Anda di halaman 1dari 52

KUMPULAN ARTIKEL

1. PENGERTIAN, KONSEP, SERTA TUJUAN ILMU SOSIAL BUDAYA


DASAR
2. PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA : PENGERTIAN SERTA FAKTOR-
FAKTOR PENYEBABNYA
3. TEORI-TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI-TEORI TENTANG
INTERAKSI SOSIAL
4. HIRARKHI KEBUTUHAN MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN
KEMUNCULAN BUDAYA
5. SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA (MEKANIS-ORGANIS,
GEMEINSCHAFT-GESSELSCHAFT, PAGUYUBAN-PATEMBAYAN)

Disusun sebagai tugas terstruktur Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Ilmu Sosial
Budaya Dasar (ISBD)

Dosen Pengampu:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh :
Nama : Husnul Qarina
NIM : K1A020024
Prodi/Kelas : Farmasi/A

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

2021

i
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
1. PENGERTIAN, KONSEP, SERTA TUJUAN ILMU SOSIAL BUDAYA
DASAR...........................................................................................................................1
1.1 Pengertian Ilmu Sosial Budaya Dasar.......................................................................2
1.2 Konsep Ilmu Sosial Budaya Dasar............................................................................3
1.3 Tujua Ilmu Sosial Budaya Dasar..............................................................................4
2. PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA ....................................................................4
2.1 Pengertian Perubahan Sosial dan Budaya.................................................................4
2.2 Faktor – Faktor Penyebab Perubahan Sosial Budaya...............................................7
3. TEORI – TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI – TEORI TENTANG
INTERAKSI SOSIAL...................................................................................................12
3.1 Teori – Teori Kebudayaan......................................................................................12
3.2 Teori – Teori Interaksi Sosial..................................................................................25
4. HIRARKHI KEBUTUHAN MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN
KEMUNCULAN BUDAYA.......................................................................................33
5. SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA (MEKANIS-ORGANIS,
GEMEINSCHAFT-GESSELSCHAFT, PAGUYUBAN-PATEMBAYAN)...............36

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................49

ii
1. PENGERTIAN, KONSEP, SERTA TUJUAN ILMU SOSIAL BUDAYA
DASAR
Masalah budaya adalah segala sistem atau tata nilai atau sikap
mental, pola pikir, pola tingkah laku dalam berbagai aspek kehidupan yang
tidak memuaskan bagi masyarakat secara keseluruhan, atau dapat dikatakan
bahwa masalah budaya adalah tata nilai yang dapat menimbulkan krisis-krisis
kemasyarakatan yang akan menyebabkan “dehumanisasi“ atau terjadi
pengurungan terhadap seseorang. Masalah tersebut mencakup berbagai
aspek kehidupan yang seluruhnya merupakan ungkapan masalah
kemanusiaan dan
budaya. Ilmu sosial budaya dasar identik dengan Basic Humanities
Humanities berasal dari kata latin Human yang berarti manusiawi, yang
berbudaya dan berbudi halus (refined) diharap seseorang mempelajari Basic
Humanities tidaklah sama dengan the humanities (pengetahuan budaya) yang
menyangkut keahlian filsafat dan seni; seni pahat, seni tari dan lain-lain.
Seperangkat konsep dasar ilmu sosial budaya dasar tersebut secara
interdisiplin digunakan sebagai alat bagi pendekatan dan pemecahan
masalah yang timbul dan berkembang dalam masyarakat. Dengan demikian
ilmu sosial budaya dasar memberikan alternative sudut pandang atas
pemecahan masalah
sosial budaya dimasyarakat. Berdasarkan pemahaman yang diperoleh dari
kajian ilmu sosial budaya dasar, mahasiswa dapat mengorientasikan diri
untuk
selanjutnya mampu mengetahui ke arah mana pemecahan masalah harus
dilakukan.
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar adalah cabang ilmu pengetahuan yang
merupakan integrasi dari dua ilmu lainnya, yaitu ilmu sosial yang juga
merupakan sosiologi (sosio:sosial, logos: ilmu) dan ilmu budaya yang
merupakan salah satu cabang dari ilmu sosial. Pengertian lebih lanjut tentang
ilmu sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang menggunakan berbagai
disiplin ilmu untuk menanggapi masalah-masalah sosial, sedangkan ilmu budaya

1
adalah ilmu yang termasuk dalam pengetahuan budaya, mengkaji masalah
kemanusiaan dan budaya.
Secara umum dapat dikatakan ilmu sosial dan budaya dasar merupakan
pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan
pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji
masalah-masalah sosial manusia dan kebudayaan. Istilah ISBD dikembangkan
pertama kali di Indonesia sebagai pengganti istilah basic humanitiesm yang
berasal dari istilah bahasa Inggris “the Humanities”. Adapun istilah humanities
itu sendiri berasal dari bahasa latin humnus yang artinya manusia, berbudaya
dan halus. Dengan mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa
menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan mempelajari
the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih
berbudaya dan lebih halus. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the
humanities berkaitan dengan nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau
manusia berbudaya. Agar manusia menjadi humanus, mereka harus mempelajari
ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya
yang lain sebagai manusia itu sendiri.

1.1 Pengertian Ilmu Sosial Budaya Dasar


Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) merupakan pengetahuan yang
menelaah masalah – masalah social yang timbul dan berkembang.Ilmu
Sosial Budaya Dasar (ISBD); pengetahuan yang menelaah pengetahuan
dasar tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-
masalah manusia dan kebudayaan.
Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD), suatu disiplin ilmu yang memberikan
dasar-dasar pengetahuan sosial dan konsep-konsep budaya kepada manusia
sehingga mampu mengkaji masalah sosial dan budaya secara arif.Ilmu yang
mempelajari pengetahuan dasar konsep2 hubungan antar manusia (sosial)
dan budaya untuk mengkaji masalah-masalah kemanusiaan, sosial, dan
budaya. Ilmu sosial dan budaya dasar berbeda dengan pengetahuan
budaya. Ilmu budaya dasar dalam bahasa Inggris disebut basic humanities.
Pengetahuan budaya dalam bahas inggris disebut dengan istilah the

2
humanities. Pengetahuan budaya mengkaji masalah nilai-nilai manusia
sebagai mahluk berbudaya (homo humanus). Sedangkan ilmu sosial dan
budaya dasar bukan hanya ilmu tentang budaya, melainkan mengenai
pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang
dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah sosial manusia dan
kebudayaannya.

1.2 Kosep Ilmu Sosial Budaya Dasar


Ilmu Sosial Budaya Dasar memiliki beberapa konsep, diantaranya
sebagai berikut.
a) Konsep ISBD Manusia dan Tangung Jawab Manusia dan
Pengabdian
Dasar tanggung jawab adalah hakekat keberadaan manusia
sebagai mahluk yang mau menjadi baik dan memeperoleh
kebahagiaan. Manusia dan Pengabdian diartikan sebagai perihal
perilaku berbakti atau meperhamba diri kepada tugas yang
(dianggap) mulia.Manusia dan Pandangan HidupPandangan
hidup berkenan dengan eksistensi manusia di dunia dalam
hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama dan dengan alam
tempat kita berdiam.

b) Konsep ISBD Manusia dan Keindahan. Manusia dan


Kegelisahan.
Manusia tidak hanya penerima pasif tetapi juga pencipta
keindahan bagi kehidupan. Manusia dan Kegelisahan.
Kegelisahan adalah merupakan gambaran keadaan seseorang
yang tidak tentram (hati maupun perbuatannya), rasa khawatir,
tidak tenang dalam tingkah laku.

c) Konsep ISBD Manusia, keragaman dan kesederajatan


Struktur masyarakat Indonesia majemuk dan dinamis, ditandai
keragaman suku bangsa, agama dan kebudayaan.Keragaman

3
disisi lain membanggakan, dan sisi lain mengandung potensi
masalah konflik. Keragaman bisa diatasi dengan semangat
pluralisme, keterbukaan dan  mengembangkan kesederajatan.

d) Konsep ISBD Manusia, sains dan teknologi


Sains dan tekhnologi dapat berkembang melalui kreativitas
penemuan (discovery), penciptaan (invention), melalui berbagai
bentuk inovasi dan rekayasa.Kegunaan nyata IPTEK bagi
manusia sangat tergantung dari nilai, moral, norma dan hukum
yang mendasarinya. IPTEK tanpa nilai sangat berbahaya dan
manusia tanpa IPTEK mencermikan keterbelakangan.

e) Konsep ISBD Manusia dan lingkungan


Perlakuan manusia terhadap lingkungannya sangat menentukan
keramahan lingkungan terhadap kehidupannya sendiri.Bagaimana
manusia mensikapi dan mengelola lingkungannya pada akhirnya
akan mewujudkan pola-pola peradaban dan kebudayaan.

1.3 Tujua Ilmu Sosial Budaya Dasar


Ilmu Sosial Budaya Dasar bertujuan untuk mengembangkan kesadaran
mahasiswa maupun manusia menguasai pengetahuan tentang
keanekaragaman dan kesederajatan manusia sebagai individu dan mahluk
sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Menumbuhkan sikap kritis, peka dan
arif dalam memahami keragaman kesederajatan manusia dengan landasan
nilai estetika, etika dan moral dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu
ISBD juga bertujuan untuk memberi landasan pengetahuan dan wawasan
yang luas serta keyakinan kepada mahasiswa maupun manusia sebagai bekal
bagi hidup bermasyarakat, selaku individu dan mahluk sosial yang beradab
dalam mempraktikkan pengetahuan akademik dan keahliannya.

2. PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA


2.1 Pengertian Perubahan Sosial dan Budaya

4
Perubahan sosial budaya adalah perubahan norma-norma sosial, pola-
pola sosial, interaksi sosial, pola perilaku, organisasi sosial, lembaga
kemasyarakatan, lapisan-lapisan masyarakat, serta susunan kekuasaan dan
wewenang. Perubahan sosial, dapat berlangsung dalam kurun waktu cepat
atau perlahan-lahan. Perubahan dalam masyarakat pada prinsipnya
merupakaan suatu proses yang terus menerus artinya setiap masyarakat pada
kenyataannya akan mengalami perubahan, akan tetapi perubahan antara
kelompok dengan kelompok lain tidak selalu sama serta banyak faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Terdapat penjelasan beberapa ahli mengenai
definisi perubahan sosial budaya yang terjadi di masyarakat, diantaranya
sebagai berikut.
a. Selo Soemardjan,  menurutnya perubahan sosial merupakan
perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi
sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap-sikap sosial, dan pola
perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Hal ini
dikarenakan sifat perubahan sosial yang berantai dan saling
berhubungan antara satu unsur dengan unsur kemasyarakatan
yang lainnya. (Mulyati, 2004:25)
b. Wilbert Moore, Dia mendefinisikan perubahan sosial sebagai
perubahan penting dari struktur sosial. Adapun yang dimaksud
dengan struktur sosial adalah pola perilaku dan interaksi sosial.
(dalam Robert H. Lauer,1993 : 4 )

c. Samuel Koening, Menurutnya, perubahan sosial menunjuk pada


modifikasi-modifikasi yang terjadi pada kehidupan masyarakat.
Samuel Koening (dalam simanjuntak1996:85) mengemukakan
pendapatnya bahwa perubahan kebudayaan menuju pada
modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.
Modifikasi tersebut terjadi karena faktor-faktor dari dalam
maupun pengaruh dari budaya luar. Ini menunjukkan bahwa
perubahan kebudayaan itu terjadi dengan adanya pola-pola, nilai-
nilai dan perilaku manusia dalam kehidupan masyarakat, hal ini

5
terjadi karena perubahan tersebut merupakan pengaruh faktor-
faktor dari dalam maupun dari luar masyarakat itu sendiri.
d. Roucek dan Warren, Roucek dan Warren mengungkapkan
bahwa perubahan sosial adalah perubahan dalam proses sosial
atau dalam struktur masyarakat.
e. Herkovis dan Bronuislaw, (dalam Simanjuntak, 1996:99)
menggemukakan bahwa perubahan sosial budaya masyarakat
adalah perubahan yang terjadi pada sistem ide yang dimiliki
bersama oleh warga masyarakat yang bersangkutan mencakup
hal–hal seperti norma–norma, nilai–nilai, dan teknologi. Pendapat
di atas dapat diuraikan bahwa kebudayaan dan masyarakat
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, hal ini
dapat disebabkan karena tidak ada masyarakat yang tidak
mempunyai kebudayaan, dan sebaliknya tidak ada kebudayaan
tanpa adanya suatu masyarakat. Dapat dijelaskan bahwa
perubahan sosial terjadi karena setiap individu – individu atau
kelompok memiliki ide atau gagasan yang menyebabkan
terjadinya perubahan sosial masyarakat meliputi; norma- norma
dan nilai-nilai di dalam lingkungan masyarakat.
f. Soedjono Dirdjosisworo, Beliau merumuskan definisi perubahan
sosial sebagai perubahan fundamental yang terjadi dalam struktur
sosial, sistem sosial, dan organisasi sosial.
g. William F. Ogburn mengungkapkan bahwa perubahan sosial
merupakan perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan
baik material atau imaterial yang menekankan adanya pengaruh
besar dari unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur
imaterial. 
h. Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-
perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
masyarakat. Kingsley Davis (dalam Simanjuntak 1996:84)
berpendapat bahwa perubahan sosial dengan perubahan
kebudayaan merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, ilmu

