalam serta luar suatu
kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap yang dinamakan etnosentrisme.
b. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder
Menurut Charles Horton Cooley dalam buku Soerjono Soekanto (2006: 109)
kelompok sosial terbagi atas kelompok sosial primer (primary group) dan kelompok
sekunder (secondary group). Kelompok primer atau face to face group adalah kelompok
sosial yang paling sederhana dimana anggotanya saling mengenal dekat satu sama lain,
saling bekerjasama dan juga mempunyai hubungan pribadi yang sangat erat. Contoh
dari kelompok primer adalah keluarga, teman sepermainan, sahabat karib, dan lain
sebagainya. Kelompok sekunder adalah kelompok yang terdiri dari banyak orang, sifat
hubunganya tidak berdasarkan pengenalan secara pribadi dan juga tidak berlansung
dengan langgeng, kelompok ini hanya berdasarkan kepada kepentingan sesaat dan juga
tidak mempunyai hubungan secara pribadi atau personal satu sama lain. Contoh
hubungan sekunder adalah kontrak jual beli.
c. Paguyuban (Gemeinshcaft) dan Patembayan (Gesselschaft)
Menurut Ferdinand Tonnies dalam buku Soerjono Soekanto (2006:116), kelompok
sosial dibagi menjadi dua tipe yaitu paguyuban (gemeinshcaft) dan patembayan
(gesselschaft). Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama dimana anggota-
anggotanya mempunyai hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah, serta bersifat
kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang
telah di kodratkan. Paguyuban terbagi dalam tiga tipe yaitu: paguyuban karena ikatan
darah (gemeinshcaft of blood), yaitu paguyuban yang didasarkan pada adanya ikatan
darah atau ikatan keturunan diantara kelompok tersebut, misalnya keluarga, kelompok
kekerabatan (trah). Kedua adalah paguyuban karena tempat (gemeinshcaft of place),

28
yaitu paguyuban yang didasarkan pada orang-orang yang mempunyai tempat tinggal
yang berdekatan sehingga bisa selalu menghasilkan kerjasama atau gotong royong,
misalnya adalah rukun tetangga, rukun warga, dan lain-lain. Jenis paguyuban yang
ketiga adalah peguyuban karena persamaan jiwa, pemikiran, dan juga ideologi
(gemeinshcaft of mind), yaitu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang walaupun
tidak mempunyai hubungan darah atau tempat tinggal yang berdekatan tetapi
mempunyai jiwa, pemikiran, idealisme, dan juga ideologi yang sama, misalnya adalah
organisasi garis keras, dan lain-lain. Patembayan (gesselschaft) adalah ikatan lahir yang
bersifat pokok dan biasanya berjalan dengan jangka waktu yang relatif pendek, dia
bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka. Contoh patembayan antara lain
ikatan pedagang, ikatan guru, organisasi buruh pabrik, dan sebagainya.
d. Kelompok Formal dan Kelompok Informal
Jenis pembagian kelompok sosial juga terdapat jenis kelompok sosial formal dan
kelompok sosial informal. Kelompok sosial formal (formal group) adalah kelompok
yang mempunyai peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya
untuk mengatur hubungan antar sesama, contohnya adalah organisasi. Kelompok
informal (informal group) adalah kelompok sosial yang tidak mempunyai struktur dan
organisasi yang pasti, kelompok tersebut biasanya terbentuk karena adanya pertemuan
yang berulang kali yang didasari oleh keinginan dan juga kepentingan yang sama,
contoh dari informal group adalah clique (Soerjono Soekanto, 2006: 120).
e. Membership Group dan Reference Group.
Robert K. Merton dalam buku Soerjono Soekanto (2006: 123), membagi kelompok
sosial menjadi membership group dan reference group. Membership group merupakan
kelompok dimana orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Reference
group adalah kelompok-kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan
anggota kelompok tersebut) untuk membentuk pribadi dan perilakunya.
f. Kelompok Okupasional dan Kelompok Volunter.
Tipe kelompok sosial juga terbagi atas kelompok sosial okupasional dan kelompok
sosial volunter. Kelompok okupasional adalah kelompok yang muncul karena semakin
memudarnya kelompok kekerabatan, seperti yang kita tahu bahwa di jaman sekarang ini
hubungan kekeluargaan seseorang tidak lagi erat seperti pada jaman dahulu, jadi pada
jaman sekarang ini banyak timbul kelompok yang anggotanya didasarkan pada
persamaan profesi atau perkerjaan mereka, misalnya saja ikatan dokter Indonesia,
ikatan pengusaha, ikatan pengacara, dan lain sebagainya. Kelompok sosial volunter
adalah kelompok yang memiliki kepentingan yang sama, namun tidak mendapatkan
perhatian dari masyarakat. Melalui kelompok ini diharapkan akan dapat memenuhi
kepentingan anggotanya secara individual tanpa mengganggu kepentingan masyarakat
secara umum (Soerjono Soekanto, 2006: 126).

