Anda di halaman 1dari 39

KUMPULAN ARTIKEL

1. PENGERTIAN, KONSEP, SERTA TUJUAN ILMU SOSIALBUDAYA DASAR


2. PERUBAHANSOSIALDANBUDAYA: PENGERTIANSERTAFAKTOR-
FAKTOR PENYEBABNYA
3. TEORI-TEORIKEBUDAYAANDANTEORI-
TEORITENTANGINTERAKSISOSIAL
4. HIRARKHI KEBUTUHAN MANUSIA DAN KAITANNYA
DENGANKEMUNCULANBUDAYA
5. SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA (MEKANIS-
ORGANIS,GEMEINSCHAFT-GESSELSCHAFT, PAGUYUBAN-PATEMBAYAN)
Disusun sebagai tugas terstruktur Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Ilmu
SosialBudaya Dasar (ISBD)

Dosen Pengampu:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama :Nila Kurnita

NIM :C1M020099

Prodi/Kelas :Agroekoteknologi B

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MATARAM

2021

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB 1 ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR..........................................................................1

A. PENGERTIAN.....................................................................................................................1

B.KONSEP...............................................................................................................................3

C.TUJUAN...............................................................................................................................4

BAB II PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA................................................................6

A.PENGERTIAN......................................................................................................................6

B.FAKTOR PENYEBAB.........................................................................................................7

BAB III TEORI KEBUDAYAAN DAN INTERAKSI SOSIAL.......................................9

A.TEORI –TEORI KEBUDAYAAN.......................................................................................9

B.TEORI-TEORI STRUKTURAL SOSIAL..........................................................................19

BAB IV TEORI HIRARKHI DENGAN KEBUDAYAAN..............................................24

A.TEORI HIRARKHI............................................................................................................24

B. KEMUNCULAN KEBUDAYAAN..................................................................................24

BAB V SOLIDARITAS SOSIAL MASYARAKAT DESA DAN KOTA.......................28

A.SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA..................................................................28

B.GEMEINSCHAFT-GESSESCHAFT DAN PAGUBAYAN-PATEMBAYAN................30

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................34

ii
BAB 1
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

A. PENGERTIAN

Sosio kultural yang juga dikenal dengan sosial budaya adalah istilah yang


berkaitan dengan fakta sosial dan unsur budaya, yang kedua istilah ini berarti kesamaan
tradisi, kebiasaan, pola, dan serangkaian kepercayaan yang ada dalam suatu bentuk
kelompok sosial. Istilah sosial dan budaya memanglah banyak digunakan dalam konteks
sosiologis dan pemasaran, lantaran mengacu pada penggerak paling luar biasa di balik
cara orang membuat keputusan dalam masyarakatOleh karena itulah mempelajari
kondisi sosial budaya masyarakat dari tingkat yang paling dasar, sehingga di perguruan
tinggi dikembangkanlah mata kuliah yang dikenal dengan nama Ilmu Sosial Budaya
Dasar (ISBD) yang secara singkat dimaknai sebagai pembukaan wawasan terhadap
berbagai sisi kehidupan yang berkaitan dengan kebiasaan yang dilakukan manusia, baik
pada aspek masalah ekonomi modern dan klasik, sosial, serta sistem pemerintahan.

1.Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD)

ISBD senantisa berfokus pada cara-cara di mana masyarakat dan unsur


budaya mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Studi tersebut mengeksplorasi ritual,
kepercayaan dan tradisi budaya dan masyarakat yang berbeda. Selain itu, kita juga dapat
belajar tentang pengaruh perubahan budaya dan politik terhadap masyarakat, pengaruh
media massa, isu dan tren global, serta pembentukan identitas individudan kelompok.

2.Sejarah ISBD (Ilmu Sosial Budaya Dasar) di Indonesia

Istilah ISBD pertama kali dikembangkan di Indonesia untuk menggantikan istilah basic


humanitiesm yang berasal dari istilah dalam bahasa Inggris yaitu “the Humanities”.
Munculnya istilah humanities itu sendiri asalnya yaitu dari bahasa latin humnus  yang
mempunyai arti manusia, berbudaya dan halus.Ketika belajar tentang the
humanities seseorang diharapkan bisa menjadi orang yang lebih manusiawi, lebih
berbudaya dan lebih halus. Dengan demikian, dapat dikatakan

1
bahwa the humanities memiliki kaitan erat dengan nilai-nilai manusia sebagai homo
humanus atau manusia berbudaya.Oleh karena itulah Ilmu Sosial Budaya Dasar
bukanlah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, tapi merupakan suatu rangkaian
pengetahuan yang berkaitan dengan aspek-aspek yang paling mendasar dalam
kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya, dan masalah-masalah yang
terwujud daripadanya.

3.Pengertian Ilmu Sosial Budaya Dasar

Ilmu Sosial Budaya Dasar adalah pengetahuan yang diharapkan bisa memberikan
pengetahuan dasar dan pengertian umum yang berkaitan dengan konsep-konsep yang
dikembangkan untuk mengkaji berbagai contoh permasalahan sosial maupun
kebudayaan.

4.Pengertian Ilmu Sosial Budaya Dasar Menurut Para Ahli

Definisi ISBD (Ilmu Sosial Budaya Dasar) menurut para ahli, antara lain;

1. Kian Amboro, Definisi Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) yaitu ilmu
pengetahuan yang dinilai bisa berkontribusi secara nyata dalam meningkatkan
pengetahuan dasar yang mampu melakukan kajian pada masalah-masalah sosial
kemanusiaan dan kebudayaan.

5.Ruang Lingkup Ilmu Sosial Budaya Dasar

Ruang lingkup kajian dalam Ilmu Sosial Budaya Dasar yaitu sebagai berikut:

1. Kegiatan Dasar Manusia

Kegiatan dasar setiap manusia dikaji secara menyeluruh untuk mendapatkan perhatian
bahwa pada hakakatnya manusia tidak bisa hidup sendiri, sehingga dibutuhkan
kontribusi orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

2
2. Ilmu Sosial

Ruang lingkup lainnya dalam Ilmu Sosial Budaya Dasar ialah tentang beragam tujuan
ilmu sosial dan manfaat ilmu sosial yang mempengaruhinya, diantaranya yaitu ilmu
psikologi, sosiologi, ilmu sejarah, yang semuanya itu dianggap mampu untuk
memberikan peran nyata dalam mengkaji kebudayaan yang ada.

3. Humaniora

Humaniora merupakan ilmu pengetahuan yang dianggap mampu untuk mengajarkan


bagaimana manusia menjadi manusia atau dengan kata lain memanusiakan manusia
sesuai dengan posinya masing-masing. Dengan kenyataan tersebut tentu saja tujuan
Ilmu Sosial Budaya Dasar dianggap bisa memberikan kontrbusi pengetahuan yang luas
pada perkembangan kembudayaan yang ada.

B.KONSEP

Adapun konsep dari Ilmu Sosial Budaya dasar adalah,sebagai beriku:

1.Konsep ISBD Manusia dan Tangung Jawab Manusia dan Pengabdian


Dasar tanggung jawab adalah hakekat keberadaan manusia sebagai mahluk yang
mau menjadi baik dan memeperoleh kebahagiaan.Manusia dan
PengabdianPengabdian diartikan sebagai perihal perilaku berbakti atau
meperhamba diri kepada tugas yang (dianggap) mulia.Manusia dan Pandangan
HidupPandangan hidup berkenan dengan eksistensi manusia di dunia dalam
hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama dan dengan alam tempat kita
berdiam.

2.Konsep ISBD Manusia dan Keindahan. Manusia dan Kegelisahan.


Manusia tidak hanya penerima pasif tetapi juga pencipta keindahan bagi
kehidupan.Manusia dan Kegelisahan.Kegelisahan adalah merupakan gambaran
keadaan seseorang yang tidak tentram (hati maupun perbuatannya), rasa
khawatir, tidak tenang dalam tingkah laku.

3
3. Manusia, keragaman dan kesederajatanStruktur masyarakat Indonesia
majemuk dan dinamis, ditandai keragaman suku bangsa, agama dan
kebudayaan.Keragaman disisi lain membanggakan, dan sisi lain mengandung
potensi masalah konflik.Keragaman bisa diatasi dengan semangat pluralisme,
keterbukaan dan  mengembangkan kesederajatan.

4.Manusia sains dan teknologiSains dan tekhnologi dapat berkembang melalui


kreativitas penemuan (discovery), penciptaan (invention), melalui berbagai
bentuk inovasi dan rekayasa.Kegunaan nyata IPTEK bagi manusia sangat
tergantung dari nilai, moral, norma dan hukum yang mendasarinya. IPTEK
tanpa nilai sangat berbahaya dan manusia tanpa IPTEK mencermikan
keterbelakangan.