6
pengetahuan dan teknologi maupun aturan-aturan dalam
masyarakat. Hal ini disebabkan oleh perubahan sosial dan
perubahan kebudayaan yang terjadi dalam masyarakat. Hal itu
merupakan gejala-gejala yang normal, perubahan-perubahan itu
menjalar dengan cepat dari bagian masyarakat yang satu ke
masyarakat yang lain dalam suatu proses yang dikenal dengan
istilah globalisasi, munculnya globalisasi, ilmu pengetahuan dan
teknologi sangat mempengaruhi sosial budaya dalam masyarakat
yang mengakibatkan sosial budaya tersebut dapat berubah dengan
sendirinya.
i. Mac Iver mengatakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan-
perubahan yang terjadi dalam hubungan (social relation) atau
perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.
j. Gillin dan Gillin, menurutnya perubahan sosial adalah perubahan
yang terjadi sebagai suatu variasi dari cara hidup yang telah
diterima karena adanya perubahan kondisi geografi, kebudayaan
material, komposisi penduduk, ideologi, maupun adanya difusi
atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial adalah


perubahan yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat yang termasuk
perubahan sistem nilai dan norma sosial, sistem pelapisan sosial, struktur
sosial, proses sosial, pola dan tindakan sosial warga masyarakat, serta
lembaga-lembaga kemasyarakatan.

2.2 Faktor – Faktor Penyebab Perubahan Sosial Budaya


Penyebab terjadinya perubahan sosial budaya baik faktor yang berasal dari
luar (eksternal) maupun yang berasal dari dalam (internal). Menurut
Soerjono Soekanto, adanya faktor-faktor internal (dari dalam masyarakat)
dan eksternal (dari luar masyarakat) yang menyebabkan terjadinya
perubahan sosial dalam masyarakat.
1) Faktor Internal

7
Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam
masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini masyarakat dapat berupa
kolektif atau individual. Faktor-faktor internal yang menyebabkan
terjadinya perubahan sosial budaya adalah sebagai berikut :
a. Perubahan Jumlah Penduduk (Populasi)
Bertambah atau berkurangnya penduduk dalam suatu wilayah
menyebabkan terjadinya perubahan sosial baik di daerah tujuan
maupun di daerah yang ditinggalkan. Bertambahnya penduduk
pada suatu daerah mengakibatkan perubahan pada struktur
masyarakat terutama lembaga-lembaga kemasyarakatan. Hal ini
dapat dilihat dengan adanya perpindahan penduduk dari desa ke
kota-kota besar yang sering disebut urbanisasi. Akibat
urbanisasi terjadilah perubahan-perubahan dalam sistem sosial
masyarakat kota. Adanya urbanisasi mencetak pengangguran-
pengangguran baru yang mengakibatkan meningkatnya angka
kriminalitas. Situasi dan kondisi ini menjadikan kota-kota besar
menjadi tidak aman.
Sementara itu, berkurangnya penduduk sebagai akibat
urbanisasi menyebabkan terjadinya kekosongan pada daerah
yang ditinggalkan. Situasi ini mendorong perubahan pada
sistem pembagian kerja, sistem stratifikasi sosial, pola
pekerjaan, sistem perekonomian, dan lain-lain. Contohnya
berpindahnya para petani ke kota-kota besar menyebabkan
lahan pertanian menjadi tidak berfungsi. Tidak berfungsinya
lahan pertanian, tentu membawa dampak pada pola pembagian
kerja di setiap keluarga yang akhirnya mendorong perubahan
pada sistem perekonomian masyarakat secara keseluruhan.

b. Penemuan Baru (Inovasi)


Inovasi merupakan suatu proses sosial dan kebudayaan besar
yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.
Munculnya inovasi-inovasi baru merupakan tanda-tanda awal

8
terjadinya perubahan. Terjadinya penemuan-penemuan baru
dalam masyarakat melalui dua tahap penemuan yang dikenal
dengan istilah discovery dan invention.
Discovery adalah penemuan-penemuan baru dari suatu
unsur kebudayaan baru, baik berupa suatu alat yang baru,
ataupun berupa suatu ide baru yang diciptakan oleh seorang
individu ata serangkaian ciptaan dari individu-individu dalam
masyarakat yang bersangkutan. Sebagai contoh, ditemukannya
mobil yang didahului dibuatnya motor gas oleh S. Marcus.
Adapun discovery dapat berubah menjadi invention jika
masyarakat sudah mengakui, menerima, bahkan menerapkan
penemuan tersebut. Invention menunjuk pada upaya
menghasilkan suatu unsur-unsur kebudayaan lama yang telah
ada dalam masyarakat. Adanya mobil dari hasil penyempurnaan
motor gas sebagai alat transportasi merupakan salah satu wujud
invention.
Contoh lain yaitu ketika listrik ditemukan oleh Michael
Faraday (1791–1867) pada tahun 1821 dunia mengalami
banyak perubahan termasuk rangkaian penemuan
sesudahnya. Kombinasi dari pengetahuan dan penemuan listrik
kemudian banyak tercipta seperti alat alat penghasil tenaga
listrik, benda atau alat yang dapat menyalurkan listrik seperti
setrika listrik, kompor listrik, dan alat masak listrik. Suatu
penemuan baru menyebabkan perubahan dalam bidang-bidang
tertentu. Penemuan handphone dan internet adalah sebagian
kecil dari penemuan baru atau pembaharuan. Penemuan-
penemuan dan pembaharuan tersebut dapat menyebabkan
perubahan di bidang komunikasi, interaksi sosial, status sosial,
pola pikir, dan tindakan manusia.

c. Konflik dalam Masyarakat

9
Konflik atau pertentangan dalam masyarakat dapat mendorong
terjadinya perubahan sosial budaya. Konflik berakibat jatuhnya
korban jiwa dan harta bagi pihak yang bertikai. Konflik pernah
terjadi di berbagai daerah di Indonesia, baik yang vertikal
maupun horizontal. Misalnya yang terjadi di Pontianak,
Ambon, dan Poso.
Ratusan nyawa melayang, pengungsian terjadi secara
besar-besaran, dan situasi sosial politik menjadi mencekam.
Peristiwa ini menunjukkan betapa konflik mampu mendorong
perubahan sosial budaya.
d. Terjadinya Pemberontakan Dalam Masyarakat (Revolusi)
Terjadinya pemberontakan diawali dengan adanya
ketidakpuasan sebagian masyarakat. Ketidakpuasan ini
diarahkan pada sistem kekuasaan yang dianggapnya tidak
cocok sehingga mendorong untuk keluar dan membuat sistem
kekuasaan yang berbeda.
Rezim yang bertindak despotik atau lalim menimbulkan
ketidakadilan di masyarakat sehingga mendorong sebagian
masyarakat yang merasa tidak diuntungkan melakukan
pemberontakan. Situasi dan kondisi ini memunculkan revolusi
sebagai wujud dari pemberontakan. Adanya revolusi akan
membawa perubahan-perubahan besar dalam tubuh masyarakat.
Misalnya revolusi Mei tahun 1998 yang terjadi di Indonesia.
Perubahan besar terjadi di Indonesia baik perubahan kepala
negara, wakil kepala negara, struktur kabinet, sampai pada
perilaku warga masyarakat, yaitu menjadi lebih berani
mengkritisi cara kerja pemerintah.

2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar
masyarakat yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sosial.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah :

10
a. Lingkungan Alam yang Berubah (Bencana Alam)
Lingkungan alam berkaitan pula dengan perubahan penduduk,
ketika terjadi pertambahan penduduk maka semakin tinggi pula
tekanan terhadap alam. Oleh karena itu bisa terjadi perusakan
alam. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan,
manusia mengeringkan lahan pertanian untuk membangun
rumah. Akibatnya lahan pertanian menjadi sempit, serta banyak
petani yang kehilangan lahan untuk bertani dan terpaksa
bekerja sebagai buruh pabrik atau pekerjaan yang lainnya.
Perubahan lingkungan alam yang lain juga dapat terjadi seperti
terjadinya gempa bumi, gunung meletus, tsunami, musibah
banjir menjadikan kondisi alam fisik berubah. Berubahnya
kondisi alam memicu munculnya perubahan sosial budaya pada
masyarakat yang bersangkutan. Contoh terjadinya banjir di
Jakarta pada awal tahun 2008 mengakibatkan ribuan warga
harus mengungsi ke daerah yang aman. Di tempat pengungsian,
mereka harus beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya baik
lingkungan fisik maupun sosial. Kondisi ini mengakibatkan
perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan.

b. Peperangan
Terjadinya perang di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap
perubahan warga masyarakatnya. Perubahan itu dapat terjadi
pada cara berperilaku, berpikir ataupun kepribadian dari
mereka. Perang akan membawa perubahan besar dan kecil
dalam warga masyarakat yang terlibat perang.  Hal ini terutama
pada masyarakat yang kalah perang. Bangsa yang menang
perang akan memaksakan kebudayaannya kepada negara yang
kalah perang. 
Peperangan juga dapat menyebabkan perubahan sosial
budaya. Peperangan terjadi antara masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lain di luar batas-batas negara. Akibat

11
peperangan kehidupan masyarakat menjadi menderita, penuh
ketakutan dan kecemasan, harta benda menjadi hancur yang
akhirnya membawa kemiskinan. Negara yang menang dalam
peperangan akan memaksa negara yang kalah untuk menerima
kebudayaannya yang dianggap lebih tinggi sehingga struktur
masyarakat mengalami perubahan. Perubahan seperti ini
tampak pada perubahan-perubahan yang terjadi pada negara-
negara yang kalah dalam Perang Dunia II, seperti Jerman dan
Jepang. Jerman mengalami perubahan di bidang kenegaraan,
yaitu terpecahnya Jerman menjadi Jerman Barat dan Jerman
Timur. Sementara Jepang berubah dari negara agraris-militer
menjadi suatu negara industri.

c. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain


Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat
mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh
timbal balik. Hal ini berarti tiap-tiap masyarakat mempengaruhi
masyarakat lain, tetapi juga menerima pengaruh dari
masyarakat lain yang bersangkutan. Apabila hubungan tersebut
berlangsung melalui alat-alat komunikasi massa seperti radio,
televisi, film, majalah, dan surat kabar, terjadi kemungkinan
pengaruh hanya datang dari satu pihak, yaitu dari masyarakat
yang secara aktif menggunakan alat-alat komunikasi tersebut.
Sementara pihak lain hanya menerima pengaruh dan tidak
mempunyai kesempatan untuk memberikan pengaruhnya.
Hubungan pengaruh mempengaruhi dalam masyarakat baik
langsung maupun tidak langsung ini mampu memunculkan
perubahan sosial budaya. Dalam proses ini terjadi penyerapan
dan penyebaran yang akhirnya menghasilkan kebudayaan baru.
Contohnya kehidupan sosial pasangan yang berbeda
kewarganegaraan. Hubungan secara fisik yang sering mereka
lakukan menciptakan kebudayaan baru dalam gaya hidup,

12
perilaku, dan cara pandang. Selain itu, adanya majalah yang
berasal dari luar membawa perubahan pada gaya hidup anak
muda Indonesia.