29
Kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai pendapat para ahli tentang kelompok
sosial adalah, bahwa kelompok sosial dapat terbentuk karena didahului dengan adanya
interaksi sosial di dalam suatu masyarakat, dari interaksi sosial itulah maka sekumpulan
individu akan memiliki kesadaran bahwa dia merupakan anggota dari masyarakat atau
kelompok yang bersangkutan. Kesadaran akan keanggotaan kelompok itu akan semakin
besar dengan adanya persamaan tujuan bersama yang hendak dicapai, dengan kata lain
kelompok sosial merupakan sekumpulan individu yang memiliki ciri-ciri dan pola
interaksi yang terorganisir secara berulang-ulang, serta memiliki kesadaran bersama
akan keanggotaanya. Kelompok sosial memiliki struktur sosial yang setiap anggotanya
memiliki status dan peran tertentu, memiliki kepentingan bersama, serta memiliki
norma-norma yang mengatur para anggotanya. Konsep tentang jenis-jenis kelompok
sosial yang dirumuskan oleh para ahli di atas memang cukup banyak, namun pada
penelitian ini yang dimaksudkan kelompok sosial adalah kelompok sosial pengrajin
gerabah, dimana kelompok ini terbentuk atas dasar jenis pekerjaan yang sama dan telah
terbentuk secara turun-temurun, dikarenakan industri gerabah di Desa Melikan sudah
ada sejak ratusan tahun yang lalu. Kelompok sosial pengrajin gerabah di Desa Melikan,
selain dapat dikategorikan sebagai kelompok profesi juga dapat dikategorikan sebagai
kelompok gemeinshcaft of place, yaitu paguyuban yang didasarkan pada orang-orang
yang mempunyai tempat tinggal yang berdekatan atau dengan kata lain bertetangga,
sehingga bisa menghasilkan kerjasama atau gotong-royong.
D. Kajian Masyarakat Pedesaan
a. Pengertian Masyarakat Pedesaan
Masyarakat adalah golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia,
yang dengan sendirinya membentuk kelompok dan saling mempengaruhi satu sama lain
(Hasan Shadilly, 1993:47). Masyarakat dalam Bahasa Inggris seringkali disebut dengan
society dan juga community, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia masyarakat adalah
sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang
mereka anggap sama (Depdiknas, 207:721).
Menurut pasal UU No.5 tahun 1979 yang dimaksud dengan desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai satu kesatuan masyarakat,
termasuk kesatuan masyarakat hukum yang mencapai organisasi pemerintahan
terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan NKRI (I Nyoman Beratha. 1984: 42). Menurut Bintarto,
jika dilihat dari segi geografis yang dimaksud dengan desa adalah suatu perwujudan
geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosio ekonomis, politis, dan
kultural, dalam hubunganya dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lain.
Menurut P.J Bouman, jika dilihat dari segi pergaulan hidup, yang dimaksud dengan
desa adalah salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu
orang, hampir semuanya saling mengenal, kebanyakan yang termasuk didalamnya
hidup dari pertanian, perikanan, dan sebagainya, usahausaha yang dapat dipengaruhi