5.Manusia dan lingkunganPerlakuan manusia terhadap lingkungannya sangat


menentukan keramahan lingkungan terhadap kehidupannya sendiri.Bagaimana
manusia mensikapi dan mengelola lingkungannya pada akhirnya akan
mewujudkan pola-pola peradaban dan kebudayaan.

C.TUJUAN

Penyajian mata kuliah ilmu budaya dasar tidak lain merupakan usaha yang diharapkan
dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep
yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan.
Dengan demikian mata kuliah ini tidak dimaksudkan untuk mendidik ahli-ahli dalam
salah satu bidang keahlian yang termasuk didalam pengetahuan budaya (the humanities)
akan tetapi IBD semata-mata sebagai salah satu usaha untuk mengembangkan
kepribadian mahasiswa dengan cara memperluas wawasan pemikiran serta kemampuan
kritikalnya terhadap nilai-nlai budaya, baik yang menyangkut orang lain dan alam
sekitarnya, maupun yang menyangkut dirinya sendiri. Untuk bisa menjangkau tujuan
tersebut ISBD diharapkan dapat :
1. Mengusahakan kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan budaya, sehingga
mereka lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, terutama
untuk kepentingan profesi mereka.

4
2. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memperluas pandangan mereka
tentang masalah kemansiaan dan budaya serta mengembangkan daya kritis
mereka terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kedua hal tersebut.
3. Mengusahakan agar mahasiswa, sebagai calon pemimpin bagnsa dan Negara
serta ahli dalam bidang disiplin masing-masing tidak jatuh ke dalam sifat-sifat
kedaerahan dan pengkotakan disiplin yang ketat
4. Menguasahakan wahana komunikasi para akademisi agar mereka lebih mampu
berdialog satu sama lain. Dengan memiliki satu bekal yang sama, para
akademisi diharapkan akan lebih lancar dalam berkomunikasi.

5
BAB II
PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA

A.PENGERTIAN

Perubahan sosial budaya adalah perubahan norma-norma sosial, pola-pola sosial,


interaksi sosial, pola perilaku, organisasi sosial, lembaga kemasyarakatan, lapisan-
lapisan masyarakat, serta susunan kekuasaan dan wewenang.

Perubahan sosial, dapat berlangsung dalam kurun waktu cepat atau perlahan-lahan.
Perubahan dalam masyarakat pada prinsipnya merupakaan suatu proses yang terus
menerus artinya setiap masyarakat pada kenyataannya akan mengalami perubahan, akan
tetapi perubahan antara kelompok dengan kelompok lain tidak selalu sama serta banyak
faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.Perubahan Sosial Budaya Menurut Para Ahli

Berikut ini adalah penjelasan sejumlah ahli tentang perubahan sosial yang terjadi di
masyarakat:

Selo Soemardjan menjelaskan, bahwa perubahan sosial adalah perubahan pada


lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi
sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap, dan perilaku di antara kelompok-kelompok
dalam masyarakat.

Kingsley Davis memandang bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang


terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.

John Lewis Gillin dan John Philip Gillin melihat perubahan sosial sebagai
variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi
geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideology, maupun karena adanya
difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

6
B.FAKTOR PENYEBAB

Dalam KBBI, makna perubahan adalah : Hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran.
Jadi, perubahan adalah suatu hal yang akan atau sudah kita alami dan rasakan yang
berbeda dari sebelumnya, bisa berupa kemajuan atau kemunduran. Tidak ada yang tetap
sama, semua pasti mengalami perubahan termasuk perubahan pada sosial (perubahan
sosial) dan budaya.

Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan.


Faktor Penyebab Perubahan Sosial dan Kebudayaan  :

1.Dinamika Penduduk
Yaitu pertambahan dan penurunan jumlah penduduk.  Hal ini disebabkan karena adanya
peristiwa kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk.

2.Penemuan-Penemuan BaruYaitu dikembangkan atau diperbaharuinya suatu hal yang


sudah ada atau menciptakan atau menemukan hal-hal baru yang dapat diterima oleh
masyarakat.

3.Pertentangan Masyarakat (Konflik Masyarakat) Disebabkan karena perbedaan dalam


Masyarakat. Jika diperhatikan, akan ada perubahan yang terlihat sebelum dan sesudah
pertentangan.

4.Pemberontakan (Revolusi)Revolusi terjadi karena keinginan yang kuat dari


masyarakat itu sendiri untuk berubah. Revolusi menyebabkan terjadinya perubahan
sosial secara besar-besaran. Sedangkan pemberontakan dimulai dengan adanya
ketidakpuasan sebagian masyarakat.  

5.Bencana AlamKondisi ini memaksa masyarakat untuk mengungsi dan meninggalkan


tempat tinggalnya semula dan mulai beradaptasi dengan lingkungan yang baru,
sehingga hal ini juga memungkinkan perubahaan pada struktur dan pola
kelembagaannya.
Contoh : Korban eurupsi gunung sinabung yang harus mengungsi dan meninggalkan

7
tempat tinggalnya semula dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan mengalami
perubahan pada pola kelembagaannya.

6.Arus Globalisasi : Arus globalisasi membawa perubahan terhadap tata nilai dan sikap
yang semula irasional menjadi rasional. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi memberikan kemudahan pada masyarakat dalam beraktivitas dan mengakses
apa saja dengan nyaman dan mudah.

7.Pengaruh KebudayaanLainHubungan yang di lakukan secara fisik antara dua


masyarakat memiliki kecenderungan untuk saling mempengaruhi dan terjadi pertukaran
kebudayaan. Jika suatu kebudayaan memiliki taraf yang lebih tinggi dari kebudayaan
lain, maka akan muncul proses imitasi yang lambat laun unsur-unsur kebudayaan asli
dapat bergeser. Pertemuan tersebut terjadi akibat adanya komunikasi massa antara
kedua belah pihak

8
BAB III
TEORI KEBUDAYAAN DAN INTERAKSI SOSIAL

A.TEORI –TEORI KEBUDAYAAN

Beberapa tokoh antropolog terkenal sangat menekankan pentingnya pemahaman


mengenai teori-teori di dalam antropologi bagi semua antropolog tanpa terkecuali.
Koentjaraningrat adalah salah satu contohnya. Ia sangat prihatin dengan minimnya
pengetahuan teori yang dimiliki oleh para antropolog Indonesia. Keprihatinan
demikianlah yang mendorongnya untuk menulis dan menerbitkan buku Sejarah Teori
Antropologi sebanyak dua jilid.

Tak pelak hal demikian juga dirasakan oleh David Kaplan dan Robert A.
Manners. Mereka merasa pemahaman mengenai teori dan teorisasi dalam antropolog
adalah sangat mutlak dikuasai. Terlebih, ilmu ini tidak mengandung sifat yang eksak,
yang dalam beberapa sisi sangat memudahkan para ilmuwan alam dalam menyusun
teori. Ilmu-ilmu sosial, yang variabel-variebel penelitiannya seringkali bersifat sangat
terbuka dan dinamis, memberikan peluang untuk diterapkannya metode, acuan,
perspektif, atau paradigma yang berbeda pada objek penelitian yang sama.

Dengan demikian, dapat muncul teori yang berbeda namun berasal dari satu
objek yang sama. Hal inilah yang menyebabkan sering terjadinya perdebatan di antara
kaum intelektual antropologi, yang sejatinya ingin diarahkan agar lebih berbobot dan
berisi, agar bisa mengetahui kritik-kritik yang diajukan satu sama lain, sehingga antar
teori dapat membangun kesinambungan dan saling mengisi untuk membentuk suatu
pehamaman, yang setidaknya, lebih utuh mengenai apa itu kebudayaan.

Buku Teori Budaya yang dituls oleh Kaplan dan Manners merupakan
pengejawantahan tujuan-tujuan tersebut. Mereka membagi bukunya ke dalam lima bab,
yang di setiap babnya mengandung beberapa sub-bab. Penulis akan mencoba

9
merangkum kelima bab itu berdasarkan tiap babnya. Pada akhir tulisan ini, penulis akan
menyampaikan komentar kritis atas buku Teori Budaya.

10
1.Antropologi: Metode dan Pokok Soal dalam Penyusunan Teori

Antropologi adalah ilmu yang paling takabur di ilmu-ilmu sosial (Kaplan &
Manners, 1999;2012: 1). Cakupan disiplin ilmu beserta rentang waktu ilmu ini begitu
luas. Antropologi mengambil manusia sebagai bahan studi disiplinnya, sehingga semua
yang berkaitan dengan manusia, baik ragawi maupun budaya, adalah bidang-bidang
kajian antropologi.