3. TEORI – TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI – TEORI TENTANG


INTERAKSI SOSIAL
3.1 Teori – Teori Kebudayaan
a) Teori Evolusi
Evolusi kebudayaan bisa didefinisikan sebagai suatu perubahan atau
perkembangan kebudayaan, seperti perubahan dari bentuk sederhana
menjadi kompleks (Syaifudin, 2005 : 99 ). Perubahan itu biasanya
bersifat lambat laun, paradigma yang berkaitan dengan konsep evolusi
tersebut adalah evolusionalisme yang berarti cara pandang yang
menekankan perubahan lambat laun menjadi lebih baik atau lebih maju
dan dari sederhana ke kompleks. Teori evolusi menggambarkan bahwa
perubahan kebudayaan terjadi secara perlahan-lahan dan bertahap. Setiap
masyarakat mengalami proses evolusi yang berbeda – beda. Oleh karena
itu, masing – masing masyarakat menunjukkan kebudayaan yang
berbeda – beda. Salah satu masyarakat dikenal telah maju, sedangkan
masyarakat yang lain masih dianggap atau tergolong sebagai masyarakat
yang belum maju.

a. Teori Evolusi Kebudayaan Secara Universal


Bahan etnografi dan etnografika yang tersebut dalam Bab I
menimbulkan satu kesadaran diantara para cendekiawan dan para
ahli filsafat di Eopa Barat mengenai besarnya keanekaragaman
dari ciri – ciri ras, bahasa, dan kebudayaan umat manusia di
dunia. Disamping itu kerangka cara berpikir evolusionisme
universal tidak hanya diterapkan dalam ilmu biologi saja, tetapi
juga telah menyebabkan timbulnya konsepsi tentang proses
evolusi sosial secara universal. Konsep itu terutama dalam bagian
kedua abad ke-19 sangat mempengaruhi cara berfikir para

13
cendekiawan, para ahli hukum, para ahli sejarah kebudayaan,
para ahli folklor, dan para ahli filsafat mngenai beberapa soal,
misalnya soal asal – mula dan evolusi kelompok keluarga, asal –
mula dan evolusi konsep hak milik, asal – mula dan evolusi
negara, asal – mula dan evolusi religi dan sebagainya. Menurut
konsepsi tentang proses evolusi sosial universal, semua hal
tersebut harus dipandang dalam rangka masyarakat manusia yang
telah berkembang dengan lambat(berevolusi), dari tingkat –
tingkat yang rendah dan sederhana, ke tingkat – tingkat yang
makin lama makin tinggi dan kompleks. Proses evolusi seperti itu
akan dialami oleh semua masyarakat manusia dimuka bumi,
walaupun dengan kecepatan yang berbeda – beda. Itulah
sebabnya pada masakini masih ada juga kelompok – kelompok
manusia yang hidup dalam masyarakat yang bentuknya belum
banyak berubah dari sejak zaman mahluk manusia baru timbul
dimuka bumi, artinya mereka baru berada pada tingkat – tingkat
permulaan dari proses evolusi sosial mereka.

b. Konsep Evolusi Sosial Universal H.Spencer


Ahli filsafat Inggeris H. Spencer ( 1820 – 1903 ) dianggap
sebagai salah seorang pendekar ilmu antropologi, semua karya
Spencer berdasarkan konsepsi bahwa seluruh alam itu baik yang
berwujud nonorganis, organis, maupun superorganis,[1]
berevolusi karena di dorong oleh kekuatan mutlak yang
disebutnya evolusi universal ( Spencer 1876 : 1, 434 ). Spencer
melihat perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari tiap
bangsa di dunia itu telah atau akan melalui tingkat – tingkat
evolusi yang sama, namun ia tak mengabaikan fakta bahwa
secara khusus tiap bagian masyarakat atau sub – sub kebudayaan
bisa mengalami proses evolusi yang melalui tingkat yang berbeda
– beda. Suatu contoh misalnya teori Spencer mengenai asal mula
religi. Pangkal pendirian mengenai hal itu adalah bahwa pada

14
semua bangsa di dunia religi itu mulai karena manusia sadar dan
takut akan maut, serupa dengan pendirian ahli sejarah
kebudayaan E.B. Tylor.[2] Ia juga berpendirian bahwa bentuk
religi yang tertua adalah penyembahan kepada roh – roh yang
merupakan personifikasi dari jiwa orang – orang yang telah
meninggal, teutama nenek moyangnya. Bentuk religi yang tertua
ini pada semua bangsa di dunia akan berevolusi ke bentuk religi
yang menurut Spencer merupakan tingkat evolusi yang lebih
kompleks dan berdiferensiasi, yaitu penyembahan kepada dewa –
dewa. Namun, walaupun religi dari semua bangsa di dunia pada
garis besar evolusi universal akan berkembang dari tingkat
penyembahan roh nenek moyang ke tingkat penyembahan dewa –
dewa, secara khusus tiap bangsa dapat mengalami proses evolusi
yang berbeda – beda.

c. Teori Evolusi Kebudayaan L.H.Morgan


Lewis H. Mogan (1818-1881) mula – mula adalah seorang ahli
hukum yang lama tinggal di suku Indian Iroquois di daerarah Ulu
Sungai St. Lawrence dan di sebelah selatan danau – danau besar
Ontario dan Erie ( negara bagian New York ) sebagai pengacara
bagi orang – orang Indian dalam soal – soal mengeni tanah.
Dengan demikian ia mendapat pengetahuan tentang kebudayan
orang – orang Indian. Karangan etnografinya yang pertama terbit
dalam tuhun 1851, berjudul League of the Ho-de-no-Sau-nie or
Iroquois. Karangan-karangan nya tentang orang Iroquois
terutama terpusat kepada soal – soal susunan kemasyarakatan dan
sistem kekerabatan, dalam hal ini Mogan telah memberikan
sumbangan yang besar kepada ilmu antropologi pada umumnya.
Dalam memperhatikan sistem kekerabatan itu Morgan
mendapatkan suatu cara untuk mengupas sistem kekerabatan dari
semua suku bangsa di dunia yang jumlahnya beribu – ribu itu,
yang masing – masing sangat berbeda bentuknya. Cara itu

15
didasarkan pada gejala kesejajaran yang seringkali ada diantara
sistem istilah kekerabatan ( system of kinship terminilogy ) dan
kekerabatan (kiship system). Menurut Morgan, masyarakat dari
semua bangsa di dunia sudah atau masih akan menyelesaikan
proses evolusi melalui delapan tingkat evolusi sebagai berikut :
Zaman Liar Tua, Zaman Liar Madya, Zaman Liar Muda, Zaman
Barbar Tua, Zaman Barbar Madya, Zaman Barbar Muda, Zaman
peradaban purba dan zaman peradaban masakini.

b) Teori Difusi Kebudayaan


Teori difusi kebudayaan dimaknai sebagai persebaran kebudayaan yang
disebabkan adanya migrasi manusia. Perpindahan dari satu tempat ke
tempat lain, akan menularkan budaya tertentu. Hal ini akan semakian
tampak dan jelas kalau perpindahan manusia itu secara kelompok dan
atau besar-besaran, di kemudian hari akan menimbulkan difusi budaya
yang luar biasa. Setiap ada persebaran kebudayaan, di situlah terjadi
penggabungan dua kebudayaan atau lebih. Akibat pengaruh kemajuan
teknologi-komunikasi, juga akan mempengaruhi terjadinya difusi
budaya. Keadaan ini memungkinkan kebudayaan semakin kompleks dan
bersifat multikultural. Dengan adanya penelitian difusi, maka akan
terungkap segala bentuk kontak dan persebaran budaya sampai ke
wilayah yang kecil-kecil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kontribusi pengkajian difusi terhadap kebudayaan manusia bukan pada
aspek historis budaya tersebut, melainkan pada letak geografi budaya
dalam kewilayahan dunia.
Seperti telah disebutkan pada paparan mengenai lanjutan teori
evolusi sepeninggal Tylor dan Morgan bahwa teori evolusi mendapat dua
jenis kritikan yang salah satunya menentang keras pandangan teori
tersebut. Ide awal adanya teori difusi kebudayaan ini dilontarkan pertama
kali oleh G. Elliot Smith (1871-1937) dan WJ. Perry (1887-1949), dua
orang ahli antropologi asal Inggris. Setelah membaca dan mempelajari
banyak catatan sejarah serta benda-benda arkeologis mengenai

16
kebudayaan-kebudayaan besar yang pernah ada di muka bumi, kedua
tokoh ini sampai pada suatu tekad untuk mengajukan sebuah teori yang
mereka namakan Heliolithic Theory. Menurut keduanya, berdasarkan
teori yang mereka ajukan ini, peradaban-peradaban besar yang pernah
ada di masa lampau merupakan hasil persebaran yang berasal dari Mesir.
Hal ini karena berdasarkan kajian keduanya, pernah terjadi suatu
peristiwa difusi yang sangat besar di masa lampau yang berpusat di
Mesir. Persebaran dari titik utama di Mesir ini kemudian bergerak ke
arah timur yang meliputi daerah-daerah terjauh seperti India, Indonesia
dan Polinesia hingga mencapai Amerika. Orang-orang Mesir yang
disebut dengan ‘putra-putra dewa matahari’ ini melakukan perpindahan
dengan cara menyebar ke berbagai tempat tersebut dalam usaha mereka
untuk mencari logam mulia dan batu mulia seperti emas, perak dan
permata.
Sebagai pendekatan yang datang setelah teori evolusi
dikemukakan oleh para penganjurnya, pada awalnya teori difusi tidak
dipertentangkan dengan teori yang munculnya sebelumnya tersebut. Hal
ini karena tokoh-tokoh teori evolusi, Tylor dan Morgan, pada dasarnya
tidak menafikan adanya kenyataan bahwa kebudayaan manusia tersebut
dapat menyebar dan dapat menyebabkan beragam perubahan akibat
penyebaran tersebut. Akan tetapi, keberadaan teori difusi kebudayaan
sebagai penentangan terhadap teori evolusi yang muncul sebelumnya
baru mengemuka dan mencuat ke permukaan setelah kedatangan Franz
Boas bersama para muridnya. Setelah masuknya tokoh antropolog asal
Amerika ini barulah terjadi perselisihan dan mencuatnya beragam
kritikan yang dialamatkan oleh para pengusung teori difusi terhadap teori
evolusi.
Franz Boas pada dasarnya adalah seorang ahli geografi yang 
hidup antara tahun 1858-1942 dan berasal dari Jerman. Tokoh yang
dianggap pendekar ilmu antropologi Amerika ini banyak melakukan
ekspedisi ke wilayah-wilayah pedalaman Amerika dan mengumpulkan
bahan-bahan etnografi yang digunakannya untuk menyusun beragam

17
karangannya mengenai kebudayaan. Untuk menguatkan pandangan-
pandangannya mengenai kebudayaan, Boas menyatakan bahwa
penelitian difusi kebudayaan harus diarahkan hanya pada daerah-daerah
tertentu saja dan apa yang mengemuka dalam komunitas kebudayaan
tertentu tersebut harus diperhatikan secara seksama dan seteliti
mungkin. Model Boas ini kemudian dikenal dengan nama
‘partikularisme historis’ dimana di dalamnya telah melahirkan konsep-
konsep baru mengenai kajian kebudayaan, seperti kulturkreis atau daerah
atau lingkungan dan kulturschichten atau lapisan kebudayaan. Dalam
kajian kebudayaan ala difusi Boas ini, unsur-unsur persamaan yang
dimiliki oleh sebuah kebudayaan sangat diperhatikan secara cermat
untuk kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kategori yang disebutkan
dengan dua istilah yang dikemukakan di atas. Dengan cara seperti ini
maka akan diketahui unsur-unsur kebudayaan yang ada dalam beragam
kebudayaan dunia.
Para penerus gagasan difusi kebudayaan yang dikemukakan oleh
Boas kemudian dilanjutkan oleh para muridnya yang banyak berada di
Amerika. Salah satu muridnya yang terkenal dan terus menyebarkan
gagasan Boas adalah Clark Wissler (1870-1947) yang berpendidikan
formal sebagai seorang ahli psikologi dan bekerja di Museum of Natural
History. Sepeninggal Boas, Wissler mengajukan suatu konsep baru
sebagai lanjutan atau pengembangan dari pemikiran gurunya mengenai
difusi kebudayaan. Konsep tersebut adalah culture area yang merupakan
pembagian dari kebudayaan-kebudayaan Indian di Amerika ke dalam
daerah-daerah yang merupakan kesatuan mengenai corak kebudayaan-
kebudayaan di dalamnya. Hal ini dilakukannya karena Wissler ingin
mengklasifikasikan beragam peninggalan budaya dari aneka ragam suku
yang ada di pedalaman Amerika hasil dari perjalanan antropologis yang
dilakukannya. Dengan menerapkan konsepnya yang baru tersebut, maka
beragam peninggalan antropologis dari suku-suku Indian tersebut dapat
dikelompokkan dalam tempat-tempatnya yang sesuai. Dari implementasi
konsep ini terhadap beragam peninggalan budaya tersebut, Wissler