30
oleh hukum dan kehendak alam, dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-
ikatan keluarga yang rapat, ketaatan pada tradisi, dan kaidah-kaidah sosial (Nyoman
Beratha. 1984:26-27).
b. Ciri-Ciri dan Karateristik Masyarakat Pedesaan
Ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, seperti yang dikutip dalam
buku Sajogyo dan Pudjiwati Sajogyo (1995: 25-31) adalah:
a. Adanya konflik dan persaingan.
b. Kegiatan bekerja yang khas.
c. Adanya sistem tolong-menolong.
d. Adanya gotong-royong.
e. Adanya jiwa gotong royong.
f. Adanya musyawarah dan jiwa musyawarah.
Menurut Roucek dan Warren dalam buku Jefta Leibo (1995: 7), secara umum
karakteristik dari masyarakat di pedesaan dapat dilihat dari beberapa karakteristik yang
mereka miliki, karakteristik tersebut antara lain:
a. Mereka memiliki sifat yang homogen dalam hal mata pencaharian, nilai-nilai dalam
kebudayaan, serta dalam sikap dan tingkah laku.
b. Kehidupan di desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi.
Artinya semua anggota keluarga turut bersamasama terlibat dalam kegiatan pertanian
ataupun mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga. Dan juga
sangat di tentukan oleh kelompok primer, yakni dalam memecahkan suatu masalah,
keluarga cukup memainkan peranan dalam pengambilan keputusan final.
c. Faktor geografis sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada (misalnya ketertarikan
anggota masyarakat dengan tanah atau desa kelahiranya).
d.Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet daripada di kota, serta
jumlah anak lebih besar atau banyak.
Kesimpulanya, desa adalah suatu tempat tinggal bersama yang masyarakatnya
masih mempunyai sifat gotong-royong yang tinggi, masyarakatnya saling mengenal
dekat satu sama lainnya, sebagian besar mata pencaharian warganya masih
berhubungan erat dengan alam, misalnya pertanian, perikanan, perkebunan, dan lain-
lain. Masyarakat desa juga dikenal sebagai masyarakat yang masih sering melestarikan
tradisi yang berasal dari nenek moyang serta masyarakat yang masih berpegang teguh
pada adat istiadat yang ada. Sebagian besar dari sifat masyarakat desa itu terdapat pada
desa yang akan dijadikan oleh lokasi penelitian yaitu Desa Melikan. Lokasi Desa
Melikan yang dikelilingi bukit dan pemandangan alam berupa pohon-pohon besar yang
sangat asri membuat desa ini terkesan jauh dari hiruk pikuk pusat kota, selain itu mata

31
pencaharian penduduknya yang juga bergantung dengan bahan dari alam yaitu tanah
liat, membuat desa ini sangat menjaga lingkungan alam di selilingnya, sehingga dari
kebisaan menjaga lingkungan alam itulah, Desa Melikan menjadi terjaga keindahanya
dan layak dijadikan sebagai desa wisata karena keindahan alamnya dan juga keunikan
mata pencaharian warganya dalam membuat kerajinan gerabah.
E. Kajian Interaksi Sosial
a. Pengertian Interaksi Sosial
Menurut Gillin dan Gillin dalam buku Soerjono Soekanto (2006:62), interaksi sosial
adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara
individu dengan individu, antara kelompok dengan kelompok, maupun individu dengan
kelompok. Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial adalah sebagai berikut:
a. Adanya kontak sosial, yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu antar
individu, antar individu dengan kelompok, dan antar kelompok dengan kelompok.
Selain itu suatu kontak dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung.
b. Adanya komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain,
perasaan-perasaan apa yang di sampaikan oleh orang tersebut. Orang yang
bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin di sampaikan
oleh orang tersebut.
Manusia berinteraksi karena saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Setiap
manusia mempunyai kepentingan, kebutuhan, dan juga hasrat atau keinginan, namun
pada kenyataanya semua kebutuhan itu tidak dapat dipenuhinya seorang diri. Manusia
didalam dirinya terdapat naluri untuk berkomunikasi, bergaul, dan bekerjasama dengan
manusia yang lainnya, karena itulah interaksi sosial merupakan kebutuhan yang paling
mendasar bagi setiap manusia. Setiap manusia berkenalan, bekerja sama, berorganisasi,
berkonflik, bahkan bersaing untuk mendapatkan sesuatu.
b. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Menurut Gillin dan Gillin (dalam buku Soerjono Soekanto, 2006: 65) secara umum
interaksi sosial mempunyai dua bentuk, yaitu interaksi sosial asosiatif dan interaksi
sosial disosiatif.
a. Interaksi Sosial Asosiatif
Interaksi sosial asosiatif adalah proses persekutuan atau merupakan proses untuk
menuju terbentuknya persatuan atau integrasi sosial. Bentuk-bentuk interaksi asosiatif
antara lain: 1) Kerjasama
Kerjasama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok
manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerjasama
tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan
bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai
manfaat bagi semua. Kerjasama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap

32
kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan out-group-
nya) (Soerjono Soekanto, 2006: 66).
2) Akomodasi (accomodation)
Akomodasi dalam sosiologi memiliki dua pengertian, yaitu menggambarkan suatu
keadaan dan proses. Akomodasi yang menggambarkan suatu keadaan berarti adanya
keseimbangan interaksi sosial yang berkaitan dengan norma dan nilai sosial yang
berlaku dalam masyarakat, sedangkan akomodasi sebagai suatu proses menunjuk pada
usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usahausaha manusia
untuk mencapai kestabilan (Soerjono Soekanto, 2006: 68).
3) Asimilasi
Asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada kelompok masyarakat dengan
latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara intensif dalam jangka
waktu lama, sehingga lambat laun kebudayaan asli mereka akan berubah sifat dan
wujudnya membentuk kebudayaan baru sebagai kebudayaan campuran (Soerjono
Soekanto, 2006:74)).
4) Akulturasi (acculturation)
Akulturasi adalah berpadunya unsur-unsur kebudayaan yang berbeda dan
membentuk suatu kebudayaan baru, tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaannya
yang asli. Lamanya proses akulturasi sangat tergantung pada persepsi masyarakat
setempat terhadap budaya luar yang masuk.
b. Interaksi Sosial Disosiatif
Bentuk interaksi sosial yang kedua adalah interaksi sosial disosiatif. Interaksi sosial
disosiatif adalah interaksi kurang mendorong terciptanya keteraturan sosial. Bahkan
cenderung ke arah oposisi yang berarti cara yang bententangan dengan seseorang
ataupun kelompok untuk mencapai tujuan tertentu, walaupun demikian, ada juga
manfaatnya demi tercipta suatu keteraturan sosial. Proses disosiatif dapat dibedakan ke
dalam tiga bentuk sebagai berikut :
1). Persaingan
Persaingan adalah suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau kelompok sosial
tertentu, agar memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa
menimbulkan ancaman atau benturan fisik di pihak lawannya.
2). Kontravensi
Kontravensi adalah bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan
pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidak senang, baik
secara tersembunyi maupun secara terang-terangan yang ditujukan terhadap perorangan
atau kelompok atau terhadap unsurunsur kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut

33
dapat berubah menjadi kebencian akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau
konflik. 3). Konflik
Konflik adalah proses sosial antar perorangan atau kelompok masyarakat tertentu,
akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar, sehingga
menimbulkan adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi
sosial di antara mereka yang bertikai tersebut.
Kesimpulanya adalah bahwa interaksi sosial dapat terjadi dikarenakan manusia
tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain demi menjaga
kelangsungan hidupnya. Interaksi sosial bisa terjadi antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial
merupakan komponen terpenting dalam pembentukan kelompok sosial. Konsep tentang
interaksi sosial yang diuraikan di atas memang cukup banyak, namun dalam penelitian
kali ini, yang dikaji peneliti adalah bagaimana interaksi sosial yang ada didalam
kelompok sosial pengrajin gerabah di Desa Melikan, dan dari interaksi sosial itulah
akan dikaji tentang bentuk solidaritas sosial yang terjadi di Desa Melikan, karena
solidaritas sosial tidak akan mungkin terjadi tanpa adanya interaksi sosial. Penelitian ini
akan mengkaji jenis interaksi sosial asosiatif dan disosiatif, Karena kedua interaksi
tersebut akan selalu kita temui dalam setiap kelompok sosial atau masyarakat secara
umum.

34
Daftar Pustaka

http://eprints.ums.ac.id/45469/8/Skripsi%20Khoirul%20BAB%20II.pdf. 9 Juni
2021 (10.24)

https://eprints.uny.ac.id/18521/4/BAB%20II.pdf. 9 Juni 2021 (13.17)

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hierarki_kebutuhan_Maslow. 9 Juni 2021 (11.52)


https://repository.dinamika.ac.id/id/eprint/2324/5/BAB_III.pdf. 8 Juni 2021 (14.36)
Sarinah, M. 2016. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Edisi Pertama. Cetakan Pertama.
DEEPUBLISH. Yogyakarta
Sihotang, Amri P. 2008. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Cetakan Pertama. Semarang
University Press. Semarang.
Suryadi, B. 2016. Pengantar Ilmu Sosial Budaya Dasar. Cetakan Pertama.
ASWAJA PRESSINDO. Yogyakarta
Syawaludin, M. 2017. Teori Sosial Budaya Dan Methodenstreit. Cetakan Pertama.
NoerFikri. Palembang
Umanailo, Muhammad C. B. 2015. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Cetakan Kedua.
FAM Publishing. Kediri

35
36

Anda mungkin juga menyukai