Luasnya cakupan ilmu ini mengarahkan para ilmuwannya mempunyai fokus dan
tujuan yang mungkin seringkali tampak berbeda satu sama lain dalam melakukan studi
antropologi. Meskipun demikian, Kaplan dan Manners menemukan dua pertanyaan
penting yang tampaknya berusaha dijawab oleh segenap antropolog, yaitu (1)
bagaimanakah bekerjanya berbagai sistem budaya yang berbeda-beda? Dan (2)
bagaimakah maka sistem-sistem budaya yang beraneka ragam itu menjadi seperti yang
sekarang ini.Masalah utama dalam antropologi, menurut mereka, adalah menjelaskan
kesamaan dan perbedaan budaya, pemeliharaan budaya, maupun perubahannya dari
masa ke masa.

Kaplan dan Manners kemudian membahas mengenai dua sikap antropologi


dalam hal teori dan metodologi, yaitu relativistik dan komparatif. Pada dasarnya,
mereka menjelaskan relativisme adalah aliran yang menekankan bahwa setiap budaya
itu berbeda dan unik, sedangkan komparatif melihat perbedaan dan persamaan antar
budaya. Kaplan dan Manner menekankan komparatif atau pembandingan sebagai
metode yang hakiki dalam pembentukan teori (Kaplan & Manners, 1999;2012: 9).
Mereka lalu menerangkan metode pembandingan yang dapat dibedakan lagi menjadi
dua bagian, yaitu skala-besar dan skala-kecil.

Kaplan dan Manners lalu menetapkan batasan-batasan definisi teori demi


kepentingan penjelasan. Teori sebenarnya adalah salah satu jenis dari generalisasi.
Menurut mereka, generalisasi teoretik adalah generalisasi yang mengacu pada
hubungan-hubungan yang sangat abstrak . Berdasarkan penuturan mereka, teori dalam
ilmu-ilmu sosial, terutama antropologi, bersifat deduktif, probabilistik, dan

10
menggunakan teori konkatenasi. Setelah itu, Kaplan dan Manners menjelaskan
hubungan antara teori etnologi dan fakta entografi. Mereka berpendapat, berdasarkan
pernyataan Julian Steward, bahwa fakta hanya ada sehubungan dengan teori, dan teori
tidak dirusak oleh fakta, melainkan akan digantikan oleh teori-teori baru  yang
memberikan penjelasan yang lebih baik tentang fakta .

Kaplan dan Manners kemudian menerangkan masalah-masalah khusus yang


dihadapi dalam pembentukan teori antropologi. Masalah yang pertama adalah adanya
pendekatan emik (dari sudut pandang yang diteliti) dan pendekatan etik (dari sudut
pandang yang meneliti). Mereka berpendapat bahwa bagaimanapun juga, pendekatan
etik harus ditekankan karena secerdas apapun warga pribumi, tidak akan ada yang akan
menyadari sepenuhnya bagaimana sistem dan struktur mempengaruhi dan
mengungkung perilakunya sehari-hari. Setelah itu, Kaplan dan Manners membahas sifat
objektivitas dalam pelaporan antropologis. Menurut mereka, semua manusia, termasuk
antropolog, mengalami bias. Namun, objektivitas tidak diletakkan pada individu,
melainkan dicari pada institusi dan tradisi kritik sesuai disiplin.

Pembentukan teori adalah sub-bab terakhir yang menjadi bahasan Kaplan dan
Manner pada bab ini. Selain membahas mengenai verstehen atau proses pemahaman
dan empati individual, mereka juga menjelaskan bahwa terdapat perbedaan penting
yang membantu menjelaskan sifat teori antropologi yang relatif tak pasti, yang
membedakannya dengan teori-teori ilmu alam. Menurut mereka, ada empat hal yang
mampu membantu menjelaskan sifat tersebut, yaitu historisitas, sistem dari objek yang
terbuka, isu-isu sosial, dan ideologi.

2.Orientasi Teoretik

Pada bab ini, Kaplan dan Manners menerangkan empat pendekatan atau yang
mereka sebut, orientasi teoritik, yaitu evolusionisme, fungsionalisme, sejarah, dan
ekollgi budaya. Menurut mereka, orientasi teoritik adalah cara seleksi, konseptualisasi,
dan penataan data dalam menanggapi jenis pertanyaan atau permasalahan tertentu, yang
memungkinkan pada pembentukan teori. Mereka kemudian memberikan gambaran
singkat tentang latar belakang historis pemikiran antropologi dari abad ke-19.

11
Evolusionisme menjadi orientasi teoritik yang dibahas oleh Kaplan dan
Manners. Mereka memberikan konteks historis pada pemikiran-pemikiran evolusionis
sehingga kita tidak serta merta mengkritiknya habis-habisan seperti yang dilakukan para
fungsionalis di abad ke-20. Beberapa tokoh yang mereka singgung adalah Tylor dan
Morgan.  Mereka menganggap bahwa para tokoh evolusionis abad ke-19 adalah peletak
landasan bagi suatu disiplin yang tertata, yang sebelumnya tidak memiliki landasan
apapun. Ada tiga asumsi dasar dari pemikiran di abad itu, yaitu diktum bahwa fenomen
kebudayaan harus dikaji dengan cara naturalistik, premis bahwa perbedaan budaya
disebabkan perbedaan pengalaman sosial-budaya, dan penggunaan metode komparatif
sebagai ganti teknik eksperimen dan laboratories.

Setelah itu Kaplan dan Manners memberikan penjelasan mengenai pemikiran


evolusionsime yang relatif baru, yaitu dari V. Gordon Childe, Leslie White, dan Julian
Steward. Evolusionisme dari White dan Steward disebut dengan evolusionisme
universal, karena berlaku untuk keseluruhan budaya. Kemudian Kaplan dan Manners
memberikan beberapa contoh sumbangan baru dari evolusionisme, yaitu general and
specific evolution dari Marshal Sahlins, Margaret Mead dengan pendapat evolusi
sebagai perubahan budaya yang terarah, dan Clifford Geertz dengan teori involusi.
Kaplan dan Manners kemudian menyatakan bahwa mereka bekerja dengan premis
bahwa dalam suatu ancangan evolusioner tercakup penyusunan tipe-tipe strukutral serta
pengorganisasian tipe-tipe itu dalam runtutan logis tertentu yang mendaki jenjang
kompleksitas yang makin meninggi.

Kaplann dan Manners melanjutkan bahasannya pada orientasi teoritik


fungsionalisme. Menurut mereka, dalam fungsionalisme terdapat diktum metodologis
bahwa kita harus mengeksplorasi ciri sistemik budaya  dan saling ketergantungan di
antara unsur-unsur budaya (Kaplan & Manners, 1999;2012: 76). Mereka kemudian
menyebutkan konsep fungsi dari Merton, yaitu fungsi manifes (tampak), yaitu
konsekuensi objektif yang memberikan sumbangan pada penyesuaian atau adaptasi
sistem yang dikehendaki dan disadari oleh partisipan sistem tersebut dan fungsi laten
(terselubung) yang tidak berbeda jauh dengan fungsi manifes, hanya bedanya fungsi ini
tidak disadari maupun dikehendaki (Kaplan & Manners, 1999;2012: 79). Kaplan dan

12
Manners kemudian menerangkan bahwa seringkali analisis fungsional tidak dapat
menjelaskan perubahan struktural. Tidak adanya bobot kausal dari ancangan yang murni
fungsional menyebabkan tidak bisa dijelaskannya perubahan struktural. Lalu, Kaplan
dan Manners membahas prasarat fungsional. Menurut mereka, ada 5 syarat untuk
menyusun analisis fungsional yang memadai (Kaplan & Manners, 1999;2012: 90).
Mereka kemudian menyatakan hubungan antara fungsionalisme dengan evolusionisme.

Jika dapat ditemukan bahwa struktur tertentu atau unsur tertentu yang memiliki
hubungan fungsional merupakan dasar bagi terpeliharanya tipe struktural tertentu, maka
serentak kita pun mempunyai gambaran mengenai struktur-strukutr penentu
transformasi tipe tersebut. Di sinilah pemikiran fungsional dan evolusioner bertitik temu
dan cenderung sekadar berbeda dalam hal penekanan atau pilihan segi perhatian belaka
(Kaplan & Manners, 1999;2012: 91).

Kaplan dan Manners melanjutkan bahasannya pada orientasi teoritik Sejarah.