18
berhasil menggolongkan puluhan kebudayaan yang berbeda-beda ke
dalam satu golongan berdasarkan pada persamaan sejumlah ciri yang
sangat mencolok dalam kebudayaan-kebudayaan tersebut.
Penerus selenjutnya dari gagasan difusi kebudayaan Boas adalah
AL Kroeber (1876-1960) yang merupakan doktor hasil bimbingan tokoh
penentang utama teori evolusi ini. Seperti halnya Boas, Kroeber juga
sangat mementingkan penelitian lapangan secara komprehensif yang
berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Apa yang ia dapatkan
selama dalam bimbingan Boas, Kroeber menerapkannya pula kepada
para muridnya dengan mewajibkan mereka untuk melakukan penelitian
lapangan paling tidak selama setahun. Dalam melakukan penelitiannya,
para muridnya diharuskan mengetahui dan memahami apa yang ada
dalam masyarakat tempat mereka melakukan penelitian, seperti mampu
menggunakan bahasa yang masyarakat tersebut gunakan dan
mengumpulkan beragam bahan yang berhubungan dengan masyarakat
tersebut.
c) Teori Struktural Fungsionalisme
Struktural – fungsionalisme lahir sebagai reaksi terhadap teori
evolusionari .Jika tujuan dari kajian – kajian evolusionari adalah untuk
membangun tingkat – tingkat perkembangan budaya manusia , maka
tujuan dari kajian-kajian structural – fungsionalisme adalah untuk
membangun suatu system social , atau sruktur social, melalu pengajian
terhadap pola hubungan yang berfungsi antar individu individu , antara
kelompok kelompok , atau antara instuisi instuisi social didalam suatu
masyarakat , pada suatu kurun masa tertentu .Jadi pendektan evolusionari
lebih bersifat historis dan diakronis , sedangkan pendekatan structural-
fungsional lebih bersifat statis dan sinkronis , Struktural – fungsional
adalah penggabungan dari dua pendekatan , yang bermula dari pendektan
fungsional Durkheim , kemudian digabungkan dengan pendekatan
structural R-B ,Karena itu untuk memahami pendekatan structural –
fungsional , orang harus melihat dulu sejarah perkembangan pendekatan
nasional.

19
Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan ‘struktural
fungsional’ merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem
umum di mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam
khususnya ilmu biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara
mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Fungsionalisme
struktural atau ‘analisa sistem’ pada prinsipnya berkisar pada beberapa
konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep
struktur.
Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas
dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat
sebagai sebuah struktur dengan bagianbagian yang saling berhubungan.
Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal
fungsi dari elemen-lemen konstituennya; terutama norma, adat, tradisi
dan institusi.

Teori Struktural fungsional Redcliffe- Brown


Arthur Reginald Radcliffe –Brown adalah seorang ahli antroipologi
social yang mendasarkan teorinya mengenai perilaku manusia pada
konsep fungsionalisme .Radcliffe-Brown merasa bahwa berbagai aspek
perilaku social , bukanlah berkembang untuk memuaskan kebutuhan
Individual , justru timbul untuk mempertahankan struktur social
masyarakat . Struktur social dari suatu masyarakat adalh seluruh jaringan
dari hubungan hubungan social yang ada . Satu contoh kongret dari
pendektan yang bersifat structural – fungsional dari Radcliffe – Brown
adalah analisisnya tentang cara penanggulanganya mengenai ketegangan
yang cenderung timbul di antara orang orang yang telah terikat oleh
perkawinan , di masyarakat tertentu.

Teori structural – fungsional Talcott Parsons


Perspektif structural fungsional Parsons , berkaitan pula dengan
tujuan untuk mewujudkan keutuhan suatu struktur social masyarakat ,
seperti hal nya perspektif structural fungsional Radcliffe-Brown .Berkait

20
dengan ini Parsons mengemukakan bahwa 1). Masyarakat adalah suatu
sitem yang secara keseluruhan terdiri dari bagian bagian yang saling
bergantung ,2). Keseluruhan atau system yang utuh itu menentukan
bagian bagian . Artinya bagian yang satu tak bisa dipahami secara
terpisah kecuali dengna memperhatikan hubungannya dengan system
keseluruhannya yang lebih luas dimana bagian bagian menjadi unsurnya.
Bagian bagian tersebut seperti nilai kultural, pranata hukum , pola
organisasi kekeluargaan ,pranata politik dan organisasi ekonomi
teknologi ,3). Bagian bagian yang harus dipahami dalam kaitannya
dengan fungsinya terhadap keseimbangan system keseluruhan sebagai
satu system terdapat hubungan fungsional. 4). Premis terpenting untuk
maksud ini adalah logika.
Teori fungsionalisme adalah teori dominan dalam antropologi. Teori
ini memandang budaya sebagai satu kesatuan, dan mencoba untuk
menjelaskan bagaimana hubungan antara bagian-bagian masyarakat yang
tercipta dan bagaimana bagian ini fungsional (bermakan memiliki
konsekuensi yang menguntungkan pada individu dan masyarakat) dan
disfungsional (bermakna memiliki konsekuensi yang negatif). Teori ini
memandang masyarakat sebagai sistem yang kompleks yang mana
bagian tersebut bekerja bersama untuk mempromosikan solidaritas dan
stabilitas diri masing masing .Ini menandakan bahwa kehidupan sosia
kita dituntun berdasar pada struktur sosial, yang pola perilaku sosialnya
secara relatif stabil.
d) Teori Fungsionalisme
Secara harfiah arti dasar kata “Fungsi” adalah aktivitas atau kerja yang
berdekatan dengan kata “guna”. Kata “fungsi” ternyata mengalamai
perkembangan, sehingga dalam konteks yang berbeda akan berbeda pula
penegrtiannya. Pengertian kata “fungsi” dalam disiplin tentunya akan
berbeda dengan konteks sehari-hari. Dalam sosiologi, fungsi itu
disamakan dengan sumbangan dalam artian positif (J.van Ball, 1988:53).
Juga dalam ruang lingkup penyelidikan mengenai organisasi sosial
meliputi struktur dan fungsi dari kelompok. Adapun fungsi tersebut

21
dapat dibagi dalam dua bagian: fungsi yang berhubungan antara
kelompok dengan kelompok dan fungsi yang bermacam-macam dari
pada kelompok itu adalah pranata-pranata sosial (Harsojo, 1976:243-
244).
Pada tahap awal perkembangannya, ilmu antropologi berusaha
mengemukakan pemahaman tentang manusia melalui paham evolusi,
khususnya mengenahi evolusi fisiknya. Oleh karena manusia itu
makhluk yang berbudaya, maka ilmu antropologi juga memberikan
perhatian tentang evolusi kebudayaan manusia. Dari perhatian itu
kemudian teori-teori tentang evolusi atau perkembangan kebudayaan
manusia, khususnya mengenahi teori evolusi kebudayaan ini, tampak
memberi kesan bahwa perjalanan perkembangan yang sama pada setiap
kebudayaan dimanapun kebudayaan itu ada. Gagasan yang demikian
mendapat tantangan yang cukup tajam, yang kemudian melahirkan aliran
yang disebut difusionalisme. Aliran ini mengemukakan bahwa
perkembanagan kebudayaan manusia tidak mengikuti jalur yang sama,
tetapi setiap masyarakat potensial untuk menciptakan dan
mengembangkan kebudayaannya sendiri secara khusus, yang
kemungkinannya berbeda dengan apa yang terjadi pada masyarakat lain
(Koentjaraningrat, 1987:110:111).
Teori ini menemukan kepada dari mana suatu unsur kebudayaan
itu muncul dan berkembang. Dalam perkembangan di kemudian hari,
kedua teori (evolusi dan devusi) di atas dipandang tidak memberi
kejelasan pemahaman, khususnya oleh para tokoh yang menghubungkan
masalah-masalah kebudayaan itu dengan masalah-masalah sosial.
Mereka itu kemudian dianggap sebagai pencetus antropologi sosial
inggris, yakni Bronislaw K. Malinowski (1884:1942) dan AR. Radcliffe
Brown (1884-1955). Kedua teori di atas dianggap lemah, terutama
metode penelitiannya yang sangat kurang, bahkan tidak tepat. Keduanya
lebih merupakan rekaan imajiner dan bukan merupakan hasil penelitian
empiris. Akhirnya kedua teori tersebut mendapat tanggapan yang sinis

22
dan mendapat julukan sebagai armachair anthropologist (antropologi
belakang meja).
Bronislaw K. Malinowski mengajukan sebuah orientasi teori
yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi
bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana
unsur itu terdapat. Dengan kata lain pandangan fungsionalisme terhadap
kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah
menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian
dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi
mendasar dalam kebudayaan bersangkutan. Menurut Malinowski, fungsi
dari suatu unsur kebudayaan adalah kemampuannya untuk memenuhi
kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari pada warga suatu
masyarakat (T.O.Ihroni, 1986:59). Menurut Bronislaw K. Malinowski
bahwa untuk memperoleh pemahaman yang aktual, peneliti harus terjun
langsung ke lapangan ke masyarakat yang menjadi objek penelitian.
Dengan cara yang demikian akan terlihat suatu yang sungguh-sungguh
nyata, aktual, dan dapat mengorek hal-hal yang kadang-kadang hal yang
tidak tampak oleh penglihatan peneliti. Aliran atau faham yang
menentang cara kerja antropologi belakang meja ini kemudian dikenal
dengan aliran atau faham fungsionalisme, dengan tokohnya Bronislaw K.
Malinowski dan A.R.Radcliffe Brown, dan secara kebetulan aliran ini
muncul dan berkembang di Inggris atau British Antropology.
Antropologi Inggris ini sangat menaruh minat pada masalah-masalah
sosial, khususnya di Inggris. Dalam perkembangan selanjutnya kedua
tokoh tersebut lebih dikenal sebagai pencetus dan pengajur teori
fungsionalisme. Secara singkat dapat dikemukakan, asumsi-asumsi dasar
teori fungsi dalam ilmu antropologi kurang lebih adalah sebagai berikut :
1) Suatu kesatuan sosial dan budaya adalah salah satu sistem tersendiri
yang terdiri dari unsur-unsur bagian-bagiannya;
2) Setiap unsur atau bagian tidak berdiri sendiri, tetapi saling
bergantung;
3) Setiap unsur atau bagian ini ada karena memang dibutuhkan;

23
4) Keadaan saling bergantung atau berkait itu bukan terjadi secara
kebetulan, tetapi kehadiran keseluruhan berorientasi pada
kelagsungan hidup sistem tersebut secara totalitas;
5) Perubahan pada suatu unsur atau bagian dapat berakibat perubahan
atau berpengaruh pada keberadaan atau bagian-bagian yang lain
(Harsojo, 1966:72).
Dengan asumsi-asumsi dasar tersebut, mereka berusaha mengenali
ciri-ciri sistematik suatu kesatuan sosial budaya yang menjadi
perhatiannya. Kecuali itu dengan asumsiasumsi dasar tersebut peneliti
fungsional juga berusaha untuk mengungkapkan bagaimana suatu sistem
bekerja dan hidup. Dengan demikian sesungguhnya masalah yang akan
diungkap bukan hanya tentang “apa”, tetapi yang lebih ditekankan adalah
“mengapa” dan “bagaimana” serta untuk “apa”. Mengapa unsur-unsur
atau intuisi-intuisi itu saling berhubungan, dan bagaimana bentuk
keberhubungan itu. Kecuali itu peneliti juga dituntut untuk mencari tahu
“untuk apa” semua unsur itu ada dalam kaitannya dengan sistem yang
bersangkutan.
Teori fungsionalisme mempunyai pendirian bahwa segala aktivitas
kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari
sebuh kebutuhan naluri manusia yang berhubungan dengan keseluruhan
kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur
kebudayaan misalnya, terjadi karena mula-mula manusia ingin
memuaskan kebutuhan nalurinya akan keindahan (Koentjaraningrat,
1980: 171). Sebagai contoh, jika seorang peneliti ingin mengungkapkan
kesenian yang terdapat dalam masyarakat tertentu, kecuali akan
mendiskripsikan bagaimana kesenian tersebut, juga harus dapat
mengemukakan alasan mengapa kesenian tersebut diadakan atau
diciptakan. Dengan kata lain mempertanyakan fungsi. Fungsi tersebut
akan transparan dalam kaitanya dengan unsur-unsur budaya atau intuisi
dalam masyarakat yang bersangkutan. Diantara berbagai unsur atau
aspek kehidupan yang saling berkaitan dengan kesenian tadi, harus
diketahui pula dengan unsur apa saja secara kuat terkait, sehingga pada

24
akhirnya jawaban apa fungsi suatu kesenian itu diciptakan oleh
masyarakat yang bersangkutan. Dalam rangka memahami tentang
“mengapa” atau “untuk apa” atau makna suatu kesenian dalam
masyarakat, Bronislow K. Malinowski menganjurkan kegiatan yang
harus dilakukan oleh peneliti antara lain :
1) peneliti harus terjun langsung ke lapangan objek;
2) bahasa masyarakat yang bersangkutan harus benar-benar dipahami
atau dikuasai;
3) peneliti harus melakukan partisipasi, tetati tetap berlaku sebagai
peneliti dan bukan hanyut menyatu dengan masyarakat;
4) peneliti harus melakukan observasi secara cermat, terlebih
terhadap setiap unsur budaya atau intuisi yang ada di dalam masyarakat
tersebut saling berkaitan;
5) melalui partisipasi dan kecermatan observasi, peneliti harus
memperhatikkan hal-hal yang ada dibalik yang tak nyata. Dalam hal ini
peneliti diharapkan dapat mengungkapkan makna atau motivasi-motivasi
dalam masyarakat (J. Van Baal, 1988: 50-51).
Dalam ilmu antropologi, fungsionalisme merupakan suatu teori,
tetapi juga metode pendekatan yang sangat popular, khususnya terdapat
penelitian-penelitian etnografis. Hal penting yang layak menjadi
perhatian, bahwa teori dan pendekatan ini memang penelitian sebagai
suatu kesatuan yang bulat dan tak terpisah-pisahkan, dengan kata lain
terintregrasi. Di dalam kesatuan yang bulat itu terdapat bagian-bagian
atau unsur-unsur yang saling berkaitan atau bahkan secara ekstrim dapat
dikatakan saling bergantung ungsur satu dengan yang lain. Dalam teori
dan pendekatan ini peneliti dituntut untuk menggali ciri-ciri sistematik
kebudayaan, sehingga dapat menjelaskan sebagai unsur-unsur atau
intuisi-intuisi dan struktur-struktur dari masyarakat (objek) yang saling
berkaitan dan akhirnya berbentuk suatu sistem fungsionalisme.

3.2 Teori – Teori Interaksi Sosial

25
Teori interaksi sosial melihat pola tindakan dan reaksi individu dalam
menanggapi orang lain. Hal tersebut dilandasi dari fokus sosiologi yaitu
gagasan bahwa manusia berperilaku berbeda ketika berada dalam kelompok.
Ketika manusia sendirian, manusia berperilaku berbeda dari pada saat berada
di sekitar orang lain. Pada kelompok sosial, memiliki serangkaian perilaku
dan sikap unik tersendiri. Menurut teori interaksi sosial, perilaku sosial
masyarakat ditentukan oleh tekanan sosial yang dihadapi. Artinya, perilaku
diciptakan salah satunya sebagai respon terhadap lingkungan sekitar,
khususnya kelompok sosial. Cara manusia berinteraksi dalam masyarakat
dapat menentukan perilaku manusia tersebut. Georg Simmel, sosiolog dan
filsuf Jerman, menyatakan masyarakat muncul di mana sejumlah orang
melakukan interaksi dan membentuk kesatuan baik sementara maupun
permanen.
Sosiasi berasal dari bahasa Jerman Vergesellschaftung. Secara harafiah
berarti proses di mana masyarakat itu terjadi. Menurut Simmel, masyarakat
dapat terbentuk karena adanya interaksi, bukan adanya kelompok orang yang
hanya diam. Melalui interaksi timbal balik, individu saling berhubungan dan
saling memengaruhi dan masyarakat muncul. Jika individu-individu saling
berhubungan dan saling memengaruhi, maka terbentuklah suatu masyarakat.
Hubert Bonner dalam Social Psychology (1953) menjelaskan interaksi sosial
adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu. Perilaku individu yang
satu memengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang
lain, atau sebaliknya. Menurut John Lewis Gillin dan John Philip Gillin
dalam Cultural Sociology, a Revision of An Introduction to Sociology
(1954), interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok
manusia maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.
Sedangkan Kimball Young dan Raymond, W. Mack dalam Sociology and
Social Life (1954) menerangkan interaksi sosial adalah kunci dari semua
kehidupan sosial, tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan
bersama. Soerjono Soekanto dalam Sosiologi: Suatu Pengantar (1994),
menjelaskan interaksi sosial adalah sebuah proses sosial yang mempunyai

26
hubungan dengan berbagai cara berhubungan. Baik sesama individu maupun
kelompok tertentu, yang bertujuan untuk membangun sistem dalam sebuah
hubungan sosial.
Adapun teori-teori yang terkait dengan Interaksi sosial adalah sebagai
berikut.
a) Teori Interaksionisme Simbolik
Teori Interaksionisme Simbolik dikemukakan oleh George Herbert
Mead. Menurut pendapat Mead, interaksi sosial terjadi karena
penggunaan simbol-simbol yang memiliki makna. Simbol tersebut
menciptakan makna yang dapat memicu adanya interaksi sosial antar
individu. Contoh interaksionisme simbolik dalam aktivitas sehari-hari
yaitu ketika kita sedang melakukan aktivitas berbelanja di mana terdapat
pelayan yang menawarkan berbagai produk. Oleh karena itu dalam hal
ini kita akan menempatkan diri sebagai seorang konsumen.
Interaksionisme simbolik pada contoh ini memberikan makna atas suatu
peran dan juga aktivitas pada setiap individu.

Dalam pengertian lain, teori Interaksionisme Simbolik merupakan teori


yang memiliki asumsi bahwa manusia membentuk makna melalui proses
komunikasi. Teori interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep
diri dan persepsi yang dimiliki iindividu berdasarkan interaksi dengan
individu lain.

Menurut Herbert Blumer, terdapat tiga asumsi dari teori ini :

1) Manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan orang lain


kepada mereka.

2) Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia.

3) Makna dimodifikasi melalui interpretasi.

Sedangkan menurut La Rossan, asumsi dalam teori ini adalah :

1) Interaksi antar individu dapat mengembangkan konsep diri


seseorang.

27
2) Konsep diri memberikan motif yang penting untuk perilaku
seseoang.

b) Teori Dramaturgi
Teori Dramaturgi adalah “teori yang menjelaskan bahwa interaksi sosial
dimaknai sama dengan pertunjukan teater atau drama di atas panggung.
Manusia adalah actor yang berusaha untuk menggabungkan
kartakteristik personal dan tujuan kepada orang lain, melalui pertunjukan
dramanya sendiri( Widodo, 2010:167). Untuk mencapai tujuan manusia
akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya.
Identitas manusia tidak stabil dan indentitas merupakan bagian dari
kejiwaan psikhologi mandiri. Identitas dapat berubah tergantung
interaksi dengan orang lain. Menurut Ritzer pertunjukan darama seorang
aktor drama kehidupannya juga harus mempersiapkan kelengkapan
pertunjukan, antara lain setting, kostum, penggunaan kata (dialog)
tindakan non verbal lain. Tujuannya untuk meningkatkan kesan yang
baik pada lawan interaksi dan meluluskan jalan mencapai tujuan.
Teori Dramaturgi dikonsepsikan oleh Erving Goffman. Menurut
Goffman, interaksi sosial seperti suatu pertunjukan seni. Sebab, dalam
interaksi sosial ada dua jenis kehidupan, yaitu backstage (belakang
panggung) dan juga frontstage (depan panggung). Teori Goffman
menggambarkan kehidupan manusia yang memiliki perbedaan pola
interaksi yang tergantung pada situasi dan kondisi. Dalam kehidupan
sehari-hari, dramaturgi dalam interaksi sosial terlihat seperti dalam
kehidupan seorang Ayah. Saat bekerja, seorang ayah mungkin akan
menjadi seorang bos yang akan bersikap tegas kepada bawahannya di
perusahaan. Sebaliknya, saat di rumah dan menjadi figur ayah, sosok itu
mungkin akan lebih ramah dan bersahabat kepada anak-anaknya.
Dramaturgi yang dicetuskan Goffman merupakan pendalaman
konsep interaksi sosial, yang lahir sebagai aplikasi atas ide-ide individual
yang baru dari peristiwa evaluasi sosial ke dalam masyarakat
kontemporer. Berikut beberpa pendapat kalangan interaksi simbolik yang
dapat menjadi pedoman pemahaman ( Widodo, 2010:168) :

28
1) Manusia berbeda dari binatang, manusia ditopang oleh
kemampuan berpikir.
2) Kemampuan berpikir dibentuk melalui interaksi sosial.
3) Dalam interaksi social orang mempelajari makna dan symbol.
4) Makna dan symbol memungkinkan orang melakukan
tindakan dan interaksi khas manusia.
5) Orang mampu mengubah makna dan symbol yang mereka
gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan tafsir
mereka terhadap situasi.

Teori Dramaturgi merupakan dampak atas fenomena, atau sebuah


reaksi terhadap meningkatnya konflik social dan konflik rasial, dampak
represif birokrasi dan industrialisasi. Teori sebelumnya menekankan
pada kelompok atau struktur social, sedang teori Goffman menekankan
sosiologi pada individu sebagai analisis, khusunya pada aspek interaski
tatap muka. Sehingga fenomena melahirkan dramaturgi.

Dramaturgi Goffman berada diantara “ interaksi sosial dan


fenomenologi”. Interaksi sosial menyangkut penafsiran makna baik
individu kelompok. Masyarakat adalah sistem proses penafsiran pesan.
Interaksi simbolis mengandung inti dasar pemikiran umum tentang
komunikasi da n msyarakat. Esensi interaksi simbolis adalah suatu
aktifitas yang merupakan cirri khas manusia, yaitu komunikasi atau
pertukaran symbol yang diberi makna. Interaksi manusia menggunakan
symbol, caranya yaitu mempresentasikan apa yang mereka maksudkan
untuk berkomunikasi. Perhatian Goffman adalah Ketertiban interaksi
(interaction order) yaag meliputi : struktur, proses dan produk interaksi
social. Ketertiban interaksi muncul untuk memenuhi kebutuhan akan
pemeliharaan keutuhan diri. Goffman adalah Diri (Self) Teori Goffman
adalah Teori Diri ala Goffman. Menurutnya diri kita dihadapkan pada
tuntutan untuk tidak ragu-ragu melakukan apa yang diharapkan diri kita.
Teori Goffman memusatkan perhatinnya pada kehidupan social sebagai
serangkaian pertunjukan.

29
Pemikiran Goffman berawal dari ketegangan yang terjadi antara
“I dan Me” (gagasan Mead). Ada kesenjangan antara diri kita dan diri
kita yang tersosioalisasi. Konsep “I” merujuk pada apa adanya dan
konsep “me” merujuk pada diri orang lain. Ketegangan berasal dari
perbedaan antara harapan orang terhadap apa yang mesti kita harapkan.
Menurut Goffman orang harus memainkan peran mereka ketika
melakukan interaksi social. Sebagai drama perhatian utama pada
interaksi social.