Mereka memasukkan sejarah sebagai orientasi teoritik atas pengamatan mereka bahwa
proses yang ditempuh etnograf sangat mirip dengan proses yang ditempuh sejarawan.
Laporan etnografi mengandung analisis sehubungan dengan struktur, pola, dan institusi,
yang semuaya merupakan produk sintesis konstruktiff dan (diharapkan) adalah hasil
imaginasi berdisiplin sang etnograf (Kaplan & Manners, 1999;2012: 93). Mereka
berpendapat perbedaan antara sejarah dan etnografi bersumber pada minat keduanya
terhadap budaya-budaya tertentu. Mereka juga menyatakan bahwa dengan
menggabungkan fungsionalisme, evolusionisme, dan sejarah maka baru dapat
dirumuskan sebuah teori.

Mereka mempunyai gagasan bahwa sejarah memiliki bagian yang mutlak


penting dalam verifikasi teori budaya. Sejarah mampu memberikan data yang tepat
untuk merumuskan kondisi-kondisi pembatas yang relevan bagi perumusan teori
(Kaplan & Manners, 1999;2012: 95). Mereka memberikan contoh Franz Boas dengan
pandangan partikularis-historisnya. Kaplan dan Manners kemudian menegaskan bahwa
penggunaan sejarah telah memberikan sebuah fokus metodologis untuk memungkinkan
pengamat melihat, mengulas, dan menganalisis data perubahan dengan kejelasan

13
wawasan yang tidak ditawarkan pendekatan sinkronis-fungsional yang kaku (Kaplan &
Manners, 1999;2012: 101).

Kaplan dan Manners kemudian membahas orientasi teoritik ekologi budaya. Hal
penting dari ancangan ini adalah pernyataan ekolog-budaya bahwa dipentingkannya
proses-proses adaptasi akan memungkinan dilihatnya cara kemunculan, pemeliharaan,
dan transformasi berbagai konfigurasi budaya. Ekologi-budaya memiliki pandangan
bahwa budaya memungkinkan kita untuk beradaptasi dengan peran “aktif” (Kaplan &
Manners, 1999;2012: 104). Kaplan dan Manners lalu menjelaskan konsep lingkungan
dan adaptasi menurut ekologi-budaya. Konsep lingkungan yang sering muncul bagi
ekolog-budaya adalah lingkungan yang telah mengalami modifikasi kultural yang
kemudian menyebabkan elemen sirkularitas antara lingkungan dengan budaya.
Sedangkan konsep adaptasi menurut Kaplan dan Manners adalah proses yang
menghubungkan sistem budaya dengan lingkungannya. Hal yang terutama mencolok
dari pembahasan mereka pada bagian ini adalah istilah-istilah adaptasi dan lingkungan
ternyata tidak memiliki ketepatan definisi yang seharusnya dimiilikinya, namun tetap
sangat merguna sebagai konsep metodologis. Mereka berpendapat bahwa mustahil
untuk mendapatkan kepastian penuh tentang konsep kerja yang digunakan dalam
pendekatan ekologi-budaya.

3.Tipe-tipe Teori Budaya

Bab ini membicarakan kelanjutan dari orientasi teoritik. Menurut Kaplan dan
Manners, antropolog, bila berlaih dari pemerian etnografi ke penjelasan, ia niscara
terpaksa menggunakan keempat orientasi teoretik itu semuanya, dan ada satu yang dapat
dipilih untuk diberik tekanan khusus. Mereka kemudian membahas tipe-tipe teori
budaya seturut dengan seperangkat variabel atau aspek perilaku yang terlembagakan
dan secara analistis dapat disendirikan untuk memberikan penjelasan mengenai cara
masyarakat memelihara dirinya sendiri dan juga melaksanakan perubahan atau disebut
dengan subsistem-subsistem yang utama yang diakui oleh antropolog, yaitu
teknoekonomi, struktur sosial, ideologi, dan kepribadian (Kaplan & Manners,
1999;2012: 124).

14
4.Teknoekonomi

Kaplan dan Manner menggunakan istilah teknoekonomi untuk menekankan


fakta bahwa alat-alat saja tidaklah menciptakan teknologi. Mereka kemudian meninjau
kembali relasi antara ekologi budaya dengan teori ekonomi tertentu dengan tujuan
membedakan antara ekologi budaya sebagai orientasi teoretik dengan teori
teknoekonomi. Kaplan dan Manner lalu menerangkan determinan teknoekonomi, yaitu
suatu pandangan yang menganggap faktor teknoekonomi adalah faktor yang terpenting
yang mengakibatkan perubahan budaya (Kaplan & Manners, 1999;2012: 130). Mereka
juga menyebutkan bahwa faktor-faktor teknoekonomi adalah yang paling kelihatan dan
paling mudah dipahami untuk memberikan penjelasan, sehingga teori-teori
teknoekonomi paling gampang dibuktikan ataupun disanggah.

5.Struktural sosial

Kaplan dan Manner kemudian menjelaskan subsistem struktur sosial. Mereka


menyebutkan bahwa teori struktur sosial kebanyakan mempermasalahkan cara yang
bermanfaat dalam membeda-bedakan serta mengkonseptualisasikan berbagai bagian
dari suatu sistem sosial dan hubungan antara bagian-bagian itu. Para teoriwan struktur
sosial cenderung memberikan penekanan pada variabel-variabel sosial di atas variabel
lainnya dalam upaya menerangkan fenomen sosiokultural (Kaplan & Manners,
1999;2012: 140). Kaplan dan Manners berpendapat bahwa hampir semua teoriwan
struktur sosial memperhatikan pemerian struktur masyarakat dan saling pengaruh antara
struktur-strukutr itu, mereka lebih berhasil dalam menjelaskan soal kontinuitas dan
pelestarian daripada hal-hal yang menyangkut perubahan.

Kaplan dan Manners menerangkan bahwa dalam usaha menyikapi hal tersebut,
telah dilakukan upaya untuk memasukkan unsur dinamis dalam analisis struktur sosial.
Unsur dinamis yang terutama adalah mengenai faktor individu “menyimpang” beserta
putusan-putusan yang dipilihnya serta dilaksanakan. Namun, hal tersebut mengantar
pada kesulitan dalam teori-teori aksi-interaksi sosial, sehingga pada uumnya para
teoriwan struktur sosial melangkah keluar dari struktur sosial dalam upaya menemukan

15
variabel yang sanggup menjelaskan strukutr sosial dan pengaturan sosial-budaya,
terutama restrukturasi perilaku peran. Kaplan dan Manners kemudian membahas
hubungan konseptualisasi struktur sosial dengan tindak sosial, interaksi sosial, dan
perilaku peran. Mereka kemudian menyebutkan beberapa contoh studi yang menyatakan
bahwa struktur sosial suatu masyarakat dapat memberikan pengaruh signifikan bagi
upaya reorganisasi masyarakat tersebut. Kaplan dan Manners melanjutkan dengan
membahas insitusi politik sebagai variabel struktural yang memiliki dampak penentu
bagi infrastruktur yang bersangkutan (Kaplan & Manners, 1999;2012: 153).

6.Ideologi

Kaplan dan Manners menggunakan istilah ideologi dengan batasan pengertian


lama, yaitu yang netral dan tak bersifat menilai baik-buruk, hanya sebatas sautu
kawasan ideasional dalam suatu budaya. Kaplan dan Manners kemudian menerangkan
masalah metodologis yang ditemui ketika menetapkan batasan subsistem ideologi.
Intinya, masalah yang tersulit adalah karena konseptualisasi ideologi seringkali sulit
sekali diketahui secara empirik, seringkali ideologi dipunyai secara tidak sadar dan di
bahwa sadar.

Setelah itu Kaplan dan Manners menyebutkan bahwa faktor ideologis


mempengaruhi komponoen budaya melalui proes pengkondisian psikoloigs, yakni lewat
dampak gagasan terhadap perilaku manusia (Kaplan & Manners, 1999;2012: 160).
Sekali lagi ditemui kesulitan dalam hal ini. Mereka menyatakan bahwa ketika kita
konsep ideologis yang sedang dilaksanakan diamati, tidak akan diketahui apapun
mengenai peran kognitif yang menonjol ataupun tentang internalisasi konsep tersebut,
sehingga pernyataan faktor ideologis memiliki efektivitas kausal sering terbukti sulit
dipertahankan dan kontroversial (Kaplan & Manners, 1999;2012: 161). Kaplan dan
Manners kemudian menerangkan upaya menjelaskan logika dibalik hal irrasional.
Mereka menyebutkan bahwa pekerjaan antropolog adalah menunjukkan bahwa di balik
irrasionalitas suatu institusi masyarakat primitif, terdapat sesungguhnya sifat rasional
meskipun partisipannya sendiri tidak menyadari (Kaplan & Manners, 1999;2012: 165).

16
7.Kepribadian: Matra Sosial dan Psikobiologis

Kaplan dan Manners kemudian membicarakan subsistem yang keempat, yaitu


kepribadian. Terdapat dua pokok soal utama dalam usaha menggunakan variabel
kepribadian untuk menjelaskan gejala kultural. Pertama adalah apakah variabel
kepribadian harus ditinjau sebagai baigan intergral dari sistem budaya yang
bersangkutan atau secara analitis bersifat eksternal sehingga tidak mempunyai makna
kausal? Kedua adalah apabila variabel-variabel kepribadian dilihat sebagai bagian
integral, sejauh manakah variabel itu menjalankan pengaruh kausal terhadap bagian lain
dari keseluruhan sistem? (Kaplan & Manners, 1999;2012: 173). Kaplan dan Manners
kemudian menerangkan aliran budaya-kepribadian yang lama dan yang baru.

Pada yang lama, pengaruh psikologis Freud yang menekankan sifat afektif dan
irrasional dari kepribadian sangat mempengaruhi banyak antropolog, sehingga tercipta
mazhab lama, yang oleh Kaplan dan Manners dinyatakan terdapat dua pemikiran yang
terkandung, yaitu struktur kepribadian dasar dan struktur kepribadian modal. Sebagian
besar menekankan pada pentingya sosialisasi yang berasal dari teknik perawatan anak
pada pembentukan struktur kepribadian dasar atau modal. Pada aliran budaya-
kepribadian yang baru, aspek kognisi menjadi perhatian utama, terutama dirangsang
oleh linguistik. Tujuan inti antropologi kognitif adalah mengetahui alat konseptual yang
digunakan sesuatu bangsa untuk mengkalsifikasikan, menata, dan menafsir semseta
sosial serta alaminya (Kaplan & Manners, 1999;2012: 194). Anggapan lain yang
mendasari banyak dari karya antropologi kognitif adalah bahwa kategori itu terkodekan
dalam strukutr dan ciri-ciri pembeda kebahasaan yang digunakan oleh suatu bangsa.

Pada akhir bab ini, Kaplan dan Manners menyampaikan bahwa dalam
praktiknya para antorpolog budaya dari aliran apapun cenderung menggunakan
variabel-variabel dari dua subsistem atau lebih ketika menganalisis atau menjelaskan.
Mereka kemudian menyatakan untuk tidak menunjuk suatu subsistem tertentu sebagai
dampak kausal utama dalam segala situasi, dan lebih memilih mempertimbangkan
keempat subsistem tersebut secara bersamaan dan berhubungan satu sama lain.

17
8.Analisis Formal

Pada bab ini, Kaplan dan Manners membahas tentang strukturalisme, terutama
strukturalisme Levi-Strauss, dan entografi-entografi baru. Mereka menggunakan bagian
strukturalisme Levi-Strauss tentang sifat logis pikiran manusia itu sendiri sebagai fokus
telaah, sedangkan pada etnografi-baru, kaidah konseptual, aturan kognitif, dan kategori
yang digunakan orang dalam berbagai masyarakat untuk menata pengalamannya,
dianggap menjelaskan perilaku serta pengaturan sosial-budayanya (Kaplan & Manners,
1999;2012: 227) . Kedua pemikiran ini baik Levi-Strauss maupun para etnograf-baru
pada hakekatnya memandang budaya sebagai bahasa dala arti seluas-luasnya (Kaplan &
Manners, 1999;2012: 228). Bagi Levi-Strauss, budaya pada hakikatnya adalah suatu
sistem simbolik atau konfigurasi sistem perlambangan (Kaplan & Manners, 1999;2012:
244). Kemudian Kaplan dan Manners menyebutkan bahwa para strukturalis memiliki
pandangan bahwa jika seseorang telah memahami sistem-sistem budaya yang pada
hakikatnya bersifat forma, segala macam  hubungan logis antara fenomen-fenomen
budaya pun menjadi dapat disingkapkannya.

Kaplan dan Manners menyebutkan bahwa pendekatan formal terbaru dalam


materi entografi, seperti etnosains, entosemantik, analisis komponen, dan sebagainya,
disebut sebagai entografi-baru. Tujuan etnografi-baru yang diajukan adalah membuat
pemaparan entografis menjadi lebih akurat dan lebih replikabel daripada yang
sebelumnya (Kaplan & Manners, 1999;2012: 251). Sasaran yang lainnya adalah
eliminasi atau netralisasi bias yang berpotensi menimbulkan kesenjangan di pihak
etnograf (Kaplan & Manners, 1999;2012: 256). Kaplan dan Manners kemudian
mencermati bahwa para entograf-baru seperti kehilangan arah ketika mengahadapi
persoala penggunaan titik pandang warga-budaya setempat, karena umumnya mereka
cenderung menggeneralisasikan pereapan metode linguistik pada telaah etnografis
(Kaplan & Manners, 1999;2012: 257). Pada akhir bab, Kaplan dan Manners
menekankan perihal keterbatasan model-model linguistik sebagai yang diterapkan pada
kajian mengenai budaya (Kaplan & Manners, 1999;2012: 260).

9.Epilog: Beberapa Tema Lama dan Arah Baru

18
Pada bab terakhir ini, Kaplan dan Manners menyampaikan bahwa antropologi
sedang dalam keadaan krisis. Krisis yang dimaksud adalah lenyapnya dunia primitif.
Mereka menyebut terobosan yang dilakukan dengan mengubah pandangan tradisional
akan lapangan kerja antropologi dengan optimistik, yaitu jika terobosoan yang mungkin
dilakukan dianggap akan mempunyai dampak atau makna yang sebanding dengan
revoulusi teori Darwin di masanya. Mereka menyatakan bahwa pandangan tradisional
antropologi memusatkan pada budaya non-barat, terutama yang berlingkup kecil dan
bercorak eksotis. Kaplan dan Manners lalu mejelaskan mengenai kritik-kritik tajam
yang ditujukan pada pandangan semacam itu. Kaplan dan Manners lalu menerangkan
tentang kecenderungan masa depan di mana akan terdapat titik temu antara antropologi
dengan ilmu-ilmu sosial yang lain serta relevansi dan aplikasi ilmu antropologi

Tiba saatnya penulis memberikan komentar terhadap buku Teori Budaya.


Menurut penulis, Kaplan dan Manners sungguh detail dalam menyampaikan teori-tori
budaya, terkhusus dalam konteks antropologi. Kritik-kritik yang diajukan oleh Kaplan
dan Manners pada setiap bagian penjelasan juga cukup membantu penulis mengambil
gambaran besar mengenai teori tersebut, sehingga mengetahui celah-celah mana yang
masih harus ditambal jika menggunakan suatu teori tertentu Sebenarnya buku ini tidak
begitu sulit dipahami, namun karena pemerian-pemerian yang diberikan sangat padat
namun tersusun dalam paragraf yang panjang, akan terasa sangat membosankan untuk
membaca untaian penjelasan tersebut, terlebih dengan begitu banyaknya kosakata
ilmiah yang samasekali belum pernah didengar penulis, seperti tautologi. Kemudian
Kaplan dan Manners terkesan mengulang satu pendapat beberapa kali pada suatu
deskripsi. Sayang sekali, penulis tidak memiliki waktu yang memadai untuk membaca
buku Teori Budaya secara mendalam, sehingga penulis tidak sempat mencecap dan
meresapi semua konsepsi dan teori yang dijelaskan oleh Kaplan dan Manners.