Fokus pendekatan dramaturgi adalah bukan apa yang orang


lakukan, atau mereka melakukan tetapi bagaimana mereka
melakukannya. Menurut Burke perilaku manusia harus bersandar pada
tindakan. Tindakan sebagai konsep dasar dalam drama. Burke
membedakan antara aksi dan gerakan. Aksi adalah tingkah laku yang
disengaja dan mempunyai maksud, Sedang gerakan adalah perilaku yang
mengandung makna dan tidak bertujuan. Dramaturgi menekankan
dimensi ekspresif aktivitas manusia. Karena perilaku ekspresif maka
perilaku manusia bersifat dramatic.
Pendekatan Dramaturgi Goffman adalah pandangan bahwa ketika
manusia berinteraksi ia ingin mengelola pesan yang ia harapkan tumbuh
pada orang lain. Manusia sebagai actor yang sedang memainkan peran.
Dalam drama aksi dipandang sebagai perform, penggunaan
symbolsimbol untuk menghadirkan sebuah cerita. Sebuah performa arti
dan aksi dihasilkan dalam adegan konteks sosiokultural.
Teori dramaturgi tidak lepas dari pengaruh Cooley tentang the
looking glass self, yang terdiri tiga komponen; Pertama: kita
mengembangkan bagaimana kita tanpil bagai orang lain. Kedua: kita
membayangkan bagaimana penilaian mereka atas penampilan kita.
Ketiga : kita mengembangkan perasaan diri, seprti malu, bangga, sebagai
akibat mengembangkan penilaian orang lain. Lewat imajinasi kita
mempersepsikannya. Peran adalah suatu ekspektasi yang didefinisikan
secara social yang dimainkan seseorang. Fokusnya adalah diri kita
tersituasikan secara social yang berkembang dan mengatur interaksi

30
spesifik. Diri adalah ahsil kerjasama, yang harus diproduksi baru dalam
setiap interaksi social. Menurut Goffman orang berinteraksi adalah ingin
menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain, yang
disebut sebagai penegeloalan pesan.
Kehidupan menurut teori dramaturgi adalah ibarat teater,
interaksi social yang mirip pertunjukan drama, yang menampilkan peran.
Dalam memainkan peran menggunakan bahasa verbal dan perilaku non
verbal dan mengenakan atribut tertentu. Menurut Goffman kehidupan
social dibagi menjadi wilayah depan” (front region) yang merujuk
peristiwa social bahwa individu bergaya menampilkan perannya dan
wilayah belakang (back region) yang merujuk tempat dan peristiwa yang
memungkinkanmempersiapkan perannya di wilayah depan. Panggung
depan dibagi menjadi dua yaitu ; front pribadi (personal front) dan
setting atas alat perlengkapan. Seperti dokter mengenakan jas dokter
dengan stateschopnya yang menggantung di lehernya. Personal front
mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh sang aktor. Ciri yang relative
tetap adalah fisik . Sedang “setting merupakan situasi fisik yang harus
ada ketika actor melakukan pertunjukan, seperti dokter bedah
memerlukan ruang operasi, Sopir memerlukan kendaraan( Widodo,
2010:175).
Goffman mengakui bahwa panggung depan adalah anasir
structural artinya terlembagakan atau mewakili kepentingan kelompok
atau organisasi. Meskipun struktur gaya Goffman terletak pada interaksi.
Aspek lain panggung depan adalah aktor sering berusaha menyapaikan
kesan bahwa mereka mempunyai hubungan khusus atau jarak sosial
lebih dekat dengan khalayak daripada jarak sosial yang sebenarnya.
Dalam kenyataan orang enggan akan peran tersebut padahal ia senang.
Tetapi apabila hal semacam itu bukan bermaksud membebaskan diri dari
peran social, tetapi ada yang menguntungkan mereka (identitas dan
perasaan sosial). Goffman tidak hanya focus pada individu saja tetapi
juga pada kelompok (team) yang disebut “Tim Performa (team
performance)( Widodo, 2010:176). Setiap anggota saling mendukung

31
dan bila memberi arahan lewat isyarat non verbal. Tim tergantung pada
kesetiaan anggota. Setiap anggota memegang rahasia tersembunyi bagi
khalayak yang memungkinkan kewibawaan terjaga. Unsur lain yang
penting adalah bahwa interaksi mirip dengan upacara keagamaan. Orang
yang terlibat menunjukkan pola-pola tertentu yang fungsional. Disinilah
inti dari menghargai diri. Seroang actor layak berharga sebagai manusia.
Penghargaan diri dibalas dengan penghargaan diri , sehingga
berlangsung upacara kecil tersebut. Kehidupan manusia akan berjalan
normal apabila mengikuti ritual kecil dalam interaksi. Etiket akata lain
dari ritual itu, yaitu seperangkat penghargaan yang sama yang melandasi
apa yang pantas atau tidak pantas kita lakukan dalam suatu situasi. Kita
dikatakan beradap apabila kiat peduli dengan tata karma sebelum kita
melakukan sesuatu. Misal kita terlambat dalam acara penting. Ada
tindakan perbaikan sebagai seuatu yang mengubah hal yang opensif
menjadi diterima.
Kata kunci dalam Dramaturgi adalah Show, Impression, front
region, back stage, setting, penampilan dan gaya. Proporsinya sebagai
berikut ( Widodo, 2010:178) :

Semua Interaksi social terdapat bagian depan (front region) yang


ada persamaannya dengan pertunjukan teater. Aktor baik dipentas
maupun dalam kehidupan sehari-hari, sama-sama menarik perhatian
karena penampilan kostum yang dipakai dan peralatan yang dipakai b.
Dalam pertunjukan maupaun keseharian ada bagian belakangnya (back
region) yakni tempat yang memungkinkan bagi actor mundur guna m
enyiapkan diri untuk pertunjukan berikutnya. Di belakang atau di depan
actor bisa berganti peran dan memerankan diri sendiri. c. Dalam
membahas pertunjukan individu dapat menyajikan suatu penampilan
(show) bagi orang lain, tetapi kesan (impression) si pelaku bisa berbeda-
beda. d. Ada panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back
stage) .Panggung depan adalah penampilan individu, yang secara teratur
berfungsi di dalam mode yang umum, tetap mendefinisikan situasi yang
menyaksikan penampilan itu. Di dlammnya termasuk setting dan

32
personal front yang selanjutnya dibagi menjadi penampilan (impression)
dan gaya (manner).

Goffman tidak memusatkan pada struktur sosial, tetapi pada tatap


muka atau kehadiran bersama. Interaksi tatap muka dibatasi sebagai
individu yang saling mempengaruhi tindakan satu sama lainnya. Individu
diasumsikan sebagai kegiatan rutin akan mempengaruhi sosok dirinya
yang ideal. Individu dalan kegiatan rutin akan mengetengahkan sosok
dirinya yang ideal. Masyarakat terdiri atas kehidupan yang diliputi
berbagai tingkah laku. Perilaku keseharian dan interaksi tatap muka sama
dengan panggung teather.

Asumsi Goffman adalah sebagai berikut ( Widodo, 2010:181) :

a. Pusat interaksi adalah sumber informasi atau gambaran timbal balik


(resiprokal).
b. Selama interaksi brlangsung pelaku pelaku pada sebuah peristiwa
memunculkan pengaruh dari pemain-pemain lain dengan cara
tertentu.
c. Setiap individu membangun perilaku dpan atau yang dimaknai
sebagai tindakan individu yang secara teratur digunakan dalam
kebiasan umum dan khusus. Bentuk depan ini dipengaruhi oleh latar
belakang yang ada.
d. Perilaku depan ini dilembagakan ,khususnya merujuk pada peran-
peran yang telah dibangun dengan baik.
e. Terdapat dramatisasi dan idealisasi dari pelaku depan yang dibangun
f. Perilaku interaksi tidak terpisahkan dari peran tingkah laku yang
saling berhubungan dengan orang lain. Ketika orang actor saling
berhubungan ia membentuk sebuah tim atau susunan individu yang
bekerja sama dalam mementaskan sebuah kebiasaan.

Dalam teori dramaturgi ada front stage dan back stage. Front
stage bisa dipersiapkan oleh individu dari back stage. Dalam
memerankan peran seseorang ada persiapan (back stage). Oleh karena itu

33
teori ini terdapat kontradisksi dengan seuatu yang nyata (real). Dalam
masyarakat orang melaksanakan peran tidak dispersiapkan terlebih
dahulu. Anggota masyarakat/ individu melaksanakan perannya dalam
kehidupan nyata adalah secara otomatis, tidak direkayasa. Oleh karena
itu teori ini dapat dikatakan realistik juga tidak realistik. Dikatakan
realistik apabila individu dalam masyarakat melaksanakan perannya
sesuai dengan kenyataan yang ada. Seorang petani akan mengeluh
terhadap kenaikan harga obat-obatan yang digunakan dalam bertani. Dia
mengeluh karena antara hasil yang diperoleh dengan biaya yang
dikeluarkan tidak sesuai (rugi). Ini adalah sesuatu yang realistic.
Sebaliknya tidak realistic apabila yang mengeluh tersebut adalah seorang
anggota legislative, karena legislative tidak merasakan bagaimana jadi
seorang petani. Jadi teori ini akan relaistik manakala pelakunya adalah
orang mengalaminya secara langsung. Kesimpulan dalam teori
Dramaturgi ada back stage sebagai persiapan untuk front stage, sedang
dalam kehidupan yang nyata tidak ada back stage untuk front stage.
Tetapi sebagian nilai-nilai dari teori ini juga ada kecocokan dengan dunia
nyata.

4. HIRARKHI KEBUTUHAN MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN


KEMUNCULAN BUDAYA
Hierarki kebutuhan manusia yang diperkenalkan oleh Abraham Maslow,
yang merupakan seorang teoretikus dan psikolog, pada tahun 1943 ini sangat
berkaitan erat dengan kemunculan budaya. Namun sebelumnya kita harus
mengetahui apa saja hierarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow.
Hierarki ini menunjukkan jika manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan
dasar sebelum memenuhi kebutuhan lain. Terdapat lima tingkat yang berbeda
pada hierarki kebutuhan Maslow, mulai dari yang paling dasar hingga yang
sifatnya kompleks. Hierarki Maslow umumnya digambarkan dalam bentuk
piramida, di mana tingkat terendah piramida terdiri dari kebutuhan paling dasar,
sedangkan kebutuhan yang paling kompleks ada di atas piramida. Setelah
kebutuhan pada tingkat yang paling rendah terpenuhi, maka manusia dapat

34
beralih ke tingkat kebutuhan berikutnya. Maslow mempercayai jika kebutuhan
serupa dengan naluri dan memainkan peran utama untuk memotivasi perilaku.
Berikut lima macam kebutuhan manusia dalam teori Maslow :
a) Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan yang paling dasar untuk
dipenuhi karena meliputi hal-hal yang vital bagi kelangsungan hidup.
Yang termasuk ke dalam kebutuhan fisiologis, yaitu makan, minum,
tidur, dan bernapas. Selain pemenuhan nutrisi, kebutuhan fisiologis
juga mencakup pakaian, tempat tinggal, dan kehangatan. Maslow
juga memasukkan reproduksi seksual pada tingkat ini. Jika
kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka tubuh manusia tidak dapat
berfungsi secara optimal. Kebutuhan lain pun menjadi sekunder
hingga kebutuhan ini terpenuhi.

b) Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan (Security and Safety Needs)


Pada tingkat kedua ini, kebutuhan menjadi sedikit lebih kompleks, di
mana kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan menjadi yang
utama. Manusia ingin suatu kontrol dan ketertiban dalam
hidupnya. Beberapa kebutuhan dasar manusia akan rasa aman dan
keselamatan, yaitu keamanan keuangan, kesehatan dan kebugaran,
serta keamanan dari kecelakaan dan cedera. Manusia pun akan
termotivasi dan melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, misalnya dengan bekerja, menabung, pindah ke lingkungan
yang lebih aman, dan lainnya.
c) Kebutuhan Kasih Sayang dan Rasa Memiliki ( Love and
Belongingness Needs)
Setelah kedua kebutuhan dasar manusia tersebut terpenuhi, maka
munculah kebutuhan akan kasih sayang dan rasa memiliki. Ini
berkaitan dengan hal-hal tertentu, seperti persahabatan, keintiman,
kepercayaan, penerimaan, serta memberi dan menerima kasih
sayang.Dalam memenuhi kebutuhan ini, manusia akan terlibat dalam
pertemanan, hubungan romantis, keluarga, kelompok sosial, dan

35
lainnya. Penting bagi manusia untuk merasa dicintai dan diterima
oleh orang lain untuk menghindari berbagai masalah, seperti
kesepian, depresi, dan kecemasan.
d) Kebutuhan Penghargaan (Esteem Needs)
Pada tingkat keempat ini, manusia memiliki kebutuhan akan
penghargaan dan rasa hormat. Setelah ketiga kebutuhan sebelumnya
terpenuhi, maka kebutuhan akan harga diri ini memainkan peran
yang lebih menonjol untuk memotivasi perilaku manusia. Maslow
membagi tingkat ini menjadi dua kategori, yaitu kebutuhan harga
diri yang berkaitan dengan martabat, prestasi, penguasaan, dan
kemandirian. Kemudian, kebutuhan rasa hormat dari orang lain yang
berkaitan dengan status, atensi, dan reputasi. Orang yang mampu
memenuhi kebutuhan ini cenderung merasa yakin dengan
kemampuannya sehingga memiliki harga diri yang baik dan
mendapat penghormatan dari orang lain. Sementara, jika harga diri
dan rasa hormat dari orang lain rendah, maka akan mengembangkan
perasaan rendah diri.
e) Kebutuhan Aktualisasi Diri ( Self – Actualization Needs)
Kebutuhan aktualisasi diri berkaitan dengan keinginan untuk
mewujudkan dan mengembangkan potensi dan bakat, mencari
pertumbuhan diri dan pengalaman, serta untuk menjadi segala
sesuatu yang diinginkan. Pada tingkat ini, manusia akan melakukan
yang terbaik semampu mereka. Namun, terdapat pendapat yang
mengatakan jika aktualisasi diri ini sulit dijelaskan secara ilmiah
karena penelitiannya didasarkan pada individu yang sangat terbatas.