B.TEORI-TEORI STRUKTURAL SOSIAL

Pengertian Interaksi Sosial Manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia


bergantung dan membutuhkan individu lain atau makhluk lainnya. Dalam hidup
bermasyarakat, manusia dituntut untuk berinteraksi dengan sesama secara baik agar
tercipta masyarakat yang tentram dan damai. Secara etimologis, interaksi terdiri dari

19
dua kata, yakni action (aksi) dan inter (antara).1 Jadi, Interaksi adalah suatu rangkaian
tingkah laku yang terjadi antara dua orang atau lebih dari dua atau beberapa orang yang
saling mengadakan respons secar timbal balik. Oleh karena itu, interaksi dapat pula
diartikan sebagai saling mempengaruhi perilaku masing-masing. Hal ini bisa terjadi
antara individu dan individu lain, antara individu dan kelompok, atau antara kelompok
dan kelompok lain.2 Interaksi sosial dapat diartikan sebgai hubungan-hubungan sosial
yang dinamis. Hubungan sosila yang dimaksud dapat berupa hubungan antar individu
yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok
lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat
simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan
kepadannya oleh mereka yang menggunakannya. Menurut H. Bonner, interaksi sosial
adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, diman kelakuan individu
yang satu mempengaruhi, mengubah ataumemperbaiki kelakuan individu yang lain atau
sebaliknya. Definisi ini menggambarkan kelangsungan timbal-baliknya interaksi sosial
antara dua atau lebih manusia itu.3 Interaksi sosial merupakan kunci dari semua
kehidupan sosial, tanpa interaksi sosial tidak ada kehidupan bersama. Bertemunya orang
perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam
suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-
orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan
seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian
dan lain sebagainya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Interaksi Sosial Dalam interaksi sosial terdapat


faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi tersebut, yakni faktor ynag menentukan
berhasil atau tidaknya interaksi tersebut. faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi
sosial yaitu sebagai berikut:

a. Situasi sosial, tingkah laku individu harus dapat menyesuaikan diri terhadap situasi
yang dihadapi.

b. Kekuasaan norma kelompok. Individu yang menaati norma-norma yang ada, dalam
setiap berinteraksi individu tersebut tak akan pernah berbuat suatu kekacauan, berbeda
dengan individu yang tidak menaati norma-norma yang berlaku. Individu itu pasti akan

20
menimbulkan kekacauan dalam kehidupan sosialnya dan kekuasaan norma itu berlaku
untuk semua individu dalam kehidupan sosialnya.

c. Tujuan pribadi masing-masing individu, adanya tujuan pribadi yang dimiliki


masingmasing individu akan berpengaruh terhadap perilakunya dalam melakukan
interaksi.

d. Penafsiran situasi, setiap situasi mengandung arti bagi setiap individu sehingga
mempengaruhi individu untuk melihat dan menafsirkan situasi tersebut.

Hambatan-hambatan dalam Interaksi Sosial Dalam interaksi terdapat faktor yang


membuat proses interaksi menjadi terhambat. Faktor yang menghambat proses interaksi
yaitu sebagai berikut:

a. Perasaan takut untuk berkommunikasi, adanya prasangka terhadap individu atau


kelompok individu tidak jarang menimbulkan rasa takut untuk berkomunikasi. Padahal
komunikasi merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya integritas.

b. Adanya pertentangan pribadi, adanya pertentangan antarindividu akan mempertajam


perbedaan-perbedaan yang ada pada golongan-golongan tertentu.

Kehidupan dan aktivitas manusia tidak terlepas dari interaksi sosial. Sebagai
makhluk sosial, setiap manusia akan melakukan interaksi dalam kehidupan
bermasyarakat. Maka itu, interaksi sosial pun menjadi salah satu topik pembahasan di
sosiologi, bidang ilmu yang mempelajari masyarakat. Dalam sosiologi, interaksi sosial
didefinisikan sebagai suatu aktivitas pertukaran sosial antara dua atau lebih individu.
Interaksi sosial dapat dilihat dari berbagai jenis ukuran kelompok seperti, dua, tiga
individu, atau kumpulan yang lebih besar lagi, demikian dikutip dari LibreTexts,
platform non-profit yang menyediakan sumber-sumber teks untuk studi ilmiah. Peran
interaksi sosial di aktivitas masyarakat begitu besar. Munculnya sosialisasi dalam
aktivitas sosial dipicu oleh adanya interaksi sosial. Selain itu, dengan adanya interaksi
sosial, suatu tatanan masyarakat yang dapat membentuk kepribadian setiap individu
juga akan terbentuk. Jadi, struktur masyarakat dan kedudayaan terbangun karena
interaksi sosial. Dengan berinteraksi satu sama lain, orang merancang aturan, institusi,
dan sistem tempat mereka hidup. Lewat interaksi sosial pula, simbol digunakan guna

21
mengomunikasikan kesadaran satu masyarakat kepada mereka yang baru mengenalnya,
baik anak-anak maupun orang asing. Teori Interaksi Sosial Menurut Ahli Sosiologi
Pembahasan terkait dengan interaksi sosial sudah dijelaskan oleh beberapa ahli
sosiologi pada era abad ke-19 dan awal 20. Di antaranya ialah George Herbert Mead
dan Erving Goffman. Keduanya menjelaskan interaksi sosial sebagai suatu bentuk
aktivitas individu yang dapat menjadi faktor pembentuk kepribadian dari setiap orang.
Kedua sosiolog itu juga merumuskan teori tentang interaksi sosial, yakni
Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi.

1. Teori Interaksionisme Simbolik Teori Interaksionisme Simbolik dikemukakan oleh


George Herbert Mead. Menurut pendapat Mead, interaksi sosial terjadi karena
penggunaan simbol-simbol yang memiliki makna. Simbol tersebut menciptakan makna
yang dapat memicu adanya interaksi sosial antar individu. Contoh interaksionisme
simbolik dalam aktivitas sehari-hari yaitu ketika kita sedang melakukan aktivitas
berbelanja di mana terdapat pelayan yang menawarkan berbagai produk. Oleh karena itu
dalam hal ini kita akan menempatkan diri sebagai seorang konsumen. Interaksionisme
simbolik pada contoh ini memberikan makna atas suatu peran dan juga aktivitas pada
setiap individu.

2. Teori Dramaturgi Teori Dramaturgi dikonsepsikan oleh Erving Goffman. Menurut


Goffman, interaksi sosial seperti suatu pertunjukan seni. Sebab, dalam interaksi sosial
ada dua jenis kehidupan, yaitu backstage (belakang panggung) dan juga frontstage
(depan panggung).

Teori Goffman menggambarkan kehidupan manusia yang memiliki perbedaan


pola interaksi yang tergantung pada situasi dan kondisi. Dalam kehidupan sehari-hari,
dramaturgi dalam interaksi sosial terlihat seperti dalam kehidupan seorang Ayah. Saat
bekerja, seorang ayah mungkin akan menjadi seorang bos yang akan bersikap tegas
kepada bawahannya di perusahaan. Sebaliknya, saat di rumah dan menjadi figur ayah,
sosok itu mungkin akan lebih ramah dan bersahabat kepada anak-anaknya. Jenis-Jenis
Interaksi Sosial Ada beragam jenis interaksi sosial yang dipelajari dalam sosiologi.
Secara umum, mengutip isi dari penjelasan di publikasi Kemdikbud, jenis interaksi
sosial bisa terbagi menjadi tiga, yakni hubungan orang per-orang, relasi individu dan
kelompok, serta hubungan antar-kelompok. Pembagian jadi 3 jenis ini didasari atas

22
subyek yang terlibat dalam interaksi. Sementara mengutip situs Lumen Learning,
terdapat setidaknya 5 jenis interaksi sosial. Detailnya adalah sebagai berikut.

1. Komunikasi Non-Verbal Proses komunikasi ini dilakukan tanpa adanya aktivitas


verbal antar individu. Jenis interaksi sosial seperti ini banyak ditemukan dewasa ini
seperti dalam aktivitas media sosial. Selain itu, jenis komunikasi ini dapat disampaikan
pula melalui pakaian dan gaya kita. Sehingga dalam hal ini berkaitan dengan teori
interaksionisme simbolik.

2. Pertukaran Sosial Jenis interaksi sosial ini melakukan aktivitas pertukaran yang
mengarah pada hubungan antar individu. Munculnya pertukaran didasarkan pada
kepentingan satu sama lain dengan membentuk suatu hubungan.

3. Kerja sama Proses ini merupakan suatu kegiatan kerja atau melakukan sesuatu secara
bersamaan antara dua orang individu atau lebih. Kerja sama bisa terbagi ke dalam tiga
jenis, yaitu dipaksakan, sukarela, dan tidak disengaja.

4. Konflik Dalam sosiologi, konflik dianggap sebagai hal yang normal yang ada dalam
suatu interaksi sosial. Hal tersebut dapat terjadi akibat adanya kepentingan pribadi atau
perebutan suatu kendali atas sumber daya yang langka. 5. Kompetisi Kompetisi juga
wajar dalam aktivitas interaksi sosial. Kompetisi memicu terjadinya interaksi sosial satu
sama lain dalam suatu kelompok, yakni antar-individu, ataupun antarkelompok

23
BAB IV
TEORI HIRARKHI DENGAN KEBUDAYAAN

A.TEORI HIRARKHI

Hierarki kebutuhan Maslow adalah teori psikologi yang diperkenalkan


oleh Abraham Maslow dalam makalahnya, "A Theory of Human Motivation",
di Psychological Review pada tahun 1943.[1] Ia beranggapan bahwa kebutuhan-
kebutuhan di tingkat rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih
dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih tinggi menjadi hal yang
memotivasi.

Konsep hierarki kebutuhan dasar ini bermula ketika Maslow


melakukan observasi terhadap perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya,
didapatkan kesimpulan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan
dengan kebutuhan yang lain. Contohnya jika individu merasa haus, maka individu akan
cenderung untuk mencoba memuaskan dahaga. Individu dapat hidup tanpa makanan
selama berminggu-minggu.Tetapi tanpa air, individu hanya dapat hidup selama
beberapa hari saja karena kebutuhan akan air lebih kuat daripada kebutuhan akan
makan.

B. KEMUNCULAN KEBUDAYAAN

Menurut Maslow, kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hierarki yang


dimana darimkebutuhan-kebutuhan ini akan memunculkan suatu kebudayaan. Disebut
hierarki karena memang manusia memenuhi kebutuhannya secara berjenjang. Manusia
akan berusaha memenuhi satu jenjang kebutuhan terlebih dahulu. Setelah jenjang
pertama terpenuhi, maka manusia akan mencoba memenuhi kebutuhan yang ada di
jenjang berikutnya. Robbins dan Timothy A. Judge, dijelaskan lima hierarki kebutuhan
dari Abraham Maslow, yaitu

24
 Kebutuhan fisiologis

25
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling mendasar dari hierarki Maslow.
Kebutuhan ini disebut juga sebagai kebutuhan primer, seperti makan, minum,
pakaian, dan tempat tinggal. Manusia akan memenuhi kebutuhan fisiologis terlebih
dahulu sebelum ia beranjak ke kebutuhan berikutnya. Sebab, kebutuhan fisiologis
merupakan kebutuhan yang paling kuat dan mendesak pemenuhannya.

 Kebutuhan rasa aman

Kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan yang menempati posisi kedua dari
hierarki Maslow. Kebutuhan rasa aman ini meliputi kebutuhan keamanan dan
perlindungan dari bahaya fisik dan emosi. Kebutuhan ini didapatkan setelah
kebutuhan fisiologis terpenuhi. Kebutuhan rasa aman dipenuhi untuk mendukung
pemenuhan kebutuhan lain agar bisa terus berjalan dengan baik.

 Kebutuhan sosial

Kebutuhan sosial merupakan kebutuhan yang menempati posisi ketiga dari hierarki
Maslow. Kebutuhan sosial ini meliputi kebutuhan kasih sayang, rasa memiliki,
bersosialisasi, penerimaan, dan persahabatan. Manusia sejatinya adalah makhluk
sosial, tidak mengherankan jika manusia membutuhkan sosialisasi dalam menjalani
hidupnya. Sebab dalam menjalani hidupnya, manusia senantiasa membutuhkan
bantuan dari orang lain.

 Kebutuhan penghargaan

Kebutuhan penghargaan merupakan kebutuhan yang menempati posisi keempat


dari hierarki Maslow. Dalam buku Perilaku Organisasi (2018) karya Timotius
Duha, dijelaskan bahwa kebutuhan penghargaan meliputi faktor-faktor internal
seperti harga diri, otonomi, dan prestasi serta faktor-faktor eksternal seperti
status, pengakuan, dan perhatian. Kebutuhan penghargaan atau disebut juga
kebutuhan harga diri merupakan hak untuk memperoleh dan kewajiban untuk
meraih atau mempertahankan pengakuan dari orang lain. Pengakuan akan
diperoleh seseorang apabila telah sukses dalam memenuhi kebutuhan sosialnya.
Kebutuhan ini bisa menjadi sangat ambisius apabila yang memenuhi kebutuhan

25
ini adalah seseorang yang sering mencari status. Baca juga: Pengembangan
Produk: Definisi, Tujuan, dan Strategi Pengembangannya

Kebutuhan aktualisasi diri Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang


menempati posisi tertinggi dari hierarki Maslow. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan
untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri sendiri, kebutuhan untuk
meningkatkan kemampuan diri, serta kebutuhan untuk menjadi orang yang lebih baik.
Kebutuhan ini umumnya jarang dipenuhi oleh seseorang. Sebagian besar orang-orang
hanya fokus pada kebutuhan fisik, rasa aman, sosial, dan harga diri. Kebutuhan ini
biasanya hanya dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menaklukkan kemampuan dirinya
dan yang berani menerima tantangan dari luar. Tujuan utama pemenuhannya adalah
untuk memperoleh kepuasan batin dan meningkatkan kepercayaan diri

26
BAB V
SOLIDARITAS SOSIAL MASYARAKAT DESA DAN KOTA

A.SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA

Kelompok sosial merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari beberapa


individu yang hidup bersama dengan hubungan timbal balik yang intensif dan teratur.
Kelompok sosial dapat dibedakan menjadi beberapa kriteria. Dikutip dari
Encyclopaedia Britannica, sosiolog Jerman, Ferdinand Tonnies dalam Gemeinschaft
und Gesellschaft atau Community and Society (1887) membedakan tipe kelompok
sosial menjadi dua yaitu Gemeinschaft dan Gesellschaft. Konsep-konsep tersebut
digunakan untuk membedakan antara kehidupan perkotaan dan pedesaan atau
kehidupan komunitas dan kehidupan dalam masyarakat massa.
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang punya batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.dan
Kota terdiri dari 2 bagian. Pertama, kota sebagai sebuah wadah yang punya
batasan administrasi, sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Kedua,
kota sebagai lingkungan kehidupan perkotaan yang punya ciri nonagraris,
misalnya ibukota kabupaten, ibukota kecamatan, serta berfungsi sebagai pusat
pertumbuhan dan permukiman.
Pada kehidupan masyarakat modern seperti sekarang ini sering dibedakan
antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan dalam bentuk “rural
community” dan “urban community”. Karakteristik masyarakat desa dan kota
bisa begitu berbeda akibat adanya beberapa perbedaan signifikan terkait cara
hidup sehari-hari dan sistem sosialnya. Ada ciri-ciri yang bisa dijadikan sebagai
pembeda antara masyarakat yang tinggal di desa dengan masyarakat yang
tinggal di daerah perkotaan seperti yang dijelaskan oleh Soekanto (1982: 149)
antara lain adalah:
1. Kehidupan Keagamaan

28
2. Kemandirian
3. Pembagian Kerja

29
4. Peluang Memperoleh Pekerjaan
5. Jalan Pikiran
6. Perubahan Sosial
7. Perubahan masyarakat desa menjadi masyarakat kota.
Magnet kehidupan di perkotaan masih tinggi yang pada akhirnya menyebabkan
bertambahnya penduduk di kota yang berasal dari desa.
1. Daerah yang termasuk pusat pemerintahan atau ibu kota, seperti Jakarta.
2. Letak kota tersebut yang sangat strategis untuk usaha-usaha perdagangan atau
perniagaan, misalnya kota pelabuhan atau kota yang letaknya dekat pada
sumber-sumber bahan mentah.
3. Banyaknya ragam industri di daerah itu, yang menyediakan barang maupun
jasa.
Kecenderungan bagi masyarakat desa mengarah pada kehidupan agamis
dan religius, sedangkan orang-orang kota lebih mengarah pada kehidupan
duniawi.Pada masyarakat kota, individu biasanya tidak terlalu bergantung pada
orang lain sedangkan di desa, antar warga biasanya memiliki hubungan yang
erat karena satu sama lain sering bergantung dalam berbagai hal dan kegiatan.
Di kota, pembagian kerja lebih tegas dan jelas sehingga antar profesi
memiliki garis batas yang nyata dan hubungan yang terjalin antar profesi lebih
profesional.Dengan adanya sistem pembagian kerja yang tegas, maka
kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan lebih banyak pada masyarakat kota
dibandingkan warga pedesaan.Dalam pola pikir secara rasional dan profesional
pada masyarakat yang tinggal di perkotaan, ada kemungkinan terjadi sebuah
interaksi yang didasarkan pada kepentingan bersama.
Di kota, perubahan sosial lebih cepat terjadi dibandingkan di desa karena
masyarakat kota yang datang dari berbagai latar belakang cenderung lebih
terbuka dengan perubahan.Karena dinamisnya kehidupan di kota, maka banyak
warga desa yang tergiur untuk menetap di kota, yang mana proses ini dinamakan
urbanisasi. Urbanisasi adalah suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke
kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terbentuknya
masyarakat perkotaan.