Manusia dan kebudayaan merupakaan dua unsur yang tidak bisa


dipisahkan sebab kebudayaan muncul karena dipelajari oleh manusia. Sifat
dinamis misalnya, tidak bisa dimungkiri bahwa manusia dalam menjalani
kehidupannya selalu mengalami perubahan. Hal demikian juga terjadi dalam
kebudayaan. Kebudayaan juga bersifat dinamis, artinya selalu mengalami
perubahan terus-menerus. Perubahan kebudayaan terjadi seiring perubahan yang
dialami oleh manusia. Perubahan-perubahan dalam kebudayaan inilah yang

36
disebut sebagai dinamika kebudayaan. Begitu juga antara kebutuhan manusia
dengan kemunculan budaya, sangat tidak bisa dipisahkan. Karena kebutuhan
manusia, budaya dapat muncul, begitupun sebaliknya karena budaya, maka
kebutuhan manusia dapat mengalami perubahan baik perubahan peningkatan
atau penurunan kebutuhan. Hal ini akan terus terjadi seiring dengan
berkembangnya zaman dan berubahnya kebutuhan manusia. Proses dinamika
kebudayaan berbeda-beda, ada yang berlangsung secara cepat, ada pula yang
berlangsung secara lambat.

5. SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA (MEKANIS-ORGANIS,


GEMEINSCHAFT-GESSELSCHAFT, PAGUYUBAN-PATEMBAYAN)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kata solidaritas adalah, sifat
(perasaan) solider, sifat satu rasa (senasip), perasaan setia kawan yang pada
suatu kelompok anggota wajib memilikinya (Depdiknas, 2007:1082). Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata sosial adalah berkenaan dengan
masyarakat, perlu adanya komunikasi dalam usaha menunjang pembangunan,
suka memperhatikan kepentingan umum (Depdiknas, 2007:1085). Pembagian
kerja memiliki implikasi yang sangat besar terhadap struktur masyarakat.
Durkheim sangat tertarik dengan perubahan cara di mana solidaritas sosial
terbentuk, dengan kata lain perubahan cara-cara masyarakat bertahan dan
bagaimana anggotanya melihat diri mereka sebagai bagian yang utuh. Untuk
menyimpulkan perbedaan ini, Durkheim membagi dua tipe solidaritas mekanis
dan organis. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan
padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat ini terjadi
karena mereka terlibat aktivitas dan juga tipe pekerjaan yang sama dan memiliki
tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang ditandai oleh
solidaritas organis bertahan bersama justru karena adanya perbedaan yang ada
didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memilki pekerjaan dan tanggung
jawab yang berbeda-beda (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008: 90-
91).
Durkheim berpendapat bahwa masyarakat primitif memiliki kesadaran kolektif
yang lebih kuat yaitu pemahaman norma dan kepercayaan bersama. Peningkatan

37
pembagian kerja menyebabkan menyusutnya kesadaran kolektif. Kesadaran
kolektif lebih terlihat dalam masyarakat yang ditopang oleh solidaritas mekanik
daripada masyarakat yang ditopang oleh solidaritas organik. Masyarakat modern
lebih mungkin bertahan dengan pembagian kerja dan membutuhkan fungsi-
fungsi yang yang dimiliki orang lain daripada bertahan pada kesadaran kolektif.
Oleh karena itu meskipun masyarakat organik memiliki kesadaran kolektif,
namun dia adalah bentuk lemah yang tidak memungkinkan terjadinya perubahan
individual (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008: 92).
Masyarakat yang dibentuk oleh solidaritas mekanik, kesadaran kolektif
melingkupi seluruh masyarakat dan seluruh anggotanya, dia sangat diyakini,
sangat mendarah daging, dan isinya sangat bersifat religious. Sementara dalam
masyarakat yang memiliki solidaritas organik, kesadaran kolektif dibatasi pada
sebagian kelompok, tidak dirasakan terlalu mengikat, kurang mendarah daging,
dan isinya hanya kepentingan individu yang lebih tinggi dari pedoman moral
(George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008: 91-92). Masyarakat yang
menganut solidaritas mekanik, yang diutamakan adalah perilaku dan sikap.
Perbedaan tidak dibenarkan. Menurut Durkheim, seluruh anggota masyarakat
diikat oleh kesadaran kolektif, hati nurani kolektif yaitu suatu kesadaran
bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok, dan
bersifat ekstrim serta memaksa (Kamanto Sunarto, 2004: 128).
Solidaritas organik merupakan bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat
kompleks, yaitu masyarakat yang mengenal pembagian kerja yang rinci dan
dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian. Setiap anggota
menjalankan peran yang berbeda, dan saling ketergantungan seperti pada
hubungan antara organisme biologis. Bisa dikatakan bahwa pada solidaritas
organik ini menyebabkan masyarakat yang ketergantungan antara yang satu
dengan yang lainnya, karena adanya saling ketergantungan ini maka
ketidakhadiran pemegang peran tertentu akan mengakibatkan gangguan pada
sistem kerja dan kelangsungan hidup masyarakat. Keadaan masyarakat dengan
solidaritas organik ini, ikatan utama yang mempersatukan masyarakat bukan lagi
kesadaran kolektif melainkan kesepakatan yang terjalin diantara berbagai
kelompok profesi (Kamanto Sunarto, 2004: 128)

38
Uraian diatas menggambarkan tentang konsep solidaritas dari sosiolog Emile
Durkheim.
Emile Durkheim membagi masyarakat menjadi dua, yaitu masyarakat
sosial solidaritas mekanik dan yang didasarkan pada solidaritas
organik. Solidaritas mekanik merupakan ciri masyarakat masyarakat yang masih
sederhana dan belum mengenal pembagian kerja. Tiap-tiap masyarakat dapat
memenuhi keperluan mereka masing-masing tanpa memerlukan bantuan atau
kerja sama dengan kelompok di luarnya.
Dalam masyarakat yang menganut solidaritas mekanik, yang di
utamakan adalah persamaan perilaku dan sikap. Seluruh warga masyarakat
diikat oleh kesadaran kolektif, yaitu suatu kesadaran yang memiliki tiga
karakteristik yaitu mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok,
ada di luar warga, dan bersifat memaksa. Sanksi terhadap pelanggaran kesadaran
bersama akan di kenai hukuman yang bersifat represif (hukuman pidana).
Kesadaran bersama itu menjaga persatuan, sedangkan hukuman bertujuan agar
kondisi tidak seimbang akibat perilaku menyimpang dapat di pulihkan kembali.

Pasalnya, solidaritas organik merupakan bentuk solidaritas yang telah


mengenal pembagian kerja. bentuk solidaritas ini bersifat mengikat sehingga
unsur-unsur di dalam masyarakat tersebut saling bergantung. Karena adanya
kesalingtergantungan ini, ketiadaan salah satu unsur akan mengakibatkan
ganguan pada kelangsungan hidup masyarakat.

Pada masyarakat dengan solidaritas orgnik, ikatan utama yang


mempersatukan masyarakat bukan lagi kesadara kolektif, melainkan
kesepakatan yang terjalin di antara berbagai profesi. Hukum yang menonjol
bukan hukum pidana, melainkan ikatan hukum perdata. Sanksi terhadap
pelanggaran kesepakan bersama bersifat restitutif. Artinya, si pelanggar harus
membayar ganti rugi kepada yang dirugikan untuk mengembalikan
keseimbangan yang telah ia langgar.

Kedua tipe solidaritas ini memiliki beberapa ciri sebagaimana dijelaskan


Durkheim.

39
a) Anggota masyarakat dengan tingkat pembagian kerja yang rendah
( solidaritas mekanik ), masih terikat satu sama lain atas dasar
kesamaan emosional dan kepercayaan, serta adanya komitmen moral.
Perbedaan adalah sesuatu yang harus dihindari. Pada masyarakat
dengan tingkat pembagian kerja yang tinggi ( solidaritas organik ),
sangat memungkinkan terjadi perbedaan, dan masyarakat disatukan
oleh saling ketergantungan fungsional.
b) Solidaritas mekanik didasarkan pada kesadaran kolektif yang kuat,
anggota masyarakat diharapkan mampu mempertahankan kesamaan,
sedangkan solidaritas organik, otonomi individu sangat dihargai
mengingat setiap individu menjalankan fungsi yang berbeda-beda.
c) Dari segi kontrol sosial, dalam solidaritas mekanik, nilai dan norma
bersifat umum dan abstrak, hukum yang berlaku lebih bersifat
represif. Hukuman diberlakukan hanya semata-mata agar pelanggar
hukum jera dan mendapat hukuman yang sebanding dengan
pelanggarannya. Pada solidaritas organik, hukum lebih bersifat
restitutif, maksudnya hukum diberlakukan hanya semata-mata untuk
mengembalikan masyarakat pada kondisi semula. Hukuman
diberikan oleh individu yang memang diberi tugas untuk melakukan
kontrol sosial.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tipologi Durkheim


didasarkan pada bentuk solidaritas sosial yang utama dalam masyarakat.
Solidaritas mekanik di sisi lain terdiri atas pembagian kerja yang rendah,
budaya tradisional yang homogen, agama berhala, hubungan-hubungan
kontraktif.

Adapun berbedaan kedua dari solidaritas sosial menurut Durkheim


yaitu seperti yang dijelaskan dalam gambar tabel berikut ini.

40
Ban
gunan solidaritas dalam suatu masyarakat sangat penting diperbarui oleh
pembagian kerja yang lahir atas kepentingan dimana membangun
karakteristik yang ada yaitu paguyuban dimana nilai-nilai dari dua
karakteristik ini sangat meperbarui dalam proses sosial yang terjadi di
dalam masyarakat itu sendiri. 33 Jadi, solidaritas yang terbangun dalam
suatu masyarakat akan mempengaruhi proses sosial dalam
bermasyarakat, bahwa seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa
perkembangan solidaritas dalam suatu masyarakat dapat dibangun oleh
pembagian kerja yang bermula atas dasar kepentingan

a) Solidaritas Mekanik

Suatu masyarakat yang memiliki solidaritas mekanik adalah


masyarakat dimana individu-individu terikat secara homogen
kedalam kesatuan-kesatuan sosial dan conscience collective di dalam
masyarakat sedemikian itu adalah bersifat represif dimana setiap
pelanggaran terhadap peraturan-peraturan yang ada selalu dikaitkan
dengan sanksi-sanksi hukuman. Masyarakat dengan solidaritas
mekanik adalah suatu masyarakat yang relative homogen, khususnya
dalam hal pembagian pekerjaan.34 Masyarakat yang relative
homogen disini dijelaskan yaitu tipe masyarakat yang memiliki
kesamaan tujuan, adat dan jenis pekerjaan.

41
Solidaritas mekanik ini, terjadi dalam masyarakat yang memiliki ciri
khas keseragaman pola-pola relasi sosial, memiliki latar belakang
pekerjaan yang sama dan kedudukan semua anggota. Apabila nilai-
nilai budaya yang melandasi relasi mereka, dapat menyatukan
mereka secara menyeluruh. Maka akan memunculkan ikatan sosial
yang kuat dan ditandai dengan munculnya identitas sosial yang kuat
pula. Individu yang menyatukan diri dalam kebersamaan, sehingga
tidak ada aspek kehidupan yang tidak diseragamkan oleh relasi-relasi
sosial yang sama. Individu melibatkan diri secara penuh dalam
kebersamaan pada masyarakat. Karena itu, tidak terbayangkan bahwa
hidup mereka masih dapat berlangsung apabila salah satu aspek
kehidupan dipisahkan dari kebersamaan.

Solidaritas mekanik menunjukkan berbagai komponen atau indikator


penting, contohnya yaitu, adanya kesadaran kolektif yang di dasarkan
pada sifat ketergantungan individu yang memiliki kepercayaan dan
pola normatif yang sama. Individualitas tidak berkembang karena
dihilangkan oleh tekanan aturan atau hukum yang bersifat represif.
Sifat hukuman cenderung mencerminkan dan menyatakan kemarahan
kolektif yang muncul atas penyimpangan atau pelanggaran kesadaran
kolektif dalam kelompok sosialnya. Singkatnya, solidaritas mekanik
didasarkan pada suatu “ kesadaran kolektif “ yang dilakukan
masyarakat. Individu dalam masyarakat seperti ini cenderung
homogeny dalam banyak hal. Keseragaman tersebut berlangsung
terjadi dalam seluruh aspek kehidupan, baik sosial, politik bahkan
kepercayaan atau agama. Dari gambaran mengenai solidaritas
organik bisa dilihat dengan keadaan kehidupan yang ada di Desa,
dapat di lihat bahwa kehidupan orang desa identik dengan gotong
royong, saling membantu dan tidak adanya rasa gengsi satu sama
lain. Karena masyarakat desa cenderung memiliki pola pikir yang
sama yaitu tradisional bahkan gaya hidup mereka pun juga

42
tradisional, di lihat dari segi pekerjaan pun mereka memiliki
pekerjaan yang homogen yaitu bercocok tanam.

b) Solidaritas Organik

Pada masyarakat solidaritas organik kebanyakan masyarakatnya lebih


cenderung individual karena adanya pembagian pekerjaan sosial.
Solidaritas organik biasanya terdapat di daerah perkotaan yang
masyarakatnya cenderung memiliki kesibukan yang sangat padat dan
budaya yang ada di perkotaan sudah banyak yang mulai luntur,
bahkan nilai-nilai dalam keluarga juga mulai luntur.36 Nilai-nilai
yang luntur di akibatkan karena masyarakat kota yang memiliki gaya
hidup moderm yang mengikuti gaya kebarat-baratan, sehingga
banyak nilai-nilai moral yang ada mulai ditinggalkan.

Solidaritas organik terjadi di masyarakat yang relative kompleks


dalam kehidupan sosialnya namun terdapat kepentingan bersama atas
dasar tertentu. Solidaritas organik muncul karena pembagian kerja
bertambah besar. Solidaritas ini didasarkan pada tingkat saling
ketergantungan yang tinggi. Ketergantungan ini di akibatkan karena
spesialisasi yang tinggi di antara keahlian individu. Spesialisasi ini
juga sekaligus mengurangi kesadaran kolektif yang ada dalam
masyarakat mekanis. Akibatnya, kesadaran dan homogenitas dalam
kehidupan sosial tergeser. Keahlian yang berbeda dan spesialisasi itu,
munculah ketergantungan fungsional yang bertambah antara
individu-individu yang memiliki spesialisasi dan secara relative lebih
otonom sifatnya. Menurut Durkheim itulah pembagian kerja yang
mengambil alih peran yang semula di dasarkan olek kesadaran
kolektif.

Dapat disimpulkan bahwa solidaritas mekanik dibentuk oleh


masyarakat yang masih memiliki kesadaran kolektif yang sangat tinggi,
kepercayaan yang sama, cita-cita dan komitmen moral. Masyarakat yang

43
menggunakan solidaritas mekanik, mereka melakukan aktifitas yang
sama dan memiliki tanggung jawa yang sama. Sebaliknya, solidaritas
organik dibentuk karena semakin banyak dan beragamnya pembagian
kerja. Sehingga pembagian kerja tersebut membuat spesialisasi pekerjaan
di dalam masyarakat yang menyebabkan kesadaran kolektif menjadi
menurun. Semua kegiatan spesialisasi mereka berhubungan dan saling
tergantung satu sama lain, sehingga sistem tersebut membentuk
solidaritas menyeluruh yang berfungsi didasarkan pada saling
ketergantungan.

c) Gemeinschaft (Paguyuban)

Gemeinschaft dalam bahasa Inggris disebut communal society atau


masyarakat komunal. Dalam bahasa Indonesia disebut paguyuban.
Gemeinschaft adalah asosiasi sosial di mana individu-individu
cenderung ke arah komunitas sosial daripada keinginan dan
kebutuhan individu mereka. Paguyuban adalah bentuk kehidupan
bersama, anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat
alami dan kekal. Dasar hubungan adalah rasa cinta dan rasa persatuan
yang telah dikodratkan. Biasanya paguyuban lahir dari dalam diri
individu ditandai dengan rasa solidaritas dan identitas yang sama.
Keinginan untuk berhubungan didasarkan atas kesamaan dalam
keinginan dan tindakan. Kesamaan individu merupakan faktor
penguat hubungan sosial, yang kemudian diperkuat dengan hubungan
emosional serta interaksi antar individu. Di pedesaan, masyarakat
tani yang melambangkan Gemeinschaft, hubungan pribadi
didefinisikan dan diatur berdasarkan aturan sosial tradisional. Orang-
orang memiliki hubungan tatap muka yang sederhana dan langsung
satu sama lain yang ditentukan oleh Wesenwille (kehendak alami),
sebagai emosi alami dan spontan serta ekspresi sentimen.

Dalam Kamus Sosiologi (2010), Nicholas Abercrombie, menjelaskan


masyarakat yang ditandai dengan hubungan paguyuban bersifat

44
homogen. Sebagian besar terikat kekerabatan dan hubungan organik
dan memiliki kohesi moral yang didasarkan pada sentimen
keagamaan yang umum. Dalam Encyclopaedia of the Social Sciences
Vol. 3 (1968), Horace Miner menggambarkan Gemeinschaft untuk
merujuk pada komunitas perasaan, semacam kesatuan ide dan emosi,
berasal dari persamaan dan pengalaman hidup bersama. Orang sering
berinteraksi satu sama lain dan cenderung membangun hubungan
yang dalam dan jangka panjang. Kontrol sosial dalam Gemeinschaft
dipertahankan melalui cara-cara informal seperti persuasi moral,
gosip dan bahkan gerak tubuh (gestur). Dikutip dari Dasar-dasar
Sosiologi (2009) karya Syahrial Syarbaini Rusdianta, Gemeinschaft
atau masyarakat paguyuban dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
Gemesinschaft by blood, Gemeinschaft by place, dan Gemeinschaft
of mind.

Penjelasan lengkapnya sebagai berikut.

1. Gemeinschaft of blood adalah ikatan-ikatan kekerabatan.

2. Gemeinschaft by place adalah ikatan berlandaskan kedekatan letak


tempat tinggal serta tempat kerja yang mendorong orang untuk
berhubungan secara intim satu sama lain dan mengacu pada
kehidupan bersama di daerah pedesaan. 3. Gemeinschaft of mind
adalah hubungan persahabatan yang disebabkan karena persamaan
keahlian atau pekerjaan serta pandangan yang mendorong untuk
saling berhubungan secara teratur.

d) Gasellschaft (Patembayan)

Gesellschaft dalam bahasa Inggris disebut associational society


atau masyarakat asosiasi dan dalam bahasa Indonesia disebut
patembayan. Gesellschaft adalah masyarakat sipil di mana kebutuhan
individu mendapatkan prioritas penting daripada asosiasi sosial.

45
Patembayan merupakan konsep yang merujuk pada hubungan
anggota masyarakat yang memiliki ikatan yang lemah. Kadangkala
individu tidak saling mengenal, nilai, norma dan sikap menjadi kurang
berperan dengan baik. Patembayan merupakan bentuk kehidupan
bersama di mana anggotanya mempunyai hubungan yang sifatnya
sementara dan disatukan oleh pemikiran yang sama. Gesselschaft
ditentukan oleh Kurwille (kehendak rasional) dan dilambangkan oleh
msayarakat kosmopolitan modern dengan birokrasi pemerintah dan
organisasi industri besar. Dalam Gesellschaft, kepentingan pribadi yang
rasional dan tindakan penghitungan melemahkan ikatan tradisional
keluarga, kekerabatan dan agama. Dengan kata lain, Gemeinschaft
menembus struktur Gesellschaft. Dalam patembayan, hubungan manusia
lebih bersifat impersonal dan tidak langsung, dibangun secara rasional
untuk kepentingan efisiensi atau pertimbangan ekonomi dan politik
lainnya. Gesellschaft adalah karakteristik tipe ideal kehidupan perkotaan
modern. Seringkali dikonseptualisasikan sebagai masyarakat korporat
atau massa masyarakat yang didasarkan pada hubungan atau peran dan
terdiri dari kelompok asosiasi.

Gesellschaft ditandai oleh individualisme, mobilitas,


impersonalitas, pengejaran kepentingan diri sendiri dan penekanan pada
kemajuan daripada tradisi. Nilai-nilai bersama dan keterlibatan pribadi
secara total menjadi prioritas sekunder. Singkatnya, Gesellschaft adalah
logika pasar, di mana hubungan bersifat kontraktual, impersonal dan
sementara (temporer). Ada sedikit kesamaan dan hubungan sosial sering
tumbuh dari tugas-tugas segera seperti membeli produk. Kebanyakan,
hasil industrialisasi, urbanisasi, revolusi teknologi, pembagian tenaga
kerja dan pertumbuhan populasi, Gesellschaft telah menggantikan
masyarakat tradisi dengan masyarakat kontrak. Dalam masyarakat,
keterikatan pribadi maupun hak dan kewajiban tradisional tidak penting.
Hubungan antara laki-laki ditentukan oleh tawar menawar dan
didefinisikan dalam perjanjian tertulis.

46
Perbedaan Gemeinschaft dan Gemeinschaft  Untuk lebih
jelasnya, berikut ini perbedaan antara Gemeinschaft (paguyuban) dan
Gemeinschaft (patembayan) :

1. Gemeinschaft (paguyuban)

Ciri-ciri Gemeinschaft (paguyuban) adalah sebagai berikut :

- Ikatan sosial bersifat personal. Tipikal masyarakat rural.

- Tipikal masyarakat tradisional. Tipikal masyarakat petani.

- Tradisi masih kuat. Hubungan sosial bersifat tradisional.

- Hubungan sosial didominasi oleh kerjasama.

- Sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih kuat.

- Tindakan sosial berdasarkan keyakinan.

- Mengedepankan prinsip berdasarkan nilai bersama.

- Komposisi masyarakat bersifat homogen.

- Tatanan sosial dibentuk oleh tradisi.

- Interaksi sosial bersifat emosional.

- Pembagian kerja sederhana.

- Peran agama dominan dalam pengorganisasian sosial.

2. Gesellschaft (patembayan)

Ciri-ciri Gesellschaft (patembayan) adalah sebagai berikut :

47
- Ikatan sosial bersifat impersonal. Tipikal masyarakat urban.
Tipikal masyarakat modern.

- Tipikal msayarakat industri.

- Tradisi lemah.

- Hubungan sosial bersifat kontraktual.

- Hubungan sosial sosial didominasi oleh kompetisi.

- Sistem kekeluargaan dan kekerabatan lemah.

- Tindakan sosial berdasarkan komando.

- Mengedepankan prinsip efisiensi.

- Komposisi masyarakat bersifat heterogen.

- Tatanan sosial dibentul oleh birokrasi.

- Interaksi sosial bersifat rasional.

- Pembagian kerja bersifat kompleks.

- Peran ilmu pengetahuan ilmiah dominan dalam pengorganisasian


sosial.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Sofa, Muhaddar. Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Ilmu


Budaya Dasar. Sumber : http://massofa.wordpress.com/2008/10/21/pengertian-
tujuan-dan-ruang-lingkup-ilmu-budaya-dasar.html diakses pada Minggu, 6 Juni
2021.
2. Asih. Materi lengkap Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.
Sumber http://www.ziddu.com/download/2453324/MateriIBD.pdf.html diakses
pada Minggu, 6 Juni 2021.
3. https://repository.usm.ac.id/files/bookusm/A022/20171114024414-Ilmu-Sosial-
Budaya-Dasar-(ISBD).pdf diakses pada Minggu, 6 Juni 2021

49
4. Santoso, Yanti. Pengertian, Konsep dan Tujuan Ilmu Sosial Budaya Dasar dalam
https://slideplayer.info/slide/13722530/ diakses pada Minggu, 6 Juni 2021

5. https://id.wikipedia.org/wiki/Gemeinschaft_dan_Gesellschaft diakses pada


Minggu, 6 Juni 2021

6. http://digilib.uinsby.ac.id/194/3/Bab%202.pdf diakses pada Minggu, 6 Juni 2021


7. https://eprints.uny.ac.id/18521/4/BAB%20II.pdf diakses pada Minggu, 6 Juni
2021

8. Suko Widodo, 2010, Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial, Aditya Media
Publishing, Malang

9. Soerjono Soekanto, 2006, Sosiologi Suatu Pengantar, Gramedia Jakarta

10. George Ritzer dalam Suko Widodo, 2010, Anatomi dan Perkembangan Teori
Sosial Aditya Media Publishing, Malang

11. Soetandiyo Wignyosoebroto, 2008, Teori-Teori Sosial, Aditya Media


Publishing, Malang

50

Anda mungkin juga menyukai