29
B.GEMEINSCHAFT-GESSESCHAFT DAN PAGUBAYAN-PATEMBAYAN

Gemeinschaft Gemeinschaft dalam bahasa Inggris disebut communal


society atau masyarakat komunal. Dalam bahasa Indonesia disebut paguyuban.
Gemeinschaft adalah asosiasi sosial di mana individu-individu cenderung ke
arah komunitas sosial daripada keinginan dan kebutuhan individu mereka.
Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama, anggotanya diikat oleh hubungan
batin yang murni, bersifat alami dan kekal.

Dasar hubungan adalah rasa cinta dan rasa persatuan yang telah
dikodratkan. Biasanya paguyuban lahir dari dalam diri individu ditandai dengan
rasa solidaritas dan identitas yang sama. Keinginan untuk berhubungan
didasarkan atas kesamaan dalam keinginan dan tindakan. Kesamaan individu
merupakan faktor penguat hubungan sosial, yang kemudian diperkuat dengan
hubungan emosional serta interaksi antar individu. Di pedesaan, masyarakat tani
yang melambangkan Gemeinschaft, hubungan pribadi didefinisikan dan diatur
berdasarkan aturan sosial tradisional. Orang-orang memiliki hubungan tatap
muka yang sederhana dan langsung satu sama lain yang ditentukan oleh
Wesenwille (kehendak alami), sebagai emosi alami dan spontan serta ekspresi
sentimen.

Nicholas Abercrombie, menjelaskan masyarakat yang ditandai dengan


hubungan paguyuban bersifat homogen. Sebagian besar terikat kekerabatan dan
hubungan organik dan memiliki kohesi moral yang didasarkan pada sentimen
keagamaan yang umum. Dalam Encyclopaedia of the Social Sciences Vol. 3
(1968), Horace Miner menggambarkan Gemeinschaft untuk merujuk pada
komunitas perasaan, semacam kesatuan ide dan emosi, berasal dari persamaan
dan pengalaman hidup bersama. Orang sering berinteraksi satu sama lain dan
cenderung membangun hubungan yang dalam dan jangka panjang. Kontrol
sosial dalam Gemeinschaft dipertahankan melalui cara-cara informal seperti
persuasi moral, gosip dan bahkan gerak tubuh (gestur). Dikutip dari Dasar-dasar

30
Sosiologi (2009) karya Syahrial Syarbaini Rusdianta, Gemeinschaft atau
masyarakat paguyuban dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu Gemesinschaft by
blood, Gemeinschaft by place, dan Gemeinschaft of mind. Gemeinschaft of
mind adalah hubungan persahabatan yang disebabkan karena persamaan
keahlian atau pekerjaan serta pandangan yang mendorong untuk saling
berhubungan secara teratur.

Gesellschaft Gesellschaft dalam bahasa Inggris disebut associational


society atau masyarakat asosiasi dan dalam bahasa Indonesia disebut
patembayan. Gesellschaft adalah masyarakat sipil di mana kebutuhan individu
mendapatkan prioritas penting daripada asosiasi sosial. Baca juga: Sosiolog:
Hukuman Mati Membawa Dampak Negatif bagi Masyarakat Patembayan
merupakan konsep yang merujuk pada hubungan anggota masyarakat yang
memiliki ikatan yang lemah. Kadangkala individu tidak saling mengenal, nilai,
norma dan sikap menjadi kurang berperan dengan baik. Patembayan merupakan
bentuk kehidupan bersama di mana anggotanya mempunyai hubungan yang
sifatnya sementara dan disatukan oleh pemikiran yang sama. Gesselschaft
ditentukan oleh Kurwille (kehendak rasional) dan dilambangkan oleh
msayarakat kosmopolitan modern dengan birokrasi pemerintah dan organisasi
industri besar. Dalam Gesellschaft, kepentingan pribadi yang rasional dan
tindakan penghitungan melemahkan ikatan tradisional keluarga, kekerabatan dan
agama. Dengan kata lain, Gemeinschaft menembus struktur Gesellschaft. Dalam
patembayan, hubungan manusia lebih bersifat impersonal dan tidak langsung,
dibangun secara rasional untuk kepentingan efisiensi atau pertimbangan
ekonomi dan politik lainnya. Gesellschaft adalah karakteristik tipe ideal
kehidupan perkotaan modern. Seringkali dikonseptualisasikan sebagai
masyarakat korporat atau massa masyarakat yang didasarkan pada hubungan
atau peran dan terdiri dari kelompok asosiasi.

Kebiasaan Gesellschaft ditandai oleh individualisme, mobilitas,


impersonalitas, pengejaran kepentingan diri sendiri dan penekanan pada
kemajuan daripada tradisi. Nilai-nilai bersama dan keterlibatan pribadi secara
total menjadi prioritas sekunder. Singkatnya, Gesellschaft adalah logika pasar, di

31
mana hubungan bersifat kontraktual, impersonal dan sementara (temporer). Ada
sedikit kesamaan dan hubungan sosial sering tumbuh dari tugas-tugas segera
seperti membeli produk. Kebanyakan, hasil industrialisasi, urbanisasi, revolusi
teknologi, pembagian tenaga kerja dan pertumbuhan populasi, Gesellschaft telah
menggantikan masyarakat tradisi dengan masyarakat kontrak. Dalam
masyarakat, keterikatan pribadi maupun hak dan kewajiban tradisional tidak
penting. Hubungan antara laki-laki ditentukan oleh tawar menawar dan
didefinisikan dalam perjanjian tertulis. Perbedaan Gemeinschaft dan
Gemeinschaft  Untuk lebih jelasnya, berikut ini perbedaan antara Gemeinschaft
(paguyuban) dan Gemeinschaft (patembayan): Baduy adalah Aset Budaya yang
Tak Patut Dianggap Komoditas Gemeinschaft (paguyuban) Ciri-ciri
Gemeinschaft (paguyuban) adalah sebagai berikut:

 Ikatan sosial bersifat personal.


 Tipikal masyarakat rural.
 Tipikal masyarakat tradisional.
 Tipikal masyarakat petani.
 Tradisi masih kuat.
 Hubungan sosial bersifat tradisional.
 Hubungan sosial didominasi oleh kerjasama.
 Sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih kuat.
 Tindakan sosial berdasarkan keyakinan.
 Mengedepankan prinsip berdasarkan nilai bersama.
 Komposisi masyarakat bersifat homogen.
 Tatanan sosial dibentuk oleh tradisi.
 Interaksi sosial bersifat emosional.
 Pembagian kerja sederhana.
 Peran agama dominan dalam pengorganisasian sosial.

Gesellschaft (patembayan) Ciri-ciri Gesellschaft (patembayan) adalah


sebagai berikut:

 Ikatan sosial bersifat impersonal.

32
 Tipikal masyarakat urban.
 Tipikal masyarakat modern.
 Tipikal msayarakat industri.
 Tradisi lemah.
 Hubungan sosial bersifat kontraktual.
 Hubungan sosial sosial didominasi oleh kompetisi.
 Sistem kekeluargaan dan kekerabatan lemah.
 Tindakan sosial berdasarkan komando.
 Mengedepankan prinsip efisiensi.
 Komposisi masyarakat bersifat heterogen.
 Tatanan sosial dibentul oleh birokrasi.
 Interaksi sosial bersifat rasional.
 Pembagian kerja bersifat kompleks.
 Peran ilmu pengetahuan ilmiah dominan dalam pengorganisasn sosial.

33
DAFTAR PUSTAKA

https://sifekdomain.wordpress.com/2018/12/30/teori-budaya/

https://www.kompasiana.com/agitabrahmana7280/5ffeedb8d541df347c26df63/faktor-
penyebab-terjadinya-perubahan-sosial-dan-kebudayaan

https://docplayer.info/72901857-Pengertian-tujuan-fungsi-ilmu-sosial-budaya-
dasar.html

https://slideplayer.info/slide/13722530/

https://dosensosiologi.com/ilmu-sosial-budaya-dasar/

https://indomaritim.id/perubahan-sosial-budaya-pengertian-menurut-ahli-dan-
contohnya/

https://tirto.id/jenis-jenis-interaksi-sosial-teorinya-menurut-para-ahli-sosiologi-f8SZ

http://digilib.uinsby.ac.id/13128/56/Bab%202.pdf

https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/31/140134369/teori-hierarki-kebutuhan-
abraham-maslow?page=all

https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/23/200000469/pengertian-dan-perbedaan-
gemeinschaft-dan-gesellschaft?page=all#:~:text=Gemeinschaft%20adalah%20asosiasi
%20sosial%20di,murni%2C%20bersifat%20alami%20dan%20kekal

34
https://www.ruangguru.com/blog/perbedaan-masyarakat-pedesaan-dan-perkotaan-
dalam-kelompok-sosial

35

Anda mungkin juga menyukai